Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


PADA PEMBEDAHAN

Disusun oleh:

Aan Kurniawan
118115072

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


SILOAM HOSPITALS KEBUN JERUK
JAKARTA BARAT, 2012
Pendahuluan

Profilaksis merupakan terapi pencegahan infeksi. profilaksis

sebenarnya dibagi menjadi dua yaitu profilaksis primer dan propilaksis

sekunder (supresi) atau eradiksi. Profilaksis primer dimaksudkan utuk

pencegahan infeksi awal, sedangkan profilaksis sekunder dimaksudkan

untuk pencegahan kekambuhan atau reaktivasi dari infeksi yang sudah

pernah terjadi (misalnya pada pencegahan kekambuhan infeksi virus

herpes simplex). Profilaksis Eradiksi sendiri ditujukan untuk mengeliminasi

koloni organisme dengan tujuan untuk menekan perkembangan infeksi (

misalnya eliminasi methicillin resistent staphylococcus aureus [MRSA]

pada petugas kesehatan). Dalam makalah ini profilaksis yang akan

dibahas, dititikberatkan pada profilaksis primer khususnya pada operasi.

Penting untuk mengenali perbedaan antara profilaksis dan terapi

empirik. Profilaksis diindikasikan untuk tindakan medis dengan tingkat

infeksi yang tinggi, misalnya yang melibatkan implantasi bahan prostetik,

atau pada pasien di mana terdapat kemungkinan terjadi infeksi serius.

Antibiotik yang digunakan sedapat mungkin harus efektif menghambat

bakteri patogen yang paling mungkin hadir dalam jaringan ketika sayatan

awal dilakukan. Konsentrasi terapeutik harus dipertahankan selama

prosedur tindakan medis berlangsung. Terapi empirik sendiri adalah

penggunaan antibiotik lanjutan setelah prosedur tindakan operasi

dilakukan didasarkan pada temuan intra-operatif. Terapi profilaksis yang

benar sebaiknya tidak menggunakan antimikroba spektrum luas, dan


masa terapi melampaui jangka waktu yang disarankan. Praktek ini

dapat meningkatkan risiko efek samping dan dapat meningkatkan

munculnya resistensi bakteri.

Antibiotik profilaksis pada pembedahan merupakan antibiotik

yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum

adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat

tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site

infection (SSI).

ILO atau SSI menyebabkan sekitar 15% infeksi nosokomial yang

pada gilirannya akan menyebabkan pasien harus dirawat lebih lama.

Infeksi biasanya terjadi ketika terjadi translokasi flora endogenous ke

tempat/organ yang secara normal harusnya steril. Namun selain itu,

Infeksi juga dapat berasal dari bakteri dari luar tubuh. Banyak faktor yang

mempengaruhi infeksi ini misalnya kebersihan (sterilitas), daya tahan

tubuh pasien, peningkatan jumlah bakteri patogen, dll. (Anonim). Dari 23

juta penderita yang dilakukan pembedahan di Amerika Serikat setiap

tahun, 920.000 penderita mengalami ILO. Penderita yang mengalami ILO

perlu rawat inap selama 2 kali lebih lama dan harus mengeluarkan biaya 5

kali lebih banyak daripada yang tidak mengalami ILO.

ILO adalah infeksi yang terjadi pada daerah pembedahan yang

terjadinya ada kaitannya dan setelah tindakan pembedahan. Manifestasi

ILO yang superfisial dapat diketahui dalam waktu 1 bulan, sedangkan ILO
profuda , organ atau rongga dapat terjadi dalam waktu 1 tahun setelah

pembedahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ILO ialah:

 Organisme penyebab infeksi (kuman),

Tanpa adanya bakteri (kuman) maka tidak mungkin terjadi

infeksi, dan hal tersebut tergantung pada jumlah dan virulensi bakteri.

Bakteri yang sangat patogen pada lapangan operasi ialah coccus

Gram positif (misal Staphylococcus aureus dan Streptococci ). Bakteri

endogen lebih penting daripada bakteri eksogen, dan bakteri endogen

yang paling banyak ialah dari traktus digestivus. Sumber dari bakteri

eksogen ialah tim operasi ( ahli bedah, asisten, perawat, anestesis)

dan kamar operasi meliputi udara, linen, dan peralatan. Makin lama

waktu rawat inap preoperatif maka kuman endogen dan flora

komensal dari penderita diganti oleh flora rumah sakit yang resisten

terhadap antibiotik dan hal ini memudahkan terjadinya

 lingkungan terjadinya infeksi (respon lokal)

