Laporan Kasus Malaria
Laporan Kasus Malaria
Topik: Malaria
Obyektif Presentasi:
Deskripsi:
Seorang laki laki, 22 tahun, demam dan menggigil, riw bertempat tinggal di papua
Nama klinik: RST dr. Asmir Salatiga Telp: - Terdaftar sejak: 1 April 2017
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan Utama : Demam dan menggigil
4. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Riwayat hipertensi (disangkal), Riwayat diabetes mellitus (disangkal), Riwayat jantung (disangkal). Riwayat alergi
(disangkal). Riwayat asma (disangkal)
5. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa (disangkal), Riwayat hipertensi (disangkal), Riwayat DM (disangkal)
8. Pemeriksaan fisik
P: Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, lien dan hepar tak teraba
m. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
n. Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema (-)
HEMATOLOGI
11. Diagnosis
Malaria
12. Penatalaksanaan
Infus RL 20 tpm
Infus paracetamol 3 x 500mg
Injeksi omeprazole 1 x 40mg
P/o d’artepp 1 x 4 tab
P/o primaquin 1 x 15 mg
13. prognosis
Ad vitam dubia
Ad sanam dubia
Ad kosmetikum dubia
Ad fungsionam dubia
1. Gudeline For The Treatment Of Malaria Second Edition. World Health Organization. 2010.
2. Harijanto P.N. 2006. Malaria dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta. FKUI. Hal 1754 – 1770
3. Laihad, Dr. Ferdinand. 2009. Draft Guideline For Malaria Control/Treatment In Emergencies. Jakarta. Ministry of Health – Indonesia.
4. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Departemen Kesehatan RI. Tahun 2008.
5. Rancangan Permenkes RI Tentang Pedoman Tatalaksana Malaria. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012.
Hasil Pembelajaran:
14. Follow up
Tangga
l S O A P
1. BLPL
Demam (-), menggigil (-
5/04/17 2. Obat pulang:
), nyeri uluhati (-), mual TD 120/70 s/n: 36.8/75 Malaria
- D’artepp 1 x 4 tab
(-)
- Primaquin 1 x 15mg
- Pamol 3 x 500mg (prn)
1. Subjektif :
Keluhan Utama : demam dan menggigil
2. Objektif :
a. GEJALA KLINIS
Demam dan menggigil sejak 2 hari SMRS
Demam memberat dan dirasakan terus menerus.
Keluhan menggigil (+), mual (+), pusing (+) nyeri seluruh badan (+)
Nafsu makan dan minum menurun.
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
b. VITAL SIGN
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis, E4VxM5
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
c. PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen :
I : Dinding perut // dinding dada
P: Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, lien dan hepar tak teraba
3. Assesment :
Pasien ini dapat ditegakkan diagnosis dengue fever berdasarkan gejala klinis dan temuan pemeriksaan yang ditemukan:
- Demam selama 2 hari di ikuti dengan menggigil
- Keluhan disertai mual (+), lemas (+), pusing (+) dan nyeri seluruh tubuh (+).
- Tidak disertai mimisan, gusi berdarah atau BAB hitam
- Riwayat bertugas di papua 8 bulan yang lalu
- Uji Laborat Malaria (+) pv
Berdasarkan bagan di atas maka kita dapat menegakan diagnosis pada pasien ini adalah malaria. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa
pasien demam sejak 2 hari dan diikuti menggigil, serta gejala penyerta berupa mual, pusing dan nyeri seluruh tubuh. Berdasarkan rekomendasi
WHO untuk diagnosis malaria tanpa komplikasi klinis berbeda untuk tiap daerah :
Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa
gambaran penyakit berat lainnya.
Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat
pada telapak tangan dapat dipakai sebagai patokan anemia pada anak-anak).
4. Plan
a. Diagnosis
Malaria
b. Penatalaksanaan
Infus RL 20 tpm
Infus paracetamol 3 x 500mg
Injeksi omeprazole 1 x 40mg
P/o d’artepp 1 x 4 tab
P/o primaquin 1 x 15 mg
c. Observasi
Pemeriksaan KU, tanda-tanda vital dan klinis pasien
e. Konsultasi
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan bagian penyakit dalam untuk penanganan utama dan pencegahan
komplikasinya, serta dengan bagian gizi terkait pengaturan diet di rumah.
.
1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun
kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis
infeksi parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis
2 Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan
mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan
mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara
keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil serta 22 pada binatang primata)
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum yang merupakan malaria yang dapat mengakibatkan hal yang paling serius dan
dapat berakibat fatal apabila tidak segera diobati pada individu yang tidak kebal. Tiga spesies lainnya
yaitu Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax (tertiana) yang tersebar luas
ringan, tetapi dapat menyebabkan nefrosis fatal; dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale
Setiap siklus hidup Plasmodium memiliki beberapa bentuk morfologi yang berbeda-beda pada tiap fasenya. Adapun morfologi atau bentuk-
bentuk dari Plasmodium falciparum dapat dilihat pada gambar 2.1 dimana bentuk-bentuknya dijelaskan sebagai berikut:
1. Sporozoit
Bentuk sporozoit ini merupakan bentuk infektif dari parasit yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk yang dibentuk dalam ookista
2. Tropozoit muda
Pada bentuk tropozoit muda dapat dilihat adanya cincin berbentuk halus dengan 2 - 3 bintik kromatin kecil, mengandung sedikit
sitoplasma yang mengelilingi vakuola. Bentuk tropozoit merupakan suatu bentuk aseksual yang dapat ditemukan dalam eritrosit.
3. Tropozoit tua
Pada bentuk ini ditemukan cincin yang semakin besar dan tidak teratur.
4. Skizon
Pada bentuk ini bintik yang ada didalam sel tersebut merupakan suatu merozoit, yang mana apabila skizon yang ada telah matang maka
skizon yang ada akan pecah dan melepaskan merozoit yang terkandung dalamnya.
Bentuk makrogamet ini merupakan suatu bentuk gametosit betina yang hanya membentuk satu makrogamet. Pada bentuk ini ditemukan
adanya sitoplasma yang berwarna kebiruan dengan kromatin yang padat. Bentuk dari makrogamet ini menyerupai bulan sabit.
6. Mikrogametosit
Pada bentuk ini ditemukan adanya warna dari sitoplasma yang kemerahan dengan kromatin yang tidak padat.
manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk disebut sporogoni
tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari
pada daur hidupnya. Di dalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah
dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium
preeritrositik atau eksoeritrositiki. Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil,
dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda,
kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah
pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus
skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual
Siklus aseksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin
membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak ke pinggir parasit. Di pinggir ini beberapa filamen dibentuk menjadi seperti cambuk dan bergerak aktif
seperti mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet ke dalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti
cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membrane basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar dan
disebut ookista. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit atau
menusuk manusia maka sporozoit masuk ke dalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik
Perjalanan penyakit malaria berbeda antara orang yang tidak kebal (tinggal di daerah non-endemis) dan orang yang kebal (tinggal di daerah
endemis malaria). Kesalahan atau keterlambatan diagnosis malaria pada orang non-imun, akan menyebabkan risiko tinggi terjadinya malaria berat
Perjalanan penyakit malaria dimulai dari serangan demam dengan disertai oleh gejala lainnya dimana dalam perjalanan ini akan diselingi oleh
periode bebas penyakit juga. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya. Masa tunas instrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit
masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8- 37 hari, tergantung pada spesies parasit (terpendek
untuk P. falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat imunitas hospes. Di
samping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi
Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi. Masa inkubasi maupun periode prapaten
ditentukan oleh jenis plasmodiumnya. Masa prapaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah untuk pertama
kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (microscopic threshold). Berikut tabel periode prapaten dan masa inkubasi
plasmodium:
Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan P.falciparum lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain,
sedangkan gejala yang disebabkan oleh P.malariae dan P.ovale adalah yang paling ringan. Gambaran khas dari penyakit malaria ialah adanya
demam yang periodik, pembesaran limpa (splenomegali), dan anemia (turunnya kadar hemoglobin dalam darah)
1. Demam
Sebelum timbul demam biasanya penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit kepala, nyeri tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak
enak di bagian perut, diare ringan, dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Umumnya keluhan seperti ini timbul pada malaria yang
disebabkan P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada malaria karena P.falciparum dan P.malariae, keluhan-keluhan tersebut tidak jelas
sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (tumor nekrosis faktor). TNF akan dibawa
aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Pada orang non imun biasanya demam terjadi lebih kurang 2 minggu setelah kembali dari daerah endemis malaria. Demam atau riwayat demam
dengan suhu tubuh lebih dari 38°C biasanya ditemukan pada penderita malaria. Pada permulaan penyakit, biasanya demam tidak bersifat periodik,
sehingga tidak khas dan dapat terjadi setiap hari. Demam dapat bersifat remiten (febris remitens) atau terus menerus (febris kontinua).
Demam pada malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya, tergantung dari plasmodium penyebabnya. P.vivax menyebabkan malaria tertiana
yang timbul teratur tiap tiga hari. P.malariae menyebabkan malaria quartana yang timbul teratur tiap empat hari dan P.falciparum menyebabkan
malaria tropika dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24 – 48 jam. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari
dan berlangsung selama 8 – 12 jam. Lamanya serangan demam berbeda untuk tiap spesies malaria.
Serangan demam yang khas pada malaria terdiri dari tiga stadium, yaitu :
a. Stadium menggigil
Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering membungkus badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat
menggigil seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, serta kulit pucat. Pada anak-anak sering disertai
kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit – 1 jam dan dengan meningkatnya suhu badan.
penuh dan berdenyut keras, sakit kepala semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak). Suhu badan
bisa mencapai 41°C. Stadium ini berlangsung selama 2 jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Stadium berkeringat
Seluruh tubuhnya berkeringat banyak, sehingga tempat tidurnya basah. Suhu badan turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan
sering tertidur. Setelah bangun dari tidur, penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan tugas seperti biasa. Padahal, sebenarnya penyakit ini
2. Pembesaran limpa
Limpa merupakan organ retikuloendotel, dimana parasit malaria dieliminasi oleh sistem kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut limpa
membesar dan tegang, penderita merasa nyeri di perut kwadran kiri atas. Pada perabaan konsistensinya lunak. Bila sediaan limpa diwarnai terlihat
stadium parasit lanjut dan pigmen hemozoin yang tersebar bebas atau dapat juga ditemukan dalam monosit. Perubahan pada limpa biasanya
disebabkan oleh kongesti. Kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam
kapiler dan sinusoid. Eritrosit yang tampaknya normal mengandung parasit dan butir hemozoin tampak dalam histosit di pulpa dan sel epitel
sinusoid. Hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa.
menghilang perlahan-lahan. Hal ini diikuti dengan berkurangnya kongesti limpa, sehingga ukuran limpa mengecil dan dapat menjadi fibrosis. Pada
3. Anemia
Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia tampak jelas pada malaria
falsiparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat yaitu pada malaria akut dan berat. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun
secara mendadak. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik atau hipokrom. Dapat juga makrositik bila terdapat
kekurangan asam folat. Pada darah tepi selain parasit malaria, dapat ditemukan polikromasi, anisositosis, poikilositosis, sel target, basophilic
stippling pada sel darah merah. Pada anemia berat dapat terlihat Cabot’s ring, Howel Jolly bodies dan sel darah merah yang berinti. Dapat terjadi
trombositopenia baik pada infeksi P. falciparum dan P. vivax. Leukopenia ditemukan dalam penderita malaria tanpa komplikasi dan leukositosis
pada penderita malaria berat. Pigmen malaria (hemozoin) dapat ditemukan dalam sel monosit atau sel PMN.
a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa. Dalam hal ini, faktor autoimun
memegang peranan.
b. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama)
peredaran perifer).
Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah bahwa P. falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang
terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endotel kapiler alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P.
falciparum yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi trofozoit dan skizon P. falciparum akan diliputi
dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit melekat dengan sel hospes. Bila parasit melekat pada sel endotel, maka parasit tersebut tidak akan
dibawa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat eliminasi parasit. Reseptor endotel pada hospes sangat bervariasi dan parasit yang berbeda
dapat melekat dan pada berbagai kombinasi reseptor tersebut. Suatu protein yang dikenal sebagai P. falciparum erythrocyte membrane protein-1
(PfEMP1) diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikode oleh famili gen var yang cukup besar dan sangat bervariasi. Gen ini
Pada sebagian besar kasus malaria falsiparum, ikatan antara knob dengan endotel hospes tidak selalu menyebabkan malaria berat. Penyebab
infeksi P. falciparum tanpa komplikasi menjadi malaria berat seperti malaria otak, sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan
adalah ekspresi reseptor hospes yang berbeda pada sekuestrasi akan mempengaruhi terjadinya patogenesis tertentu
Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu hemodinamik, imunologik dan metabolik. Gejala
klinis malaria yang kompleks merupakan keseluruhan interaksi ketiga gangguan tersebut. Eritrosit yang terinfeksi parasit akan bersifat mudah
melekat. Eritrosit cenderung melekat pada eritrosit di sekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit dan endotel kapiler. Hal tersebut akan
terjadi gangguan fungsi ginjal, otak dan syok. Kelainan metabolik yang berhubungan dengan infeksi Plasmodium merupakan konsekuensi dari
gangguan pada membran eritrosit, kebutuhan nutrisi parasit,peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik dan efek pengobatan
Penderita malaria falsiparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dan keadaanya sangat lemah (tidak dapat
duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan darah ditemukan P. falciparum stadium aseksual (trofozoit atau skizon) dan penyebab lain (infeksi bakteri
