Anda di halaman 1dari 55

Borang Portofolio

Nama Peserta: dr. Ifanemagasaro Mendrofa

Nama Wahana: RST dr. Asmir Salatiga

Topik: Malaria

Tanggal (kasus): 1 April 2017

Nama Pasien: Tn A / 22 tahun No. RM: 078646

Nama Pendamping: dr. Nurul Fajri Kurniati


Tanggal Presentasi:
dr. Moh Herman Syahrudin

Tempat Presentasi: RST dr. Asmir Salatiga

Obyektif Presentasi:

■ Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

■ Diagnostik ■ Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

 Deskripsi:
Seorang laki laki, 22 tahun, demam dan menggigil, riw bertempat tinggal di papua

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


 Tujuan:
Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal serta konsultasi dengan spesialis penyakit bedah untuk penanganan lebih lanjut
terkait kasus malaria serta memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.

Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Data pasien: Nama: Tn.A Nomor Registrasi: 078646

Nama klinik: RST dr. Asmir Salatiga Telp: - Terdaftar sejak: 1 April 2017

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan Utama : Demam dan menggigil

2. Riwayat Kesehatan / Penyakit Sekarang


Pasien laki laki 22 tahun datang kerumah sakit dibawa temannya. Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS. Demam diikuti
oleh menggigil. Keluhan dirasakan terus menerus dan bertambah berat. Pasien juga merasa mual (+), lemas (+), pusing (+) dan nyeri seluruh
tubuh (+). Semenjak sakit, pasien mengeluhkan penurunan nafsu makan dan minum. Batuk (-), pilek (-) nyeri telan (-) dan muntah (-). Pasien
sudah 3 kali mengalami keluhan yang sama dan dirawat inap. Sebelumnya pasien pernah bertugas di papua selama kurang lebih 2 tahun
lamanya. Tidak ada keluhan pada BAB maupun BAK.
Riwayat Malaria (+), riwayat darah tinggi (disangkal), riwayat asma (disangkal), riwayat alergi (disangkal) dan riwayat kencing manis
(disangkal)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2


3. Riwayat Pengobatan: (+) riwayat pengobatan malaria sebelumnya

4. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Riwayat hipertensi (disangkal), Riwayat diabetes mellitus (disangkal), Riwayat jantung (disangkal). Riwayat alergi
(disangkal). Riwayat asma (disangkal)

5. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa (disangkal), Riwayat hipertensi (disangkal), Riwayat DM (disangkal)

6. Riwayat Pekerjaan : TNI

7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal di YON 411

8. Pemeriksaan fisik

a. KU : Tampak sakit sedang, status gizi kesan cukup


b. Kesadaran : Composmentis, E4VxM5
c. Tekanan darah : 110/70 mmHg
d. Nadi : 73 x/menit
e. Nafas : 20 x/menit
f. Suhu : 38.0 C (per aksiler)
g. Kepala : Simetris, mesosefal
h. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
i. Mulut & Tenggorokan: Mukosa basah, tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring hiperemis (-)
j. Leher : KGB servikal tidak membesar, JVP tidak meningkat

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 3


k. Thoraks :
cor I : ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat
P: batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale IV 2 cm medial linea medioklavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea parasternalis dextra
A : Bunyi jantung I-II, intensitas meningkat, reguler, bising (-), gallop (-)
pulmo I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor / sonor
A : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
l. Abdomen :
I : Dinding perut // dinding dada

A: Bising usus (+) normal

P: Timpani, ascites (-)

P: Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, lien dan hepar tak teraba

m. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
n. Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema (-)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4


9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah

Tanggal :1 April 2017

pemeriksaan Hasil satuan standart normal

hemoglobin 13.3 gr% 12.0-15.5

leukosit 8.57 rb/ul 5.0-12.0

trombosit 162 rb/ul 100-400

hematokrit 41.5 vol% 35.0-49.0

eritrosit 4.48 jt/ul 4.0-5.20

MCV 92.5 fl 82.0-95.0

MCH 29.6 pg 27.0-31.0

MCHC 32.0 g/dl 32.0-36.0

Tanggal: 2 April 2017

pemeriksaan Hasil satuan standart normal

HEMATOLOGI

Malaria (+) pv negatif

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5


10. Diagnosis Banding
Malaria dd DF

11. Diagnosis
Malaria

12. Penatalaksanaan

 Infus RL 20 tpm
 Infus paracetamol 3 x 500mg
 Injeksi omeprazole 1 x 40mg
 P/o d’artepp 1 x 4 tab
 P/o primaquin 1 x 15 mg

13. prognosis

 Ad vitam dubia
 Ad sanam dubia
 Ad kosmetikum dubia
 Ad fungsionam dubia

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6


Daftar Pustaka:

1. Gudeline For The Treatment Of Malaria Second Edition. World Health Organization. 2010.

2. Harijanto P.N. 2006. Malaria dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta. FKUI. Hal 1754 – 1770

3. Laihad, Dr. Ferdinand. 2009. Draft Guideline For Malaria Control/Treatment In Emergencies. Jakarta. Ministry of Health – Indonesia.

4. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Departemen Kesehatan RI. Tahun 2008.

5. Rancangan Permenkes RI Tentang Pedoman Tatalaksana Malaria. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012.

Hasil Pembelajaran:

1. Membuat diagnosis kerja malaria.


2. Melakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
3. Edukasi tentang perawatan, pengobatan serta komplikasi yang bisa timbul.
4. Motivasi untuk kepatuhan kontrol vital sign setelah rawat inap.

14. Follow up

Tangga
l S O A P

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7


1. D’artepp 1 x 4 tab
2/04/17 Demam (+), menggigil
Td: 110/70 s/n: 38.0/95 Malaria 2. Primaquin 1 x 15 mg
(+), nyeri uluhati (+),
3. terapi lain lanjut
mual (+)

Demam (↓), menggigil 1. terapi lanjut


3/04/17 Malaria
(-), nyeri uluhati (+), 2.infus PCT  stop ganti Pamol
Td: 120/80 s/n: 37.8/90 3x 500mg (prn)
mual (-)

TD 110/60 s/n: 37.0/93


4/04/17 Demam (-), menggigil (- Malaria 1. terapi lanjut
), nyeri uluhati (-), mual 2. Infus Paracetamol  stop
(-)

1. BLPL
Demam (-), menggigil (-
5/04/17 2. Obat pulang:
), nyeri uluhati (-), mual TD 120/70 s/n: 36.8/75 Malaria
- D’artepp 1 x 4 tab
(-)
- Primaquin 1 x 15mg
- Pamol 3 x 500mg (prn)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 8


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
Keluhan Utama : demam dan menggigil

2. Objektif :
a. GEJALA KLINIS
 Demam dan menggigil sejak 2 hari SMRS
 Demam memberat dan dirasakan terus menerus.
 Keluhan menggigil (+), mual (+), pusing (+) nyeri seluruh badan (+)
 Nafsu makan dan minum menurun.
 BAB dan BAK tidak ada keluhan.

b. VITAL SIGN
 Keadaan umum : Sedang
 Kesadaran : Composmentis, E4VxM5
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 9


 Nadi : 73x/menit, ireguler
 Frekuensi Nafas : 20x/menit
 Suhu : 38.0C

c. PEMERIKSAAN FISIK

Abdomen :
I : Dinding perut // dinding dada

A: Bising usus (+) normal

P: Timpani, ascites (-)

P: Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, lien dan hepar tak teraba

3. Assesment :
Pasien ini dapat ditegakkan diagnosis dengue fever berdasarkan gejala klinis dan temuan pemeriksaan yang ditemukan:
- Demam selama 2 hari di ikuti dengan menggigil
- Keluhan disertai mual (+), lemas (+), pusing (+) dan nyeri seluruh tubuh (+).
- Tidak disertai mimisan, gusi berdarah atau BAB hitam
- Riwayat bertugas di papua 8 bulan yang lalu
- Uji Laborat Malaria  (+) pv

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 10


-
- Gambar 1. Alur penemuan penderita malaria

Berdasarkan bagan di atas maka kita dapat menegakan diagnosis pada pasien ini adalah malaria. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa
pasien demam sejak 2 hari dan diikuti menggigil, serta gejala penyerta berupa mual, pusing dan nyeri seluruh tubuh. Berdasarkan rekomendasi
WHO untuk diagnosis malaria tanpa komplikasi klinis berbeda untuk tiap daerah :
 Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa
gambaran penyakit berat lainnya.
 Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat
pada telapak tangan dapat dipakai sebagai patokan anemia pada anak-anak).

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11


Pasien tinggal disalatiga yang notabene daerah risiko rendah, akan tetapi memiliki riwayat tinggal di papua yang merupakan daerah dengan resiko
tinggi.
Pada pasien pemeriksaan yang dilakukan ada pemeriksaan darah mikroskopis. Pemeriksaan ini ada pemeriksaan baku rujuk (gold
standart) pada penyakit malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah
(SD) tebal dan tipis untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b) Spesies dan stadium Plasmodium; pada pasien didapatkan (+) pv

4. Plan
a. Diagnosis
Malaria
b. Penatalaksanaan
 Infus RL 20 tpm
 Infus paracetamol 3 x 500mg
 Injeksi omeprazole 1 x 40mg
 P/o d’artepp 1 x 4 tab
 P/o primaquin 1 x 15 mg

c. Observasi
Pemeriksaan KU, tanda-tanda vital dan klinis pasien

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12


d. Edukasi
Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya, terutama penyebab dan komplikasi yang dapat timbul, serta pola pencegahan
penyakit yang dapat diterapkan di rumah.

e. Konsultasi
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan bagian penyakit dalam untuk penanganan utama dan pencegahan
komplikasinya, serta dengan bagian gizi terkait pengaturan diet di rumah.
.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 13


TINJAUAN PUSTAKA

1 Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk

aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun

kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis

infeksi parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis

2 Etiologi

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan

mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan

mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara

keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil serta 22 pada binatang primata)

Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum yang merupakan malaria yang dapat mengakibatkan hal yang paling serius dan

dapat berakibat fatal apabila tidak segera diobati pada individu yang tidak kebal. Tiga spesies lainnya

yaitu Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax (tertiana) yang tersebar luas

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 14


tapi jarang fatal, meskipun gejala selama serangan utama mungkin parah; Plasmodium malariae menyebabkan malaria kuartan yang umumnya

ringan, tetapi dapat menyebabkan nefrosis fatal; dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale

3 Morfologi dan Siklus Hidup Plasmodium

Setiap siklus hidup Plasmodium memiliki beberapa bentuk morfologi yang berbeda-beda pada tiap fasenya. Adapun morfologi atau bentuk-

bentuk dari Plasmodium falciparum dapat dilihat pada gambar 2.1 dimana bentuk-bentuknya dijelaskan sebagai berikut:

1. Sporozoit

Bentuk sporozoit ini merupakan bentuk infektif dari parasit yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk yang dibentuk dalam ookista

melalui proses sporogoni.

2. Tropozoit muda

Pada bentuk tropozoit muda dapat dilihat adanya cincin berbentuk halus dengan 2 - 3 bintik kromatin kecil, mengandung sedikit

sitoplasma yang mengelilingi vakuola. Bentuk tropozoit merupakan suatu bentuk aseksual yang dapat ditemukan dalam eritrosit.

3. Tropozoit tua

Pada bentuk ini ditemukan cincin yang semakin besar dan tidak teratur.

4. Skizon

Pada bentuk ini bintik yang ada didalam sel tersebut merupakan suatu merozoit, yang mana apabila skizon yang ada telah matang maka

skizon yang ada akan pecah dan melepaskan merozoit yang terkandung dalamnya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 15


5. Makrogametosit

Bentuk makrogamet ini merupakan suatu bentuk gametosit betina yang hanya membentuk satu makrogamet. Pada bentuk ini ditemukan

adanya sitoplasma yang berwarna kebiruan dengan kromatin yang padat. Bentuk dari makrogamet ini menyerupai bulan sabit.

6. Mikrogametosit

Pada bentuk ini ditemukan adanya warna dari sitoplasma yang kemerahan dengan kromatin yang tidak padat.

Tropozoit muda Tropozoit tua Pigment dalam sel

Skizon Makrogametosit Mikrogametosit


Gambar 2.1. Morfologi Plasmodium falciparum

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 16


Plasmodium memiliki 2 hospes untuk melangsungkan hidupnya yaitu pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada

manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk disebut sporogoni

Gambar 2.2. Siklus hidup Plasmodium

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 17


Siklus aseksual dimulai dari sporozoit infeksius daari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan ke dalam darah manusia melalui

tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari

pada daur hidupnya. Di dalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah

dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium

preeritrositik atau eksoeritrositiki. Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil,

dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda,

kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah

pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus

skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual

Siklus aseksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin

membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak ke pinggir parasit. Di pinggir ini beberapa filamen dibentuk menjadi seperti cambuk dan bergerak aktif

seperti mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet ke dalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti

cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membrane basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar dan

disebut ookista. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit atau

menusuk manusia maka sporozoit masuk ke dalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 18