Tehnik operasi yang bagus dapat memperkecil kemungkinan

terjadinya ILO. Prinsip operasi yang diajarkan Halsted ialah

hemostasis, diseksi secara tajam, jahitan yang halus, diseksi sesuai

anatomi, dan penanganan jaringan yang halus. Ligasi jaringan yang

besar, benang non-absorbable yang besar dan polifilamen, jaringan

nekrotik, hematoma atau seroma, dan benda asing harus dihindari

karena kondisi tersebut mudah merubah bakteri inokulum untuk

menimbulkan infeksi. Penggunaan drain Penrose dapat menjadi rute


bakteri menuju lapangan operasi. Dianjurkan untuk menggunakan

drain vakum tertutup yang dikeluarkan di luar luka insisi untuk

memperkecil terjadinya ILO Operasi yang berlangsung lama

mengakibatkan luka tepi insisi mengering atau maserasi sehingga

rentan untuk terjadinya ILO. Penggunaan kauter pada pembedahan

dapat meningkatkan terjadinya ILO superfisial. Perfusi yang tidak

adekuat mengakibatkan PaO2 menurun dengan akibat kuman dalam

jumlah sedikitpun mampu untuk menimbulkan infeksi. Perfusi jaringan

yang menurun tersebut dapat mengganggu fungsi barier mukosa

saluran cerna. Mukosa saluran cerna tidak mampu mencegah bakteri,

toksin, atau keduanya untuk bergerak dari lumen usus menembus

mukosa. Penderita usia tua terjadi perubahan struktur histologis dan

penurunan fisiologis dari jaringan, hal tersebut juga mempermudah

terjadinya ILO.

 mekanisme pertahanan tubuh.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme

pertahanan tubuh ialah penyakit bedah, penyakit penyerta, serta

tindakan pembedahan itu sendiri. Diabetes dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya ILO. Peran ahli bedah untuk menurunkan

mekanisme pertahanan tubuh ialah melakukan operasi dengan

prosedur yang benar dengan perdarahan minimal, cegah terjadinya

syok, pertahankan volume darah, normotermia, jaga perfusi dan

oksigenasi jaringan. Usia tua, pemberian transfusi, penggunaan obat


steroid atau imunosupresan termasuk kemoterapi dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya ILO. Dalam kondisi seperti tersebut perlu

pemberian antibiotik profilaksis pada saat pembedahan.

Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis

Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi lokas operasi (ILO)

dengan pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian,

serta tepat rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan

untuk profilaksis pada operasi harus :

1. Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi

2. Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperatif

3. Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya

yang akan dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif)

4. Tidak menimbulkan efek yang merugikan

5. Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan

rumah sakit.

Indikasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada operasi

Operasi /pembedahan dapat dikelompokkan kedalam empat kelas

berdasarkan kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri yang dapat

menyebabkan infeksi postoperasi.


Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi

clean contaminated (lihat tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi

ILO sebesar 3-10,1%. Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka

angka kejadian ILO dapat diturunkan menjadi 1,3%.

Profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria clean dengan

memasang bahan prostesis. Namun tidak menutup kemungkinan juga

bisa diberikan antibiotik profilaksis jika diindikasikan akan terjadi infeksi

yang dapat menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah

syaraf, bedah jantung, dan mata.

Meski masih banyak terdapat perdebatan, namun pada umumnya

Antibiotik profilaksis tidak tepat digunakan pada operasi contaminated

atau dirty karena telah terjadi kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau

sudah ada infeksi yang secara klinis belum bermanifestasi. Untuk kasus

ini terapi empirik akan lebih tepat.


Pertimbangan Pemberian Antibiotik profilaksis pada Operasi

Antibiotik profilaksis hanya bisa digunakan jika terbukti dapat

memberikan keuntungan dan harus dihentikan bila terbukti tidak

memberikan manfaat. SIGN dalam guideline-nya membagi 4 rekomendasi

terhadap pemberian antibiotik profilaksis pada operasi.

1. Highly Recomendation, Profilaksis yang dengan terbukti tegas

menurunkan morbiditas, menurunkan biaya perawatan dan

menurunkan konsumsi antibiotik secara keseluruhan.

2. Recomended; Profilaksis yang menurunkan morbilitas jangka pendek,

mengurangi biaya perawatan dan bila dimungkinkan menurunkan

konsumsi antibiotik secara keseluruhan.

3. Should be considered; Profilaksis yang belum memiliki bukti yang kuat

dapat memberikan keuntungan, dan kemungkinan dapat

meningkatkan biaya perawatan dan peningkatan konsumsi antibiotk

utamanya untuk pasien dengan low risk ILO.

4. Not recomended; profilaksis yang tidak memiliki bukti kuat efektif

secara klinis serta tidak menurunkan morbiditas jangka pendek. Dan

dapat meningkatkan biaya perawatan serta meningkatkan konsumsi

antibiotik sedangkan keuntungan secara klinis sangat rendah.

