Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang

didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia

sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif

yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan ciri

sendiri dan terapi keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,

mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa individu, keluarga

dan masyarakat (Riyadi, 2009).

Keperawatan jiwa menghadapi dua tantangan dalam upaya memberikan

perawatan yang berkualitas dalam sistim pelayanan kesehatan. Pertama, para

pelaksana perawatan saat ini merawat pasien dengan masalah yang majemuk

dari pada sebelumnya. Kedua, para pelaksana keperawatan mempunyai ciri

dan karakteristik yang berbeda dan juga kesempurnaan dan kemampuan

pengetahuan yang berbeda. Untuk itulah, pelaksana asuhan keperawatan jiwa

haruslah di desain untuk memenuhi tantangan ini dengan menyediakan

pendekatan yang sistematik dalam pelaksanaan proses keperawatan secara

profesional (Yosep, 2007).

Rumah sakit sebagai institusi kesehatan bertanggung jawab

melaksanakan pelayanan kesehatan bagi penderita yang berobat di rumah

sakit yang sifatnya individual. Pelayanan kesehatan rumah sakit ini terutama

ditujukan pada penyembuhan si penderita sebagai salah satu bagian dari

pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Kini rumah sakit bagian integral

1
dari keseluruhan sistem pelayanan ksehatan. Departemen Kesehatan RI telah

menggariskan bahwa rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan

upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu dan upaya peningkatan dan pencegahan serta

melaksanakan upaya rujukan.

(Utomo, 2002 dalam http//:utomo.blogspot.com.diakses 1 April 2012).

Manusia pada umumnya mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan

diri dengan baik, namun ada juga individu yang mengalami kesulitan untuk

melakukan penyesuian dengan persoalan yang dihadapi. Mereka bahkan

gagal melakukan koping yang sesuai tekanan yang dialami, atau mereka

menggunakan koping yang negatif, koping yang tidak menyelesaikan

persoalan dan tekanan tapi lebih pada menghindari atau mengingkari

persoalan yang ada.

(Siswanto, 2007 dalam http//:askepjiwa.blogspot.com.diakses 2 April 2012).

Kegagalan dalam memberikan koping yang sesuai dengan tekanan yang

dialami dalam jangka panjang mengakibatkan individu mengalami berbagai

macam gangguan mental. Gangguan mental tersebut bervariatif, tergantung

dari berat ringannya sumber tekanan, perbedaan antara individu dan latar

belakang individu yang bersangkutan.

(Siswanto, 2007 dalam http//:askepjiwa.blogspot.com.diakses 2 April 2012).

Menurut Roger 1998 dalam Misnaria 2011, bahwa kekambuhan pasien

isolasi sosial tidak akan terjadi atau dapat diminimalkan bila didasari dengan

pengetahuan yang tinggi tentang perawatan pasien isolasi sosial.

2
Berdasarkan keterangan dari petugas di Rumah Sakit dr. Soeparto

hardjohoesodo kendari di dapatkan gambaran umum tentang pengetahuan,

sikap dan tindakan perawat terhadap pasien isolasi sosial rata-rata masih

kurang. Hal ini ditandai dengan masih ada perawat yang belum tahu

penyebab terjadinya isolasi sosial, masih ada yang belum tahu cara-cara

merawat pasien isolasi sosial. Dari segi sikap masih ada perawat pada saat

berinteraksi dengan pasien tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku seperti

tidak smembina saling percaya dengan pasien, tidak memperkenalkan diri

dengan pasien, bahkan ada beberapa perawat yang tidak memperhatikan

kebutuhan pasien.

Salah satu pendekatan perawat terhadap pasien adalah dengan cara

komunikasi terapeutik dimana bertujuan untuk mendorong pasien mampu

merendahkan segala ketegangan emosi. Memahami dirinya untuk

menciptakan hubungan yang baik antara perawatan dan pasien serta

mendukung tindakan konstruktif terhadap kesehatan dalam rangka mencapai

kesembuhan. Setiap langkah dalam proses perawatan diperlukan informasi

yang akurat, hal ini akan dicapai apabila perawat mampu menjalin komunikasi

(Nursalam, 2008).

Dampak yang bisa terjadi jika komunikasi terapeutik tidak diterapkan

pada pasien isolasi sosial antara lain pasien semakin kurang komunikatif,

semakin menarik diri, pasien semakin banyak tidur ,kurang aktivitas, pasien

semakin asyik dengan fikirannya sendiri, sehingga proses penyembuhan

membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu dibutuhkan

pengetahuan yang tinggi, sikap yang positif, dan tindakan yang baik dalam

mengaplikasikan ilmu keperawatan yang dimiliki (Damaiyanti, 2008).

3
World Health Organization (WHO) mengatakan gangguan jiwa diseluruh

dunia telah menjadi masalah serius. Pada tahun 2006 terdapat 450 juta orang

dewasa yang mengalami gangguan jiwa dunia. Gangguan jiwa dalam tingkat

ringan dan tidak perlu perawatan khusus antara lain panik, cemas dan

depresi. Selain itu juga pengguna narkotika, alkohol, psikotropika dan zat aditif

(NAFZA). Sedangkan dalam tahap berat alzheimer, epilepsy dan skizofrenia

(www.googel.com.diakses 2 April 2012).

Defresi dialami sekitar 15,5 juta orang di indonesia, 13,2 juta diantaranya

berobat dan mendapatkan pengobatan yang memadai. Dia juga

menambahkan, angka bunuh diri akibat penyakit jiwa di Indonesia mencapai

1.600-1.800 orang setiap 100.000 penduduk (Purwanto, 2008)

Berdasarkan data awal yang dilakukan di Medikal Rekor Rumah Sakit

Jiwa Kendari tahun 2009 sebanyak 726 pasien dimana pasien yang

mangalami isolasi sosial sebanyak 30 orang dengan Bed Occupation rate

(BOR) sebesar 137% dan Average Length Of stay (ALOS) 40 hari. dan pada

tahun 2010 sebanyak 747 pasien dimana pasien yang mangalami isolasi

sosial sebanyak 28 orang dengan Bed Occupation rate (BOR) sebesar 132%

dan Average Length Of stay (ALOS) 43 hari. Sedangkan tahun 2011

sebanyak 741 pasien dimana pasien yang isolasi sosial sebanyak 34 orang

dengan Bed Occupation rate (BOR) sebesar 136% dan Average Length Of

stay (ALOS) 46 hari. Hasil ini didapat dari jumlah lama dirawat pasien ( hidup

dan mati ) dibagi dengan jumlah pasien keluar ( hidup dan mati ). kemudian

pada bulan Januari sampai dengan Maret tahun 2012 sebanyak 169 pasien

dimana pasien yang mangalami isolasi sosial sebanyak 38 orang. Jumlah

perawat yang merawat di ruang rawat inap yang terdiri dari ruang melati,

4
flamboyan, matahari, delima,asoka dan teratai sebanyak 60 perawat ( Data

RS. Jiwa Propinsi Sulawesi Tenggara, tahun 2012).

Berdasarkan observasi langsung pada tanggal 01 April 2012,

komunikasi yang diterapkan di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Kendari

tidak semua sesuai dengan komunikasi terapeutik yang terdiri dari empat

fase yaitu fase pra interaksi, fase perkenalan dan orientasi, fase kerja dan

pelaksanaan, serta fase terminasi, dimana belum semua perawat nampak

melakukan persiapan apapun sebelum komunikasi terapeutik kepada pasien,

tidak semua memperkenalkan diri terlebih dahulu, tidak semua meminta

persetujuan sebelum berbicara pada pasien, tidak semua berkomunikasi

guna membahas tentang permasalahan pasien dan langsung pergi setelah

berkomunikasi dengan pasien tanpa adanya kontrak waktu bertemu kembali.

Berdasarkan dari fenomena-fenomena tersebut di atas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul ”Hubungan Pengetahuan, Sikap,

dan Tindakan Perawat dengan Strategi Penatalaksanaan Komunikasi

Terapeutik Pada Pasien Isolasi Sosial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012”?

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan pada latar belakang diatas, maka peneliti

merumuskan masalah :

1. Bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang strategi

Penatalaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien Isolasi Sosial di

ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2012.

5
2. Bagaimana hubungan sikap perawat tentang strategi Penatalaksanaan

komunikasi terapeutik pada pasien Isolasi Sosial di ruang rawat inap

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012.

3. Bagaimana hubungan tindakan perawat tentang strategi

Penatalaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien Isolasi sosial di

ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2012.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan perawat

dengan strategi penatalaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien isolasi

sosial di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan strategi

penatalaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien isolasi sosial di

ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2012.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap perawat dengan strategi

penatalaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien isolasi sosial di

ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2012.

6
3. Untuk mengetahui hubungan tindakan perawat dengan strategi

penatalaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien isolasi sosial di

ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2012.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat,
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan

merupakan salah satu bacaan bagi masyarakat agar bisa mengetahui

penyebab terjadinya isolasi sosial, bisa mengetahui cara penanganan

isolasi sosial.
2. Bagi pemerintah,
Sebagai masukan dalam menentukan kebijakan pembangunan khususnya

petugas kesehatan dalam upaya mengurangi masalah gangguan jiwa .


3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman yang berharga bagi

peneliti khususnya dalam meningkatkan wawasan dalam menempuh

pendidikan di bangku kuliah.


4. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam melakukan

intervensi pada pasien isolasi sosial agar penerapan komunikasi terapeutik

lebih efektif dan bisa menjadi acuan dalam merawat pasien isolasi sosial.

5. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan bahan

masukan bagi institusi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai