Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

TUBERKULOSIS PARU

Oleh:
KELOMPOK 5
Nur Fadhilah Rahmah (C11114104)
B. Ayu Adhitya A. (C11114344)
Suhud Dwi Wahyudi (C11114342)
Farnida Jamhal (C11114095)
Nindy Agista Kasim (C11114369)
Dwi Nurviana Basri (C11113510)

Residen Pembimbing :
dr. Wensri Sevni Kurniawati

Supervisor Pembimbing :
Dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K)., M.Med.Ed

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nur Fadhilah Rahmah (C11114104)
B. Ayu Adhitya A. (C11114344)
Suhud Dwi Wahyudi (C11114342)
Farnida Jamhal (C11114095)
Nindy Agista Kasim (C11114369)
Dwi Nurviana Basri (C11113510)

Judul Laporan Kasus:


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2018


Konsulen, Pembimbing,

Dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K)., M.Med.Ed dr. Wensri Sevni


Kurniawati

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Bachtiar Murtala, Sp.Rad(K)

2
BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1.IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. TL
No. RM : 842652
Tanggal Lahir : 01/03/1935
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang batu
Tanggal Masuk : 09/05/2018

1.2.RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis
Keluhan Utama: Batuk
Anamnesis Terpimpin:
Pasien datang dengan keluhan batuk yang dirasakan sejak ssejak 5 bulan
terakhir, dahak ada berwarna putih kehijauan, kadang disertai bercak darah.
Tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak. Demam kadang-kadang dirasakan,
pasien juga sering berkeringat pada malam hari. Nafsu makan kurang, rasa
mudah lelah, penurunan badan tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu:
o Riwayat kontak dengan penderita Tuberculosis disangkal
o Riwayat minum OAT disangkal
o Riwayat DM tidak ada
o Riwayat hipertensi tidak ada
o Riwayat penyakit jantung tidak ada
o Riwayat merokok tidak ada (perokok pasif)
o Riwayat jatuh disangkal
o Riwayat operasi hernia 6 bulan yang lalu
o Riwayat operasi prostat 4 bulan yang lalu

3
1.3.PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : Sakit sedang / Gizi kurang / Compos mentis (GCS 15:
E4M6V5)
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36.8 °C
Pernapasan : 20 x/menit
Sp02 : 97% (tanpa menggunakan oksigen)
Skala nyeri : 4 VAS

Kepala dan Leher


Kepala : Normocephal, rambut hitam, sulit dicabut.
Mata : Pupil isokor, Konjungtiva pucat tidak ada, sklera ikterik tidak
ada. Udem palpebra tidak ada
Leher : Kaku kuduk tidak ada Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, DVS
R+1 cmH2O
THT : pharynx, tonsil, lidah dalam batas normal

Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada saat statis maupun dinamis
Palpasi : massa tidak ada, nyeri tekanan tidak ada, Vocal fremitus sama
pada kedua paru
Perkusi : sonor di kedua hemithorax
Auskultasi: ronkhi ada pada ICS VI linea axillaris anterior hemithorax dextra,
wheezing tidak ada

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Pekak,

4
 Batas atas jantung ICS II Dextra
 Batas kanan jantung ICS IV linea midclavicularis dextra
 Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S I/II regular, murmur tidak ada

Abdomen
Inspeksi : permukaan datar dan ikut gerak napas, tidak terdapat
jaringan parut dan dilatasi vena, tidak tampak pembesaran
organ/massa
Palpasi : tidak ditemukan nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani, tidak ditemukan ascites
Auskultasi : peristaltik kesan normal

Ekstremitas
Inspeksi : tidak ditemukan wasting, edema pretibial dan clubbing

finger

Palpasi : akral hangat, CRT <2detik

1.4.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Sputum 14/05/2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Pewarnaan BTA 1 Negatif Negatif

Pewarnaan BTA 2 Positif (1+) Negatif

Pewarnaan BTA 3 Positif (1+) Negatif

5
Laboratorium 14/05/2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 4.35 4.00-10.0

RBC 3.68 4.00-6.00

HGB 9.1 12.0-16.0

HCT 29.2 37.0-48.0

MCV 79.3 80.0-97.0

MCH 24.7 26.5-33.0

MCHC 31.2 31.5-35.0

PLT 270 150 – 400

NEUT 75.1 52.0-75.0

LYMPH 8.7 20.0-40.0

MONO 12.6 2.00-8.00

EO 3.4 1.00-3.00

BASO 0.2 0.00-1.00

6
1.5.PEMERIKSAAN RADIOLOGI
18/03/2018

Foto Thorax AP (Asimetris)


