TB PARU
Kelompok 5
NAMA
HANIFAH AULIYA
A. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia,
sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya
secara serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang
bersifat permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses
restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural
yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam
kelainan faal paru (Supardi, 2006).
Penyakit Tuberkulosis paru (TB paru) sudah lebih dari 100 tahun yang
lalu ada dipermukaan bumi kita ini. Abad ke-19 merupakan abad ketika banyak
terdapat penemuan ilmiah termasuk konsep penyakit tuberkulosis. Di indonesia
penyakit ini sudah lama ada, dapat diketahui dari salah satu relief dicandi
Borobudur yang tampaknya menggambarkan suatu kasus Tuberkulosis. Berarti
pada masa itu (tahun 750 sesudah masehi) orang sudah mengenal penyakit ini ada
diantara mereka (Situmeah,2004).
Indonesia berada pada tingkat ke-3 terbesar didunia dalam jumlah
penderita Tuberkulosis(TB), setelah India dan Cina. Di dunia diperkirakan
penyakit ini dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari
terdaftar hampir 2 400 kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya,
atau 140.000 per tahun, dan kurang lebih ¼ juta penduduk diduga terinfeksi TB
setiap tahun ( Jakarta Pos, 2008).
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara.
Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh
penyakit TB paru, perlu dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah
dilingkungan keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Depkes RI,
2001).
Penyebaran penyakit tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat
rentan pada keluarga yang anggota keluarganya sedang menderita penyakit
tersebut. Penyakit dapat menular pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena
itu, penyakit tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat karena penyakit
ini menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok ekonomi
lemah dan berpendidikan rendah.
Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Karena faktor
lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB paru. Beberapa faktor
yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis yaitu adanya
sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak dan terus menerus memapar
calon penderita, virulensi (keganasan basil serta daya 3 tahan tubuh dimana daya
tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor lingkungan, misalnya
perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis. Keadaan penyakit yang
memudahkan infeksi seperti diabetes militus dan campak serta faktor genetik.
B. Tujuan
Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang penerapan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan TB Paru.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit Granulomatosa kronis menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Robbins, 2007).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosae. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat
merupakan merupakan organisame patogen maupun saprofit (Price dan Wilson,
2006).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer,
2000).
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus
(Depkes, 2007).
B. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm
dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) (Suyono, et al 2001). Bakteri ini
sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik dan bersifat anaerob yakni
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium
Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru yang kandungan oksigennya
tinggi, daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.
Adapun klasifikasi TB Paru yaitu :
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif .
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M.tuberculosis positif
3) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa.
2. Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan
pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif
kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
1) Infeksi sekunder
2) Infeksi jamur
3) TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan).
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan.
f. Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang
kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan
lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB
aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2
bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik
D. Patofisiologi
Infksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju aveoli lalu berkembang biak dan terlihat
bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke
area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe
dan aliran darah kebagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan kortex serebri) dan area
lai dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan
respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan
aksi fagositosi (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
melibatkan terakumulasinya eksudat dalam aveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu
setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi
yang terdiri dari makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal
ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian
bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk
jaringan parut. Paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan
timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil
terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu 16 membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Smeltzer & Bare, 2001).
E. Manifestasi Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang
timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
17 segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
F. Pemeriksaan Diasnotik
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik ciri-cirinya : batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak
napas, nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas
lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang
dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ
yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara
pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Gejala sistemik cirinya : demam, gejala sistemik lain: malaise,
keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
2. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa,
kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga
pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”.
3. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau
dengan cara:
1) Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
2) Dahak Pagi ( keesokan harinya )
3) Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,
berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan
apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas
objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke
laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang
sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat
pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas
saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak
dengan kertas saring:
1) Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar
terlihat bagian tengahnya.
2) Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian
tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml.
3) Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi
pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak.
4) Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat
yang aman, misal di dalam dus.
5) Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam
kantong plastik kecil.
6) Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan
lidi.
7) Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal
pengambilan dahak.
8) Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi,
termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :
1) Mikroskopik
2) Biakan
Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-
Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett Mikroskopik fluoresens:
pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening) Untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu
dengan cara sebagai berikut :
1) Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung sentrifuge
dan tambahkan sama banyaknya larutan NaOH 4%
2) Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau sampai dahak
mencair sempurna.
3) Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada 3000 rpm.
4) Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-
merahpada sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya
menjadi merah.
5) Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan
larutan HCl 2n ke dalam tabung sampai tercapainya warna merah
jambu ke kuning-kuningan.
6) Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan
(boleh juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis ) lnterpretasi
hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif 1 kali positif, 2
kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2
kali negatif → Mikroskopik positif bila 3 kali negatf →
Mikroskopik negatif Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca
dengan skala bronkhorst atau IUATLD
Catatan : Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik
menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali
positif, 2 kali negatif tidak perlu diulang. Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional
ialah dengan cara :
1) Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
2) Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti,
dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun
pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul.
d. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah.
2) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
3) Bayangan bercak milier.
4) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif.
1) Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas.
2) Kalsifikasi atau fibrotik
3) Kompleks ranke
4) Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
1) Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
2) Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktiviti proses penyakit Luas lesi yang tampak pada foto toraks
untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama
pada kasus BTA dahak negatif).
3) Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5
(sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti.
4) Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik
baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih
cepat.
1) Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat
mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu
masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil
pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang
benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif
sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis
TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai
dengan organ yang terlibat.
2) Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a) Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini
merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup
lama.
b) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan
(LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai
dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna
pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah
c) Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi.
d) ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis
dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik
TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari
membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb
38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4
garis melintang pada membran immunokromatografik (2
antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis
kontrol.
Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke
bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan
antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol
dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang
diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel
yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini
pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis
f. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya
oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis.
g. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa
rendah.
h. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru
dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy
(TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening
dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi
dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada
tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila
pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru
memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan.
i. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator
tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap
pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa
menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam
keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik.
j. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin
sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari
uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan
dari uji yang didapat besar sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa
uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi
HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang
1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang
ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog
dengan ;
1) Reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang
terkena infeksi atau
2) Status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent
dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).
Skema alur diagnosis TB Paru
Skema diagnosis TB Paru pada orang dewasa
G. Pemeriksaan Fisik
1. Alat dan bahan
Alat yang diperlukan adalah :
a. Stetoskop
b. Penunjuk waktu
c. Bed atau tempat tidur
d. Penerangan yang cukup
2. Proses Tindakan
Sebaiknya pasien dilepas bajunya sampai pinggang, dan harus cukup
lampu/penerangan sebab kontur dan tekstur akan menonjol dengan
penerangan yang baik. Selalu bandingkan dada kanan dan kiri di tempat
yang simetris.
a. Inspeksi
1) Perhatikan irama dan frekuensi pernapasan. Dikenal berbagai tipe:
a) Normal
Rate dewasa 8–16x/menit dan anak maksimal 44 x/menit
b) Tachypnoea
Cepat dan dangkal, penyebab: nyeri pleuritik, penyakit paru
restriktif, diafragma letak tinggi karena berbagai sebab.
c) Hyperpnoea hiperventilasi
Napas cepat dan dalam, penyebabnya: cemas, exercise,
asidosis metabolik, pada kasus koma ingat gangguan otak
(midbrain/pons)
d) Pernapasan Kussmaul
Napas dalam dengan asidosis metabolik Bradypnoea. Napas
lambat, karena depresi respirasi karena obat, tekanan
intrakranial meninggi.
e) Napas Cheyne Stokes
Ada perioda siklik antara napas dalam dan apnoe bergantian.
Gagal jantung, uremi, depresi napas, kerusakan otak.
Meskipun demikian dapat terjadi pada manula dana anak-anak.
f) Pernapasan Biot
Disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat diramalkan,
acap ditemukan pada kerusakan otak di tingkat medulla.
Sighing. “Unjal ambegan”, menggambarkan sindrom
hiperventilasi yang dapat berakibat pusing dan sensasi „sesak
napas‟, psikologik juga. Ekspirasi diperpanjang. Ini terjadi
pada penyakit paru obstruktif, karena resistensi jalan napas
yang meningkat.
2) Gerakan paru yang tidak sama, dapat kita amati dengan melihat
lapang dada dari kaki penderita, tertinggal, umumnya
menggambarkan adanya gangguan di daerah dimana ada gerakan
dada yang tertinggal. (tertinggal = abnormal).
3) Dada yang lebih tertarik ke dalam dapat karena paru mengkerut
(atelectasis, fibrosis) pleura mengkerut (schwarte) sedangkan dada
mencembung karena paru mengembung (emfisema pulmo) pleura
berisi cairan (efusi pleura).
4) Deformitas dan bentuk dada
a) Dada normal anak
b) Dada normal dewasa
c) Dada bentuk tong.
d) Diameter antero-post memanjang – usila, kifosis, emfisema
paru disebut juga barrel chest
e) Dada bentuk corong.
Funnel chest, pectus excavatum, lekuk di sternum bawah yang
dapat membuat kompresi jantung dan vasa besar --- bising
f) Dada Burung. pigeon chest, pectus carinatum,dada menjorok
ke depan
g) Dada kifoskoliosis.