atau virus) disingkirkan. Selain itu, dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
5. Hipoglikemia
8. Pendarahan abnormal
12. Haemoglobinuria
14. Hiperparasitemia
Kelompok risiko tinggi untuk menderita malaria berat adalah di daerah hiper/holoendemik yaitu anak berumur lebih dari 6 bulan (angka
kematian tertinggi pada 1-3 tahun) dan ibu hamil. Selain itu, di daerah hipo/mesoendemik yaitu anak-anak dan orang dewasa. Pendatang
Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantung umur penderita, status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan
serta kecepatan menegakkan diagnosis dan pengobatan. Prognosis penderita malaria falsiparum berat akan jauh lebih baik bila penderita sudah
5 Malaria Berat
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi P.falciparum yang disertai gangguan berbagai sistem/organ tubuh. Kriteria diagnosis
malaria berat yang ditetapkan WHO, yaitu adanya satu atau lebih komplikasi, seperti malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru,
hipoglikemia (kadar gula <40 mg%), syok, pendarahan spontan dari hidung, gusi, dan saluran cerna, kejang berulang, asidemia dan asidosis
(penurunan pH darah karena gangguan asam-basa di dalam tubuh), serta hemoglobinuria makroskopik (adanya darah dalam urine)
berat badan rendah. Tentu hal ini dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Komplikasi infeksi malaria pada kehamilan dapat berupa
abortus, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), anemia, edema paru oleh karena penimbunan cairan di jaringan paru-paru, gangguan fungsi
ginjal, dan malaria kongenital. Oleh karena itu, pemberian obat pencegah malaria pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria sangat
penting
Meskipun hanya 1-2% penderita malaria falciparum yang mengalami malaria berat, tetapi sering menimbulkan kematian. Sekurang-
kurangnya 2 juta orang setiap tahun di seluruh dunia meninggal terutama oleh malaria serebral
1. Malaria serebral
Malaria serebral adalah malaria falciparum yang mengenai otak, yang disertai kejang-kejang dan koma tanpa penyebab lain dari koma. Malaria
serebral merupakan komplikasi yang paling sering menimbulkan kematian. Diduga penyebabnya adalah sumbatan kapiler pembuluh darah otak
oleh sel darah merah yang mengandung parasit malaria sehingga otak kekurangan oksigen (anoksia otak). Gejala dapat timbul secara lambat atau
mendadak. Biasanya didahului oleh sakit kepala dan rasa mengantuk, disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf, dan kejang-kejang.
Penurunan tingkat kesadaran bisa berupa gangguan ringan (seperti apatis, somnolen, delirium, dan perubahan tingkah laku) sampai berat (keadaan
koma). Biasanya, koma pada anak berlangsung satu hari, sedangkan pada orang dewasa bisa 2-3 hari.
kematian pada malaria berat dengan gangguan fungsi ginjal dapat mencapai 45%, dibandingkan tanpa kelainan fungsi ginjal yang hanya 10%.
Diduga gangguan pada ginjal diakibatkan oleh sumbatan pada kapiler darah ginjal oleh parasit malaria sehingga menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal. Akibatnya, terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus ginjal. Komplikasi gagal ginjal akut dapat menimbulkan asidosis metabolik,
hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat dalam darah), gagal jantung kongestif, aritmia jantung (gangguan irama jantung), dan perikarditis
Black water fever adalah sindroma dengan gejala serangan akut, berupa demam, menggigil, penurunan tekanan darah, hemolisis
(penghancuran sel darah merah) intravaskuler, hemoglobinuria (adanya darah dalam urine), dan gagal ginjal. Namun, parasit malaria yang dijumpai
dalam darah hanya sedikit. Penderita adalah orang yang tidak kebal malaria, yang terinfeksi P.falciparum secara berulang-ulang, dan pernah
mendapat pengobatan dengan kina secara tidak teratur. Biasanya, penderita mengeluh nyeri pinggang, muntah, diare, gangguan berkemih, dan
kencing yang berwarna hitam. Mekanisme timbulnya black water fever sampai saat ini masih belum jelas, mungkin disebabkan oleh sumbatan dan
4. Anemia berat
Anemia berat timbul akibat penghancuran sel darah merah yang cepat dan hebat. Anemia berat lebih sering dijumpai pada penderita anak-
anak. Pada 30% kasus malaria dengan anemia diperlukan transfusi darah. Anemia berat sering memberikan gejala serebral, seperti tampak bingung,
dalam darah. Anemia paling berat adalah yang disebabkan oleh P.falciparum.
Pada gangguan fungsi hati akibat infeksi malaria falciparum, timbul ikterus (kuning pada kulit, selaput lendir, mata dan mukosa) akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Jika gangguan fungsi hati disertai gangguan organ vital lain seperti gagal ginjal akut, maka prognosisnya
lebih buruk. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis metabolik, dan gangguan metabolisme obat di dalam tubuh.
6. Komplikasi lain
Malaria berat juga dapat menimbulkan komplikasi lainnya, seperti edema paru, pendarahan spontan, hiperpireksia (suhu tubuh di atas 41ºC),
dan sepsis (timbulnya reaksi inflamasi yang mengenai seluruh tubuh akibat adanya infeksi).
6 Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (RDT-Rapid Diagnostik
a. Malaria bukan merupakan penyakit endemik (seperti di AS). Petugas kesehatan tidak familiar dengan penyakit ini. Petugas kesehatan yang
memeriksa dapat lupa untuk mempertimbangkan adanya penyakit tersebut dan tidak meminta dilakukan tes diagnostik. Petugas laboratorium
dapat kurang berpengalaman terhadap malaria dan gagal mendeteksi parasit saat meneliti sampel darah dalam mikroskop.
pembawa (carier) mempunyai cukup imunitas untuk melindungi dari sakit malaria, tetapi tidak dari infeksi malaria.
c. Pada banyak daerah endemik malaria, kurangnya sumber daya merupakan hambatan besar untuk menentukan diagnosis. Petugas kesehatan
kurang terlatih, kurang cukup perlengkapan dan kurang mendapat imbalan. Mereka juga harus membagi perhatian untuk malaria dan penyakit
6.1 Anamnesis
a. Keluhan utama: demam, menggigilm berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.
Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
i. Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitaman.
3. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50mmHg.
4. Frekuensi nafas >35 kali per menit pada orang dewasa atau > 40 kali per menit pada balita, anak di bawah 1 tahun > 50 kali per menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) < 11.
7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor, dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang).
8. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat dan lain-lain).
Tetesan preparat darah tebal merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan
preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khusunya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan
Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pda
beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan:
c. Kepadatan parasit:
1. Semi kuantitatif
(-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
2. Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit). Contoh:
parasit/µl.
b. Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5% dan jumlah eritrosit 450.000 maka hitung parasit= 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/µl.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
b. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria dengan menggunakan metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstick.
Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta
untuk survei tertentu. Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:
a. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum.
b. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual Plasmodium
Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis yaitu:
b. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi Plasmodium falciparum dan non falsiparum.
menggunakan rapid test dengan kemampuan minimal sensitifitas 95% dan spesifisitas 95% . Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT
a. Kurang sensitive bila jumlah parasit dalam darah rendah (kurang dari 100 parasit/µl darah).
c. Antigen yang masih beredar beberapa hari-minggu setelah parasit hilang memberikan reaksi positif palsu.
d. Gametosit muda (immature), bukan yang matang (mature) mungkin masih dapat dideteksi.
3. Tes serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik
sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor
darah. Titer > 1:200 dianggap sebagi infeksi baru dan tes > 1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain indirect
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya
tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebaga sarana penelitian
c. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,
d. EKG.
e. Foto toraks.
h. Urinalisis.
Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus
pada sistem respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia, infeksi saluran
kencing, dan tuberkulosis. Pada daerah hiper-endemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi
malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Pada malaria berat diagnose banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada malaria
dengan ikterus, diagnose banding ialah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus
biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid
ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi), gangguan serebrovaskular
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional.
Kemo-profilaksis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk
memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara:
1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (kelambu yang dicelup dengan pemethrin atau deltamethrin).
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk baik dalam bentuk spray, lotion, asap, atau elektrik.
Nyamuk akan menggigit di antara jam 18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2.000m.
4. Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dengan kawat anti nyamuk.
resisten
resisten kloroquin
resisten multiobat
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis.
Doksisiklin diberikan setiap hari dimulai 1-2 hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria dengan dosis 2 mg/kg BB selama tidak lebih dari 4-6
minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada anak umur <8 tahun dan ibu hamil
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium
selain pada masing-masing bentuk stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah adalah P. falciparum sekarang baru
ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap P. falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu vaksin
sporozoit (bentuk intra hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosis
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan ditemukannya plasmodium aseksual di dalam darahnya, malaria klinis tanpa
1. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita malaria berat atau dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi atau
malaria berat memakai obat parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral.
3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan dilakukan monitoring efek atau respon
pengobatan.
4. Pengobatan malaria klinis atau tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT.
ada lima golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan kausal berdasarkan mekanisme kerjanya, kelima golongan itu adalah :
Obat – obat ini mampu membasmi praeritrosit sehingga mencegah parasit ini untuk masuk ke dalam eritrosit. Biasanya digunakan sebagai
profilaksis kausal, yaitu pengobatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Contoh obat golongan ini, yaitu
pirimetamin, proguanil
Obat ini mampu membasmi parasit pada daur hidup eksoeritrosit dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi sebagai obat anti relaps.
Namun dalam pengobatan malaria Tropikana ini, obat yang termasuk dalam golongan ini tidak dapat digunakan sebab parasit Plasmodium
3. Skizontosida darah
hal ini berhubungan dengan penyakit akut yang disertai gejala klinis. Obat golongan ini dibagi menjadi 2 yaitu yang kerjanya lambat dan yang
kerja cepat.
Contoh obat golongan skizontosida kerja lambat yaitu; golongan penghambat sintesis folat dan antibiotik kecuali antibiotik golongan
sepalosporin dan Contoh obat skizontosida kerja cepat yaitu: derivate artemisin, amodiaquin, chloroquin, kinin dan kinidin, antibiotik golongan
4. Gametositosida
Obat ini memiliki kemampuan dalam penghancuran semua bentuk seksual termasuk pada stadium gametosit sehingga transmisinya menuju
5. Sporontosida:
Obat ini memiliki kemampuan dalam mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam
Obat-obat malaria yang ada, dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya, yaitu:
Di Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh program malaria, yaitu Artesunate – Amodiaquin serta Dihydroartemisinin
- Piperaquin
Saat ini Pada Program Malaria untuk pengobatan lini pertama Malaria falsiparum digunakan obat Artemisinin Combination Therapy (ACT),
Obat program yang tersedia saat ini adalah sediaan artesunate – amodiaquin dan dihydroartemisinin – piperaquin. Setiap kemasan artesunate
– amodiaquin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin 200 mg ( setara amodiakuin basa 153 mg) 12 tablet dan blister artesunat 50 mg 12
tablet. Obat diberikan selama 3 hari dengan dosis tunggal harian amodiakuin basa 10 mg/kg BB dan artesunat 4 mg/kg BB, primakuin 0,75 mg/kg
BB.
b. Artesunat 4 mg/kg BB
Artesunat + Amodiakuin + Primakuin, untuk anak umur kurang dari satu tahun dan ibu hamil serta penderita defisiensi G6PD tidak boleh
menerima primakuin. Obat program untuk dihidroartemisinin - piperakuin adalah Fixed Dose combination (FDC) setiap kemasan terdapat 8 tablet,
setiap tablet mengandung dihydroartemisinin 40 mg dan piperakuin 320 mg. Dosis obat Dihydroartemisinin 2-4 mg/kg BB, piperakuin 16-32
mg/kgBB, dan primakuin 0,75 mg/kg BB. Sebaiknya dosis ditentukan berdasarkan berat badan. Regimen dosis untuk anak berdasarkan umur dapat
Tabel 2. 4 Pengobatan lini pertama malaria falsiparum dengan dihidroartemisinin – piperakuin- primakuin berdasarkan umur
Anak dengan berat badan dibawah 10 kg diberikan sesuai dengan dosis dengan melarutkan 1 tablet dengan 5 ml air minum atau sirup.
Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis tidak memburuk tapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali
(rekrudesensi) maka diberikan pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat lini kedua adalah kombinasi Kina + Doksisiklin /Tetrasiklin +
Primakuin.
Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 7 hari. Dosis maksimal kina adalah 9 tablet untuk dewasa. Kina
yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau
tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah
4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan tetrasiklin.Tetrasiklin
diberikan 4 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kg BB. Doksisiklin maupun Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 8 tahun
Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis maksimal primakuin 3 tablet untuk penderita dewasa. Pengobatan lini kedua untuk anak
Tabel 2. 5 Pengobatan lini kedua malaria falsiparum kombinasi kina – doksisiklin berdasarkan umur
** 2x 50 mg doksisiklin
** 4 x 250 mg tetrasiklin
Kombinasi obat malaria adalah pemberian secara bersamaan dua atau lebih obat skizontosida darah yang mempunyai cara kerja atau target
biokimia yang berbeda. Kombinasi berbasis artemisin adalah kombinasi yang menggunakan artemisin sebagai salah satu komponen obat
kombinasi. Terapi kombinasi dapat berupa fixed combination dimana semua komponen diformulasikan dalam satu tablet atau kapsul yang sama,
atau setiap komponen berupa tablet atau kapsul yang berbeda, tetapi diberikan secara bersamaan (co-administrated) .
Terapi kombinasi berbasis derivat artemisin seperti direkomendasikan oleh WHO berdasarkan adanya argumentasi:
c. Obat-obat ini dapat memperlambat resistensi oleh karena kemungkinan resistensi parasit terhadap obat-obat ini lebih rendah dan oleh karena
artesunat dengan cepat mengurangi resistensi multidrug parasit, dapat membunuh parasit dengan konsentrasi yang tinggi dari obat kombinasi
ini.
Hasil studi Adjuik tahun 1999 di Gabon, menunjukkan bahwa kombinasi artesunat dan amodiaquin dapat meningkatkan efikasi pengobatan
di Gabon dan Kenya dan juga di Senegal. Kombinasi artesunat dan amodiaquin merupakan kombinasi yang efektif dan ditoleransi dengan baik.
Angka kesembuhan parasit selama 14 hari pemberian kombinasi > 90% pada semua tempat studi. Kombinasi artesunat dengan amodiaquin
8.2.1 Artesunat
Artesunat merupakan salah satu derivat dari artemisin. Qinghaosu (artemisin) merupakan obat antimalaria golongan seskuiterpen lakton yang
bersifat skizontosida darah untuk P. falsiparum dan P. vivax. Sebenarnya obat ini merupakan obat tradisional Cina untuk penderita demam yang
dibuat dari ekstrak tumbuhan Artemesia annua (qinghao) yang sudah dipakai sejak ribuan tahun lalu. Obat ini terutama digunakan untuk
pengobatan malaria falsiparum resisten klorokuin atau multidrug dan malaria berat atau dengan komplikasi karena efek obat yang sangat cepat
Artemisin khususnya artesunat dan artemeter memainkan peranan penting dalam mengobati malaria tropika yang resisten terhadap berbagai
macam obat dimana obat golongan ini merupakan satu-satunya obat yang efektif terhadap strain yang resisten kinin. WHO merekomendasikan
meflokuin atau pirimetamin-sulfadoksinj) diberikan secara oral kepada dewasa dan anak-anak dengan dosis 4 mg/kg) (Sweetman, 2009).
a. Spektrum aktifitas
1. Skizontisida darah
Artesunat efektif terhadap stadium aseksual Plasmodium falciparum, Plasmodium vivas, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
Artesunat mempunyai waktu paruh yang pendek dan obat bekerja sangat cepat sehingga penggunaan artesunat harus dikombinasikan dengan obat
2. Gametosida
Artesunat membunuh stadium gametosit muda Plasmodium falciparum. Untuk pengobatan radikal penderita malaria falsiparum diperlukan
penambahan primakuin. Sama dengan artemisin, efektif melawan Plasmodium falciparum yang resisten terhadap obat anti malaria lainnya. Tidak
bersifat hipnozoidal tetapi menurunkan angka gametosit karier artemisin potent dan aktifitasnya cepat terhadap skintosida darah, waktu parasit
menghilang lebih pendek daripda klorokuin/kinina dan respon simptomatik yang cepat. Derivat artemisin ini hanya sedikit larut dalam minyak.
Beberapa studi menunjukkan bahwa artemisin efektif melawan parasit yang resisten terhadap penggunaan seluruh obat antimalaria. Senyawa ini
b. Penggunaan
untuk malaria falsiparum tanpa komplikasi. Khusus artesunat injeksi digunakan untuk pengobatan penderita malaria berat atau malaria dengan
komplikasi terutama di Rumah Sakit. Pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi di fasilitas kesehatan lainnya menggunakan
artemeter intramuscular atau kina parenteral (intramuscular atau intravena). Sebagai bagian dari kombinasi artesunat untuk pengobatan malaria
tanpa komplikasi digunakan artesunat dengan dosis harian tunggal 4mg/kgBB selama 3 hari dengan amodiakuin basa dosis harian tunggal 10
mg/kgBB selama 3 hari. Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang
c. Farmakokinetik
Farmakokinetik artesunat menyerupai artemeter, setelah pemberian oral atau parenteral, artesunat dengan cepat dihidrolasi menjadi metabolit
aktif yaitu dihidroartemisin. Pada pemberian oral penyerapan obat sangat cepat dan hanya mencapai 60%. Kemudian obat tersebut terakumulasi
dalam jaringan hati, sedangkan sebagian kecil pada kulit dan mata. Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam setelah pemberian oral
Artemisin dan turunannya umumnya dapat ditoleransi dengan baik, meskipun terdapat laporan gangguan pencernaan ringan (termasuk muak,
muntah, diare dan sakit perut), pusing, sakit kepala, tinnitus, neutropenia, nilai enzim hati yang tinggi dan abnormalitas ECG termasuk
perpanjangan interval QT. Bukti neurotoksisitas parah telah terlihat pada hewan bila diberikan pada dosis tinggi
e. Kontraindikasi
8. 2. 2 Amodiakuin
Amodiakuin adalah senyawa 4 aminokuinolin merupakan obat antimalaria dimana struktur dan aktivitasnya mirip dengan klorokuin yaitu:
1. Skizontisida darah
Efektif terhadap stadium aseksual Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
2. Gametositosida
Membunuh stadium gametosit Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Seperti klorokuin, senyawa ini juga
mempunyai efek antipiretik dan antiradang. Pada beberapa studi di Afrika menunjukan bahwa bereaksi baik terhadap Plasmodium falciparum
yang telah resisten terhadap klorokuin. Sebagai bagian dari kombinasi artesunat untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi digunakan artesunat
dengan dosis harian tunggal 4mg/kgBB selama 3 hari dengan amodiakuin basa dosis harian tunggal 10 mg/kgBB selama 3 hari.
b. Penggunaan:
Amodiakuin digunakan bersama artemisinat terutama untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi yang resisten klorokuin atau
resisten multidrug. Kombinasi artesunat dan amodiakuin dipilih sebagai pengganti klorokuin untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa
komplikasi. Khusus untuk darah yang mempunyai masalah dengan Plasmodium vivax yang resisten klorokuin (antara lain Papua, Lampung),
Penyerapan melalui usus cepat dan sempurna, dan segera diubah dalam hati menjadi metabolit aktif desetilamodiakuin. Metabolit ini memiliki
efek sebagai antimalaria. Data kurang lengkap tentang eliminasi waktu paruh dalam plasma dari desetilamodiakuin. Amodiakuin dan
desetilamodiakuin dapat dideteksi melalui urine beberapa bulan setelah minum obat.
Toksisitas amodiakuin sama dengan klorokuin. Amodiakuin mempunyai rasa yang lebih enak daripada klorokuin, namun resiko yang tinggi
untuk terjadi agranulositosis letal, hepatitis toksik bila digunakan sebagai profilaksis yaitu terjadi 1:1000 dan 1:5000. Belum jelas apakah resiko
lebih rendah bila amodiakuin digunakan sebagai pengobatan. Dosis yang berlebihan dapat menimbulkan kardiotoksik tapi kasus lebih kecil
dibandingkan klorokuin, spastic, pingsan, konvulsi, gerakan involunter. Efek samping pengobatan (dosis standard) untuk terapi malaria adalah
sama dengan klorokuin seperti mual, muntah, sakit perut, diare dan gatal-gatal. Penanganan efek samping dengan pengobatan simtomatik.
e. Kontraindikasi
f. Interaksi obat
lebih rendah /sedikit dibanding Artesunat–Amodiakuin. Selanjutnya obat tersebut diharapkan dapat digunakan di seluruh Indonesia, terutama jika
8. 3. 1 Dihydroartemisin
Dihydroartemisinin adalah metabolit aktif utama derivat artemisinin, tetapi dihidroartemisinin dapat juga diberikan langsung secara oral atau
melalui rektal. Dihidroartemisinin relatif tidak larut dalam air dan membutuhkan bahan tambahan lain untuk menjamin absorpsinya. Efektifitas
pengobatannya sebanding dengan artesunat oral. Saat ini, kombinasi fixed-dose dihydroartemisinin dengan piperakuin sedang dievaluasi sebagai
Dihydroartemisin cepat diabsorbsi bila diminum oral, puncak level dicapai setelah 2,5 jam. Absorbsi melalui rektal lambat, dengan puncak
level terjadi ± 4 jam setelah digunakan. Ikatan protein plasma sekitar 55%. Eliminasi waktu paruh 45 menit melalui usus dan glukuronidase hepatik
Artemisin dan turunannya umumnya dapat ditoleransi dengan baik, meskipun terdapat laporan gangguan pencernaan ringan (termasuk muak,
muntah, diare dan sakit perut), pusing, sakit kepala, tinnitus, neutropenia, nilai enzim hati yang tinggi dan abnormalitas ECG termasuk
perpanjangan interval QT. Bukti neurotoksisitas parah telah terlihat pada hewan bila diberikan pada dosis tinggi
8. 3. 2 Piperaquin
Piperaquin adalah derivate bisquinoline yang pertama disintesa pada tahun 1960 dan digunakan luas di China dan Indochina sebagai
profilaksis dan pengobatan selama lebih dari 20 tahun. Sejumlah penelitian dari China melaporkan bahwa ini ditoleransi baik pada chloroquine
Combination Therapy), dimana mempunyai keuntungan antara lain murah, terapi jangka pendek dengan penyembuhan yang sangat baik dan
toleransi yang baik dan dapat menurunkan transmisi dan munculnya resistensi parasit
Beberapa studi melaporkan hasil efikasi kombinasi Dihydroartemisinin-Piperaquin kombinasi (cure rate 28 hari > 95%) dan regimen tidak
berhubungan dengan sifat kardiotoksik dan efek samping yang lain. Karakteristik piperaquin baru-baru ini diungkapkan bahwa obat ini larut dalam
minyak dengan volume yang besar untuk didistribusikan saat bioavaibilitas, waktu paruh yang panjang yang terjadi pada anak dibandingkan
dengan dewasa. Toleransi, efikasi, profil dan biaya murah dari piperaquin membuatnya menjanjikan sebagai partner ACT
8. 4 Primakuin
Primakuin diberikan secara oral dan diabsorpsi baik dari saluran cerna. Metabolismenya terjadi cepat dan sangat sedikit obat yang tertinggal
dalam tubuh setelah 10-12 jam. Waktu paronya 3-6 jam. Tafenokuin terurai lebih lambat sehingga menguntungkan dan dapat diberikan per minggu.
Pada dosis terapi primakuin menyebabkan nyeri abdominal jika diberikan dalam keadaan lambung kosong. Efek samping lain meliputi anemia
dan leukositosis ringan. Overdosis dapat menimbulkan leukopenia, agranulositosis, simptom saluran cerna, anemia hemolitik dan
methemoglobinemia dengan sianosis. Hindari penggunaan primakuin bersama obat-obat yang dapat meningkatkan risiko hemolisis atau yang