Anda di halaman 1dari 13

EKSTRAKSI KARAGENAN

Oleh :
Nama : Afra Nabila
NIM : B1A015087
Kelompok : 4
Rombongan : I
Asisten : Diah Nanda Utari

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang diekstrak dari rumput laut


spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (rumput laut merah). karaginan merupakan
hasil metabolisme primer dari rumput laut sebagai senyawa polisakarida yang
disusun dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α (1,3) D-galaktosa dan β (1,4)
3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik yang mengandung ester sulfat atau
tanpa sulfat. Karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks
intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat
kering rumput laut dibandingkan dengan komponen lain. Karaginan memiliki sifat
sebagai gelling agent antara lain pH, stabilitas, viskositas, pembentukan gel, dan
reaktifitas dengan protein. Sifat yang dimiliki karaginan tersebut banyak
dimanfaatkan sebagai stabilisator, thickener, pembentuk gel dan pengemulsi yang
digunakan dalam bidang industri makanan, obat-obatan, tekstil, kosmetik, dan
industri lainnya (Nuansa et al., 2017).
Tiga jenis karaginan komersial yang paling penting adalah karagenan iota,
kappa dan lambda dalam (Wiratmaja et al., 2011).
1. Iota karaginan (ι-karaginan)
Dapat ditemukan di Euchema spinosum dan merupakan karaginan yang
paling stabil pada larutan asam serta membentuk gel yang kuat pada larutan yang
mengandung garam kalsium. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester
pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan
3,6-anhidro-D galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses
pemberian alkali seperti kappa karaginan.
2. Kappa karaginan (κ-karaginan)
Menyusun 60% dari karaginan pada Chondrus crispus dan mendominasi pada
Euchema cottonii. Kappa karaginan membentuk gel yang kuat pada larutan yang
mengandung garam kalium. Kappa karaginan tersusun dari
α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6 anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis ini
juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat
ester.
3. Lambda karaginan (λ-karaginan)
Merupakan komponen utama pada Gigartina acicularis dan Gigatina
pistillata dan menyusun 40% dari karagenan pada Chondrus crispus. Lambda
karaginan yang kedua paling stabil setelah iota karaginan pada larutan asam, namun
pada larutan garam, karaginan ini tidak larut dan juga lambda karaginan ini berbeda
dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki residu disulfat α (1-4)
D-galaktosa, sedangkan kappa dan iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat
ester.
Terdapat 23 jenis rumput laut dari jenis yang tersebar di perairan pantai yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu jenis rumput laut yang cukup potensial
dan banyak dijumpai di perairan Indonesia adalah Eucheuma spinosum (termasuk
alga merah) yang dapat menghasilkan karaginan. Karaginan adalah campuran yang
kompleks dari beberapa polisakarida. Karaginan pada industri dipakai sebagai
stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah
kristalisasi dalam industri makanan ataupun minuman, farmasi dan kosmetik.
Rumput laut diketahui kaya akan essential seperti enzim, asam nukleat, asam amino,
mineral, trace elements, dan vitamin A, B, C, D, E dan K. Rumput laut (seaweeds)
atau yang biasa juga disebut ganggang (algae) merupakan tumbuhan berklorofil
dimana seluruh bagian tanaman dapat menyerupai akar, batang, daun, atau buah
semuanya disebut talus. Beberapa produk yang menggunakan karaginan adalah jeli,
jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget dan produk
susu. Karaginan juga digunakan di industri kosmetika, tekstil, cat, obat dan pakan
ternak (Hudha et al., 2012). Menurut Diharmi et al. (2017), karagenan memiliki nilai
ekonomi yang relatif tinggi karena fungsinya sebagai zat penstabil dan agen
pembentuk tekstur pada makanan, untuk mengendalikan pelepasan eksipien dan
komponen obat-obatan, dan juga sebagai anti-tumor dan imunomodulator,
antikoagulan, dan antivirus.
Eucheuma spinosum merupakan rumput laut dari kelompok Rhodopyceae (alga
merah) yang mampu menghasilkan karaginan. Ciri-ciri rumput laut jenis Eucheuma
spinosum yaitu memiliki thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing atau
tumpul, dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang tersusun
berputar teratur mengelilingi cabang, lebih banyak dari yang terdapat pada
Eucheuma cottonii. Ciri-ciri lainnya mirip seperti Eucheuma cottoni. Jaringan tengah
terdiri dari filamen tidak berwarna serta dikelilingi oleh sel-sel besar, lapisan korteks,
dan lapisan epidermis (luar). Pembelahan sel terjadi pada bagian apikal thallus.
Eucheuma spinosum memiliki klasifikasi sebagai berikut (Alam, 2011):
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species :Eucheuma spinosum