Rekomendasi terhadap pemberian atibiotik profilaksis sesuai indikasi

disajikan dalam tabel (tabel 2) berikut, dalam tabel ini juga dilampirkan,

odds ratio (OR) untuk resiko infeksi dan Numbers Need to Treat (NTT)

untuk jumlah pasien yang harus diberi profilaksis untuk mencegah infeksi.
Pemilihan Antibiotik Profilaksis

Pemilihan antibiotik profilaksis dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Oleh karena itu penting untuk menanyakan ke pasien tentang riwayat

penggunaan antibiotik dan allergi. Betalaktam merupakan antibiotik yang

banyak digunakan sebagai profilaksis. Bila terdapat riwayat alergi penisilin

yang berat (anfilaksis atau angiodema) menunjukkan bahwa pasien tidak

dapat menerima penisilin dan juga berarti sefalosporin juga

diontraindikasikan terhadap pasien tersebut. Meski cukup sederhana, tapi

dapat memberikan dampak reaksi yang signifikan.

Paling penting yang harus diperhatikan yaitu antibiotik harus aktif

terhadap bakteri yang dapat menyebabkan ILO (Tabel 3).

Umumnya infeksi postoperatif disebabkan oleh bakteri flora pasien

itu sendiri. Profilaksis tidak harus dapat menghambat semua jenis bakteri
flora pasien tersebut. Ada beberapa bakteri yang tidak bersifat patogen

atau jumlahnya hanya sedikit atau keduanya. Sangat penting untuk

memilih antibiotik dengan spektrum sempit sesuai dengan yang

dibutuhkan untuk meminimalisir multi resisten terhadap antibiotik. Selain

itu antibiotik spektrum luas mungkin akan dibutuhkan kemudian jika

pasien mengalami sepsis yang serius. Oleh karena itu penggunaan

sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone dan cefatoxime harus

dihindari sebagai profilaksis pada operasi. (Munckhof W. 2005)

Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai

profilaksis pada operasi: (Munckhof W. 2005)

o IV sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin)

o IV gentamicin

o IV atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)

o Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)

o IV flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal)

o IV vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant staphylococcal)

Umumnya studi yang dilakukan terhadap perbandingan efektifitas

antibiotik sebagai profilaksis menggunakan sampel pasien dalam jumlah

yang kecil, sehingga sulit melihat perbedaan yang signifikan antara

antibiotik. Oleh karena itu pemilihan antibiotik harus didasarkan pada

biaya, profil efek yang dapat merugikan, kemudahan pemberian, profil

farmakokinetik, dan aktifitas antibakterinya. Antibiotik yang dipilih harus

memiliki aktivitas terhadap bakteri yang sering mengakibatkan infeksi


pada operasi. Pada operasi clean-contaminated, antibiotik yang

digunakan harus efektif terhadap bakteri patogen yang terdapat dalam

saluran GI dan GU. Pada operasi clean, bakteri gram positif cocci (S.

aureus dan S. epidermidis) paling banyak ditemukan. Kebanyakan

prosedur cefazolin merupakan antibiotik pilihan karena durasinya panjang,

dan efektif melawan bakteri yang banyak menyebabkan infeksi saat

operasi disamping itu harganya juga relatif murah. Rekomendasi spesifik

pemilihan antibiotik profilaksis untuk berbagai jenis prosedur operasi

tersaji dalam tabel (lihat tabel 4). (AFS 2003)

Pemberian secara parenteral sefalosporin generasi kedua

misalnya cefotetan memiliki aktifitas antibakteri yang lebih baik terhadap

bakteri anaerobik dan aerobik Garam negatif bila dibandingkan dengan

sefalosporin generasi pertama dan kadang-kadang juga menjadi pilihan

yang lebih disukai, namu lebih mahal. Alternatif lain yang dapat digunakan

yaitu dengan kombinasi metronidazole dengansefalosporin generasi

pertama atau dengan gentamycin untuk profilaksis pada operasi

abdominal. (Munckhof W. 2005)

Penggunaan antimikroba sebagai profilaksis pada operasi

menyebabkan perubahan pada bakteri flora baik secara individu maupun

koloni. Sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik

profilaksis dapat mengubah bakteri flora menjadi koloni atau resisten.

