Anda di halaman 1dari 13

Nama Kelompok : 1.

Yuni Puspita Sari (1515041004)

2. Septian Adji Pratama (1515041039)

Mata Kuliah : Utilitas dan Penggerak Mula

1. Perancangan Clarifier
Bak Clarifier merupakan tangki yang berfungsi untuk memisahkan flok yang terbentuk
pada proses koagulasi dan flokulasi. Bak clarifier ini dapat dirancang berbentuk segi empat,
segi empat panjang maupun silinder. Pada bagian bawah clarifier dapat dilengkapi dengan
scraper atau tidak tergantung sudut kemiringan yang dirancang dan besarnya clarifier yang
dibutuhkan.
Pada tulisan ini dimensi clarifier dirancang berbentuk silinder, dan ditetapkan waktu tinggal
air limbah dalam clarifier secara umum adalah 1 - 4 jam. Pilih waktu yang paling lama untuk
menghindari flok keluar dari bagian atas clarifier.
Contoh Design :
Air limbah yang akan dilakukan pengolahan = 30 m3/hari
Waktu tinggal air limbah dalam bak clarifier = 4 jam
Volume air limbah dalam bak clarifier = 30 m3/hari x (4 jam /24 jam/hari) = 5 m3
Volume clarifier = volume air (karena air diharuskan over flow) = 5 m3
Untuk clarifier perbandingan Tinggi (H) terhadap Diameter (D) umumnya H/D = 0,2 -0,3.
volume = 1/4 x phi x D^2 x H
maka volume = 1/4 x phi x 0,2 x D^3
Diameter clarifier = 3 m
Tinggi clarifier = 0,8 m
Jika mempergunakan data laju alir limpahan clarifier untuk proses pengolahan secara kimia,
dimana berat padatan (flok) mengalami perbuhan pada saat terjadi proses pengendapan.
Berdasarkan data laju alir limpahan yaitu : 32 – 48 m3/m2.hari. (literatur, blog pengolahan
air limbah secara fisik design clarifier)
Luas penampang = 30 m3/hari / (32 m3/m2.hari) = 1 m2
Maka diameter clarifier bagian dalam = 1,2 m
Diameter clarifier pada bagian luar = diameter bagian dalam + (10 - 20) cm, nilai 10-20 cm
ini berada pada bagian atas clarifier yang merupakan ruangan untuk menahan air sebelum
dialirkan ke proses berikutnya atau dibuang.
Tinggi clarifier = 5 m

Penentuan tinggi clarifier harus memperhatikan bentuk kerucut pada bagian dasar bak dan
volume kerucutnya.

Model pola aliran dalam clarifier

Dalam rangka mengupayakan agar air limbah yang keluar dari clarifier bagian atas dalam
kondisi jernih, maka aliran over flow dari clarifier dialirkan kedalam proses filtrasi (sand
filter). Sedangkan flok yang keluar dari bagian dasar clarifier dialirkan kedalam sand filter
yang terbuka agar terjadi proses filtrasi dan pengeringan flok karena pemanasan sinar
matahari. Jika flok yang terbentuk jumlahnya cukup besar, maka pengolahan flok dapat
dilakukan dengan mempergunakan filter press.

2. Perhitungan kebutuhan floakulan dan koagulan berdasarkan baku


Untuk penghilangan zat-zat berbahaya dari air salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel
koloid, suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan
cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Jenis koagulan yang sering
digunakan adalah Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O], Ferrous Sulfate (FeSO4), Ferric
Sulfate dan Ferric Chloride. Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk
mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Dimensi unit koagulasi (pengaduk cepat) dapat ditentukan dengan rumus:

a. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

Dengan pengertian:
Q: Kapasitas pengolahan (m3/detik) K: Koefisien kehilangan melalui
D: Diameter pinstalasi pengolahan air perlengkapan pinstalasi
(m) pengolahanair (0,7 -1)
V: Kecepatan aliran (m/det) μ: Viskositas kinematik air (m2/detik)
Hf: Kehilangan tekanan pada pinstalasi C: Kapasitas bak (m3)
pengolahan air dan Cn: Koefisien kekasaran pinstalasi
perlengkapannya (m kolom air) pengolahan air
G: Gravitasi (9,81 m/detik) S: Kemiringan hidrolis (m/m)
F: Koefisien kehilangan melalui R: Jjari-jari hidrolis (m)
pinstalasi pengolahan air (0,02 - ρ: Mmasa jenis air (g/cm3)
0,26)
b. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

Dengan pengertian:
P: Tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)
n: Putaran (rpm)
gc: Faktor konversi Newton
D: Diamater impeller (cm)
K: Konstanta experimen (1.0 - 5.0)
ρ: Masa jenis air (g/cm3)

Dimensi unit flokulasi (pengaduk lambat) dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
a. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

Dengan pengertian:
Q: Kapasitas pengolahan (m3/detik)
P: Panjang bak(m)
l: Lebar bak (m)
d: Tinggi (m)
td: Waktu tinggal (detik)
G: Gradien, G (detik-1)
Hf: Kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan perlengkapannya (m kolom air)
μ: Viskositas kinematik air (m/detik)
g: Gravitasi (9,81 m/detik2)
b. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

Dengan pengertian:
P: Tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)
n: Putaran (rpm)
gc: Faktor konversi Newton
D: Diamater impeller (cm)
K: Konstanta experimen (1.0 - 5.0)
ρ: Masa jenis air (g/cm3)

 Proses Koagulasi-Flokulasi
Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan mengurangi
muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini lazim
disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling
bertumbukan dan bergabung, cara inidapat dilakukan dengan cara pengadukan, dan disebut
sebagai flokulasi.Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan
seperti PAC. Di dalam air PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang akan
menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi
berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah
terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan
membentuk flok yang berukuran lebih besar.
Menurut Von Smoluchowski (Fair, et al, 1968), kecepatan penggabungan dua partikel
dengan diameter berbeda akan sebanding dengan konsentrasi partikel, gradien kecepatan dan
jumlah jari-jari dari partikel yang bergabung.

Dalam persamaan diatas, Jkl adalah banyaknya tumbukan (volume per waktu), nk dan nl
adalah banyaknya partikel k dan l, dk dan dl adalah diameter partikel k dan l, serta dv/dz adalah
gradien geseran yang dapat diganti dengan G (gradien kecepatan).
Koagulasi dan flokulasi adalah proses fisika-kimia dimana diperlukan energi dan waktu agar
proses dapat berlangsung, Camp dan Stein mengembangkan persamaan untuk menghitung
besar energi dan waktu dengan konsep gradien kecepatan (G) sebagai berikut (Reynold,1982):

Dimana:
G = Gradien kecepatan, detik-1
P = Daya yang diberikan, kg m2/dtk3 , (J/detik)
μ = Viskositas absolut zat cair, kg/m/detik
C = Kapasitas reaktor, m3
ε = Total daya yang ditimbulkan per satuan massa cairan
ρ = Massa jenis air, kg/m3
g = Kecepatan gravitasi, m/detik2
hf = Kehilangan tekanan yang terjadi, m
td = Waktu detensi, detik

Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok hasil


koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang besar (makroflok) dan dapat
diendapkan. Proses penggumpalan ini tergantung dari waktu dan pengadukan lambat dalam
air.
Flokulator yang sering digunakan dalam pengolahan air berdasarkan sumber energi
yang digunakan adalah: hidrolis, pnuematis dan mekanis. Secara umum flokulator pneumatis
dan mekanis lebih fleksibel dalam power input. Sedangkan flokulator hidrolis tidak fleksibel
dalam power input, dimana diperlukan lahan yang luas walaupun mempunyai keunggulan pada
sisi yang lain. Kriteria desain untuk masing-masing jenis flokulator disajikan dalam tabel
1.Energi input dari masing-masing jenis flokulator dihitung dengan rumus yang berbeda. Harga
gradien kecepatan mempunyai jangkauan yang hampir sama,antara 20 - 70 / detik. Kecepatan
aliran bervariasi antara 0,5 - 2,5 fps. Tekanan udara yang dibutuhkan untuk flokulator
pneumatis antara 50 - 75 psi.
Tabel. Kriteria desain yang umum digunakan dalam rancangan flokulator.

Dimana:
P = energi yang dibutuhkan, hp;kw
Q = debit, m3/dtk
ρ = massa jenis air, kg/m3
g = kecepatan grafitasi, m/dt2
h = kehilangan tekan, m
Qa = debit udara, m/dtk
CD = koefisien drag
A = luas pengaduk, m2
V = kecepatan aliran, m/dtk

Pada umumnya flokulasi hidrolis mempunyai kekurangan dalam hal fleksibilitas


pengaturan hf yang diperlukan sebagai energi untuk proses. Selain itu pada flokulator hidrolis,
perbedaan kecepatan aliran yang terjadi pada bagian tepidan tengah reaktor sangat besar,
sehingga seringkali flok yang terjadi pecahkembali. Notodarmodjo et al (1998) telah meneliti
kemungkinan penggunaan aliran melalui kerikil sebagai media untuk flokulator dengan hasil
yang sangat baik. Armundito (2000) meneliti lebih jauh kemungkinan penggunaan media
kerikil sebagai flokulator dan memperoleh hasil bahwa ukuran butir kerikil tidak berpengaruh
secara nyata bagi pembentukan flok.

3. Mekanisme kerja unit kation dan anion exchanger , reaksi yang terjadi
 Ion Exchanger
Ion exchanger atau resin penukar ion dapat didefinisikan sebagai senyawa hidrokarbon
terpolierisasi yang mengandung ikatan silang (crosslinking) serta gugus-gugus fungsional yang
mempunyai ion-ion yang dapat dipertukarkan. Sebagai zat penukar ion resin mempunyai
karakteristik yang berguna dalam analisis kimia, antara lain kemampuan menggelembung
(selling), kapasitas penukuran dan selektivitas penukaran. Pada saat dikontakkan dengan resin
penukar ion, maka ion terlarut dalam air akan terserap ke resin penukar ion dan resin akan
melepaskan ion lain dalam kesetaraan ekivalen, dengan melihat kondisi tersebut maka dapat
mengatur jenis ion yang diikat dan dilepas. Sebagai media penukar ion, maka resin penukar
ion harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Kelarutan yang rendah dalam berbagai larutan sehingga dapat digunakan berulang-ulang.
Resin akan bekerja dalam cairan yang mempunyai sifat melarutkan, karena itu harus tahan
terhadap air.

2. Kapasitas yang tinggi, yaitu resin memiliki kapasitas pertukaran ion yang tinggi.

3. Kestabilan fisik yang tinggi, yaitu resin diharapkan tahan terhadap tekanan mekanis tekanan
hidrostatis cairan serta tekanan osmosis.

 Prinsip Penukar Ion


Penukar ion kebanyakan berupa bahan bahan organik, yang umumnya dibuat secara
sintetik. Bahan tersebut sering juga disebut resin penukar ion. Penukar ion mengandung
bagian-bagian aktif dengan ion yang dapat ditukar Bagian aktif semacam itu misalnya adalah:

 Pada penukar kation:


Kelompok-kelompok asam sulfo – SO3 - H+ (dengan sebuah ion H+ yang dapat
ditukar)

 Pada penukar anion:


Kelompok-kelompok amonium kuartener – N- (CH3)3 + OH- (dengan sebuah ion
OH- yang dapat ditukar) Pertukaran ion adalah proses fisika-kimia. Pada proses
tersebut senyawa yang tidak larut, dalam hal ini resin menerima ion positif atau negatif
tertentu dari larutan dan melepaskan ion lain kedalam larutan tersebut dalam jumlah
ekivalen yang sama. Jika ion yang dipertukarkan berupa kation, maka resin tersebut
dinamakan resin penukar kation, dan jika ion yang dipertukarkan berupa anion, makan
resin tersebut dnamakan resin penukar anion.
Contoh reaksi pertukaran kation dan reaksi pertukaran anion disajikan pada reaksi :

Reaksi pertukaran kation:

2NaR (s) + CaCl2 (aq) → CaR(s) + 2 NaCl (aq)

Reaksi pertukaran anion :

2RCl (s) + Na2SO4 → R2SO4(s) + 2 NaCl

Reaksi pertukaran kation menyatakan bahwa larutan yang mengandung CaCl2 diolah
dengan resin penukar kation NaR, dengan R menyatakan resin. Proses penukaran kation yang
diikuti dengan penukaran anion untuk mendapatkan air yang bebas dari ion-ion penyebab
kesadahan.
Konstanta disosiasi air sangat kecil dan reaksi dari H+ dengan OH- sangat cepat. Ketika
semua posisi pertukaran yang awalnya dipegang H+ atau ion OH- yang menempati Na+ atau
Cl- (kation atau anion lain) yang masing-masing resin dikatakan habis. Resin kemudian dapat
diregenerasi dengan ekuilibrasi menggunakan asam atau basa yang sesuai.

4. Filtrasi (Penyaringan)

Proses filtrasi bertujuan untuk menahan zat-zat tersuspensi (suspended matter)


dalam suatu fluida dengan cara melewatkan fluida tersebut melalui suatu lapisan yang
berpori-pori, misalnya : pasir, anthracite, karbon dan sebagainya. Fluida dapat berupa
cairan (zat-zat tersuspensi dalam cairan/slurry) atau gas. Zat-zat tersuspensi dapat
berukuran sangat halus atau kasar, kaku atau kenyal, berbentuk bulat atau sangat tidak
beraturan. Produk yang diinginkan dapat berupa filtrat atau padatan (cake). Pada kondisi
tertentu, filtrasi dapat digunakan untuk proses penjernihan air dengan cara penyaringan
langsung terhadap air baku.