▪ Klinis : Suspek TB Paru

Foto Thorax AP (asimetris)

- Bercak berawan pada kedua lapangan atas paru terutama kanan


dengan bintik kalsifikasi
- Cor : Kesan membesar, aorta dilatasi dan elongasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang yang tervisualisasi kesan intak

Kesan :

TB paru lama aktif lesi luas

Cardiomegaly dengan dilatation et elongatio aortae

7
1.6.DIAGNOSIS
Tuberkulosis paru bakteriologis kasus baru

1.7.RESUME KLINIS

Pasien datang dengan keluhan batuk yang dirasakan sejak ssejak 5 bulan
terakhir, dahak ada berwarna putih kehijauan, kadang disertai bercak darah.
Tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak. Demam kadang-kadang dirasakan,
pasien juga sering berkeringat pada malam hari. Nafsu makan kurang, rasa
mudah lelah, penurunan badan tidak ada.
Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan GCS E4M6V5
dengan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 86x/menit, pernafasan 20x/menit,
suhu 36.8°C dengan saturasi 97% tanpa modalitas oksigen. Pada
pemeriksaan thoraks ditemukan pergerakan dinding dada simetris baik statis
maupun dinamis. Nyeri tekan, vokal fremitus, dan perkusi dalam batas
normal. Pada auskultasi ditemukan ronki pada ICS VI linea axillaris anterior
dextra.
Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 09/05/2018 didapatkan adanya
bercak berawan pada kedua lapangan atas paru terutama pada paru kanan
dengan bintik kalsifikasi, cor kesan membesar dengan dilatasi serta elongasi
aorta.

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SISTEM PERNAPASAN


Sistem pernapasan (respirasi) terdiri dari beberapa organ, yakni
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Secara fungsional,
istem respirasi terdiri dari dua bagian. (1) Zona konduksi terdiri dari hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis;
fungsinya untuk menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara dan
menghantarkannya ke paru-paru. (2) Zona respirasi terdiri dari jaringan pada
paru dimana pertukaran gas terjadi. Organ ini termasuk bronkiolus respirasi,

duktus alveolar, saccus alveolar, dan alveolus.


Fungsi dari sistem respirasi ialah :
1. Menyediakan pertukaran gas : Intake O2 untuk sel-sel tubuh dan
pengeluaran CO2 yang dihasilkan oleh sel tubuh,
2. Membantu regulasi pH darah.
3. Terdiri dari reseptor indera pembau, menyaring udara yang dihirup,
menghasilkan suara (fonasi), dan mengekskresikan sejumlah kecil air dan
kalor.

2.1.1 Anatomi Paru

Paru-paru merupakan sepasang organ respirasi pada cavum thorax.


Organ ini dipisahkan oleh jantung dan beberapa struktur lainnya yang

9
terdapat di mediastinum, yang membagi cavum thorax menjadi dua ruang
yang berbeda. Akibatnya, bila terdapat trauma yang menyebabkan satu paru
untuk kolaps, paru yang lain masih tetap mengembang. Tiap paru ditutupi dan
dilindungi oleh membran serosa yang disebut pleura. Lapisan terluar, disebut
pleura parietal, berada pada cavum thorax, lapisan dalam, pleura visceralis,
membungkus paru-paru. Di antara pleura visceral dan parietal, terdapat ruang
kecil, yakni cavum pleura, yang terdiri dari sejumlah kecil cairan pelumas
yang disekresikan oleh membran tersebut. Cairan ini mengurangi gesekan
antara kedua membran, sehingga dapat bergerak dengan mudah selama
bernapas.

2.1.2.Fisiologi Paru

Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit


(bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama
(trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli)
yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida
dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta
alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut
dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (McArdle, 2006).

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat


mekanisme dasar, yaitu:

1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer

2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah

3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel

4. Pengaturan ventilasi

Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam,
penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan
dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi

10
semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk
sewaktu bernafas dalam dan volume udara bertambah

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan


volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5
mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi
menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih
mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit
negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil
menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru
dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang
menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat


elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.

Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari


alveol ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam
paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya
adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.

11
2.2 Foto X-Ray Thorax Normal
Pertama-tama harus dinilai kualitas foto thorax, dengan cara: (Royal

college of Radiology,2007)

1. Mencakup seluruh lapangan paru.

Gambar 2.3 Inklusi yang baik


Sumber : (Royal college of Radiology,2007)

Foto thorax yang baik mencakup daris apex paru hingga sinus

costophrenicus.

2. Proyeksi.

• Postero-anterior (PA) : keadaan berdiri, dengan sinar melewati

pasien dari posterior ke anterior. Film diletakkan di anterior.

• Antero-posterior (AP) : keadaan duduk/berbaring, dengan sinar

melewati pasien dari anterior ke posterior. Film diletakkan di

posterior. Pada foto PA, scapula berada di luar lapangan paru dan

12
terlihat udara bebas di lambung. Pada foto AP, scapula berada di

dalam lapangan paru serta terjadi magnifikasi ukuran jantung.

Gambar 2.4 Arah sinar pada foto PA dan AP


Sumber : Royal college of Radiology,2007
3. Simetris.

Gambar 2.5 Menilai rotasi


Sumber : Royal college of Radiology,2007

13
Processus spinosus terlihat tepat ditengah kedua sendi sternoklavikula

4. Inspirasi cukup.

Gambar 2.6 Menilai kecukupan inspirasi


Sumber : Royal college of Radiology,2007

Pada linea midclavicularis diafragma bertemu dengan costa 5-7 anterior.

5. Pajanan mencukupi. Kontur jantung terlihat tajam, pembuluh darah di

sekitar hilus terlihat dengan jelas, dan terlihat corpus vertebra hingga VT3

hingga VT4.

Kemudian memulai analisis foto X-Ray thorax yang

sesungguhnya:( Eastman,2009)(Royal college of Radiology,2007)

1. Kontur diafragma. Normalnya batas kontur diafragma terlihat jelas

dan sulkus kostofrenikus memiliki ujung yang tajam. Kontur

diafragma yang tidak dapat terlihat dengan jelas menandakan adanya

14
proses tertentu pada lobus inferior paru hemidiafragma yang

bersangkutan.

2. Batas pleura: ikuti batas pleura hingga ke apex paru, nilai

ada/tidaknya penebalan atau iregularitas pada pleura, serta posisi yang

abnormal dari pleura (seperti pada pneumothorax).

3. Parenkim paru: densitas radiografis pada paru kiri dan kanan pada

keadaan normal terlihat homogen dan simetris. Nilai paru dengan

membagi menjadi tiga lapangan paru: lapangan paru atas, tengah, dan

bawah. Periksa juga fissura minor yang memisahkan lobus superior

dengan medius paru kanan.

4. Mediastinum superior: nilai posisi trakea, konfigurasi aorta, kaliber

vena azygos, serta carina.

5. Hilum: hilum kiri terletak lebih tinggi dari hilum kanan akibat a.

Pulmonalis kiri yang melintas di atas bronkus prinsipalis sinistra. Nilai

juga ukuran dan pergeseran hilum serta jendela aortopulmonal.

6. Mediastinum inferior: nilai batas-batas jantung. Kontur jantung kanan

berdekatan dengan lobus medius, kontur kiri berdekatan dengan

lingula, sehingga dapat diperkirakan letak proses yang terjadi apabila

kontur tersebut tidak jelas. Ukur juga CTI (normal PA<0.5, AP<0.56).

7. Jaringan lunak: payudara, emfisema subkutis, dan tanda-tanda

swelling.

8. Tulang: pada foto thorax dapat dinilai klavikula, tulang belakang, iga,

skapula, dan sendi bahu.

15
Gambar 2.7 Struktur pada foto X-Ray thorax.
Sumber : Eastman, 2009

2.3 DEFINISI

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama


menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel
yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara

2.4 ETIOLOGI

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh


kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain
sebagai berikut :

1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron


2. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen

16
3. Memerlukan biakan khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa
4. Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan
dibawah mikroskop
5. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4˚C sampai minu 70˚C
6. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan ultraviolet
7. Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit
8. Dalam dahak dalam suhu antara 30-37˚C akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu
9. Kuman dapat bersifat dormant (“tidur”/tidak berkembang)

2.4 PATOFISIOLOGI

Untuk lebih memahami berbagai aspek tuberkulosis, perlu diketahui


proses patologik yang terjadi. Batuk yang merupakan salah satu gejala
tuberkulosis paru, terjadi karena kelainan patologik pada saluran
pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman tersebut bersifat sangat
aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di daerah apeks
karena pO alveolus paling tinggi.

Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi


jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat
sel makrofag. Respons awal pada jaringan yang belum pernah terinfeksi
ialah berupa sebukan sel radang, baik sel leukosit polimorfonukleus (PMN)
maupun sel fagosit mononukleus. Kuman berproliferasi dalam sel, dan
akhirnya mematikan sel fagosit. Sementara itu sel mononukleus bertambah
banyak dan membentuk agregat. Kuman berproliferasi terus, dan
sementara makrofag (yang berisi kuman) mati, sel fagosit mononukleus
masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang baru terlepas. Jadi
terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus yang intensif dan

17
berkesinambungan. Sel monosit semakin membesar, intinya menjadi
eksentrik, sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak pucat, disebut sel
epiteloid. Sel-sel tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa
jaringan diantaranya, namun tidak ada ikatan interseluler dan bentuknya
pun tidak sama dengan sel epitel.

Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan
sebagian sel datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar
di tepi) dan sebagian berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam
sitoplasma).

Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma,
kapiler dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut
perkijuan, dan jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba
berkurang. Granuloma dapat mengalami beberapa perkembangan , bila
jumlah mikroba terus berkurang akan terbentuk simpai jaringan ikat
mengelilingi reaksi peradangan. Lama kelamaan terjadi penimbunan
garam kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk
konsentrik maka disebut cincin Liesegang. Bila mikroba virulen atau
resistensi jaringan rendah, granuloma membesar sentrifugal, terbentuk
pula granuloma satelit yang dapat berpadu sehingga granuloma membesar.
Sel epiteloid dan makrofag menghasilkan protease dan hidrolase yang
dapat mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi granuloma mencair, kuman
tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi perluasan penyakit.

Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah
terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah
terinfeksi sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan
disertai nekrosis jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tretahan dan
penyebaran infeksi terhalang. Ini merupakan manifestasi reaksi
hipersensitivitas dan sekaligus imunitas.

18
2.5 GAMBARAN RADIOLOGI

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas

indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto

toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk

(multiform).

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah

 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular

 Bayangan bercak milier

 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

 Fibrotic

 Kalsifikasi

 Schwarte atau penebalan pleura

19
Gambar 2.8 TB tenang dengan garis

fibrotik dan bintik kalsifikasi (Suton, 2003)

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan

dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif):

 Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang

terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan

prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra

torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti

 Lesi luas ( Wibisono, 2010)

a. TB primer

Kasus terbanyak terjadi pada anak-anak, namun insidennya

meningkat pada dewasa. Gambaran radiologi utamanya :

- Anak-anak

 Terdapat gambaran limfadenopati pada hilar dan atau mediastinum

90-95% kasus

 Konsolidasi pada lobus atas paru atau lobus bawah 70%

 Efusi pleura 5-10%

 Gambaran miliary disease 3%

-Dewasa

20
 Gambaran limfadenopati pada hilar dan atau mediastinum 10-30%

kasus

 Konsolidasi pada lobus atas paru atau lobus bawah 90%

 Efusi pleura 30-40%

 Gambaran miliary disease 5%

Gambar 2.9 TB primer dengan konsolidasi dan limfadenopati pada

wanita 26 tahun. Gambaran PA menunjukkan konsolidasi pada bagian

tengah kanan dan paru bagian bawah. Tampak pada limfadenopati pada

paratracheal kanan disertai dengan bagian trakea yang menyempit ( tanda

panah ).

21
Gambar 2.10 TB primer dengan limfadenopati pada wanita 38 tahun. A.

CXR menunjukkan pelebaran pada regio paratracheal kanan (tanda panah).

B CT scan didapatkan pada level setinggi pembuluh darah besar pelebaran

bilateral limfonodus paratracheal (tanda panah ) dengan nekrosis sentral

pada atenuasi yang rendah dan penebalan tepi perifer. C. CT-scan pada

level hilum kanan menggambarkan pelebaran limfonodus pada regio

subcarinal (tanda panah) dan hilum kanan (mata panah)dengan

karakteristik yang sama seperti yang dijelaskan pada B.(Muller, 2007)

b. TB Post Primer

Gambaran radiologi utama pada TB post primer terdiri dari gambaran

focal atau konsolidasi inhomogen (bercak berawan) pada segmen apical dan

22
posterior pada lobus atas dan segmen superior pada lobus bawah. Gambaran

lain ditemukan nodul-nodul dan garis-garis linear ( fibronodular TB ).

