1. Karena kurang atau tidak adanya pengetahuan kita tentang mati, keadaan mati dan
keadaan setelah mati adalah kegelapan. Semua orang takut menempuh tempat yang
gelap dan tidak diketahui.
2. Karena dosa dan kesalahan yang sudah bertumpuk dan tidak bertaubat, sehingga
mendengar kata mati sudah terbayang azab dan siksa yang didapatkannya akibat dosa
dan kesalahannya yang telah dilakukannya.
Karena itu ada yang mengatakan bahwa orang cerdas akan ingat mati. Karena dengan
mengingat mati bisa menjadi salah satu penyebab meningkatnya iman dalam diri dan tentu
dengan begitu akan berusaha memperbanyak amalan shalih untuk bekal di alam kubur
nantinya.
Becermin dari kematian dan mengingat akan kematian, maka kita sedang belajar dari hal
tersebut…
1. Mengingat kematian dapat melebur dosa dan zuhud. Hal ini tercermin dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :”Perbanyaklah mengingati kematian, sebab
yang demikian itu akan menghapus dosa dan menyebabkan timbulnya kezuhudan di
dunia.” ( HR. Ibnu Abiddunya )
2. Orang cerdik ialah orang yang banyak mengingati mati Hal ini tersirat dalam sebuah
hadits yang berbunyi : “Secerdik-cerdik manusia ialah yang terbanyak ingatannya
kepada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian itu.
Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdik dan mereka akan pergi ke alam
baka dengan membawa kemuliaan dunia dan akhirat.” ( HR. Ibnu Majah ).
Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata. Semuanya akan masuk lubang
kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu. Itu pun masih bagus. Karena, kita
terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu, masih
layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih
pantaskah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang
dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.
Semoga kita bisa Becermin dari kisah-kisah kematian orang yang mendahului kita, belajar
dari arti dan hakikat sebuah kematian ini dengan baik dan mempersiapkan bekal untuk
kehidupan nan abadi di akhirat kelak. Insya Allah
Setiap kita akan menemui masa di mana ia adalah awal dari masa yang abadi, yaitu kematian.
Tidak ada yang dapat mengetahuinya, terlebih menolaknya ketika ia datang. Di hadapan
kematian semua sama kecuali yang paling baik amalnya.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk: 2)
Allah tidak melihat pangkat, kekayaan, ketampanan, kecantikan, bahkan dalam ayat ini
disebutkan “ahsanu amala”, yang baik amalnya bukan yang banyak amalnya.
“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)
Tentu kita telah banyak mendengar ataupun melihat sendiri peristiwa kematian. Dari mereka
yang tua, muda, bahkan yang masih terlihat sehat dan bugar. Ada orang dipanggil karena
sakit, ada yang kecelakaan, bahkan ada yang sedang tertidur. Betapa banyak lagi peristiwa
terlepasnya ruh dari jiwa dengan cara yang tak terduga.
Kematian adalah salah satu dari misteriNya yang tak seorang pun dapat mengetahuinya
secara pasti di samping jodoh, rezeki. Namun kita lebih sering cemas terhadap jatah rezeki,
sehingga kita banting tulang meraihnya siang dan malam. Begitu pula kita yang sering
gundah dengan jodoh, anak muda zaman sekarang menyebutnya “galau”. Tapi kita tidak
sama sekali cemas, gundah, terlebih lagi “galau” tentang kematian. Padahal ia begitu dekat
dan lebih pasti daripada semuanya.
Rasulullah bersabda, “Muslim yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat
kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka
itulah orang-orang yang cerdas”(diriwayatkan oleh Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi
Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah)
Banyak di antara kita, termasuk penulis, sibuk mengatur dan menata urusan dunia hingga
tak ada terlintas bahwa kematian akan menghampiri. Yang saya sebut kematian jauh lebih
mengenal kita daripada kita mengenal diri kita sendiri adalah, bahwa manusia sering lalai
akan hakikat penciptaan terhadapnya yaitu ibadah kepadaNya. Jika kita mengenal diri kita
sendiri tentulah kita mengetahui untuk apa kita diciptakan di dunia ini. Menjadi hambaNya
yang hanya menyembahNya, dan menjadi pengelola (khalifah) di bumi ini sebagai bagian
daripada ibadah itu sendiri.
BERITA TERKAIT
Saat itu, Allah memerintahkan Nabi Idris untuk mengajak seluruh manusia agar berjalan pada
kebenaran. Saat itu dia adalah manusia pertama yang menerima wahyu lewat Malaikat Jibril
ketika dirinya berusia 82 tahun.
Nabi Idris mendapat gelar sebagai 'Asadul Usud' yang artinya Singa, karena ia tidak pernah
putus asa ketika menjalankan tugasnya sebagai seorang Nabi. Ia tidak pernah takut
menghadapi umatnya yang kafir. Namun ia tidak pernah sombong, ia juga memiliki sifat
pemaaf.
Nah, untuk melihat bagaimana kisah-kisah menarik dari nabi Idris, simak ulasannya berikut
ini.
Idris (bahasa Arab: إدرﯾﺲ, Alkitab: Henokh) (sekitar 4533-4188 SM) atau Nabi Idris adalah
salah seorang rasul yang pertama kali diberikan tugas untuk menyampaikan risalah kepada
kaumnya. Ia diberikan hak kenabian oleh Allah setelah Adam dan Syits.
Dikatakan bahwa Idris lahir dan tinggal di Babil, Irak, untuk berdakwah kepada kaumnya
yang bernama Bani Qabil dan Memfis. Sedangkan beberapa kisah menyebutkan, Idris lahir di
daerah Munaf, Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 2 kali dalam Al-Qur'an.