Media penyaring (filter) dapat dioperasikan dengan baik untuk jangka waktu
tertentu, jika pressure drop meningkat sampai batas yang diizinkan, maka harus dilakukan
pembersihan filter dengan cara cuci balik (backwashing). Cuci-balik dilakukan dengan
cara mengalirkan air secara berlawanan arah dengan arah aliran pada saat operasi selama
5 - 10 menit, setelah itu dilakukan pembilasan.
Filter dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan siklus operasinya
batch atau kontinu, produk yang diinginkan filtrat atau cake atau gaya pendorongnya
(driving force). Jenis filter yang dikenal berdasarkan gaya pendorong yang digunakan
antara lain jenis gravity filter dan pressure filter. Pressure filter cukup banyak digunakan
karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
a. sedikit memerlukan tempat
b. pemasangannya mudah, murah dan cepat

5. Pengolahan Internal Air Umpan Boiler

Pengolahan internal air umpan boiler ini bertujuan untuk dapat memahami sistem
pengolahan air umpan boiler secara internal treatment dan dapat menganalisa air sebelum
dan sesudah dilakukan internal treatment. Air yang digunakan sebagai air umpan boiler
harus memenuhi spesifikasi tertentu agar peralatan boiler yang digunakan tidak cepat rusak
(umur pakai lama), efisiensi pembakaran tinggi dan menghasilkan steam dengan kualitas
tinggi. Pengotor yang biasanya harus diperhatikan dalam pengolahan air umpan boiler
adalah padatan terlarut seperti karbonat, klorida dan garam-garam kalsium dan padatan
tersuspensi. Tujuan dan pengolahan air umpan boiler adalah untuk mencegah terbentuknya
terak, mencegah korosi, dan mencegah bawaan lanjut (carry over).Pengolahan air umpan
boiler atau perlakuan internal apabila air mengandung:

a. Air Mengandung Oksigen

Sejumlah oksigen dapat terbawa dalam air umpan ketel meskipun sudah
melewati tahap deaerasi. Kandungan oksigen ini harus dihilangkan untuk mencegah
terjadinya korosi. Bahan kimia untuk menghilangkan oksigen (chemical oxygen
scavenger) yang biasa digunakan adalah natrium sulfit dan hydrazine. Reaksi yang
terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut:

2 Na2SO3 + O2 → 2 Na2SO4

N2H4 + O2 → H2O + N2

Natrium sulfit digunakan pada proses ini karena alasan-alasan seperti: mempunyai
kecepatan reaksi yang cepat pada temperatur rendah, mudah untuk diumpankan dan sisa
yang tidak bereaksi dapat dianalisis dengan mudah.
Hydrazine dapat digunakan untuk menghilangkan oksigen tanpa menambah
jumlah kandungan padatan terlarut atau padatan tersuspensi. Hydrazine hanya dapat
bereaksi dengan oksigen bebas pada suhu tinggi, dan boiler dengan tekanan di bawah
400 psig tidak dapat menggunakan senyawa ini. Hydrazine yang tidak bereaksi akan
menambah kandungan Amonia dan Nitrogen bebas di air boiler. Hydrazine baik
digunakan jika pemakaian Natrium sulfit menghasilkan impurities pada kukus yang
dapatmerusak katalis dan pada tekanan tinggi natrium sulfit akan menambah padatan
terlarut di air boiler. Oleh sebab itu hydrazine lebih banyak dipakai pada plant yang
menggunakan boiler tekanan tinggi. Jumlah hydrazine yang ditambahkan sama dengan
jumlah oksigen terlarut dan berlebih 100 % untuk menjaga agar kandungan minimum
di air umpan tetap sebesar 0,05 - 0,1 ppm. Hydrazine adalah larutan beracun dan harus
ditangani secara hati-hati.

b. Air Mengandung Minyak dan Lemak

Pengolahan air limbah berminyak dengan menggunakan proses konvensional


atau secara proses kimia sulit dilakukan karena limbah tersebut mengandung
konsentrasi suspended solid, COD, kandungan logam, dan minyak yang tinggi. Metode
tersebut belum mampu untuk memisahkan minyak-air secara sempurna dan
membutuhkan proses pengolahan lebih lanjut. Pemurnian air yang bisa menjawab
masalah itu adalah penggunaan membran. Keuntungan dari teknologi membran adalah
bekerja tanpa penambahan zat kimia serta kebutuhan energi yang rendah dan mudah
prosesnya. Proses pemisahannya sangat mudah; membran berfungsi sebagai lapisan
semi-permiabel diantara dua fasa dimana air akan melewati membran sedangkan
susbstansi lainnya akan tertahan.

Aplikasi membran secara langsung menggunakan proses membran sebagai


sistem pengolahan limbah secara fisik yaitu sebagai unit filtrasi (non-biologis). Air
limbah dilewatkan pada membran, kontaminan akan terejeksi menjadi konsentrat
sementara air yang telah terpisah dari kontaminan limbah akan lolos melewati membran
dan keluar dalam bentuk permeat. Permeat yang berasal dari limbah ini dapat digunakan
kembali sebagai air proses sehingga mengurangi kebutuhan pemakaian air baku. Hal
ini dimungkinkan karena proses membran yang digunakan mampu merejeksi
kontaminan-kontaminan berukuran mikron hingga ionik dari air sehingga
menghasilkan air berkualitas yang tidak saja memenuhi standar baku mutu tapi juga
dapat dipergunakan kembali. Proses ini terbukti dapat dilakukan di berbagai sektor
industri.

Secara keseluruhan, pemisahan melalui membran tergantung pada tiga prinsip


dasar, yaitu adsorpsi, sieving, dan fenomena elektrostatis. Mekanisme adsorpsi
berkorelasi dengan zat terlarut dan sifat hidrofobik membran. Proses pemisahan minyak
dan air, menggunakan prinsip perbedaan tekanan yang disebabkan sifat yang berbeda
pada dua materi yang berbeda. Proses pemisahan membran dengan perbedaan tekanan
terdiri dari mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis.

Mikrofiltrasi (MF) mengacu pada proses filtrasi yang menggunakan membran


berpori untuk memisahkan partikel tersuspensi dengan diameter antara 0,1 dan 10 μm.
Ultrafiltrasi (UF) adalah filtrasi membran dimana tekanan hidrostatik memaksa cairan
menembus membran semipermeabel sehingga padatan tersuspensi dan pelarut dengan
berat molekul tinggi tertahan, sedangkan air dan pelarut dengan berat molekul rendah
melewati membran Sedangkan, nanofiltrasi adalah proses filtrasi membran yang relatif
baru yang sering digunakan untuk pemurnian air dengan jumlah total padatan terlarut
yang sedikit seperti air permukaan dan air tanah dengan tujuan untuk softening
(penyisihan kation polivalen) dan penyisihan produk samping disinfektan seperti zat
organik alam dan sintetik. Reverse osmosis bergantung pada tekanan eksternal yang
diaplikasikan pada larutan untuk melawan tekanan osmotiknya. Sehingga hasilnya
adalah perpindahan air dari larutan hipertonik ke larutan hipotonik.

Di antara keempat jenis membran tersebut, ultrafiltrasi adalah salah satu


pengolahan air limbah berminyak yang paling efektif. Dibandingkan dengan metode
pemisahan konvensional, UF memiliki efisiensi penyisihan minyak yang lebih tinggi,
tanpa penambahan bahan kimia dan biaya energi yang rendah. Membran mikrofiltrasi
dapat digunakan untuk memperoleh kembali surfaktan dalam permeat. Membran ini
menghasilkan fluks yang tinggi, tetapi memiliki risiko minyak menerebos membran.
Jika kandungan garam dalam air limbah berminyak terlalu tinggi, dapat digunakan
membran reverse osmosis dan nanofiltrasi. Selain proses membran tersebut, forward
osmosis (FO) juga dapat digunakan untuk pengolahan air limbah berminyak. Tidak
seperti nanofiltrasi dan reverse osmosis, proses ini membutuhkan tekanan hidrolik yang
sangat rendah dan beberapa keuntungan yang berpotensi seperti, kecenderungan fouling
yang rendah, penghilangan fouling yang lebih mudah dan pemurnian air yang lebih
tinggi.
c. Air Mengandung Gas Terlarut

Proses aerasi dapat digunakan untuk menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam air
terutama yang bersifat korosif. Contoh gas seperti ini adalah CO2 yang dapat
menurunkan pH air sehingga membantu proses korosi pada logam. Proses penghilangan
gas akan makin baik dengan :

 kenaikan temperatur

 lamanya waktu kontak

 makin luasnya permukaan kontak antara air dengan udara

 banyaknya volume gas yang kontak dengan air

Anda mungkin juga menyukai