PENDAHULUAN
Pelvic organ prolapse (POP) atau prolaps organ pelvis adalah herniasi organ
pelvis seperti uterus, rektum, kandung kemih, usus halus kedalam dinding vagina.
Kelainan ini menyebabkan gangguan aktivitas, fungsi seksual, fungsi urinasi dan
salah satu penyebab utama dilakukannya histerektomi pada wanita berusia lebih
dari 50 tahun. Lebih dari 50 juta prosedur operasi prolaps organ pelvis dilakukan
diperkirakan akan meningkat dari 3,3 juta pada tahun 2010 menjadi 4,9 juta kasus
pada tahun 2050. Prolaps puncak vagina dilaporkan menjadi komplikasi utama
pasca histerektomi. Secara umum prolaps organ pelvis dibagi menjadi: prolaps
vagina bagian atas (uterus atau prolaps puncak vagina), prolaps dinding vagina
bagian anterior (sistokel), dan prolaps dinding vagina bagian posterior (rektokel
adalah turunnya bagian vagina sebesar 2 cm dari total panjang vagina diatas
bidang himen.1-3
kasus dimana menimbulkan gejala, secara umum penderita akan merasakan suatu
benjolan atau rasa mengganjal pada vagina dengan disertai atau disfungsi urinasi,
defekasi dan seksual. Risiko terjadinya prolaps genital pada wanita secara
1
konsisten akan meningkat seiring dengan peningkatan usia, paritas dan obesitas.
Faktor risiko lain yang dapat berpengaruh antara lain: merokok, peningkatan
syndrome), status sosial ekonomi yang rendah, serta etnis dan riwayat keluarga.2
sangatlah penting untuk menentukan prosedur terapi yang akan dipilih. Terapi
pengalaman ahli bedah, usia pasien, faktor komorbid, riwayat operasi dan
kehidupan seks.4 Pada laporan kasus ini akan dibahas seorang wanita berusia 59
tahun yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dan menjalani prosedur operasi
rekonstruksi vagina atas indikasi prolaps puncak vagina, sistokel dan rektokel.