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui hasil rendemen dan proses
ekstraksi karagenan dari rumput laut Eucheuma spinosum.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kompor, panci, nampan,
spatula pengaduk, kain saring, gelas ukur, masker, dan gloves.
Bahan – bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah KOH 10%, NaOH
10%, Akuades, KCl 5%, dan Eucheuma spinosum.
B. Metode

Rumput laut ditambah akuades 500 mL ditambah NaOH 10% 20 mL

Direbus 15 menit

Ditambah 20 mL KOH 10%. Direbus 10 menit

Ditambah akuades 200 mL dan 20 mL KCl 5%

Direbus 10 menit

Dituang di nampan, kemudian dijemur


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Hasil rendemen karagenan rombongan I

Kelompok Rendemen Karagenan

1 1,03

2 1,52

3 0,97

4 1,20

Gambar 3.1.
Gambar 3.2. ditambah Gambar 3.3. Direbus
Perebusan rumput laut
NaOH 10% 20 mL selama 15 menit
+ aquades 500 mL

Gambar 3.4. Ditambah Gambar 3.6. Ditambah


Gambar 3.5. Ditambah
20 mL KOH 10% dan 20 mL KCl 5% dan
akuades 200 mL
direbus 10 menit direbus 10 menit
Gambar 3.6. Dijemur
Gambar 3.7.Dituang di Gambar 3.6. Disaring
nampan

Gambar 3.6. Hasil ekstraksi


yang sudah kering

Perhitungan rendemen karagenan

1,20 - 0,9 = 0,3 gram


Produk akhir (g)
Rendemen (%) = x 100%
Bahan baku (g)

0,3
= x 100%
50
= 0,6%
B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum ekstraksi karagenan, didapatkan hasil persentase


rendemen karagenan dari kelompok 4 rombongan I sebesar 0,6%. Hasil yang didapat
tidak terlalu banyak karena disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu
waktu yang digunakan untuk proses ekstraksi karaginan. Menurut Ega et al., (2015)
waktu ekstraksi yang lama sudah mampu melarutkan karaginan dari dinding sel
rumput laut secara sempurna, karena hampir sebagian besar rumput laut larut
sempurna selama proses ekstraksi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zainuddin
(2012), yang menyatakan bahwa semakin lama proses ekstraksi, maka semakin besar
pula efek pemanasan yang ditimbulkan sehingga memaksimalkan terjadinya
permeabilitas dinding sel. Peningkatan permeabilisasi dinding sel tersebut dapat
berperan dalam mempercepat proses reaksi, meningkatkan laju difusi senyawa
melewati dinding sel, dan meningkatkan rendemen ekstraksi senyawa dan cairan dari
dalam sel. Menurut Ega et al., (2016) Konsentrasi KOH juga berpengaruh nyata
terhadap rendemen karaginan. Terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi KOH
semakin tinggi rendemen karaginan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan adanya
pengaruh bahan pengekstrak dan suhu ekstraksi, semakin tinggi konsentrasi KOH
semakin tinggi rendemen karaginan.
Rumput laut diekstraksi menurut metoda Rotbart et al. (1988). rumput laut
yang telah kering, kadar air sekitar 20%, ditimbang sebanyak 1000 gram kemudian
direndam dalam air pengekstrak (1:50 B/V) selama 16 jam. Selanjutnya rumput laut
dimaserasi pada suhu 60ºC selama 1 jam, kemudian ditambahkan Ca(OH)2 dengan
perbandingan 0.2 g/g rumput laut. Suhu ekstraksi dihitung setelah suhu larutan
mencapai 90-95ºC selama 3 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, dilakukan proses
penyaringan dengan filterpress. Sebelum disaring ditambahkan cellite dengan
konsentrasi 2% (b/v) ke dalam rumput laut yang sedang diekstrak dan diaduk aduk
selanjutnya dilakukan penyaringan saring dalam keadaan panas. Filtrat yang
dihasilkan ditampung dan dibiarkan semalam. Kemudian pH filtrat diturunkan
sampai pH 9 dengan HCL 5%. Selanjutnya dilakukan presipitasi dengan etanol
dengan perbandingan (filtrat : etanol 1 : 1). penambahan etanol bertujuan untuk
menarik serat-serat karagenan. Selanjutnya disaring dan dikeringkan pada suhu
kamar dan setelah kering kemudian digiling sehingga diperoleh karagenan.
Rendemen karagenan dihitung berdasarkan rasio berat karagenan yang dihasilkan
dengan berat rumput laut kering. Menurut Suwandi (1992), ekstraksi biasanya
mendekati suhu didih yaitu sekitar 90 – 95 oC selama satu sampai beberapa jam.
Volume air yang digunakan dalam ekstraksi sebanyak 30 - 40 kali dari berat rumput
laut. Larutan basa misalnya larutan KOH ditambahkan sampai pH larutan mencapai
8-9 supaya diperoleh suasana netral. Larutan KOH berfungsi untuk melisiskan
dinding sel. Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara
penyaringan dan pengendapan. Karaginan disaring dan berikan NaCl 0,05%
sebanyak 50 ml selama 15 menit yang berfungsi untuk mempercepat proses
pengendapan karaginan. KCl berfungsi untuk pengentalan, H2O2 berfungsi untuk
mencerahkan dan akuades sebagai pelarut.
Menurut Rahayu et al (2004), beberapa larutan yang dipakai dalam ekstraksi
karaginan memiliki fungsi yang berbeda-beda diantaranya:
1) KOH 10% berfungsi untuk merusak dinding sel dan meningkatkan pH.
2) KCl 5% berfungsi untuk meningkatkan kekentalan gel.
3) H2O2 6% berfungsi untuk mencerahkan warna rumput laut.
4) Akuades juga dibutuhkan dalam proses ini yaitu sebagai pelarut.
Menurut Rahayu et al., (2004) mutu karaginan dapat ditentukan oleh jenis
rumput laut, daerah budidaya, cara ekstraksi dan metode pemisahan karaginan.
Standar mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture
Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European Economic
Community (EEC). Menurut Ariyza (2005), standar mutu karaginan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel1. Standar mutu karaginan
Spesifikasi FAO FCC EEC
Zat volatil (%) Maks. 12 Maks. 12 Maks. 12
Sulfat (%) 15-40 18-40 15-40
Kadar abu 15-40 Maks.35 15-40
Viskositas Min. 5 - -

Kadar Abu Tidak Larut Asam (%) Max 1 Maks.1 Maks.2


Logam Berat : Maks. 10 Maks.10 Maks.10
Pb (ppm)
As (ppm) Maks. 3 Maks. 3 Maks.3
Cu (ppm) - - Maks.50
Zn (ppm) - - Maks.25
Kehilangan karena pengeringan Maks. 12 Maks. 12 -
(%)
Perbedaan rata-rata kandungan karaginan pada setiap perlakuan kedalaman ini
diduga masih dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik ekologis masing-masing
kolom perairan baik itu faktor fisika, faktor kimia, maupun faktor ekologis lainya.
Jumlah karaginan bervariasi sesuai dengan faktor-faktor ekologis seperti cahaya,
nutrisi, gelombang dan suhu, selain itu dipengaruhi pula oleh gelombang, dukungan
pertukaran ion, dan kandungan air pada saat pengeringan. Kisaran suhu pada
penelitian adalah 28-30 C. Keadaan suhu perairan laut banyak ditentukan oleh
penyinaran matahari dan pola suhu di perairan laut pada umumnya makin ke bawah
makin dingin. kisaran pH yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah yang
cenderung basah, pH yang sangat sesuai untuk budidaya rumput laut adalah berkisar
antara 7,0 – 8,5. Salinitas yang cocok untuk budidaya rumput laut jenis ini berkisar
antara 30 % atau lebih. Kebanyakan makroalga atau rumput laut mempunyai
toleransi yang rendah terhadap perubahan salinitas. Salinitas yang optimum dapat
membuat rumput laut tumbuh dengan optimal, karena keseimbangan fungsi
membran sel terjaga, terutama dalam mengatur tekanan osmosis yang ada dalam
rumput laut dengan cairan lingkungannya. Keseimbangan ini akan memperlancar
penyerapan unsur hara sebagai nutrisi yang menunjang fotosintesis sehingga
pertumbuhan rumput laut akan optimal. Kecepatan arus yang ideal untuk budidaya
Eucheuma adalah 20-40 cm/dtk. Gerakan air yang cukup menyebabkan
bertambahnya oksigen dan zat hara dalam air serta dapat membersihkan kotoran
yang menempel pada talus rumput laut. Permukaan talus yang bersih memudahkan
rumput laut untuk menyerap nutrisi dan sinar matahari sehingga proses fotosintesis
berjalan dengan baik (Fikri et al., 2015).
Penelitian mengenai karagenan semakin berkembang pada saat ini, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Nuansa et al. (2017), yang menggunakan refined
kappa karagenan sebagai bahan untuk membuat edible film. Bahan makanan pada
umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas. Salah satu cara
untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan
yang tepat. Salah satu bahan pengemas yaitu plastik digunakan dengan pertimbangan
ekonomis dan memberikan perlindungan yang baik dalam pengawetan. Dewasa ini,
isu penggunaan bahan plastik berdampak buruk bagi lingkungan karena sifatnya
yang tidak mudah terurai serta residu pada plastik yang dapat menempel pada produk
yang dikemas. Edible film merupakan bahan pengemas alternatif dan dapat
digunakan sebagai pengganti bahan pengemas sintetis. Edible film dapat membawa
zat aditif untuk meningkatkan kualitas bahan pengemas. Edible film pada penelitian
ini dibuat menggunakan refined kappa karaginan. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh penggunaan refined kappa karagenan sebagai edible film
dengan penambahan konsentrasi minyak atsiri yang berbeda terhadap karakteristik
fisik dan aktivitas antioksidan.
IV.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut :
1. Tahapan ekstraksi meliputi pencucian, penjemuran, pelembutan, pemasakan,
dengan menggunakan larutan KOH 10%, KCl 5%, dan akuades lalu dijemur
hingga kering.
2. Hasil rendemen karagenan kelompok 4 rombongan I adalah 0,6 %

B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah sebaiknya pada saat pemasakan
diperhatikan panas api agar tidak terlalu panas sehingga menghasilkan ekstrak yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Hudha, Mohammad I., Risa S. & Suci D. S. 2012. Ekstraksi Karaginan Dari Rumput
Laut (Eucheuma spinosum) Dengan Variasi Suhu Pelarut Dan Waktu
Operasi. Berkala Ilmiah Teknik Kimia 1(1), pp. 17-20.
Diharmi, A., Fardiaz, D., Andarwulan, N., & Heruwati, E. S., 2017. Chemical and
physical characteristics of carrageenan extracted from Eucheuma spinosum
harvested from three different Indonesian coastal sea regions. Japanese
Society of Phycology. pp. 1-6.
Nuansa, M. F., Agustini, T. W., & Susanto, E., 2017. Karakteristik dan Aktivitas
Antioksidan Edible Film dari Refined Karaginan dengan Penambahan
Minyak Atsiri. Jurnal Pengetahuan dan Biotek. 6(1), pp. 54-62.

Wiratmaja, I. G., Kusuma I. G. B. W. & Winaya, I. N. S., 2011. Pembuatan Etanol


Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma
Cottonii Sebagai Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 5 (1), pp. 75-84.
Alam, A. A., 2011. Kualitas Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma spinosum di
Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar. Skripsi. Makassar: Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

Ega, L., Lopulalan, C.G.C., & Rangkoratat, Rocky. 2015. Studi Lama Waktu
Ekstraksi Terhadap Mutu Karaginan (Eucheuma cottoni). Jurnal
Agroforestri, Vol. 10 (3). pp. 227-238.
Ega, La., Lopulalan, C. G. C., & Meiyasa, Firat. 2016. Kajian Mutu Karaginan
Rumput Laut Eucheuma cottonii Berdasarkan Sifat Fisiko-Kimia pada
Tingkat Konsentrasi Kalium Hidroksida (KOH) yang Berbeda. Journal
Aplikasi Teknologi Pangan, Vol. 5 (2). pp. 38-44.
Rotbart, M. I., Neeman, A., Nussinovich, I. J., Kopelman, & Cogan, U., 1988. The
Extraction of Carageenan and It’s Effect on The Gel Texture. International
Journal of Food Science and Technology, 22. pp. 599-991.
Rahayu, U. H., Manik & Dolaria, N., 2004. Pembuatan Karaginan Kering dari
Rumput Laut Eucheuma cottonii. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur.

Anda mungkin juga menyukai