Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Stase Jiwa
Program Profesi Ners XXXV Unpad

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK RAJAWALI

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXV


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami kesendirian dan keadaan tersebut
dipaksakan oleh orang lain sebagai bentuk yang negatif dan mengancam suatu
negara(Carpenito, 2013). Sedangkan menurut Doenges, Townsend dan Moorhouse (2007),
isolasi sosial adalah kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau merasakan
kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak
mampu mewujudkannya.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah keadaan
ketika individu atau kelompok mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan
dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya secara wajar sehingga menimbulkan kecemasan
pada diri sendiri dengan cara menarik diris ecara fisik maupun psikis.

2. Respon Isolasi Sosial

Isolasi sosial merupakan salah satu repson maladpatif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiology. Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sossial budaya dan lingkungan (Stuart, 2007).

Respon Adapif adlah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultur dimana individu
tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respon adaptif tersebut adalah:

a. Solitude. Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara untuk mengawasi diri dan menentukan
langkah berikutnya.
b. Otonomi. Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ideide
pikiran.
c. Kebersamaan. Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan. Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
hubungan interpersonal.
Respon maladaptive adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat. Karakteristik
dari perilaku tersebut adalah:
a. Menarik diri. Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.
b. Manipulasi. Menganggap orang lain sebagai obyek dan berorientasi pada diri sendiri.
c. Ketergantungan. Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki.
d. Impulsif. Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
e. Narkisisme. Harga diri yang rapuh, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika
orang lain tidak mendukung.
3. Rentang Respon Hubungan sosial
Dalam membina hubungan sisoal, individu berada pada rentang adaptif dan maladaftif.
Respon adaftif adalah respon yang dapat di terima secara norma dan adat sedangkan respon
mal adaftif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan maslah kurang dapat
diterima secara norma sosial dna budaya (Badar, 2016). Adapun rentang respon hubungan
sosial adalah sebagai berikut :
Rentang respon sosial

Respon adaptif Respon amladaptif


Kesepian, menarik
Menyendiri, otonomi, Manipualsi,
diri, ketergantungan
kebersamaan, saling impulsive,
ketergantungan narkasisme
4. Batasan Karakteristik Isolasi Sosial

Batasan karakteristik klien dengan isolasi sosial menurut Nanda-I, (2012), dibagi menjadi
dua, yaitu objektif dan subjektif: Batasan karakteristik klien dengan isolasi sosial menurut
Nanda-I, (2012), dibagi menjadi dua, yaitu objektif dan subjektif:
a. Objektif
1) Tidak ada dukungan orangyang dianggap penting.
2) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan.
3) Afek tumpul.
4) Bukti kecacatan.
5) Ada di dalam subkultur.
6) Sakit.
7) Tindakan tidak berarti
8) Tidak ada kontak mata
9) Dipenuhi dengan pikiran sendiri
10) Menunjukkan permusuhan
11) Tindakan berulang
12) Afek sedih
13) Ingin sendirian
14) Tidak komunikatif
15) Menarik diri
b. Subjektif
1) Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
2) Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain.
3) Ketidak mampuan memenuhi harapan orang lain.
4) Tidak percaya diri saat berhadapan dengan publik.
5) Mengungkapkan perasan yang didorong oleh orang lain.
6) Mengungkapkan perasaan penolakan
7) Mengungkapkan tujuan yang tidak adekuat
8) Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang
dominan
9) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting.
10) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan.
11) Afek tumpul.
12) Bukti kecacatan.
13) Ada di dalam subkultur.
14) Sakit.
15) Tindakan tidak berarti
16) Tidak ada kontak mata
17) Dipenuhi dengan pikiran sendiri
18) Menunjukkan permusuhan
19) Tindakan berulang
20) Afek sedih
21) Ingin sendirian
22) Tidak komunikatif
23) Menarik diri
5. Konsep Rufa (Respon Umum Fungsi Adaftif)
Kondisi adaptif dan maladaptif dapat dilihat atau diukur dari respon yang
ditampilkan.Dari respon ini kemudian dirumuskan diagnosa Skor RUFA (Respon Umum
Fungsi Adaptif) yang dibuat berdasarkan diagnose keperawatan yang ditemukan pada
pasien.Sehingga setiap diagnose keperawatan memiliki kriteria skor RUFA tersendiri. Adapun
lembar
observasi pada pasien isolasi sosial adalah sebagai berikut:

Berdasarkan prinsip tindakan intensif segera, maka penanganan kedaruratan dibagi dalam:
1. Fase intensif I (24 jam pertama)
Pasien dirawat dengan observasi, diagnosa, tritmen dan evaluasi yang ketat.Berdasarkan
evaluasi pasien memiliki tiga kemungkinan yaitu dipulangkan, dilanjutkan ke fase intesif
II, atau dirujuk ke rumah sakit jiwa.
2. Fase intensif II (24-72 jam pertama)
Perawatan pasien dengan observasi kurang ketat sampai dengan 72 jam.Berdasarkan hasil
evaluasi maka pasien pada fase ini memiliki empat kemungkinan yaitu dipulangkan,
dipindahkan ke ruang fase intensif III, atau kembali ke ruang fase intensif I.
3. Fase intensif III (72 jam- 10 hari)
Pasien dikondisikan sudah mulai stabil, sehingga observasi sudah mulai berkurang dan
tindakan keperawatan diarahkan kepada tindakan rehabilitasi.merujuk kepada hasil
evaluasi maka pasien pada fase ini dapat dipulangkan, dirujuk ke rumah sakit jiwa atau
unit psikiatri di rumah sakit umum ataupun kembali ke ruang fase intensif I atau II.

6. Etiologi
Gangguan isolasi sosial terjadi karena adanya faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Kegagalan pada individu akan menimbulkan ketidakpercayaan individu, menimbulkan rasa
pesimis, ragu, taku salah dan tidak percaya terhadap orang lain, merasa tertekan sehingga
menyebabkan individu tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, suka menyendiri dan lebih
suka berdiam diri dan tidak mementingkan kegiatan sehari-hari (Direja,2011). Menurut Stuart,
2007 penyebab isolasi sosiala adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam perkembangan respon sosial
maladaptif. Individu yang mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan dirinya dan ornagtua.
2) Faktor Sosiokultural
Adanya transiensi norma yang tidka mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang produktif seperti lanjut usia, orang cacat dan
penderita penyakit kronis, isolasi terjadi karena sistem yang dimiliki seseorang berbeda
dengan budaya mayoritas.
3) Faktor biologis
Faktor genetic dapat berperan dalam respon sosial maladaptive. Bahwa keterlibatan
neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini.
4) Faktor keluarga
Komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan
berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
b. Faktor Presipitasi
Meurut (Direja,2011) fator presipitasi isolasi sosial adalah:
1) Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor , sosial budayadan stress yang dtinggalkan oleh faktor sosial
budaya seperti keluarga.
2) Faktor Internal
Contohnya adalah stress psikologis, stress yang terjadi akibat kecemasan
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
berpisah untuk mnegatasinya. Kecemasan dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
7. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial

Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan ditemukan data obyektif
yaitu kurang spontan terhadap masalah yang ada, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi
wajah kurang berseri (ekspresi bersedih), efek tumpul, menghindar dari orang lain, tidak ada
kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dalam kamar,
bahkan tidak mampu merawat dan memperhatikan kebersihan diri (Dalami, Suliswati,
Rochimahet.al,2009).
Selain itu beberapa tanda dan gejala lain yaitu komunikasi verbal menurun bahkan sama
sekali tidak ada, klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat (mengisolasi diri
sendiri/menyendiri), menolak hubungan dengan orang lain dengan memutuskan percakapan
atau pergi bila diajak bercakap-cakap, pasien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya,
pada saat makan, terjadi gangguan pada pemasukan makanan dan minuman sehingga terjadi
retensi urine dan feces, Pasien mengalami gangguan aktifitas atau aktifitas menurun dan pasien
tampak kurang energik sehingga pasien mengalami gangguan harga diri (Dalami, Suliswati,
Rochimah et.al, 2009).

8. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah
hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain proyeksi,
splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang
lain dan identifikasi proyeksi.
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social mal-
adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan
hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009)
9. Penatalaksanaan
Penelitian yang dilakukan oleh Eyvin, Sefty dan Michaeal tahun 2016 menyatakan hasil
bahwa adanya pengaruh latihan keterampilan sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi
klien isolasi sosial. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad dan Dwi tahun 2018
menyatakan hasil bahwa adaya perubahan respon umum fungsi adaftif sebelum diberikan
intervensi social skill training dan setelah diberikan social skill training pada klien dengan
Isolasi sosial. Sehingga kedua metoda tersebut dapat dipergunakan dalam perawatan pasien
dengan isolasi sosial . selain hal tersebut penatalaksanaan pasien isolasi sosial diantaranya
adalah:
Obat anti psikotik
1) Clorpromazine (CPZ)
 Indikasi:
Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari
-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
 Efek samping:
Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut kering,
kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama ja ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
2) Haloperidol (HLD)
 Indikasi:
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi
kehidupan sehari –hari.
 Efek samping:
Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).
3) Trihexy phenidyl (THP)
 Indikasi:
Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,sindrom
parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
 Efek samping:
Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti kolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung
4) Terapi
a. Electro Convulsive Therapi (ECT)
Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik
dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan
jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun
1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya
dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan untuk menginduksi suatu
kejang klonik yang dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya
15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan
kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai
saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap
terapi farmakologis.
b. Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapiyang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Terapi ini bertujuan memberi
stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.
c. Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan
manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan
berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak
baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.
Selain hal diatas, bentuk penatalaksanaan dari isolasi sosial dapat dilakukan
terapi. Good theraphy.org menayatakan bahwa Terapi dapat membantu mengatasi
masalah emosional dan psikologis yang mengarah pada perilaku isolasi. Terkadang
isolasi bukan masalah pilihan; beberapa orang mungkin melaporkan ingin memiliki
teman dan terlibat secara emosional tetapi tidak dapat melakukannya karena takut atau
karena mereka tidak tahu bagaimana untuk melanjutkan. Selain itu, banyak orang yang
melawan rasa isolasi selama masa transisi kehidupan besar, seperti ketika seseorang
kehilangan pasangan intim atau orang kepercayaan dekat, dan yang lain mungkin
mengalami isolasi hanya karena mereka secara fisik terisolasi dengan tinggal di daerah
terpencil. Bagaimanapun, perasaan terisolasi dapat sangat menyedihkan, dan terapi
dapat membantu seseorang mengembangkan keterampilan sosial dan belajar untuk
mengelola gejala. Bahkan, proses terapi itu sendiri memberikan kesempatan untuk
membangun kepercayaan dengan dan mengalami dukungan emosional dari orang lain,
yang semuanya akan membantu seseorang untuk hidup dengan kehidupan yang kurang
terisolasi.
10. Patofisiologi

Faktor penyebab:

Kegagalan, tidak percaya diri,


tidak percaya kepada orang
lain, ragu, faktor genetik

- Tidak percaya diri

Faktor predisposisi
Faktor presipitasi
-faktor perkembangan,
Faktor eksternal, faktor
faktor sosiokultural, faktor
internal
bilogis, faktor keluarga

Mekanisme koping

Rentang respon sosial

Adaptif Maladaptif

Menyendiri, otonomi, kebersamaan, saling


ketergantungan, kesepian, tergantung,
menarik diri, manipulasi, impulsive,
narsisme, curiga
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor, sumberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian, tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal MRS
2. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang
atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, dependen.
3. Faktor Predisposisi
Meliputi kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/ frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya, perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban
perkosaan, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek Fisik / Biologis
Meliputi hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial meliputi :
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
b. Konsep diri:
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua,
putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya: mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang
diikuti dalam masyarakat.
6) Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan perawat.
7) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
8) Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
therapy okupasional, TAK, dan rehabilitas.
B. Pohon Masalah

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Pendengaran/penciuman/pengecapan/pe
rabaan.

Isolasi sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Koping Individu
Tidak Efektif

Defisit Perawatan diri

Kurang Motivasi
C. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial menarik diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
3. Ketidakberdayaan
4. Koping individu tidak efektif
5. Defisit perawatan diri
6. Risiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

D. Intervensi
Untuk membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi social perlu waktu
yang tidak sebentar. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik pada klien. Selalu penuhi
janji, kontak singkat tapi sering dan penuhi kebutuhan dasarnya adalah upaya yang bisa di
lakukan.
a. Tujuan umum
1. klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal
kriteria hasil :
 Klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat
 Menunjukan rasa sayang
 Ada kontak mata
 Mau berjabat tangan
 Mau menjawab salam
 Mau menyebut nama
 Mau berdampingan dengan perawat
 Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi keperawatan :
 Bina hubungan saling percaya dengan prinsip terapeutik
 Sapa klien dengan ramah
 Tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang disukai
 Jelaskan tujaun pertemuan
 Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien
2. Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi social atau tidak berhubungan dengan
orang lain
Kriteria hasil :
 klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial atau tidak berhubungan
dengan orang lain berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Intervensi keperawatan

 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi social dan tanda-tandanya.


 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan penyebab isolasi social
atau tidak mau bergaul
 Diskusikan bersama klien tentang perilaku isolasi dan tanda-tanda nya serta
penyebab yang muncul
 Berikan reinforecement positif atau pujain terhadap kemampuan klien dalam
mengungkapkan perasaannya.
3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain (isolasi social)
Kriteria hasil :
 Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
 Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi keperawatan :
 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain.
 Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain dan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
 Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan klien dalam
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat menjelakan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain (social).
Kriteria hasil :

 Klien dapat menjelakan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


untuk diri sendiri dan orang lain.
Intervensi keperawatan :
 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan bila berhubungan dengan
orang lain.
 Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan
orang lain.
 Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan klien dalam
mengungkapkan perasaan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
 Klien mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan system pendukung
yang ada di lingkungan dalam memperluas hubungan social.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria hasil :
 Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.
 Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
 Klien mendapat informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti
minum obat.
 Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat.
Intervensi keperaawatan :
 Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi serta manfaat minum obat
 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat.
 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip lima benar
 Berikan reinforcement positif atau pujian
E. Implementasi

1. Bina hubungan saling percaya


Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus
dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :

a. Mengucapkan salam terapeutik setiap kali berinteraksi dengan klien.


b. Berjabat tangan
c. Berkenalan dengan klien :perkenalkan nama dan nama panggilan yang disukai,
Tanya kan nama dan nama panggilan klien.
d. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
e. Membuat kontrak : apa yang akana dilakukan bersama klien, berapa lama akan
dikerjakan dan tempatnya dimana.
f. Menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
g. Setiap saat tunjukan sikap empati terhadap klien.
h. Pemenuhan kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang-
kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, Karena tidak
mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Untuk mahasiswa sebagai perawat
harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu penuhi janji adalah salah
satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil.
Bila pasien sudah percaya dengan perawat, maka asuhan keperawatan akan mudah
dilaksanakan.