Namun studi lain pada pasien operasi colorectal tidak menunnjukkan

terjadinya resistensi mikroba yang serius. (ASHP)


Rute dan Waktu Pemberian

Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebagai bolus intravena

yang disertai dengan induksi anastesi untuk memastikan konsentrasi

efektif pada jaringan tercapai sebelum pembedaha dimulai. Waktu

pemberian antibiotik ini sangat penting utamanya untuk betalaktam yang

memiliki waktu paruh yang relatif singkat. Vancomisin membutuhkan

waktu infus selama satu jam oleh karena itu pemberiannya harus dimulai

lebih cepat agar infus selesai tepat ketika pembedahan akan dimulai.

Pemberian antibiotik profilaksis secara intramuskular jarang

dilakukan dibandingkan intravena. Pemberiannya biasanya dilakukan

beberapa saat sebelum operasi karena waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai level konsentrasi antibiotik yang efektif pada jaringan cukup

lama.

Oral dan rektal juga harus diberikan lebih awal untuk memastikan

kadar efektif pada jaringan telah tercapi pada saat pembedahan.

Suppositori metronidazole banyak digunakan pada pembedahan usus

besar dan harus diberikan 2-4 jam sebelum tindakan operasi dilakukan.

Antibiotik topikal tidak direkomendasikan kecuali untuk bedah mata atau

akibat luka bakar.

Waktu pemberian antibiotik untuk mencapai konsentrasi aktif

dalam jaringan sangat bergantung pada profil farmakokinetik dan rute

administrasinya. Antibiotik propilaksis yang diberikan terlalu cepat atau

terlalu lambat dapat menurunkan efeka dari dari antibiotik tersebut dan
mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya ILO. Pemberian profilaksis

lebih dari 3 jam setelah tindakan operasi akan berdampak pada

penurunan efektifitasnya secara signifikan. Beberapa literatur

menyebutkan sebaiknya pemberian profilaksis secara intravena dilakukan

< 30 menit sebelum tindakan operasi dilakukan untuk semua kategori

operasi keculi caesarean section.

Durasi Pemberian Antibiotik Profilaksis

Durasi pemberian antibiotik yang efektif dengan waktu yang paling

singkat untuk profilaksis infeksi paska bedah belum diketahui. Untuk

beberapa prosedur, durasi antimikroba profilaksis seharusnya 24 jam atau

kurang, kecuali untuk operasi cardiothoracic yang membutuhkan durasi 72

jam.

Mempertahankan konsentrasi antibiotik setelah operasi dan

pemulihan fisiologi normal setelah anastesi tidak meningkatkan efikasi dari

antibiotik profilaksi, melainkan dapat meningkatkan toksisitas dan

meningkatkan biaya. Jika operasi dilakukan selama empat jam atau

kurang, pemberian antibiotik dengan dosis tunggal sudah cukup. Pada

operasi dengan waktu yang panjang lebih dari empat jam penambahan

dosis antibiotik mungkin dibutuhkan untuk menjaga konsentrasi efektif

antibiotik dalam jaringan, khususnya untuk antibiotik yang memiliki waktu

paruh yang singkat. Pemberian antibiotik profilaksis hingga luka bedah


mengering sudah dihapuskan (tidak digunakan lagi) dan tidak logis juga

tidak terbukti dapat memberikan keuntungan.

Kesimpulan

Antibiotik profilaksis pada pembedahan merupakan strategi yang

efektif untuk menekan infeksi paska operasi, melalui pemilihan antibiotik

yang tepat yang diberikan pada saat yang tepat melalui rute yang sesuai

dan dengan durasi yang tepat sesuai dengan prosedur opeasi.


References List

Anonim,1999. ASHP therapeutic guidelines on antimicrobial


prophylaxis in surgery. American Society of Health-System
Pharmacists, Inc.

Anonim, 2006. Antibiotic Prophylaxis in Surgery. Department of


Surgical Education, Orlando Regional Medical Center.

Anonim, 2008. 104 Antibiotic Prophylaxis In Surgery. A National


Clinical Guideline. Scittish Intercollegiate Guidelines Network. Elliot
House 8-10 Hillside Crescent, Edinburg.

Anonim, 2008b. Surgical site infection. Prevention and treatment of


surgical site infection. National Institute for Health and Clinical
Excellence (NICE). MidCity Place 71 High Holborn.London

Bratzler D.W. dan Houck P.M, 2004. Antimicrobial Prophylaxis for


Surgery: An Advisory Statement from the National Surgical
Infection Prevention Project. Major Article Clinical Infectious
Diseases (CID) 2004; 38:1706–15

Munckhof W., 2005. Antibiotics for surgical prophylaxis. Australian


Prescriber, vol 28. Number 2. April 2005. Page 38 to 40

Reksoprawiro S. (unknow year) Penggunaan Antibiotik Profilaksis


Pada Pembedahan. Departemen/ SMF Ilmu Bedah, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/ RSU Dr. Soetomo. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai