Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglion

retina menuju kiasma nervus optikus dan berakhir di korpus genikulatum.

Neuropati adalah suatu bentuk gangguan fungsi dan struktur serabut saraf karena

badan sel saraf dan serabut-serabutnya mengalami kerusakan primer. Neuropati

saraf optik yang disebabkan karena konsumsi metil alkohol atau metanol disebut

neuropati optik toksik terinduksi metanol.1

Menurut data World Health Organization tahun 2014, rata-rata individu

berusia diatas 15 tahun, mengkonsumsi alkohol sebanyak rata-rata 6,2 liter

alkohol per tahun yang berarti konsumsi alkohol per hari setiap individu adalah

13,5 gram. Pemanfaatan alkohol secara berbahaya merupakan “faktor penyebab

untuk lebih dari 60 jenis utama penyakit dan cedera dan mengakibatkan hampir

2,5 juta kematian setiap tahunnya“.2, 3

Di Indonesia belum ada angka pasti yang menunjukkan besarnya insidensi

keracunan methanol. Neuropati optik toksik biasanya dihubungkan dengan

eksposure dari zat toksik yang diperoleh di tempat kerja, konsumsi zat atau

makanan yang mengandung toksin, atau akibat penggunaan obat-obatan sitemik.1

Gangguan ini tidak mempunyai predileksi ras. Semua ras dapat mengalami

neuropati optik toksik serta ditemukan seimbang antara laki-laki dan perempuan,

dan dapat mengenai semua umur. Tanda awal keracunan metanol berupa

gangguan penglihatan. Berawal dari pandangan yang mulai kabur lalu

1
berkembang menjadi sempitnya lapang pandang, kadang-kadang dapat terjadi

kebutaan total. Metanol menyebabkan demyelinisasi serabut syaraf milik nervus

optikus, sehingga terjadi penurunan visus. Saat semakin parah, nervus optikus

akan mengalami atrofi dan memberikan tampilan berupa diskus pucat.1,3-4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Neuropati optik toksik merupakan sindrom yang ditandai oleh kerusakan

papillomakular bundle, defek penglihatan skotoma sentral atau cecosentral dan

defisit pada penglihatan warna atau suatu kondisi yang ditandai oleh gangguan

penglihatan yang disebabkan oleh toksin yang merusak nervus optikus. Walaupun

gejala yang ditemukan dikelompokkan ke dalam neuropati optik, lesi primer bisa

saja ditemukan pada retina, kiasma, atau bahkan traktus optik.1, 4

Metanol merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia

CH3OH, berat molekul 32,04 g/mol. Zat ini bersifat ringan, mudah menguap, tak

berwarna, mudah terbakar, beracun dan berbau khas. Metanol digunakan secara

luas pada industri mobil sebagai larutan pembersih kaca mobil, bahan anti beku,

dan bahan campuran untuk bahan bakar bahkan sebagai minuman.1

2.2. Etiologi

Metanol merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, dan mudah

terbakar. Metanol biasa digunakan sebagai larutan dalam industri dan pada

antifreeze automotif khususnya pada negara berkembang. Namun metanol sering

disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras karena harganya relatif

3
lebih murah. Sedang minuman keras atau yang dikenal dengan nama minuman

beralkohol di masyarakat, bahan dasar utamanya adalah etanol.

Etanol bisa diperoleh dari hasil fermentasi buah-buahan atau gandum serta

banyak dikonsumsi sebagai minuman beralkohol seperti beer, wine, brandy, dan

lain-lain. Sedangkan metanol, umumnya tidak dikonsumsi sebagai minuman,

karena sifatnya yang lebih toksik. Akhir-akhir ini, sering ditemukan orang-orang

menenggak minuman keras (miras) oplosan, dimana minuman keras ini diperoleh

dengan mencampur alkohol (etanol) dengan metanol, sehingga menghasilkan

minuman keras yang bersifat toksik terhadap tubuh. 29

2.3. Anatomi dan fisiologi nervus optik


Nervus optik

Nervus optik secara anatomi dimulai pada diskus optik, tetapi secara

fisiologis dan fungsional dimulai pada lapisan sel ganglion retina. Bagian pertama

dari nervus optik mengandung 1.0- 1.2 juta akson sel ganglion yang menembus

sklera melalui lamina cribrosa. Secara topografi, nervus optik terbagi menjadi 4

bagian, yaitu:5-7

- Area intraocular dari nervus optik yang disebut diskus optik yang terbagi

atas prelaminar dan laminar ( ±1 mm )

- Area intraorbital yang berlokasi di muscle cone ( ±25 mm )

- Area intra canalicular yang berlokasi di kanalis optikus ( ±9 mm )

- Area intracranial yang berakhir di kiasma optikus ( ±16 mm )

Jadi panjang nervus optik kira-kira 40 mm.

4
Gambar 1. Topografi nervus optik.8

Bagian intraokuler
Diskus optik

Bagian intraokular nervus optik terdiri dari diskus optik. Nervus optik

meninggalkan retina sekitar 3 mm di sebelah nasal macula lutea, tepatnya pada

diskus optik..5-7 Diskus optik terdiri dari semua akson sel ganglion retina, dimana

akson dari sistem cone yang mendominasi bagian posterior retina melewati bagian

lateral dari diskus optik. Sedangkan akson-akson dari lateral retina tidak

bergabung dengan akson sistem cone, namun berjalan membentuk arkuata di

superior dan inferiornya. Diskus optik tidak mengandung sel rods dan cone,

sehingga area ini tidak sensitif terhadap cahaya yang disebut sebagai blind spot.

Blind spot berada 15° dari titik fiksasi atau sekitar 4-5 mm dari fovea dan sedikit

dibawah meridian horisontal pada lapangan pandang temporal.5-7

5
Gambar 2. struktur nervus optik (a) gambaran klinis yang tampak pada oftalmoskop, (b)
potongan longitudinal, LC : lamina cribrosa, (c) potongan melintang, P : pia; A :
arachnoid; D : dura, (d) pembungkus nervus optik dan pembuluh darah Pial.9

Bagian intraorbital

Setelah melewati lamina cribrosa, nervus optik diselubungi oleh myelin

sheath yang dibentuk oleh oligodendrosit. Adanya mielin dan oligodendrosit ini

menyebabkan diameter nervus optik meningkat menjadi 3-4 mm. Panjang nervus

optik bagian orbital kira-kira 25 mm, sekitar 6 mm lebih panjang dari ukuran jarak

bola mata dengan kanalis optikus. 5-7

Bagian intracanalicular

Canalis optikus berada dalam ala parva tulang sphenoidalis dan memiliki

panjang sekitar 5 mm. Nervus optik yang berjalan dalam kanalis optikus

diselubungi 3 lapisan meningeal sheaths. Didalam orbita, nervus optik relatif

bebas bergerak namun dalam kanalis lebih terfiksasi.6

6
Vaskularisasi nervus optik

 Bagian Intraokuler

Mendapat suplai darah dari cabang-cabang anastomosis pada circle of

Zinn di sclera yang berasal dari arteri siliaris posterior brevis.

 Bagian Intraorbital

Mendapat suplai darah dari plexus pial, cabang dari pleksus yang melewati

nervus sepanjang septa pial. Pleksus Pial mendapat suplai dari cabang-cabang

arteri oftalmikus.

Gambar 3. Vaskularisasi nervus optik.


 Bagian Intracanalicular

Mendapat suplai dari cabang pleksus pial. Pleksus ini menerima cabang

rekuren dari arteri oftalmikus.

2.4. Patogenesis

Metanol dimetabolisme oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) pada

hati menghasilkan formaldehida kemudian diubah menjadi asam format.

Toksisitas terjadi akibat dari kombinasi efek asidosis metabolik dan toksisitas

7
intrinsik anion format itu sendiri. Asam format sebagai hasil metabolisme

metanol akan memblok jalur mitokondria pada retina dan nervus optik.

Toksisitas metanol dimediasi oleh asam format, yang merupakan hasil

metabolisme metanol. Metanol dikatabolisme menjadi formaldehida di hati oleh

enzim alkohol dehidrogenase dan katalase. Formaldehid kemudian dimetabolisme

lagi menjadi asam format oleh enzim aldehid dehidrogenase di hati dan sel darah

merah. Asam format ini bisa menganggu produksi ATP dengan menghambat

kerja enzim sitokrom oksidase, yang selanjutnya akan menyebabkan kegagalan

transpor aksonal dan hilangnya konduksi dan polaritas membran sel. Keadaan ini

menyebabkan disfungsi nervus optik sehingga dapat menyebabkan penurunan

penglihatan. Adanya kompressi akson dari pembengkakan nervus optik

retrobulber juga dapat menyebabkan obstruksi aliran aksoplasmik anterograde

sehingga memperberat kerusakan nervus optik.5,6

Asam format berakumulasi dalam nervus optik dan mengakibatkan gejala

klasik kilatan cahaya. Selanjutnya gejala ini dapat berkembang menjadi skotoma.

Skotoma sentral dan cecosentral biasanya terjadi pada penderita dengan

kehilangan penglihatan parsial. Hilangnya penglihatan terjadi akibat gangguan

fungsi mitokondria pada nervus optik yang mengakibatkan terjadinya edema,

hyperemia, hingga atrofi pada nervus optik. Pada tahap awal, pada diskus optik

bisa terjadi edema dan hiperemis dengan edema retina peripapil. Respon pupil

biasanya menurun, dan refleks cahaya yang negatif menunjukkan prognosis yang

buruk.

8
Gejala intoksikasi metanol biasanya terjadi paling lambat 12 hingga 18 jam

setelah komsumsi metanol.

2.5. Manifestasi Klinis

Gambaran saraf optik biasanya normal, tapi pembuluh darah di peripapiler

melebar dan terdapat perdarahan. Penurunan penglihatan dapat terjadi sebelum

terdapat perubahan pada diskus optikus yang dideteksi oleh OCT. Pada optik

neuropati toksik, ketajaman visual dapat bervariasi dari sedikitnya penurunan

visual sampai tidak adanya persepsi cahaya yang jarang terjadi. Kebanyakan

pasien memiliki visus 20/200 atau lebih baik.1,3,4

 Bila pupil dinilai, tidak diharapkan satupun ditemukannya cacat aferen relatif

pupil karena neuropati optik hampir selalu bilateral dan simetris. Namun,

pada kebanyakan pasien, pupil yang bilateral lesu terhadap cahaya.

 Persepsi warna harus dinilai karena diskromatopsia adalah fitur konstan

dalam kondisi ini.

Pada tahap awal neuropati optik toksik, kebanyakan pasien saraf optiknya

terlihat normal, tetapi dapat terjadi edema optik disk dan hiperemi pada beberapa

intoksikasi, terutama pada keracunan akut. Hilangnya bundel papillomacular dan

berlanjutnya atrofi optik tergantung pada toksin yang bertanggung jawab. 1,3,4

2.6. Diagnosis
 Anamnesis

Banyak penyebab neuropati optik toksik dapat diidentifikasi

melalui anamnesis riwayat pasien. Gejala yang muncul biasanya progresif.