Daftar isi
1 Etimologi
2 Genealogi
3 Biografi
4 Penjelasan Qur'an dan hadits
o 4.1 Qur'an
o 4.2 Hadits
5 Nasihat dan ajaran
6 Referensi
7 Pranala luar
Etimologi
Dalam "Kisah Menakjubkan 25 Nabi", Idris memiliki nama asli Khanukh (Akhnukh), ia
dipanggil Idris karena ia selalu mempelajari mushaf-mushaf Adam dan Syits. Menurut buku
berjudul The Prophet of God Enoch: Nabiallah Idris, Idris adalah sebagai sebutan atau nama
Arab bagi Akhnukh, nenek moyang Nuh.
Dikatakan bahwa asal mula nama Idris berasal dari kosakata bahasa Arab, "darasa" yang
memiliki arti belajar. Ia dijuluki demikian karena ia banyak sekali mempelajari ilmu, ia
dianggap pula sebagai penemu tulisan dan alat tulisnya. Menurut Az-Zamakhsyari
menyatakan bahwa kata Idris bukan nama yang berasal dari bahasa Arab.
Ia juga dijuluki sebagai "Asad al-asad" (Singa dari segala singa) karena keberanian dan
kegagahannya, sedangkan di dalam kisah lain, Idris diberi julukan "Harmasu al-
Haramisah"[1] (Ahlinya perbintangan)[2]
Genealogi
Idris adalah keturunan keenam dari Adam, silsilah lengkapnya adalah sebagai berikut, Idris
bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam. Menurut kitab tafsir, ia
hidup 1.000 tahun setelah Adam wafat. Sedangkan dalam buku yang berjudul Qashash al-
Anbiyya karya Ibnu Katsir dituliskan bahwa Idris hidup bersama Adam selama 308 tahun.[2]
Biografi
Nabi Idris dianugerahi kepandaian dalam berbagai disiplin ilmu dan kemahiran, serta
kemampuan untuk menciptakan alat-alat untuk mempermudah pekerjaan manusia. Dalam
beberapa kisah dikatakan bahwa Idris sebagai nabi pertama yang mengenal tulisan,[3]
menguasai berbagai bahasa, ilmu perhitungan, ilmu alam, astronomi, dan lain sebagainya.
Menurut Ibnu Ishaq, Nabi Idris adalah orang yang pertama kali menulis dengan pena,
menjahit baju dan memakainya, dan manusia yang mengerti masalah medis.[4]
Dalam suatu kisah, terdapat suatu masa di mana kebanyakan manusia akan melupakan Allah
sehingga Allah menghukum manusia dengan bentuk kemarau yang berkepanjangan. Nabi
Idris pun turun tangan dan memohon kepada Allah untuk mengakhiri hukuman tersebut.
Allah mengabulkan permohonan itu dan berakhirlah musim kemarau tersebut dengan ditandai
turunnya hujan.
Nabi Idris diperkirakan bermukim di Mesir di mana ia berdakwah untuk menegakkan agama
Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah menyembah Allah serta memberi beberapa
pendoman hidup bagi pengikutnya supaya selamat dari siksa dunia dan akhirat.
Ia dinyatakan di dalam Al-Quran sebagai manusia pilihan Allah sehingga Dia
mengangkatnya ke langit. Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa Nabi Idris
wafat saat dia sedang berada di langit keempat ditemani oleh seorang malaikat dan ia hidup
sampai usia 82 tahun.
Terdapat empat ayat yang berhubungan dengan Idris dalam Al-Qur'an, dimana ayat-ayat
tersebut saling terhubung di dalam Surah Maryam (Maryam) dan Surah Al-Anbiya' (Nabi-
nabi).
"...dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Quran.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi, dan Kami telah
mengangkatnya ke martabat yang tinggi."
— Maryam 19:56-57
'"...dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami
telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang
saleh."
— Al-Anbiya' 21:85-86
Hadits
Dalam sebuah hadits, Idris disebutkan sebagai salah seorang dari nabi-nabi pertama yang
berbicara dengan Muhammad dalam salah satu surga selama Mi'raj.
"... Gerbang telah terbuka, dan ketika aku pergi ke surga keempat, di sana aku melihat Idris. Jibril berkata
(kepadaku), "Ini adalah Idris; berilah dia salammu." Maka aku mengucapkan salam kepadanya, dan ia
mengucapkan, "Selamat datang, wahai saudaraku yang alim dan nabi yang saleh." sebagai balasan
salamnya kepadaku."
— Sahih Bukhari 5:58:227
"Dawud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang petani, Nuh seorang tukang kayu, Idris seorang
penjahit dan Musa adalah penggembala."
— Al-Hakim[5]
Berikut ini adalah beberapa nasihat dan untaian kata mutiara Nabi Idris.
Referensi
1. ^ "Cerita 25 Nabi dan Rasul," Bab: "Nabi Idris," hal.16, karya Yudho P. di Books.Google.com
2. ^ a b Kisah Para Nabi & Rasul, Kisah Nabi Idris hal. 91-92, karya Ibnu Katsir, cetakan ke-5
September 2011, Pustaka as-Sunnah.
3. ^ "Kisah Menakjunkan 25 Nabi-Peta Sejarah Nabi dan Rasul dalam Al Qur'an," Bab: "Nabi Adam
dan Keturunannya," hal. 16, karya Ariany Syurfah, M.Hum, M.Ag. di Books.Google.com
4. ^ Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa dia adalah orang pertama yang menulis dengan pena, dan
manusia pertama yang menjahit baju dan memakainya. Sedangkan manusia sebelumnya
memakai pakaian dari kulit binatang. Dia juga adalah orang pertama yang mengerti masalah
medis. (Lihat Al Mawsu’ah Al Arabiyah Al Alamiyah 1/379).
5. ^ Work and Earning Livelihood
Pranala luar