Dada mengikuti deformitas punggung, terjadi distorsi alat
dalam yang sering mengganggu interpretasi dapatan diagnosis
fisik.
b. Palpasi
1) Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan
pada dinding dada (tumor, benjolan, muskuloskeletal, rasa nyeri di
tempat tertentu, limfonodi, posisi trakea serta pergeserannya,
fraktur iga, ruang antar iga, fossa supraklavikuler, dsb) serta
gerakan, excursion dinding dada.
2) Lingkarkan pita ukur (ukur sampai 0.5 cm ketelitian) sekitar dada
dan nilai lingkar ekspirasi dan lingkar inspirasi dalam, yang
menggambarkan elastisitas paru dan dada.
3) Untuk ini diperlukan penggunaan dua tangan ditempatkan di
daerah yang simetris, kemudian dinilai. Pada waktu pasien
bernapas dalam :
a) (tangan diletakkan di bagian depan dada) maka amati gerakan
dada simetriskah,
b) (tangan ditaruh di dada samping) gerakan tangan kita naik
turun secara simetris apa tidak,
c) (tangan ditaruh di dada belakang bawah) gerakan tangan ke
lateral di bagian bawah atau tidak. Gerakan dinding dada
maksimal terjadi di bagian depan dan bawah.
4) Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk
memeriksa fremitus taktil. Dinilai dengan hantaran suara yang
dijalarkan ke permukaan dada dan kita raba dengan tangan kita.
5) Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam, misalnya
mengucapkan sembilan puluh sembilan (99) atau satu-dua-tiga dan
rasakan getaran yang dijalarkan di kedua tangan saudara.
a) Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misal :
pneumonia, fibrosis)
b) Fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan
hantaran ke dinding dada (efusi pleura, penebalan pleura,
tumor, pneumothorax)
6) Apabila jaringan paru yang berisi udara ini menjadi kurang
udaranya atau padat,suara yang dijalarkan ke dinding dada lewat
cabang bronkus yang terbuka ini melemah. Suara dengan nada
tinggi (high-pitched sounds) yang biasanya tersaring terdengar
lebih jelas. Keadaan ini ditemukan di permukaaan dari jaringan
paru yang abnormal. Perubahan ini dikenal sebagai : suara
bronchial, bronchophonie, egophony dan suara bisikan (whispered
pictoriloqui). Untuk mudahnya dikatakan : suara bronchial dan
vesikuler mengeras. Hal ini dapat dirasakan dengan palpasi
(fremitus taktil) atau didengar dengan auskultasi.
INSPIRASI DALAM
Posisi tangan pada
pemeriksaan perherakan
lobus medius pada
mendula
Inspirasi dalam
Inspirasi dalam
c. Perkusi
1) Tujuan perkusi dada dan paru ini ialah untuk mencari batas dan
menentukan kualitas jaringan paru-paru.
2) Perkusi dapat cara : direk : langsung mengetuk dada atau iga - cara
klasik Auenbrugger) atau indirek: ketukan pada jari kiri yang
bertindak sebagai plessimeter oleh jari kanan.
3) Di bagian depan mulai di fossa supraclav. Terus ke bawah,
demikian juga pada bagian belakang dada. Ketukan perkusi dapat
keras atau lemah. Makin keras makin dalam suara dapat
„tertembus‟. Misalnya untuk batas paru bawah yang jaringan
parunya mulai menipis, dengan perkusi keras maka akan terkesan
jaringan di bawahnya sedangkan dengan perkusi lemah maka
masih terdeteksi paru yang tipis ini sehingga masih terdengar
suara sonor.
4) Dengan perkusi dapat terdengar beberapa kemungkinan suara :
a) Suara sonor (resonant) : suara perkusi jaringan paru normal
(latihlah di paru anda).
b) Suara memendek (suara tidak panjang) Suara redup (dull),
ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.
c) Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung
yang kembung
d) Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati
misalnya.
e) Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih bergaung,
f) Metallklang Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara
lebih keras, contoh pada bagian paru yang di atas daerah yang
ada cairannya, suara antara sonor dan timpani, karena udara
bertambah misalnya pada emfisema pulmonum, juga
pneumothorak.
5) Perkusi dapat menentukan batas paru hati, peranjakan, batas
jantung relatif dan batas jantung absolut. Kepadatan (konsolidasi)
yang tertutup oleh jaringan paru lebih tebal dari 5 cm sulit
dideteksi dengan perkusi. Kombinasi antara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi banyak mengungkap patologi paru. Perlu
diingat bahwa posisi pasien (misalnya tidur miring)
mempengaruhi suara perkusi meskipun sebenarnya “normal”
6) Untuk menentukan batas paru bawah gunakan perkusi lemah di
punggung sampai terdengar perubahan dari sonor ke redup,
kemudian pasien diminta inspirasi dalam-tahan napas-perkusi lagi
sampai redup. Perbedaan ini disebut peranjakan paru (normal 2 –
3 cm). Peranjakan akan kurang atau hilang pada emfisema paru,
pada efusi pleura, dan asites yang berlebihan. Untuk menentukan
batas paru-hati lakukan hal yang sama di bagian depan paru, linea
medio clavicularis kanan.
7) Dalam melakukan perkusi ingat selalu pembagian lobus paru yang
ada dibawahnya, seperti diketahui paru kanan terdiri dari lobus
superior, medius dan inferior dan lobus kiri terdiri hanya dari
lobus superior dan lobus inferior .
8) Perkusi hendaknya dimulai di tempat yang diduga sehat (dari
inspeksi dan palpasi) menuju ke bagian yang diduga sakit. Untuk
lebih meyakinkan, bandingkan dengan bagian yang kontra lateral.
Batas-batas kelainan harus ditentukan.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol (Depkes RI, 2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu,
penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:
a) Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis
dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif
tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan
sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan
selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu ( tahap lanjutan )
b) Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap
positif, diberikan kepada :
a) Penderita kambuh
b) Penderita gagal terapi
c) Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
f) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
g) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB
paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak
teratur.
No Tanggal, Kode DX Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
bulan, Keperawatan keperawatan
tahun
Ketidakefektifan NIC : Jalan nafas efektif
1 00031 jalan nafas Repiratory status :
Definisi : Airway patency
ketidakmampuan NIC :
untuk Auskultasi suara nafas
membersihkan dan catat adanya
sekresi atau suara tambahan
obstruksi dari Posisikan pasien
saluran pernapasan untuk
untuk memaksimalkan
mempertahankan ventilasi.
kebersihan jalan Lakukan fisioterapi
nafas dada bila perlu
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
section
Identifikasi pasien
jika memerlukan
pemasangan alat jalan
nafas buatan.
Hitung respirasi dan
dokumentasikan.
00030 Gangguan NIC : Tidak adanya
pertuaran gas NOC : gangguan
Definisi : kelebihan Posisikan pasien pertukaran gas
atau defisit untuk
oksigenasi dan atau memaksimalkan
eliminasi karbon ventilasi
dioksidaf pada Keluarkan sekret
membran alveolar- dengan batuk atau
kapilerz section
Monitor pola nafas
Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, reaksi otot
supraclavicula dan
intercosta.
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunanan/ tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
00007 Hipertermia NOC : Suhu tubuh dalam
Definisi : suhu Termoregulation batas normal
tubuh diatas normal NIC :
diurnal karena Mengukur suhu tubuh
kegagalan pasien
termoregulasi Berikan pengobatan
untuk menurunkan
demam (anti piretik)
Ukur TD dan suhu
tubuh
Hitung RR dan HR
Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil.
Kolabrasi dengan tim
medis lain.
00002 Ketidakseimbangan NOC Nutrisi dalam
nutrisi kurang dari Nutritional status batas normal
kebutuhan tubuh NIC
Definisi : asupan Kaji adanya alergi
nutrisi tidak cukup makanan.
untuk memenuhi Timbang BB pasien
kebuthan dan catat perubaan
metabolik, BB
Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
protein dan vit.C
Pantau adanya mual
dan muntah.
Monitor intake dan
output pasien dan
dokumentasikan.
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien.
00004 Resiko infeksi NOC Tidak terjadi
Definisi : rentan Risk countrol infeksi silang dari
mengalami invasi NIC pasien-
dan multiplikasi Pertahankan teknik pengunjung atau
organisme isolasi. sebaliknya
patogenik yang Batasi pengunjung
dapat mengganggu bila perlu.
kesehatan Cuci tangan sebelum
dan sesudah
tindakan.
Gunakan APD saat
tindakan
Dorong masukan
nutrisi yang cukup.
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi.
Laporkan
kecurigaan infeksi.
Kkolaborasi
pemeriksaan arah
lengkap jika perlu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak
sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
B. Saran
1. Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien
dengan TB paru karena merupakan media penularan bakteri tuberkulosis
2. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala
adanya TB paru.
3. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan rencana keperawatan pada penderita TB Paru.
Daftar Pustaka
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-haryantig0-5448-
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-lisakurnia-6389-
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-nurmapuspi-
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40165/4/Chapter%20II.pd
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35527-
November 2016
Unsoed
http://fk.unsoed.ac.id/sites/default/files/img/modul%20labskill/modul%20ganjil%
Medika
Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV.
http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf