Anda di halaman 1dari 38

22

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Lokasi PLTMH


Penulis mengambil contoh perencanaan pembangunan PLTMH di Desa Giritirta,
Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah. Lokasi ini
berjarak ± 470 km sebelah Timur Laut dari Kampus STT-PLN Jakarta dengan jarak
tempuh ± 10 jam melalui jalan darat. Secara geografis wilayah penelitian terletak pada
koordinat antara 7013’37.90” S, 109047’36.74” E.

Gambar 3.1 Lokasi perencanaan PLTMH


(Sumber : Map of Google Earth)

3.2. Perancangan PLTMH


3.2.1. Debit Air
Pengukuran debit sungai Mrawu di Desa Giritirta dilakukan pada tanggal 10
November 2015 dalam kondisi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Lebar
sungai pada daerah pengukuran adalah 4 m, yang dibagi menjadi 8 segment dengan
jarak antar segment 0.5 m. Diperoleh penampang sungai Mrawu seperti pada gambar
3.2 dan kecepatan air sungai pada tabel 3.1
23

Gambar 3.2 Grafik penampang sungai mrawu desa giritirta

Tabel 3.1 Kecepatan Air Sungai

Dalam pengukuran kecepatan air penulis menggunakan metode sederhana


menggunakan benda apung. Dengan lebar sungai sebesar 4 m, maka penulis membagi
sungai menjadi delapan (8) segment, sehingga ada segment 1, segment 2, segment 3
dst yang masing – masing mempunyai lebar 50 cm.
24

Tabel 3.2 Pengukuran debit sungai

Dari pengolahan data diatas, debit (Q) total didapat sebesar = 0,773 m3/s. Debit diatas
merupakan debit potensi yang dilakukan saat musim kemarau masuk musim
penghujan. Dalam merencanakan sebuah pusat listrik tenaga air perlu diperhatikan
kondisi debit ketika musim kemarau, hal ini agar turbin dapat beroperasi
menghasilkan listrik apabila debit sungai turun drastis ketika musim kemarau. Untuk
estimasi musim kemarau dikurangi 30% dari Qtotal, sehingga menjadi :
𝑄 = 𝑄𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 70%
= 0,773 𝑚3/𝑠 𝑥 70%
= 0.541 𝑚³/𝑠
Sungai Mrawu merupakan sungai dangkal dengan aliran bebas, berdasarkan literatur
pada buku diperoleh factor koreksi sebesar :
Tabel 3.3 Faktor koreksi ( c ) untuk setiap jenis saluran
(Sumber : Micro-Hydro Design Manual hal 56)

𝑄 = 𝑐 𝑥 𝑄𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
= 0.65 𝑥 0,541
= 0.35 𝑚³/𝑠
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, agar pengambilan debit desain cukup aman
artinya baik musim kemarau dan musim penghujan turbin dapat beroperasi, maka
Qdesain dipilih adalah 𝟎. 𝟑𝟓 𝒎³/𝒔
25

3.2.2. Tinggi Jatuh Air (Head)

Untuk menentukan posisi ketinggian sebuah permukaan tanah penulis menggunakan


metode Global Positioning System (GPS). Untuk menentukan Head Bruto, kita harus
dapat menentukan terlebih dahulu rencana titik lokasi bendung, titik lokasi Head Pond
dan titik lokasi Power House dan tail race. Selanjutnya didapat nilai ketinggian
(elevation) permukaan tanah dari permukaan laut masing – masing dari titik rencana
tersebut. Dibawah ini terdapat gambar – gambar rencana lokasi Bendung, Head Pond,
Power House dan Tail Race.

Gambar 3.3 Detail lokasi bendung

Gambar 3.4 Detail lokasi headpond


26

Gambar 3.5 Detail lokasi powerhouse dan tail race


Untuk mencari Head Bruto menggunakan Pendekatan :
𝐻𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 = 𝑀𝑢𝑘𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑎𝑡𝑎𝑠 (𝑀𝑎𝑎 ) − 𝑀𝑢𝑘𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ(𝑀𝑎𝑏 )
Dimana,
Maa = Tinggi Permukaan Air Pada Head Pond
Mab = Tinggi Permukaan Air Pada Tail Race
Ketinggian muka air atas didapat sebesar = 1274 mdpl dan ketinggian muka air bawah
didapat sebesar = 1250 mdpl sehingga nilai 𝐻𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 adalah:
𝐻𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 = 1274 𝑚 − 1250 𝑚
= 24 𝑚
3.2.3. Bendungan

Lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal (abutment) di satu sisi dengan
abutment di sisi lain, termasuk pilar-pilar dan pintu pembilas. Untuk tidak terlalu
banyak menggangu aliran sungai setelah ada bendung, maka lebar bendung yang
paling ideal adalah sama dengan lebar normal sungai ( B = Bn ). Bila ternyata dengan
B = Bn mengakibatkan muka air di atas menjadi tinggi sekali maka lebar bendung
masih dapat dibesarkan sampai 1.2 lebar normal sungai. Jadi B<1.2 Bn lebar bendung
diambil 1.2 kali lebar normal sungai pada debit penuh 0.35 m³/s sebagai berikut ;
kemiringan talud sungai m = 1.5
lebar bawah sungai b=4m
kedalaman air di sungai h = 1.18 m
jagaan w = 1.15 m
Htotal = 1.4 m
27

Jadi lebar Bendung B = 1.20 x Bn


= 1.20 x (b+ m. Htotal )
= 1.20 x (4 m + 1.5 x 1.4)
= ,7.32 m ≈ 7,5 m

3.2.4. Intake

Bangunan pengambilan terdiri dari pintu dan saluran pengambilan.Untuk


memperkecil endapan pasir dan kerikil yang masih terbawa pada sungai masuk ke
bangunan sadap, maka ambang pintu pengambilan harus lebih tinggi dari dasar sungai
atau lantai pembilas bendung. Bangunan pengambilan direncanakan dilengkapi
dengan pintu pengatur debit, maka air yang melalui bangunan pengambilan dihitung
berdasarkan persamaan :
Q = μ. b. a. v
Dimana :
Q = Debit rencana (m³/s)
μ = Koefisien debit ( 0.70)
b = Lebar pintu pengambilan (m)
a = Tinggi bukaan pintu (m)
= Asumsi tinggi permukaan air = 0,65 m
v = Kecepatan air = √2gz ( 1,00 – 2,00 m/s )
g =Percepatan gravitasi (9.81 m/s2)
z =Kerugian energi ( m )
Dimensi intake harus direncanakan dengan kapasitas sekurangkurangnya 120 % dari
debit kebutuhan saluran induk.
Qintake = 1.2.x Q desain
= 1.2 x 0.35 m³/s
= 0.42 m³/s
Q 0.42 m3 /s
b= = = 0.92 m ≈ 1 m
μ. a. v 0.7 x 0.65 x 1 m/s
Diambil lebar intake b = 1 m maka kerugian head melalui intake :
𝑉 = √2𝑔𝑧
m
v2 (1 s )2
z= = = 0.05 m = 5 cm
2g 2x9.81 m/s2
28

