Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Pelvic organ prolapse (POP) atau prolaps organ pelvis adalah herniasi organ

pelvis seperti uterus, rektum, kandung kemih, usus halus kedalam dinding vagina.

Kelainan ini menyebabkan gangguan aktivitas, fungsi seksual, fungsi urinasi dan

defekasi pada wanita sehingga menurunkan kualitas hidup penderita.1

Prolaps organ pelvis mempunyai prevalensi 25-65% dan dilaporkan menjadi

salah satu penyebab utama dilakukannya histerektomi pada wanita berusia lebih

dari 50 tahun. Lebih dari 50 juta prosedur operasi prolaps organ pelvis dilakukan

di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan kejadian prolaps uterovagina

diperkirakan akan meningkat dari 3,3 juta pada tahun 2010 menjadi 4,9 juta kasus

pada tahun 2050. Prolaps puncak vagina dilaporkan menjadi komplikasi utama

pasca histerektomi. Secara umum prolaps organ pelvis dibagi menjadi: prolaps

vagina bagian atas (uterus atau prolaps puncak vagina), prolaps dinding vagina

bagian anterior (sistokel), dan prolaps dinding vagina bagian posterior (rektokel

atau enterokel). Prolaps puncak vagina menurut Internasional Continence Society

adalah turunnya bagian vagina sebesar 2 cm dari total panjang vagina diatas

bidang himen.1-3

Banyak kasus dimana penyakit ini bersifat asimptomatis, sedangkan pada

kasus dimana menimbulkan gejala, secara umum penderita akan merasakan suatu

benjolan atau rasa mengganjal pada vagina dengan disertai atau disfungsi urinasi,

defekasi dan seksual. Risiko terjadinya prolaps genital pada wanita secara

1
konsisten akan meningkat seiring dengan peningkatan usia, paritas dan obesitas.

Faktor risiko lain yang dapat berpengaruh antara lain: merokok, peningkatan

tekanan intra-abdominal kronis (konstipasi, batuk kronis), defisiensi estrogen,

riwayat histerektomi sebelumnya, gangguan jaringan ikat (Ehlers-Danlos

syndrome), status sosial ekonomi yang rendah, serta etnis dan riwayat keluarga.2

Pemahaman yang jelas mengenai mekanisme penyokong uterus dan vagina

sangatlah penting untuk menentukan prosedur terapi yang akan dipilih. Terapi

yang digunakan haruslah bersifat subjektif, dengan mempertimbangkan

pengalaman ahli bedah, usia pasien, faktor komorbid, riwayat operasi dan

kehidupan seks.4 Pada laporan kasus ini akan dibahas seorang wanita berusia 59

tahun yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dan menjalani prosedur operasi

rekonstruksi vagina atas indikasi prolaps puncak vagina, sistokel dan rektokel.

Anda mungkin juga menyukai