2. Membantu klien mengenal isolasi social


Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini sebagai berikut :
a. Menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
b. Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang
lain.
3. Membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain. Dilakukan
dengan cara mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka.
4. Membantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Dengan cara :
a. Mendiskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.
b. Menjelaskan pengaruh isolasi social terhadap keselamatan fisik klien.
5. Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Perawat tidak mungkin secara drastismengubah kebiasaan klien dalam
berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam
jangka waktu yang lama. Untuk itu perawat dapat melatih klien berinteraksi secara
bertahap. Mungkin klien hanya akan akrab dengan perawat pada awalnya, tetapi
setelah itu perawat harus membiasakan klien untuk bisa berinteraksi dengan orang-
orang disekitarnya. Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat perawat
lakukan sebagai berikut :
a. Berilah kesempatan klien memperaktikan cara berinteraksi dengan orang lain.
b. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan orang lain (kilen, perawat, atau keluarga)
c. Bila klien sudah menunjukan kemajuan, tingkatka jumlah interaksi dengan 2,3,4
orang dan seterusnya.
d. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien.
e. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain.
Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalan nya. Beri
dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
6. Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu berinteraksi dengan orang lain secara optimal, klien juga harus
dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai program. Klien gangguan jiwa
yang di rawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien
mengalami kekambuhan. Bia kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi
seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai
program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan obat :
a. Menjelaskan kegunaan obat
b. Menjelaskan resiko yang terjadi apabila putus obat
c. Menjelaskan cara mendapatkan obat
d. Mejelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip lima benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
Untuk memudahkan pelaksanaan tindakan keperaawatan, maka perawat perlu
membuat strategi pelaksanaan tindakan untuk klien dan keluarganya seperti berikut
(strategi pelaksanaan tindakan dengan menggunakan komunikasi terapeutik lihat di
lampiran) :

a. Tindakan keperawatan pada klien


1. SP 1
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi social klien
b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan tidak berinteraksi dengan
orang lain
c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
d. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
e. Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
Orientasi
“Selamat pagi! Saya suster HS. Saya senang di panggil suster H. Saya
perawat di Ruang Mawar ini.” ”Siapa nama anda? Senang di panggil
apa?” “Apa keluhan S hari ini?” “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap
tentang keluarga dan teman-teman S? Mau di mana kita bercakap-cakap?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama S? Bagaimana kalau
15 menit?”
Kerja
(Jika pasien baru). “Siapa saja yang tinggal serumah dengan S? Siapa yang
paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa
yang membuat S jaang bercakap-cakap dengan nya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat).
“Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal diruangan ini?” “Apa saja kegiatan yang S lakukan
dengan teman S yang S kenal?” “Apa yang menghambat S dalam berteman
atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?” “Menurut S, apa saja
manfaat nya jika kita memiliki teman? Wah benar, ada teman bercakap-
cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah, apa
kerugiannya kalau S tidak memiliki teman? Ya, apa lagi? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa). Nah, banyak juga ruginya tidak punya
teman ya? Jadi, apakah S belajar bergaul dengan orang lain?” “Bagus!
Bagaimana sekarang kalau kita berkenalan dengan orang lain?” “Begini
loh S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita,
nama panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya : Nama
saya SN, senang di panggil S. Asal saya dari kota X hobi memasak.” “Ayo
S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya! Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali!”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan, misalnya
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga pekerjaan, dan sebagainya.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan setelah kita latihan berkenalan?”
“S tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali.
Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada sehingga S lebih siap berkenalan dengan orang lain. S mau
mempraktikkan ke orang lain? Bagaimana kalau S mencoba berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?” “Baiklah, sampai
jumpa!”

2. SP 2
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan kesmpatan kepada klien untuk mempraktikkan cara berkenalan
dengan satu orang
c. Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Orientasi
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba
sebutkan lagi sambil bersalaman dengan suster!” “Bagus sekali, S masih
ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan
dengna teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
“Ayo kita temui perawat N di sana!”
Kerja
(Bersama-sama S, perawat mendekati perawat N)
“Selamat pagi perawat N, S ingin berkenalan dengan N. Baiklah S, S bisa
berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktikka kemari.” (Pasien
mendemonstrasikan cara berkenalan dnegan perawat N. Memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya.)
“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang
keluarga perawat N!”
“Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S dapat menudahi perkenalan
ini. Lalu S, bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat N, misalnya
jam 1 siang nanti.” “Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan,
saya dan S akan kembali keruangan S. Selamat pagi!” (Bersama pasien,
perawat H meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S
di tempat lain.)

Terminasi
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengna perawat N?”
“S tampak bagus sekali saat berkenala tadi.” “Pertahankan terus apa yang
sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya
perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain? Mari kita
masukkan kedalam jadwal. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2
kali. Baik, nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa?
Jam 10? Sampai besok!”
3. SP 3
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih
c. Menganjurkan klien untuk memasukkan kegiatan ini kedalam jadwal
harian.
Orientasi
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika
jawaban pasien, ya, perawat dapat melanjutkan komunikasi berikutnya
dengan pasien lain).”
“Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N
kemarin siang?” “Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman
lagi!” “Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman
seruangan S yang lain, yaitu O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari
kita temui dia diruang makan.”
Kerja
(Bersama-sama S, perawat mendekati pasien lain)
“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
“Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengan nya seperti yang telah S
lakukan sebelumnya.”(Pasien mendemontrasikan cara berkenlaan:
memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi, dan
menanyakan hal yang sama.) “Ada lagi yang ingin S tanyakan kepada
O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi
perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu
lagi jam 4 sore nanti (S membuat janji untuk bertemu kembali dengan
O).”
“Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali
ke ruangan S. Selamat pagi (Bersama pasien perawat meninggalkan O
untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain).
Terminasi
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“Dibandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika berkenalan
dengan O. Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa
untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti.”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap
dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi, satu hari
S dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam
10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan
tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan
dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
“Baiklah, besok kita bertemu lagi untuk membicarakan pengalaman S.
Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya.”
“Sampai besok!”

b. Tindakan keperawatan pada keluarga


1. SP 1
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami klien
beserta proses terjadinya
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial
Orientasi
“Selamat pagi pak! Perkenalkan saya perawat H. Saya yang merawat anak
bapak, S, di ruang mawar ini.”
“Nama bapak siapa? Senang di panggil apa?” “Bagaimana perasaan
bapak hari ini? Bagaimana keadaan S sekarang?” “Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang masalah anak bapak dan cara
perawatannya?”
“Kita diskusi disini saja ya? Berapa lama bapak punya banyak waktu?
Bagaimana klau setengah jam?”
Kerja
“Apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah
dilakukan?” “Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini
adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien
gangguan jiwa yang lain, mengurug diri, dan kalaupun berbicara hanya
sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah ini muncul karena
memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan
orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan
orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi sosial ini tidak diatasi,
seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni mendengar suara atau
melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada. Untuk mengahadapi yang
demikian bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi S.
Untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama,
keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan S, caranya
adalah dengan bersikap peduli terhadap S dan jangan ingkar janji. Kedua,
keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk dapat
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang
wajar dan jangan mencelah kondisi S. Selanjutnya jangan biarkan S sendiri.
Buatah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S, misalnya ibadah
bersama, makan bersama, rekreasi bersama, atau melakukan kegiatan
rumah tangga bersama.”
“Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara
itu? Begini contoh komunikasinya apk, “S, bapak lihat sekarang kamu
sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangan nya juga
jangan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, nak. Coba
kamu berbincang-bincang dengan yang lain. Bagaimana S, kamu mau coba
kan, nak?” “Nah, coba bapak sekarang peragakan cara komunikasi seperti
yang saya contohkan! Bagus, bapak telah memperagakan dengan baik
sekali!”
“Sampai disini ada yang ingin disampaikan pak?”
Terminasi
“Baiklah waktunya sudah habis, bagaimana perasaan bapak setelah kita
latihan tadi?” “Coba bapak ulangi sekali lagi apa yang dimaksud dengan
isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang mengalami isolasi sosial.
Selanjutnya dapatkah bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak
bapak yang mengalami masalah isolasi sosial?”
“Bagus sekali, bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan
tersebut! Nanti kalau ketemu S coba bapak lakukan. Dan tolong ceritakan
kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama.”
“Bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung
dengan S?” “Kita bertemu disini ya pak, pada jam yang sama. Selamat
pagi!”
2. SP 2
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi sosial
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien isolasi
sosial
Orientasi
“Selamat pagi bapak! Bagaimana perasaan bapak hari ini?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang kita pelajari
beberapa hari yang lalu?”
“Mari praktikkan langsung pada S! Bapak punya waktu berapa lama? Baik
kita akan coba 30 menit.” “Sekarang mari kita temui S!”
Kerja
“Selamat pagi S. Bagaimana perasaan S hari ini?” “Bapak S datang
membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah pak, sekarang bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu. (Perawat mengobservasi keluarga
mempraktikkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada
pertemuan sebelumnya.)”
“Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan ayah S?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu.” (Perawat
dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah bagus
melakukannya.” “Mulai sekarang bapak sudah dapat melakukan cara
perawat tersebut pada S.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikann pengalaman bapak
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya
sama seperti sekarang ya pak?”
3. SP 3
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk makan
dan minum obat
b. Menjelaskan follow up klien
Orientasi
“Selamat pagi pak! Karena besok S sudah boleh pulang, kita perlu
membicarakan tentang perawatan S dirumah.”
“Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja.”
“Berapa lama kita dapat berbicara? Bagaiman kalau 30 menit?”
Kerja
“Bapak ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah
dilanjutkan dirumah? Di rumah bapak yang menggantikan perawat.
Lanjutkan jadwal ini dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum
obatnya berikan pujian jika benar dilakukan. Hal-hal yang perlu di
perhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan anak bapak
selama dirumah. Misalnya kalau S terus-menerus tidak mau bergaul dengan
orang lain, menolak minnum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K
di Pukesmas Inderaputri, yang terdekat dari rumah bapak, ini nomor
telepon pukesmasnya (0564) 554xxxx. Selanjutnya perawat K tersebut yang
akan memantau perkembangan S selama berada dirumah.”
Terminasi
“Bagaimana pak? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S
untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di Pukesmas.
Jangan lupa kontrol ke Pukesmas sebelum obat habis atau adanya gejala
yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA

Behimpong, Eyvin., Rhomas, Sefty., Karundeng.,Michael. 2016. Pengaruh Latihan


Keterampilan Sosialisasi Terhadap Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi Sosial di RSJ
Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado.E-Journal Keperawatan Volume 4 Nomor 1

Carpenito, M.L (2007). Buku saku diagnosa keperawatan, alih bahasa, Yasmin Asih,
editor edisi bahasa indonesia, ed. 10, EGC: Jakarta.

Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K.R,. Lestari, W (2009). Asuhan keperawatan
klien dengan gangguan jiwa.Ed.1.TIM: Jakarta.

Doenges, M.E., Tonsend, M.C., Moorhouse, M.F (2007). Rencana asuhan keperawatan
psikiatri. Ed.3, EGC: Jakarta.

Suliswati., Payapo, T.A., Maruhawa, J., Sianturi, Y., Sumijatun (2005). Konsep dasar
keperawatan kesehatan jiwa. Ed.1, EGC: Jakarta.

Stuart, G.W & Lararia, M.T (2001). Principles & practice of psichiatric nursing. Ed.7, St
Louis: Mosby.

Taufiq., Muhammad, Fitriani R., Dwi. 2018. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada
Klien Isolasi Sosial dengan Intervensi Inovasi social skill training Terhadap Kemampuan
Berinteraksi di Ruang Elang RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.

http://jurnal.akperkridahusada.ac.id/index.php/jpk/article/view/2/2

https://www.kajianpustaka.com/2013/08/isolasi-sosial.html

https://www.goodtherapy.org/learn-about-therapy/issues/isolation

http://jouchihchang.int-des.com/2017/06/01/isolation-in-psychology/

Anda mungkin juga menyukai