3.2.5. Saluran Pembawa

Saluran pembawa atau disebut juga saluran penghantar di rencanakan berbentuk


persegi empat dengan konstruksi bangunan dari saluran berupa tanah dengan panjang
160 m. Kapasitas debit pada saluran pembawa berdasarkan rumus :
Qwater way = 1.2.x Q desain
= 1.2 x 0.35 m³/s
= 0.42 m³/s
Untuk perhitungan penentuan dimensinya digunakan rumus Manning, dapat dilihat
pada persamaan di bawah ini :
2 1
1 3
𝑉= 𝑥𝑅 3 𝑥𝑠 2 ; V = k. √R2 . √SL
𝑛

Dimana :
v = Kecepatan aliran (m/s)
k = Koefisien Strickler (1/n )
R = Jari-jari hidrolik
SL = Kemiringan dasar
n = Koefisien kekasaran manning
 Tinggi aliran pada debit maksimum
Bila dikombinasikan dengan rumus kontinuitas, maka diperoleh hubungan dengan
penampang saluran sebagai berikut :
Q= AxV
Q
Q=
V
A=bxh
P = b + 2h

Dimana :
Q = Debit aliran, m3/s
A = Luas penampang, m2
b = Lebar dasar, m
h = Tinggi aliran, m
P = Keliling basah, m
Diambil kecepatan dalam saluran v = 1 m/s, lebar saluran b = 1 m, sehingga tinggi
aliran pada debit maksimum yaitu:
29

V
h = Q.
b
𝑚
m3 1 𝑠
h = 0.42 .
s 1𝑚
= 0.42 𝑚

 Kemiringan Saluran
Kemiringan dasar sungai dapat dihitung sebagai berikut:
3
V = k. √R2 . √SL
Dimana:
k diambil = 60
P = b + 2h = 1 m + 2(0.42) m = 1.84 m
A = b x h = 1 m x 0.42 m = 0.42 m²
A 0.42 m2
R= = = 0.23 𝑚
P 1.84 m
Sehingga,
V
√SL = 3
k x √2
𝑚
1𝑠
√𝑆𝐿 = 3
60 𝑥 √(0.23𝑚)2
= 0.044 𝑚

Gambar 3.6 Penampang saluran pembawa


30

3.2.6. Bak Penenang (Headpone)


Bak penenang PLTMH Giritirta berada di kiri Giritirta pada koordinat 7°13'37"S,
109°47'35"E pada elevasi 1274 mdpl, Bak penenang dirancang untuk mendapatkan
aliran air yang stabil sebelum masuk ke pipa pesat dengan fungsi antara lain :
 Menetralkan tekanan air pada saluran.
 Mengurangi kecepatan aliran.
 Berfungsi sebagai reservoir (tempat penampung) bila turbin dijalankan , dimana
lubang inlet harus tetap terendam dan harus dihindarkan terjadinya pusaran air.
Kecepatan pada bak penenang direncanakan sebesar 0,45 m/s untuk mencapai kondisi
air yang tenang sebelum masuk ke pipa pesat, sehingga lebar bak penenang bisa
ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini :
β = 3b dan L = 2β
Dimana :
β = Lebar bak penenang (m)
b = Lebar saluran (m)
L = Panjang bak penenang (m)
Sehingga :
β=3x1m=3m
L=2x3m=6m
Penentuan kedalaman pipa pesat dari permukaan air berdasarkan referensi dari J.L.
Gordon “Vortices at Intake”, Water Power. Untuk pipa pesat yang sejajar dengan
datangnya air dari saluran, letak pipa pesat ditentukan berdasarkan persamaan
dibawah ini :
S = 0,54 x v x √𝐷
Dimana :
S = Kedalaman pipa dibawah muka air ( m )
v = Kecepatan air di dalam pipa ( m/s ), diambil 1 m/s
D = Diameter pipa ( m ), diambil 0,42 m
Sehingga :
S = 0,54 x 2 m/s x √0.42 m = 0,69 m
Kedalaman dasar bak penenang adalah ( S ) = 0,69 m+1 = 1,69 m ≈1,7 m. Jadi
dimensi minimal bak penenang adalah 6 m x 3 m x 1,7 m
31

Gambar 3.7 Dimensi bak penenang

Sehingga dengan demikian, waktu yang dibutuhkan bak penenang penuh dengan air
adalah:
volume dimensi bak penenang
waktu =
kecepatan alir air
(6 𝑥 3 𝑥 1.7)𝑚
𝑡= = 153 𝑠
0.2 𝑚/𝑠

3.2.7. Pipe Pesat (Penstock)

a. Menentukan losses head (Hf) dan diameter optimum

Seperti yang diketahui Losses-Head ( Hf ) sangat tergantung pada kecepatan air dalam
pipa penstock ( v ), sedangkan kecepatan air tergantung dari diameter optimum pipa
penstock ( D ). Sehingga perlu dilakukan tahapan perhingan Losses-Head, diameter
dan kecepatan alir air secara optimum.
Untuk menetapkan diameter optimum dilakukan dengan cara menghitung
diameter dan Losses-Headnya untuk tiap tiap kecepatan alir air ( v ). Asumsi
kecepatan alir air sebesar 1 m/s, 1.5 m/s, 2 m/s, 2.5 m/s, 3 m/s, 3.5 m/s, 4 m/s, 4.5 m/s,
dan 5 m/s.
Contoh perhitungan :
Untuk V = 2 m/s
𝜋
Q = 4 . 𝐷2 . 𝑉 sehingga,

4.Q 4 x 0.35 m3 /s
D = √π.V = √ = 0.472 m
π x 2m/s

Mencari nilai f pada grafik Moody diagram (gambar 3.8) :


32

𝑉 .𝐷 𝑚2
𝑅𝑒 = , dimana ∪ = 1.13𝑥10−6
∪ 𝑠
𝑚
2 𝑠 𝑥 0.472𝑚
𝑅𝑒 =
1.13𝑥10−6 𝑚2
𝑠
𝑅𝑒 = 0.835 𝑥 106

Gambar 3.8 Diagram Moody


33

Dengan 𝜖 (𝑊𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑡 𝐼𝑟𝑜𝑛) = 0,046 𝑚𝑚 = 4.6 𝑥 10−5 𝑚


ϵ 4.6 x 10−5 m
= = 0.0000974
D 0.472 m
Jadi, dengan melihat Moody Diagram untuk 𝑅𝑒 = 0,835 𝑥 106 dan
ϵ
= 0.0000974 didapatkan f = 0.0138
D

Sehingga Losses-Head dapat dihitung :


𝐿 𝑉2
𝐻𝑓 = 𝑓 𝑥 𝑥
𝐷 𝑠𝑔
52 𝑚 22
𝐻𝑓 = 0.0138 𝑥 𝑥
0.472 𝑚 2 𝑥 9.81 𝑚
𝑠2
𝐻𝑓 = 0.3121
Tabel 3.4 Perhitungan Head Losses

Gambar 3.9 Grafik Hf terhadap Diameter pipa


34

Dari Tabel dan grafik diatas hubungan antara diameter dengan Hf adalah :
 Semakin kecil diameter pipa semakin besar nilai Hf, begitu sebaliknnya.
 Semakin besar diameter pipa, semakin mahal biayanya, begitu sebaliknya.
 Semakin rendah kecepatan air, maka dapat terjadi pengendapan (fouling),
semakin cepat kecepatan air dapat terjadi abrasive terhadap pipa.
Penentuan diameter akan menentukan kecepatan air dalam pipa pesat. Batasan
kecepatan air dalam pipa pesat sebagai berikut :
Untuk L/H < 1 – 2 Cmax = ( 4 – 3 ) m/s
L/H < 2 – 4 Cmax = ( 3 – 2,5 ) m/s
L/H > 5 Cmax = ( 2 – 1 ) m/s
Dimana,
L = Panjang pipa pesat ( m )
H = Head Statis atau Head Bruto ( m )
C = Kecepatan air dalam pipa pesat ( m/s )
Berdasarkan referensi diatas, maka penentuan diameter dalam penstock pada
PLTMH Giritirta, adalah :
𝐿 52
= = 3.46 < 2 − 4
𝐻 15
Maka, V = 2.5 m/s

4xQ 4 x 0.35 m
D= √ = √ = 0.42 m
πxV 3.14 x 2.5 m/s

Atau bisa juga dengan menggunakan persamaan Gordon dan Penman sebagai berikut:
𝐷 = 0.72 𝑥 𝑄 0.5
= 0.72 𝑥 0.350.5 = 0.42 𝑚 = 16.5 𝑖𝑛𝑐ℎ
𝑚3
𝑄 0.35
𝑉= 𝜋 = 𝜋 𝑠 = 2.52 𝑚
2
⁄4 𝑥𝐷 ⁄4 𝑥0.422 𝑠
𝑚
2.52 𝑠 𝑥 0.42 𝑚
6
𝑅𝑒 = 2 = 0.938𝑥10
𝑚
1.13𝑥10−6 𝑠

𝜖 4.6𝑥10−5
= = 0.000109
𝐷 0.42 𝑚
Dari Diagram Moody didapatkan harga f = 0,013, maka
35

𝐿 𝑉2
𝐻𝑓 = 𝑓 𝑥 𝑥
𝐷 2𝑔
52 𝑚 2.522
𝐻𝑓 = 0.013 𝑥 𝑥 = 0.52 𝑚
0.42 𝑚 2𝑥9.81 𝑚⁄𝑠 2

b. Menentukan tebal pipa

Penentuan ketebalan pipa pesat tergantung pada pemilihan jenis bahan atau material
pada pipa pesat. Pada perhitungan ketebalan pipa pesat, ditentukan material standar
JIS SM 400. Berikut adalah spesifikasi standar material dan perhitungan ketebalan
pipa pesat.
Tabel 3.5 Spesifikasi standar material

Ketebalan dinding pipa pesat harus lebih besar dari pada rumus empiris di
bawah ini dan tidak lebih kecil dari 6 mm.
D + 800
t min = + ϵ
400
Dengan :

tmin = Ketebalan minimum dari dinding pipa ( mm )

D = Diameter pipa pesat ( mm )

ϵ = Perlindungan terhadap korosi ( 2 mm )

Sehingga :
420 𝑚𝑚 + 800
𝑡𝑚𝑖𝑛 = + 2 = 5.5 𝑚𝑚
400
36

Tebal pipa didapat 5.5 mm, namun menurut persamaan diatas batas minimum
tebal pipa adalah 6 mm. Selain itu, ketebalan pipa pesat juga dapat dihitung
berdasarkan tekanan air, dengan persamaan berikut :
𝑃𝑚 𝑥 𝐷
𝑡= + 𝜖
2 𝑥 𝛿𝑎 𝑥 𝜂
Dengan :
t = Tebal pipa pesat ( mm )
Pm = Tekanan maksimum air ( kg/mm2 )
Pm = Ha x ρ x Hb
Ha = 2, Asumsi tekanan maksimum air karena water hammer
ρ = Massa jenis air = 1000 kg/m3
Hb = Head bruto ( m )
D = Diameter dalam penstock ( m )
δa = Tegangan ijin (12 kg/mm2 )
η = Efisiensi las ( 90 % )
ϵ = Perlindungan terhadap korosi ( 2 mm )
Pm x D
t= + ϵ
2 x δa x η
Pm = Ha x ρ x Hb
kg
= 2 x 1000 m
m3 x15
kg
= 30000 2
m
sehingga
30𝑥103 x 0.0055 m
t= + 0.002 m
3 kg
2 x 12𝑥10 2 x90%
m
= 9.83 ≈ 10 mm
Dari dua persamaan diatas, demi keamanan dan umur dari pipa maka dipilih
tebal pipa sebesar 10 mm, material JIS SM 400 A, B, C.
37

3.2.8. Data-data Turbin

Data-data yang digunakan dalam rancangan turbin yang diperoleh dari survey
lapangan dan hasil perhitungan diatas adalah ;
a) Hnett = Hbruto - Hf
Head Rancangan yaitu sebesar 22 m.
𝐻𝑛𝑒𝑡𝑡 = 22 𝑚 − 0,52 𝑚 = 21,48 𝑚 ≈ 21.5 m
b) Qdesain = 0.35 m3/s
c) Daya Output Turbin
Perhitungan daya yang dapat dibangkitkan dengan estimasi efisiensi turbin
jenis crossflow terendah sebesar 70 % adalah sebagai berikut :
𝑃 = 𝐻𝑒𝑓𝑓 𝑥 𝑄𝑑𝑒𝑠 𝑥 𝑔 𝑥 𝜂𝑡
𝑃 = 21,5 𝑚 . 0,35 𝑚3/𝑠 . 9,81 𝑚/𝑠2. 0,7
𝑃 = 51,67 𝑘𝑊
51.67 𝐾𝑊
P= 0.746
= 69.26 𝐻𝑃