Umumnya pasien datang dengan keluhan hilangnya penglihatan yang

9
bersifat simetris bilateral tanpa disertai nyeri. Beberapa pasien awalnya

datang dengan keluhan diskromatopsia terhadap warna tertentu, seperti

warna merah yang tidak terlalu terang. Biasanya melibatkan hanya satu

mata pada tahap awal, yang kemudian memberat dan akhirnya melibatkan

mata yang lainnya. Pada neuropati optik toksik, dari anamnesis dapat

diketahui riwayat eksposur zat toksik atau obat yang dikonsumsi pasien,

riwayat keluarga, dan riwayat konsumsi makanan. Umumnya penderita

mempunyai riwayat mendapat terapi antibiotik atau agen kemoterapi,

penyalahgunaan zat atau obat, atau mengalami eksposur dari limbah

industry. 12

 Pemeriksaan Fisik

Evaluasi sistemik

Pemeriksaan penderita dengan suspek neuropati optik dimulai

dengan evaluasi keadaan sistemik meliputi kesehatan fisik, status mental,

dan tanda vital. Hal ini sangat penting mengingat banyak penyakit

neuropati optic yang dipengaruhi oleh kelainan sistemik seperti hipertensi,

obesitas, hipertiroidisme, dan lain-lain. Pada penderita neuropati optik

toksik, kelainan sistemik perlu disingkirkan untuk memastikan kausa

neuropati optik toksik. Selain itu, kelainan sistemik seperti diabetes, gagal

ginjal, dan penyakit tiroid dapat meningkatkan kadar zat -zat toksik dalam

tubuh. 12

Pemeriksaan Okuler

10
Hampir semua penderita neuropati optik dapat diidentifikasi

melalui adanya penurunan tajam penglihatan, defisiensi penglihatan

warna, defek lapangan pandang, defek jalur aferen pupil (RAPD), dan
12-14
abnormalitas gambaran nervus optik pada funduskopi.

1. Tajam Penglihatan

Umumnya tajam penglihatan baik jauh maupun dekat berkurang pada

neuropati optik, meskipun penurunan tajam penglihatan tersebut bervariasi

pada setiap penderita. Pada neuropati optik toksik penurunan tajam

penglihatan dapat bersifat akut maupun kronik. Pada neuropati optik

toksik biasanya mempunyai tajam penglihatan ≥ 20/400, kecuali toksik

oleh metanol, dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat


12-14
hingga mencapai kebutaan.

2. Penglihatan Warna

Adanya ketidakseimbangan antara tajam penglihatan yang baik dan

penglihatan warna yang buruk merupakan indikator yang sangat penting

dan sensitif terhadap disfungsi nervus optik. Hal ini mungkin didasari

bahwa nervus optik mengandung banyak akson sel ganglion yang berasal

dari area makula, dan akson-akson ini mempunyai satu hubungan dengan

satu sel cone densitas tinggi pada area makula. Diskromatops ia yang

sering terjadi utamanya melibatkan defek warna merah dan hijau. Teknik

yang sederhana untuk mendeteksi adanya defek penglihatan warna

uniokuler yaitu dengan meminta pasien untuk membandingkan objek

warna merah antara kedua mata.Untuk penilaian yang lebih akurat dapat

11
digunakan tes pseudoisokromatik Ishihara atau tes Farnsworth -Munsell
12-14
100-hue.

3. Sensitivitas Kontras

Sensitivitas kontras yang abnormal merupakan tanda lain dari

disfungsi nervus optik. Beberapa pasien dengan neuropati optik

mempunyai tajam penglihatan yang baik, tetapi sensitivitas kontrasnya

menurun. Sensitivitas kontras diuji dengan meminta pasien untuk

mengidentifikasi secara bertahap peningkatan kontras dengan Arden plate.

Tes ini sangat sensitif terhadap hilangnya penglihatan yang tersembunyi,

walaupun tidak spesifik terhadap penyakit nervus optik. Sensitivitas

kontras juga dapat ditentukan dengan Pelli-Robson chart, dimana huruf


12-14
yang dibaca, dicetak dengan kontras berkurang secara bertahap.

4. Pupil

Identifikasi relative afferent pupil defect (RAPD) sangat membantu

untuk menentukan lokasi hilangnya penglihatan pada nervus optik dan

merupakan tanda adanya kelainan asimetris pada lintasan penglihatan

anterior. RAPD dapat dinilai dengan test swinging flashlight. Pada

neuropati optik toksik biasanya defeknya simetris dan bilateral, maka

RAPD tidak selalu dapat ditemukan. Refleks cahaya pupil biasanya

bilateral menurun atau tidak ditemukan. Pupil sering dilatasi pada

penderita yang hampir buta atau buta total. 12-14

12
5. Lapangan Pandang

Salah satu tanda penting dari neuropati optik adalah adanya defek

lapangan pandang yang ditemukan pada pemeriksaan perimetri baik

dengan perimetri statik (Humprey) atau kinetik (Goldman). Pada neuropati

optik toksik defek lapangan pandang yang paling banyak ditemui berupa

defek sentral meliputi ; skotoma sentral, defek parasentral, dan skotoma

cecosentral. Ketiga tipe ini menunjukkan kelainan terjadi pada bagian

sentral dari nervus optik. Defek lapangan pandang ini cenderung relatif

simetris. Selain itu, defek lapangan pandang sentral juga dapat terjadi

pada penderita dengan kelainan pada makula. Defek bitemporal atau

konstriksi lapangan pandang perifer kadang terjadi, masing -masing pada


12-14
penderita yang toksik terhadap etambutol atau amiod arone.

Gambar 4. Defek lapangan pandang pada penyakit nervus optik (a) skotoma
15
sentral, (b) skotoma cecosentral (c) nerve fiber bundle (d) altitudinal.

13
6. Funduskopi

Pada tahap awal neuropati optik toksik, diskus optik

biasanya memberi gambaran yang normal. Edema dan hiperemia pada

diskus optik sering terlihat pada intoksikasi akut. Beratnya penyakit dan

kecepatan perkembangan ke arah atrofi papilomacular bundle dan

temporal diskus optik tergantung pada jenis toksin. 12-14

Gambar 5. Gambaran funduskopi yang atrofi pada bagian temporal diskus optik

pada penderita dengan neuropati optik toksik. 16

7. Optical Coherence Tomography (OCT)

Saat ini OCT sering digunakan untuk mengukur ketebalan

lapisan serabut saraf terutama pada pasien dengan glaukoma. Selain itu,

OCT ternyata juga dapat menilai perubahan pada neuropati optik toksik

seperti yang disebabkan oleh etambutol. Dari beberapa penelitian,

perubahan dini yang belum dapat di deteksi secara klinis dengan

14
funduskopi, telah dapat dideteksi dengan OCT. Dengan menggunakan

OCT, kita dapat menilai hilangnya serabut saraf retina dari nervus optik

pada penderita yang diduga mengalami toksisitas dari obat. Oleh karena

itu, OCT merupakan pemeriksaan obyektif tambahan yang mendukung

pemeriksaan lapangan pandang untuk memonitor pasien yang mendapat

pengobatan seperti etambutol. 12-14

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Neuroimaging

Walupun pemeriksaan imaging dalam penelitian memberikan

gambaran yang normal pada neuropati optik toksik, pemeriksaan ini

hampir selalu dianjurkan, kecuali jika diagnosis sudah dapat dipastikan.

Pemeriksaan imaging yang paling sering dilakukan adalah Magnetic

Resonance Imaging (MRI) dari nervus optik dan kiasma optik dengan

atau tanpa penambahan gadolinium. Apabila riwayat medis dari anam nesis

tidak khas sehingga sulit untuk menentukan penyebab dan mengkorfirmasi

diagnosis, maka dibutuhkan pemeriksaan neuroimaging untuk

menyingkirkan penyebab neuropati optik kausa kompresif dan iskemik,

dimana hilangnya penglihatan sentral bilateral dapat juga terjadi akibat

adanya lesi oksipital bilateral. MRI pada nervus optik dan kisma optik

juga dibutuhkan untuk menilai tanda inflamasi dan atau adanya


11
demielinasi pada neuritis optik.

15
Gambar 7. Potongan aksial orbita dan otak pada MRI scan

Pemeriksaan Elektrofisiologi

Secara fisiologis, adanya persepsi dari penglihatan dihasilkan dari

adanya sinyal elektrik yang dihasilkan di retina untuk dialirkan melalui

lintasan penglihatan dan berakhir pada korteks oksipital. Visual evoked

response (VER) merupakan pemeriksaan elektrofisiologi untuk mengukur

potensial elektrik yang dihasilkan dari stimulus visual dari retina ke

korteks visual. Pemeriksaan elektrofisiologi ini juga telah digunakan pada

penderita neuropati optik toksik. Adanya hambatan dalam konduksi neural

akan menghasilkan penurunan amplitudo pada VER. Berkurangnya

kecepatan konduksi akan memperpanjang periode laten dari VER.

Penyakit unilateral prekiasma dapat dideteksi secara terpisah dengan

membandingkan respon antara keduanya.

16
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang diperlukan pada penderita yang kita curigai

neuropati optik toksik dan nutrisional mencakup pemeriksaan jumlah sel

darah lengkap dan apusan darah tepi. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan

meliputi kadar folat sel darah merah, VDRL (Venereal Disease Research

Laboratory), kadar vitamin, konsentrasi protein serum, kimia darah,

urinalisis, dan skrining kadar logam berat seperti timah, talium, dan

merkuri. Identifikasi toksin yang dicurigai perlu diperiksa dalam darah

dan urine. Pemeriksaan laboratorium ini tergantung pada dugaan yang

diperoleh dari hasil pemeriksan sebelumnya.

2.7. Diagnosis banding

a. Neuropati optik nutrisional

Neuropati optik nutrisional dapat didefinisikan sebagai gangguan

penglihatan akibat kerusakan nervus optik yang disebabkan oleh adanya

defisiensi nutrisi. Gambaran klinis dan gejala neuropati umumnya sama


1,4
dengan neuropati optik toksik. Neuropati optik nutrisional terjadi

utamanya berhubungan dengan adanya defisiensi vitamin. Defisiensi

tiamin (vitamin B1), sianokobalamin (vitamin B12), piridoksin (vitamin

B6), niacin (vitamin B3), riboflavin (vitamin B2), dan atau asam folat

telah dibuktikan dapat mengakibatkan terjadinya neuropati optik. Gejala

klinik dan patofisiologi dasar terjadinya penyakit hampir sama dengan

neuropati optik toksik. Umumnya neuropati optik nutrisional

bermanifestasi sebagai neuropati optik retrobulber non -spesifik. Saat ini,

17
terapi yang dianjurkan terbatas pada pemberian intensif vitamin dosis
1,4
tinggi dengan hasil bervariasi pada setiap kasus.

b. Neuropati optik mitokondria

Neuropati optik mitokondria dapatan (inherited), Leber’s hereditary

optic neuropathy (LHON) dan atrofi optik dominan (Kjer’s) merupakan

neuropati optik non-sindrom yang disebabkan oleh adanya kelainan pada

mitokondria. Pada LHON atau atrofi optik Leber terjadi degenerasi

mitokondria sel-sel ganglion retina dan akson-aksonnya yang diwariskan

(dari ibu) yang mengakibatkan hilangnya penglihatan sentral akut atau

subakut. Penyakit ini biasanya mengenai laki-laki dewasa muda. Kelainan

ini tidak tergolong neuropati optik toksik, tetapi dapat diinduksi

kejadiannya oleh adanya perubahan lingkungan. Pada LHON, onset

hilangnya penglihatan bersifat akut dan jarang simetris. Pemeriksaan


1,4
genetik dibutuhkan pada beberapa kasus.

Gambar 9. Leber optic neuropathy


Adanya lesi kompresif atau infiltratif pada kiasma optik dapat

menjadi salah satu diagnosis banding untuk penyakit neuropati optik

toksik. Oleh karena itu, harus selalu dilakukan pemeriksaan neuroimaging

18
untuk menyingkirkan kausa ini. Defek lapangan pandan g cecosentral dan

bitemporal pada penyakit kiasma optik mirip satu sama lain dan ada

banyak penyebab skotoma sentral dan cecosentral bilateral yang berasal


1,4
dari tumor.

c. Neuritis optik akibat demielinasi, inflamasi, atau infeksi

Neuritis optik akibat demielinasi, inflamasi, atau infeksi dapat

terjadi simultan pada kedua mata, dan kadang membingungkan dengan

neuropati optik toksik. Defek lapangan pandang keduanya mirip, tetapi

pada neuritis optik biasanya disertai nyeri dan atau edema diskus optik

lebih dari 90 % penderita. Untuk memastikan biasanya dilakukan

pemeriksaan cairan serebrospinal dan pemeriksaan laboratorium khusus


1,4
untuk memastikan adanya infeksi sistemik dan inflamasi.

2.8. Talaksana

Langkah pertama dalam terapi neuropati optik toksik karena alkohol

adalah menghentikan penggunaan alkohol. Selain itu, terapi dapat dilakukan

dengan hemodialisis dan metilprednisolon 1000 mg/hari selama 3 hari

berturut-turut dan dilanjutkan dengan prednison 1 mg/kgbb/hari selama 11

hari dan selanjutnya dosis diturunkan sesuai kondisi klinis. Tujuan

hemodialisis adalah menghilangkan kadar metanol dari tubuh penderita

dan untuk mengeliminasi asam format. Hemodialisis dilakukan bila kadar

metanol dalam darah lebih dari 50mg/dL atau bila pH darah kurang dari

19
7,35. Pemberian metilprednisolon dan prednison bertujuan untuk

mengurangi edema papil saraf optik yang terjadi pada fase akut sehingga

diharapkan mencegah terjadinya kebutaan. Terapi medis termasuk suplemen

multivitamin yang dibutuhkan pada neuropati toksik khususnya dengan ambliopia

akibat alkohol-tembakau.1,4,12

Penderita dengan neuropati optik toksik harus diobservasi setiap 4-6

minggu, dan selanjutnya tergantung pada proses penyembuhannya, umumnya

setiap 6-12 bulan. Tajam penglihatan, pupil, nervus optik, penglihatan warna, dan

lapangan pandang harus dinilai pada setiap kunjungan. Penglihatan akan membaik

secara bertahap lebih dari beberapa minggu, pemulihan penuh membutuhkan

waktu beberapa bulan dan selalu ada risiko defisit penglihatan yang permanen.

Tajam penglihatan biasanya membaik mendahului penglihatan warna,

berkebalikan dengan onset proses penyakit, dimana penglihatan warna biasanya

lebih dahulu memburuk dibanding tajam penglihatan. 1,4,11

2.9. Komplikasi

Umumnya penurunan tajam penglihatan pada neuropati optik toksik

bersifat reversibel setelah agen toksik segera dihentikan, akan tetapi sebagian

diantaranya dapat bersifat permanen sehingga komplikasi yang paling ditakutkan

adalah kehilangan daya penglihatan bilateral permanen.4

2.10. Prognosis

Kejadian morbiditas penyakit tergantung pada faktor risiko, etiologi

penyebab, dan lamanya gejala muncul sebelum mendapat terapi. Penderita dengan

20
atrofi optik yang berat akan mengalami kesulitan dalam perbaikan fungsi visual

dibandingkan dengan penderita yang tidak mempunyai perubahan patologis.

Prognosisnya bervariasi tergantung pada total eksposur sebelum terapi, dan

derajat beratnya hilangnya penglihatan pada saat diagnosis penyakit atau sebelum

mendapat terapi awal. 1,3,4,11

21
BAB III

KESIMPULAN

Neuropati optik toksik merupakan sindrom yang ditandai oleh kerusakan

papillomakular bundle, defek penglihatan skotoma sentral atau cecosentral dan

defisit pada penglihatan warna akibat kerusakan nervus optik yang disebabkan

oleh toksin. Insiden penyakit ini dapat terjadi pada semua ras, jenis kelamin, dan

semua umur. Angka morbiditasnya tergantung pada faktor risiko, etiologi, dan

lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik yang meliputi evaluasi sistemik dan pemeriksaan

okuler, serta pemeriksaan penunjang. Neuropati optik toksik didiagnosis banding

dengan neuropati optik lainnya, seperti neuropati optik nutrisional, neuropati optik

mitokondria, neuropati optik karena demielinasi, inflamasi, infeksi, atau oleh

karena adanya kompresi atau infiltrasi. Semua diagnosis banding tersebut dapat

disingkirkan dengan menilai gejala dan tanda dari penderita serta melakukan

berbagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis. Penatalaksanaan pada neuropati

optik toksik karena alkohol adalah dengan menghentikan konsumsi alkohol.

Umumnya penurunan tajam penglihatan pada neuropati optik toksik bersifat

reversibel setelah agen toksik segera dihentikan, walaupun sebagian diantaranya

dapat bersifat permanen. Selain itu, dapat juga dilakukan hemodialisis dan

pemberian kortikosteroid serta suplemen multivitamin. Prognosis bervariasi

tergantung pada total eksposur sebelum terapi, dan derajat beratnya hilangnya

penglihatan pada saat diagnosis penyakit atau sebelum mendapat terapi awal.

22
23
DAFTAR PUSTAKA

1. Yunard A, Nusanti S, Sidik M. Methanol toxic optic neurophaty

(characteristic and evaluation of therapy). Optalmologi Indonesia. Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo: Jakarta; 2016.h. 38-44.

2. World Health Organization. Global status report on alcohol and health

2014. Diunduh dari, 15 Desember 2016.

3. Sharma P. Toxic optic neuropathy. Indian journal ophthalmology. Vol 59.

Banglore; March-April 2011.p.137-41.

4. Triningrat AA, Rahayu NM, Manuaba IB. Visual acuity of methanol

intoxicated patients before and after hemodialysis, methylprednisolone,

and prednisone therapy. Jurnal oftalmologi Indonesia. Vol 7. Universitas

Udayana: Bali; Desember 2010.h. 129-32.

5. Park,S., Siegelman., The anatomy and cell biology of the human retina in

duane’s clinical ophthalmolog. Lippincott and William Wilkins.

6. Newman SA, Arnold AC, Friedman DI, Kline LB, Rizzo III JF. BCSC :

Neuro-opthalmology. Section 5. San Francisco, USA : AAO, 2008-2009;

23-28.

7. Schiefer.U, Hart.W, Clinical Neuro Opthalmology : Functional Anatomy

of The Human Visual Pathway. St.Louis.USA:Springer,2007;19-28..

8. Trobe JD. The neurology of vision. Optic Neuropathy. Oxford

University:New York;2011.

24
9. Liu GT ,Volve NJ ,Galetta SL. Visual loss : Optic neuropathies in Neuro-

ophthalmology, Diagnosis and Management. W.B. Saunders company:

Philadelphia. 2001.p.103-170.

10. Fletcher, EC, Chong V. Retina, in Vaughan and Asbury’s General

Ophthalmology 17th ed., McGraw-Hill co., New York; May 2007.

11. Miller RN, Biousse V, Newman JN, Kerrison BJ. Toxic and deficiency

optic neuropathies in Walsh and Hoyt’s Clinical neuroophthalmology: the

essential.2nd ed. Lippincott Wiliiam and wilkins. Philadelpia ; 2008 : 202-

210.

25

Anda mungkin juga menyukai