Gambaran radiologi CXR

 Dominan padasegmen apikal dan posterior pada lobus atas


 Konsolidasi inhomogen atau ( bercak berawan )

 Gambaran nodular dengan scar ( fibronodular )

Biasa disertai dengan :

 Cavitas 20-45%
 Nodul dengan diameter 4-10mm , jauh dari fokus primer 20-25%

 Limfadenopati pada hilar dan atau mediastinum 5-10%

 Efusi pleura 15-25%

Gambar 2.11 TB post primer dengan penyakit progresif pada pria 30 tahun

dengan MDR. A. CXR awal ditemukan konsolidasi yang mengandung

cavitas pada lobus kanan atas dan beberapa nodul ( tanda panah ) pada

kedua paru. B. follow up CXR setelah 2 bulan bandingkan dengan gambar

(A) yang menunjukkan peningkatan corakan lesi pada kedua paru dengan

konsolidasi dan nodul-nodul (Muller ,2007)

23
2.6 PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Paduan pengobatan OAT-FDC terdiri dari :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap
lanjutan). Diberikan kepada: a. Penderita baru TBC paru BTA
positif. b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada :

a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakuka dengan cara :
 Terapi pencegahan
 Diagnosis dan pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah
penularan
Terapi pencegahan :
Kemoprofilaksis diberikan kepada penderita HIV atau AIDS. Obat yang
digunakan pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg
/ kg BB (tidak lebih dari 300 mg ) sehari selama minimal 6 bulan.

24
2.7 DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem
pernapasan dimana alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru
yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau
parasit. Foto thorax dapat menampakan daerah opak(terlihat putih) yang
menggambarkan konsolidasi. Foto thorax juga digunakan untuk evaluasi
adanya komplikasi dari pneumonia
Abnormalitas radiologis pada pneumonia disebabkan karena pengisian
alveoli oleh cairan radang berupa : opasitas / peningkatan densitas (
konsolidasi ) disertai dengan gambaran air bronchogram
Bila di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran radiologis
negatif, maka ulangan foto toraks harus diulangi dalam 24-48 jam untuk
menegakkan diagnosis.

Gambar 2.1 pneumoni pada lobus bawah dextra

2. bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang
berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.

25
Gambaran radiologi berupa, jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak putih pada foto
rontgen, pada bronkopneumonia bercak tersebar (difus) mengikuti
gambaran alveoli ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi
terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil

Gambar 2.2. Bronkopneumoni pada lobus bawah posterior

3. bronchitis kronis
Gambaran radiologi yang mendukung adanya bronchitis kronik
adalah dengan ditemukannya gambaran “dirty chest”. Hal ini ditandai
dengan terlihatnya corakan bronkovaskular yang ramai. Gambaran
opasitas yang kecil mungkin akan terlihat pada semua tempat di seluruh
lapangan paru namum penilaian gambaran ini bersifat subjektif.

26
Gambar 2.3. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan bronkuvaskular yang
ramai hingga menuju percabangan perifer di paru

4. abses paru
Abses paru adalah nekrosis jarinagn paru dan pembentukan
erongga yang berisi sebukan nekrosis atau cairan yang disebabkan oleh
mikroba.

Gambar 2.4. Air fluid level pada abses paru

27
5. tumor paru
Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari saluran pernapasan
(bronkus, bronkiolus, alveolus) dan parenkim paru.

Gambar 2.5. Tumor Pancoast merupakan kanker pada lobus atas yang telah mengenai
pleura dan struktur yang berdekatan seperti iga. Gambar di bawah ini menunjukan
gambaran tumor pancoast pada bagian apeks paru kanan.

2.8 KOMPLIKASI
1. Pneumotoraks : Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau
gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
2. Efusi pleura :Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga
(kavum) pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat
0-20 cc cairan. Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura
atau Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura
dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
3. Batuk darah
4. Gagal napas
5. Gagal jantung

28
referensi
dila
1. NHLBI. National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI).
[Online] 2009. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-
topics/topics/brnchi/.

2. Albert. Diagnosis and treatment of acute bronkitis.. 2010, Am Fam


Physician, Vol. 11, pp. 1345-1350.

3. Cohen, Jonathan, Powderly, William. Infectious Diseases, 2nd ed.


2. Mosby : Elsevier, 2004.

4. Soeparman Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. 1999. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.hal: 695-705
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1.2010 .
Jakarta
6. PDPI
farnida dan ayudu
PDPI

nindy
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes RI

suhud dan kak dwi?

29

Anda mungkin juga menyukai