Untuk memudah dalam mendesain turbin ditetapkan daya turbin


rancangan adalah sebesar 50 kW saja.
d) Menetukan Kecepatan Spesifik Turbin

Kecepatan Spesifik turbin dapat dihitung menggunakan rumusan sebagai

berikut :

513.25
𝑁𝑠 = ……
𝐻 0.505

513.25
𝑁𝑠 = = 133
14. 50.505

Tabel 3.6 Data dasar rancangan turbin


NO DATA DASAR TURBIN SATUAN BESARAN
1 Tinggi Jatuh Efektif (Headnetto) m 21.5
2 Debit Rancangan Turbin 0.35
3 Putaran Generator rpm 1500 to 250
4 Daya Turbin kW 50
5 Kecepatan Spesifik 133
6 Jenis Turbin Crossflow
38

3.2.9. Rancangan Hidrolis

Dalam perancangan turbin crossflow ini dibutuhkan data data yang diperoleh dari
hasil survey dan hasil perhitungan. Dari data-data tersebut dapat ditentukan dimensi
roda jalan (runner), Panjang aliran masuk (bo), dimensi sudu dan sudu pengarah.
Gambar berikut merupakan gambaran diagram kecepatan dari runner yang
membentuk tiga (3) titik kecepatan yakni untuk turbin crossflow diambil
kelengkungan sudut β = 120°.

Gambar 3.10 Poligon Kecepatan

a. Menentukan Segitiga Kecepatan Pada Tititk 1


1. Kecepatan air masuk Runner:
𝑣1 = 0.98. √2. 𝑔. 𝐻𝑛𝑒𝑡𝑡
𝑚
= 0.98 . √2 × 9.81 . 14.5𝑚
𝑠2
𝑚
= 16.529
𝑠
2. Menentukan Kecepatan Tangensial runner turbin (u1):
𝑣1 (𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖𝑛)
𝑢1 =
2
16.529 𝑚/𝑠
𝑢1 =
2
𝑢1 = 8.265 𝑚/𝑠
39

3. Menentukan Kecepatan Relatif (𝜔1):


Dari gambar segitiga di atas dapat kita temukan persamaan berikut :
Dimana : C1 = v1 (kecepatan air masuk turbin) Dimana : β1 = 120°
Sehingga :
𝐶12 = 𝑈12 + 𝜔12 + 2𝑈1 . 𝜔1 . cos(180° − 𝛽1 )
(16.529)2 = (8.265)2 + 𝜔12 + 2. (8.265)𝜔1 . cos(180° − 120°)
(16.529)2 = (8.265)2 + 𝜔12 + (8.265). 𝜔1
𝜔1 2 +8.265. 𝜔1 − 204.89 = 0
−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
𝜔1 =
2𝑎
−8.265 ± √8.2652 − 4(1)(−204.89)
𝜔1 =
2(1)
𝜔1 = 10.767 𝑟𝑎𝑑/𝑠𝑒𝑐

4. Sudut Aliran Fluida Masuk (𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 1):


Dari diagram segitiga kecepatan yang sama digunakan diatas, maka dapat kita
temukan persamaan sebagai berikut:
𝐶1𝑢 = 𝐶1 cos 𝛼1
𝐶1𝑢 = 𝑈1 + 𝜔1 . cos(180° − 𝛽1 )
Sehingga,
𝐶1 cos 𝛼1 = 𝑈1 + 𝜔1 . cos(180° − 𝛽1 )
𝑈1 + 𝜔1 . cos(180° − 𝛽1 )
cos 𝛼1 =
𝐶1
8.265𝑚/𝑠 + 10.767. cos(180° − 120°)
cos 𝛼1 =
16.529 𝑚/𝑠
cos 𝛼1 = 0.826 𝛼1 = 34.35°
40

Gambar 3.11 Poligon kecepatan aliran masuk sudu turbin

5. Menentukan Kecepatan Absolute Ke Arah Tangensial (𝐶1𝑢 )


𝐶1𝑢 = 𝐶1 cos 𝛼1
= 16.529 𝑚/𝑠 cos 34.35°
𝑚
= 13.64 𝑠

Jadi didapatkan nilai 𝐶1𝑢 = 13.64 𝑚/𝑠

b. Diameter Roda Jalan (Runner)

Roda jalan merupakan bagian dari turbin air yang berfungsi sebagai penyerap
energi potensial air dan mengubahnya menjadi energi mekanis berupa putaran.
Putaran tersebut akan dikonversi menjadi energi listrik melalui generator. Berikut
merupakan dimensi dari runner tersebut, yakni : Langkah langkah perencanaan
runner turbin :
1. Perencanaan putaran adalah 𝒏 = 1500 rpm, 1000 rpm, 750 rpm, 500 rpm dan
250 rpm
2. Menentukan Diameter Luar Runner Turbin
𝐷1 . 𝜋. 𝑛
𝑈1 =
60
60 × 𝑈1
𝐷1 =
𝜋. 𝑛
60 × 8.265 𝑚/𝑠
𝐷1 =
𝜋. 𝑛
1
𝐷1 = 157.849 × 𝑚
𝑛
41

3. Menentukan Diameter Dalam runner turbin (D2)


Mengacu pada perencanaan turbin Bangki maka didapatkan perbandingan :
𝐷2 2
=
𝐷1 3
𝐷2 = 0.7 × 𝐷1
1
𝐷2 = 0.7 × 157.849 ×
𝑛
1
𝐷2 = 110.494 × 𝑚
𝑛
4. Menentukan Putaran Turbin
Dari perhitungan diatas dapat disajikan dalam tabel dibawah ini, yaitu berupa
rancangan diameter turbin dengan melihat dari putaran turbin yang
direncanakan, yakni :
Tabel 3.7 Putaran Turbin

c. Menentukan Segitiga Kecepatan pada titik 2


1. Menentukan kecepatan tangansial (𝑈2)
𝐷2 . 𝜋. 𝑛
𝑈2 =
60
0.17𝑚 × 𝜋 × 630 𝑟𝑝𝑚
𝑈2 =
60

𝑈2 = 5.783 𝑚/𝑠

2. Menentukan Kecepatan Relatif ( 𝝎𝟐 )


Laju aliran massa yang keluar sama dengan laju aliran massa yang masuk
(ṁ1= ṁ2), sehingga :
ṁ1 = ṁ1
𝜌1 𝑉1 𝐴1 = 𝜌2 𝑉2 𝐴2
42

𝜔1 𝐴1 = 𝜔2 𝐴2
𝐴1
𝜔2 = 𝜔1
𝐴2
𝐴1 2
𝜔2 = 𝜔1 ( )
𝐴2
0.125 2
𝜔2 = 10.767 𝑟𝑎𝑑/𝑠. ( )
0.085
𝜔2 = 21.97 𝑟𝑎𝑑/𝑠
3. Kecepatan Mutlak (𝑪𝟐)

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa untuk mencari nilai kecepatan

mutlak dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

𝐶2 = √𝑢2 2 + 𝜔2 2

𝐶2 = √5.7832 + 21.972

𝐶2 = 22.72 𝑚/𝑠

4. Perhitungan Sudut ( 𝜶𝟐 )

Besarnya sudut 𝛼2 dapat hitungan persamaan sebagai berikut:


𝐶2𝑢 = 𝐶2 𝑐𝑜𝑠 𝑎2
𝐶2𝑢
𝑐𝑜𝑠 𝑎2 =
𝐶2
5.783 𝑚/𝑠
𝑐𝑜𝑠 𝑎2 =
22.72 𝑚/𝑠
𝑐𝑜𝑠 𝑎2 = 0.254 𝑎2 = 75.20°

Gambar 3.12 Segitiga kecepatan sudu bagian titik 2


43

d. Menentukan Segitiga Kecepatan Pada Titik 3


1. Menentukan Kecepatan mutlak:
𝐶3 = 𝐶2 = 22.72 𝑚/𝑠
2. Menentukan Kecepatan tangansial:
𝑢3 = 𝑢2 = 5.783 𝑚/𝑠
3. Menentukan Kecepatan relatif:
𝐶32 = 𝑈32 + 𝜔32 + 2𝑈 3 . 𝜔3 . cos(180° − 𝜌3 )
(22.72)2 = (5.783)2 + 𝜔32 + 2. (5.783) . 𝜔3 . cos(180° − 90°)
516.19 = 33.44 + 𝜔32 + 0
𝜔32 = 516.19 − 33.44
𝜔3 = √485.74
𝜔3 = 21.97 𝑟𝑎𝑑/𝑠𝑒𝑐
4. Perbandingan sinus terhadap kecepatan didepannya :
𝜔3 . sin 𝛽3
sin 𝑎3 =
𝐶3
21.97 × sin 90
sin 𝑎3 =
22.72
sin 𝑎3 = 0.967
𝑎3 = 75.20°

Gambar 3.13 Segitiga kecepatan sudu bagian titik 3

5. Kecepatan mutlak tangansial:

𝐶𝑢3 = 𝐶3 cos 𝑎3
𝐶𝑢3 = 22.72𝑚/𝑠. cos 75.20°
𝐶𝑢3 = 5.78 𝑚/𝑠
44

e. Menentukan Segitiga Kecepatan Pada Titik 4


Karena penyempitan saluran pada sudut A1, maka kecepatan air masuk W3 naik
menjadi W4, sesuai dengan perbandingan A1 : A2
1. Menentukan Kecepatan relatif:
𝜔3
𝜔4 =
𝐴1 : 𝐴2
21.974
𝜔4 =
(𝑟1 : 𝑟2 )2
21.974
𝜔4 =
(0.25: 0.17)2
21.974
𝜔4 =
2.16
𝜔4 = 10.76 𝑚/𝑠
2. Menentukan Kecepatan tangansial:
𝑈4 = 𝑈1 = 8.265 𝑚/𝑠

3. Menentukan Kecepatan mutlak:


𝐶42 = 𝑈42 + 𝜔42 + 2𝑈 4 . 𝜔4 . cos(180° − 𝜌4 )
𝐶42 = 8.2652 + 10.762 + 2. 8.265 + 10.76. cos(180° − 30°)
𝐶4 = √191.29
𝐶4 = 13.83 𝑚/𝑠
4. Perbandingan sinus sudut terhadap kecepatan didepannya :
𝜔4.sin 𝛽4
sin 𝛼4 =
𝐶4
10.37 × sin 30°
sin 𝛼4 =
13.83
sin 𝛼4 = 0.374
𝛼4 = 22°
45

Gambar 3.14 Segitiga kecepatan pada titik 4

5. Menentukan Kecepatan mutlak tangansial:


𝐶𝑢4 = 𝐶4 cos 𝛼4
𝐶𝑢4 = 10.53𝑚/𝑠 𝑐𝑜𝑠 22°
𝐶𝑢4 = 9.76 𝑚/𝑠

f. Menentukan Panjang Lengan Turbin


Prosedur standar panjang lengan dari turbin crossflow dengan mangacu pada
Bangki Technical Papers, dengan diameter luar turbin sudah dihitung, maka
perencanaan panjang runner turbin adalah :
𝑄 = 0.91 . 𝑏0 . 𝐷1 . √𝐻𝑛𝑒𝑡𝑡

𝑄
𝑏0. =
0.91 . 𝑏0 . 𝐷1 . √𝐻𝑛𝑒𝑡𝑡
0.35 𝑚3 /𝑠
𝑏0. =
0.91 × 0.25 × √14.5 𝑚
𝑏0. = 0.404 𝑚

g. Ketebalan Air Masuk


Ketebalan air masuk merupakan jarak antara jarak terluar diameter luar runner
dengan pemasukan air, berikut ini merupakan rumusan perencanaan diameter
runner adalah :
𝑆𝑜 = 0.2 . 𝐷1
𝑆𝑜 = 0.2 . 25 𝑐𝑚
𝑆𝑜 = 5 𝑐𝑚
46

h. Menentukan Jumlah Sudu Turbin


Dengan Menggunakan Persamaan McMore, didapatkan Jumlah Sudu Turbin
Crossflow sebagai berikut :
𝑆1 = 𝑘. 𝐷𝑖 Dimana K = 0.07
= 0.07 x 25 cm = 1.87 cm
𝑆1
𝑡=
𝑠𝑖𝑛𝛽1
1.87 𝑐𝑚
=
sin 30°
Jarak antara sudu = 3.75 cm
Jadi jumlah sudu turbin yaitu :
𝜋. 𝐷1
𝑍=
𝑡
𝜋. 25 𝑐𝑚
=
3.75 𝑐𝑚
= 21 𝑠𝑢𝑑𝑢
Untuk memudahkan pembuatan turbin, sudu turbin dibuat menjadi 22 sudu. Hal
ini juga dapat meningkatkan efisiensi dari runner turbin itu sendiri.

i. Menentukan Kelengkungan Sudu


Untuk dapat mendesain runner turbin crossflow dengan benar, menentukan
kelengkungan sudu menjadi sangat penting. Untuk itu, diasumsikan bahwa
parameter-parameter berikut ini telah dipilih berdasarkan segitiga kecepatan yang
diinginkan.
D1 = Diameter luar runner

D2 = Diameter dalam runner

α1 = Sudut sudu luar

β1 = Sudut sudu luar


47

Tabel 3.8 Hasil perhitungan segitiga kecepatan

Metode yang digunakan dalam perencanaan turbin cross flow kali ini adalah
metode satu busur lingkaran, tahapan dalam mendesain bentuk sudu sebagai
berikut ;
o Pada tahap awal menggambar sudu, yang dilakukan pertama kali adalah
membuat lingkaran dengan diameter D1 dan lingkaran kedua dengan D2.
Kedua lingkaran tersebut berpusat pada titik yang sama.
o Panjang garis AC dapat ditarik garis dengan sudut 𝛽1, kemudian panjang garis
𝛼1
AB dapat dicari dengan sudut hingga bersinggungan dengan diameter dalam
2

runner turbin.
o Garis BO dapat ditentukan dengan menarik titik B ke titik O, kemudian gari
BC tegak lurus dengan garis BO.
48

Gambar 3.15 Jari-jari kelengkungan sudut runner

Jari- jari kelengkungan sudu / jari-jari sudu


𝜌 = 0.326. 𝑟1
𝜌 = 0.326 × 0.125
= 0.04 𝑚 = 4 𝑐𝑚

3.2.10. Perhitungan Kekuatan

a. Perencanaan Dimensi Poros

Poros disini berfungsi untuk memindahkan momen puntir dari roda jalan ke pulley.
Poros tidak dapat dibuat dengan diameter seragam, kerena untuk keperluan perakitan
atau penempatan bagian yang terletak pada poros, membutuhkan batas tertentu
maupun toleransi tersendiri. Namun dalam perhitungan diameter poros ( Dp )
dianggap seragam. Bahan yang dipilih adalah Fe 690
Dengan :

𝑃𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖 = 30 𝑘𝑊

𝑃𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖 = 30 000 𝑊

𝑛𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖 = 630 𝑟𝑝𝑚


49

1. Menentukan Momen Puntir


𝑃
Mw = ω
30000 𝑊
Mw = π𝑥𝑛
30

30000 𝑊
Mw = π 𝑥 630 𝑟𝑝𝑚
30

Mw = 454.728 Nm
Mw = 454.728 x 103 Nmm
Tegangan puntir ( 𝑤 ) untuk bahan Fe 690 adalah 80 N/mm²

2. Menentukan momen tahanan penampang poros terhadap puntiran


Momen tahanan penampang poros berbentuk lingkaran terhadap puntiran
yakni perbandingan antara momen puntir (𝑀𝑤) terhadap tegangan puntir (𝜏𝑤),
jika dirumuskan menjadi :
𝑀𝑤
Ww = τw

454.728 x 103 Nmm


Ww = 𝑁 2
80
𝑚𝑚

𝑊𝑤 = 5684,105 mm³

3. Menentukan diameter poros yang dianggap aman untuk tegangan punter, karena
𝑊𝑤 = 0,2 𝑑³, maka :
3 𝑊𝑤
d = √ 0,2

3 5684,105 mm3
d= √ 0,2

𝑑 = 30,5 𝑚𝑚 ≈ 32 𝑚𝑚

4. Menentukan diameter poros yang mengalami tegangan lentur dan tegangan


punter
Selain mengalami tegangan puntir, poros juga mengalami dua tegangan
sekaligus yaitu tegangan puntir dan tegangan lentur. Disini kita akan coba
menentukan diameter yang dianggap aman untuk kedua tegangan tersebut.
Tegangan ideal yang terjadi pada poros dapat dicari dengan rumus :
50

𝜎𝑖 = √σb2 + 3 τw2

Dimana :

𝜎𝑖= Tegangan Idea


𝑀𝑏
𝜎𝑖= Tegangan Lentur 𝑊𝑏
3
𝑊𝑏 = 0,1 . 𝑑 ( 𝑏 = momen tahanan terhadap lentur )
𝑀𝑏
𝜏𝑤 = Tegangan puntir = 𝑊𝑤

𝑊𝑤 = 0,2 . 𝑑3 ( 𝑤 = momen tahanan terhadap puntir )


Dengan Nilai : 𝑀𝑤 = 𝑀𝑏 = 𝑀 = 454,728 𝑥 103 𝑁𝑚𝑚

Hasil hasil perhitungan tersebut ditunjukkan pada tabel berikut :


Tabel 3.9 Hasil perhitungan diameter

NO D (mm)

1 25 1562.5 291.026 3125 145.513 384.991


2 30 2700 168.418 5400 84.209 222.796
3 32 3276.8 138.772 6553.6 69.386 183.578
4 35 4287.5 106.059 8575 53.030 140.303
5 40 6400 71.051 12800 35.526 93.992
6 45 9112.5 49.902 18225 24.951 66.014
7 50 12500 36.378 25000 18.189 48.124
8 55 16637.5 27.332 33275 13.666 36.156
9 60 21600 21.052 43200 10.526 27.849

Dari data data perhitungan diatas, kita memilih diameter yang aman untuk tegangan
lentur terjadi adalah 50 mm, dengan nilai tegangan ideal (𝜎i ) yang terjadi sebesar
48.124 N/mm2

𝜏𝑤 ≥ 𝜏𝑤(𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛)
80 N/mm2 ≥ 18.189 N/mm2 ≥ aman

Contoh perhitungan :
Untuk Dp = 50 mm
 Menentukan tegangan lentur ( 𝒃 ) :
𝑊𝑏 = 0.1 x 𝑑3
𝑊𝑏 = 0.1 x ( 50 𝑚𝑚 )3
𝑊𝑏 = 12500 𝑚𝑚3
51

𝑀𝑏
𝜎𝑏 = 𝑊𝑏
454.728 x 103 Nmm
𝜎𝑏 = 12500 𝑚𝑚3

𝜎𝑏 = 36.378 N/mm2

 Tegangan puntir ( 𝝉𝒘 ) :

𝑊𝑤 = 0,2 . 𝑑3
𝑊𝑤 = 0,2 . (50 𝑚𝑚)3
𝑊𝑤 = 25000 𝑚𝑚3
𝑴𝒃
𝜏𝑤 = 𝑾𝒘
𝟒𝟓𝟒,𝟕𝟐𝟖 𝐱 𝟏𝟎𝟑 𝑵𝒎𝒎
𝜏𝑤 = 𝟐𝟓𝟎𝟎𝟎𝟑

𝜏𝑤 = 18.189 N/mm2
 Menentukan Tegangan ideal ( 𝒊 ) :
𝜎𝑖 = √σb2 + 3 τw2
𝜎𝑖 = √(36.378 N/𝑚𝑚2 )2 + 3 (18.189 N/𝑚𝑚2 )2
𝜎𝑖 = 48.124 N/𝑚𝑚2

b. Gaya Pancaran Air


Gaya – gaya yang terjadi pada runner diakibatkan oleh daya air seperti pada gambar
4.17, Sehingga gaya tangansial dari sentripetal yang bekerja pada runner dirumuskan
sebagai berikut :
𝐹𝑥 = 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑄 𝑥 𝑉𝑎𝑖𝑟 𝑥 sin 𝛼1
𝐹𝑦 = 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑄 𝑥 𝑉𝑎𝑖𝑟 𝑥 cos 𝛼1

Gambar 3.16 Free Body Diagram Runner


52

Dimana :
F = Gaya pancaran air pada nozzle ( N )
𝐹𝑥 = Gaya tangansial air pada runner ( N )
𝐹𝑦 = Gaya sentripetal air pada runner ( N )
𝜌𝑎𝑖𝑟 = Massa jenis air ( Kg/m³ )
Q = Debit air ( m³/s )
𝑉𝑎𝑖𝑟 = Kecepatan pancaran air ( m/s )
Sehingga :
𝐹𝑥 = 1000 𝑘𝑔/𝑚3 𝑥 0.35 𝑚3/𝑠 𝑥 21,03 𝑚/𝑠 𝑥 sin 41,25º
𝐹𝑥 = 4853,11 𝑘𝑔𝑚/𝑠2 = 4853,11 𝑁
Sedangkan :
𝐹𝑦 = 1000 𝑘𝑔/𝑚3 𝑥 0.35 𝑚3/𝑠 𝑥 21,03 𝑚/𝑠 𝑥 cos 41,25º
𝐹𝑦 = 5533,91 𝑘𝑔𝑚/𝑠2 = 5533,91 𝑁

c. Berat Runner dan Poros


Berat runner dapat di hitung berdasarkan massa jenis bahan yang digunakan dan
dimensi seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.17 Runner beserta rotasi dimensi


Volume runner dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝜋𝐷1 2
𝑉𝑟 = 2 𝑥 𝑥 𝑡𝑑𝑖𝑠𝑘 𝑥 𝑏 + 𝑟 𝑥 𝑧 𝑥 𝑡 𝑠𝑢𝑑𝑢
4
Dimana :
Vr = Volume runner
D1 = Diameter luar runner (m)
b = Lebar sudu runner (m)
53

r = Panjang kelengkungan sudu runner (m)


z = Jumlah sudu
tdisk = Tebal bahan disk (m3)
tsudu = Tebal bahan sudu (m2)

Sehingga volume runner :


𝜋(0.25 𝑚)2
𝑉𝑟 = 2 𝑥 = 0.005 𝑚 𝑥 0.4 𝑚 + 0.04 𝑚 𝑥 22 𝑥 0.003 𝑚
4

𝑉𝑟 = 2.84 𝑥 10−3 𝑚3

Massa dan berat runner dapat di cari menggunakan persamaan sebagai berikut :

𝑀𝑟 = 𝑉𝑟 𝑥 𝑃𝑏𝑒𝑠𝑖

= 2.84 𝑥 10−3 𝑚3 𝑥 7750 𝐾𝑔/𝑚3

𝑀𝑟 = 21.981 𝐾𝑔

𝑊𝑟 = 𝑚𝑟 𝑥 𝑔
𝑚
𝑊𝑟 = 21.981 𝑘𝑔 𝑥 9.81 = 215.64 𝑁
𝑠2

Sedangkan berat poros dapat di hitung menggunakan rumus:


𝜋
𝑊𝑝 = 𝑥 𝐷𝑝2 𝑥 𝑃𝑏𝑒𝑠𝑖 𝑥 𝐿 𝑥 𝑔
4
𝜋 𝑘𝑔
𝑊𝑝 = 𝑥 (0.05)2 𝑥 7750 3 0.7 𝑚 𝑥 9.81 𝑚/𝑠 2
4 𝑚 𝑥

𝑊𝑝 = 104.49 𝑁

d. Perencanaan V-Belt

Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapezium yang dibelitkan
dikeliling alur pulley yang berbentuk V. Bagian sabuk yang membelit pada pulley
mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar.
Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan
menghasilkan transimsi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah.
54

Gambar 3.18 Konstruksi Sabuk-V


1. Perbandingan putaran dengan diameter pulley

𝑛1 𝑑2
=
𝑛2 𝑑1
630 rpm 𝑑2
=
1500 rpm 𝑑1
𝑑1 = 2.38 . 𝑑2
Maka, dari perbandingan diatas ditentukan d1 = 238 mm dan d2 = 238 mm
2. Daya rencana
𝑃𝑑 = 𝑓𝑐 . 𝑃 (𝑘𝑊)
Di ambil dari faktor koreksi sebesar fc = 1.8 sehingga,
𝑃𝑑 = 1.8 𝑥 30 = 54 𝑘𝑊
3. Pemilihan penampang sabuk
Dengan putaran pulley kecil (n2) = 1500 rpm dan daya rancangan Pd = 54 kW,
maka bila dilihat dari tabel di bawah ini dapat dipilih penampang sabuk V-belt
tipe C

Gambar 3.19 Diagram pemilihan V-belt


55

4. Kecepatan Sabuk
Untuk menghitung sabuk dapat digunakan rumus sebagai berikut :
𝑑𝑝 . 𝑛1
𝑣=
60 𝑥 1000
Dimana :
V = Kecepatan linear sabuk (m/s)
dp = Diameter pulley minimum di anjurkan
n1 = Putaran poros (rpm)

Jadi,
𝜋. 100 𝑚𝑚 . 1500 𝑟𝑝𝑚
𝑣= = 7.85 𝑚/𝑠
60 𝑥 1000

5. Panjang V-Belt
Untuk mencari panjang V-Belt adalah :
𝜋 (𝐷2 + 𝐷1 )2
𝐿 = 2𝐶+ (𝐷2 + 𝐷1 ) +
2 4. 𝐶
𝜋 (100 𝑚𝑚 + 250 𝑚𝑚 )2
𝐿 = 2 . 700 𝑚𝑚 + (100 𝑚𝑚 + 250 𝑚𝑚 ) +
2 4 . 700 𝑚𝑚
𝐿 = 1993 𝑚𝑚

Tabel 3.10 Standart panjang sabuk V sempit


(Sumber: http://dokumen.tips/documents/v-belt-55c6131b925a3.html)

Dari hasil perhitungan didapatkan panjang belt = 1993 mm, sesuai dengan
standart V-Belt maka panjang V-belt = 2032 mm
56

6. Banyaknya sabuk (z)


Perencanaan sabuk pulley ini dengan memperhatikan faktor tumbukan
yang disajikan pada tabel dibawah ini
Tabel 3.11 Faktor koreksi ( Cs )
(Sumber: Ir. Jack Stolk, Ir. C, Cross,” Elemen Mesin,”Hal 27)
Keadaannya Cs
Efek tanpa tumbukan, kopel-jalan-awal kecil 1…….1,2
Tumbukan sedang, kopel-jalan-awal sedang
(seperti pada motor listrik-hubungan pendek
normal) 1,2….1,4

Tumbukan lebih kuat, kopel-jalan-awal sedang 1,4….1,6


Tumbukan keras, kopel-jalan-awal besar
(seperti pada motor listrik khusus dan mesin torak 1,6….1,8

Sesuai dengan tabel diatas faktor koreksi ( Cs ) yang dipilih adalah 1.4
𝐶𝑠 .𝑃
Jadi, 𝑧 = 𝑓1 .𝑓1 .𝑝𝑑

Dengan :
z = banyaknya sabuk
P = Daya turbin (kW)
Pd = Daya pulley (kW)
f1 = Koefisien sudut pulley (1.00)
f1 = Koefisien profil pulley (0.75)

1.4 𝑥 30 𝑘𝑊
𝑧=
1.00 𝑥 0.75 𝑥 54 𝑘𝑊
𝑧 = 1.03 ≈ 1 𝐵𝑢𝑎ℎ

e. Bantalan

Untuk bantalan poros kita memilih jenis deep groove ball bearing.
Didapatkan data sebagai berikut :
d(diameter didalam bearing) = 50 mm
D(diameter luar bearing) = 80 mm
57

C(Basic dyinamic load) = 21800 N


P(equivalent dynamic bearing load) = 2226 N
n(putaran) = 1500 rpm
Weight = 0.459 Kg
Gaya yang terjadi pada bantalan
𝐶3 106
𝐿𝑛 = [ ] 𝑥
𝑃 60 𝑥 1500
21800 𝑁 3 106
𝐿𝑛 = [ ] 𝑥 = 10436.418 𝐽𝑎𝑚 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
2226 𝑁 60 𝑥 1500

3.2.11. Generator
Generator yang digunakan untuk PLTMH Giritirta adalah Synchrounous Generator
Brushless type. Pemilihan tipe generator ini didasarkan karena lebih murah dan juga
system kontrolnya lebih murah, meskipun ukurannya lebih besar. Berikut spesifikasi
generator yang dipilih :
Tabel 3.12 Spesifikasi generator tipe stc
Output Voltage Current Power factor Speed Freq. Weight
Pole
Type
Number
KVA KW V A Cosθ R. p. m Hz Kg

STC-30 37.5 50 400/230 54.1 0.8 1500 50 4 257

Total produksi energi yang dibangkitkan selama satu tahun PLTMH Giritirta
adalah sebagai berikut:
Pannual = Heff 𝑥 Qdes 𝑥 g 𝑥 𝜂𝑡 𝑥 ηg 𝑥 PF x 8760

Dimana,
𝐻𝑒𝑓𝑓 = Tinggi Jatuh Efektif Turbin ( m )
𝑄𝑑𝑒𝑠 = Debit Desain Turbin ( m³/s )
𝑔 = Gravitasi Bumi ( 9,81 m/s² )
𝜂𝑡 = Efisiensi Turbin ( 70 % )
𝜂𝑔 = Efisiensi Generator ( 85 % )
PF = Faktor daya ( 0.8 )
8760 = jam produksi per tahun
Sehingga:
58

𝑃𝑛𝑒𝑡 = 14.5 𝑚 𝑥 0.35 𝑚3/𝑠 𝑥 9.81𝑚/𝑠2𝑥 0.7 𝑥 0.85


= 43.92 𝑘𝑊
𝑃𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 = 29.62 𝑘𝑊ℎ 𝑥 0.8 𝑥 8760
= 307791.36 𝑘𝑊ℎ /𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

3.2.12. Perhitungan Daya

Dari survey dan pengolahan data diatas maka data – data yang diperoleh dari hasil
survey, yakni :
Hbrutto = 22 m
Hefektif = Hbrutto - Hf
Hefektif = 22 – 0.52 m
= 21.48 m
Q = 0.35 m³/s
Sehingga perkiraan daya yang dapat dibangkitkan dengan luas DAS 2,14 km2 dari
sungai potensi adalah :
P = 9,8 x Q x Heff x ηt x ηg ( kW )
ηt : 0.70 – 0.85 (tergantung pada tipe turbin)
ηg : 0.80 – 0.95 (tergantung pada kapasitas generator)
Jika diasumsikan :
ηt = 0.70 (turbin yang digunakan turbin crossflow)
ηg = 0.85
sehingga,
P = 9,8 x Q x Heff x e0 ( kW )
P = 9.8 x 0.35 m3/s x 21.48 m x 0.70 x 0.85
P = 43.84 KW

PLTMH direncanakan memiliki dua buah turbin sehingga daya yang dapat dihasilkan
adalah :
P = 2 x 43.84 KW
P = 87.68 KW
59

3.1. Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang didapatkan dari perancangan PLTMH di Desa Giritirta,
Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah yaitu :
 Dari hasil perhitungan dan analisa mengidentifikasikan adanya potensi debit
sebesar 0.35 m³/s dengan head 24 meter, serta daya listrik yang dapat
dibangkitkan sebesar 87.68 kW
 Berikut spesifikasi dari perancangan turbin yang digunakan :
ITEM RANCANGAN
NO SPESIFIKASI SATUAN BESARAN
TURBIN

Jenis Turbin CROSSFLOW


1 Pemilihan Turbin
Sis tem Pengatur Manual Regulator

Tinggi Jatuh Efektif


m 21,5
(Hnett)

2 Data Potensi Turbin Debit Rancangan m 3/s 0,35

kW 50
Daya Turbin
Hp 69.26

Putaran Turbin rpm 630


3 Rotasi Turbin
Kecepatan Spes ifik 133

Diam eter Luar (D1) m 0,25

Diam eter Dalam (D2) m 0,17

4 Dimensi Turbin Lebar Runner (bo) m 0,4

Jum lah Sudu buah 22

Ketebalan Air Mas uk cm 5

Jarak antar Sudu cm 3,75

Diam eter Poros mm 50


5 Poros Turbin
Panjang Poros cm 70

Panjang Pipa m 52

6 Pipa Pesat (Penstock) m 0,42


Diam eter Pipa
inch 16,5

Tebal Pipa mm 10

Ratio Pulley Turbin


dan Generator 1:2.38

Diam eter Pulley Turbin cm 23.8


7 Pulley dan V-Belt
Diam eter Pulley Gen cm 10

Penam pang v-Belt Type C

Panjang V-Belt mm 1993

Jum lah V-Belt Buah 1

Type Deep Grove Ball


8 Bearing Diam eter mm 50/80

Putaran Maks im al rpm 8500-10000

Syncronous
Generator Brus
Type
hles s type
9 Generator (STC)

Speed rpm 1500


Pole Num ber 4

Anda mungkin juga menyukai