4 Patogenitas dan Gejala Klinis

Perjalanan penyakit malaria berbeda antara orang yang tidak kebal (tinggal di daerah non-endemis) dan orang yang kebal (tinggal di daerah

endemis malaria). Kesalahan atau keterlambatan diagnosis malaria pada orang non-imun, akan menyebabkan risiko tinggi terjadinya malaria berat

atau malaria dengan komplikasi

Perjalanan penyakit malaria dimulai dari serangan demam dengan disertai oleh gejala lainnya dimana dalam perjalanan ini akan diselingi oleh

periode bebas penyakit juga. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya. Masa tunas instrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit

masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8- 37 hari, tergantung pada spesies parasit (terpendek

untuk P. falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat imunitas hospes. Di

samping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi

darah yang mengandung stadium aseksual

Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi. Masa inkubasi maupun periode prapaten

ditentukan oleh jenis plasmodiumnya. Masa prapaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah untuk pertama

kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (microscopic threshold). Berikut tabel periode prapaten dan masa inkubasi

plasmodium:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 19


Tabel 2.1 Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium

Jenis Plasmodium Periode Prapaten Masa Inkubasi

P. Vivax 12,2 hari 12-17 hari

P. Falciparum 11 hari 9-14 hari

P. malariae 32,7 hari 18-40 hari

P. Ovale 12 hari 16-18 hari

Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan P.falciparum lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain,

sedangkan gejala yang disebabkan oleh P.malariae dan P.ovale adalah yang paling ringan. Gambaran khas dari penyakit malaria ialah adanya

demam yang periodik, pembesaran limpa (splenomegali), dan anemia (turunnya kadar hemoglobin dalam darah)

1. Demam

Sebelum timbul demam biasanya penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit kepala, nyeri tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak

enak di bagian perut, diare ringan, dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Umumnya keluhan seperti ini timbul pada malaria yang

disebabkan P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada malaria karena P.falciparum dan P.malariae, keluhan-keluhan tersebut tidak jelas

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20


Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang

sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (tumor nekrosis faktor). TNF akan dibawa

aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.

Pada orang non imun biasanya demam terjadi lebih kurang 2 minggu setelah kembali dari daerah endemis malaria. Demam atau riwayat demam

dengan suhu tubuh lebih dari 38°C biasanya ditemukan pada penderita malaria. Pada permulaan penyakit, biasanya demam tidak bersifat periodik,

sehingga tidak khas dan dapat terjadi setiap hari. Demam dapat bersifat remiten (febris remitens) atau terus menerus (febris kontinua).

Demam pada malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya, tergantung dari plasmodium penyebabnya. P.vivax menyebabkan malaria tertiana

yang timbul teratur tiap tiga hari. P.malariae menyebabkan malaria quartana yang timbul teratur tiap empat hari dan P.falciparum menyebabkan

malaria tropika dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24 – 48 jam. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari

dan berlangsung selama 8 – 12 jam. Lamanya serangan demam berbeda untuk tiap spesies malaria.

Serangan demam yang khas pada malaria terdiri dari tiga stadium, yaitu :

a. Stadium menggigil

Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering membungkus badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat

menggigil seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, serta kulit pucat. Pada anak-anak sering disertai

kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit – 1 jam dan dengan meningkatnya suhu badan.

b. Stadium puncak demam

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 21


Penderita berubah menjadi panas tinggi. Wajah memerah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, frekuensi napas meningkat, nadi

penuh dan berdenyut keras, sakit kepala semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak). Suhu badan

bisa mencapai 41°C. Stadium ini berlangsung selama 2 jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Stadium berkeringat

Seluruh tubuhnya berkeringat banyak, sehingga tempat tidurnya basah. Suhu badan turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan

sering tertidur. Setelah bangun dari tidur, penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan tugas seperti biasa. Padahal, sebenarnya penyakit ini

masih bersarang dalam tubuhnya. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.

2. Pembesaran limpa

Limpa merupakan organ retikuloendotel, dimana parasit malaria dieliminasi oleh sistem kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut limpa

membesar dan tegang, penderita merasa nyeri di perut kwadran kiri atas. Pada perabaan konsistensinya lunak. Bila sediaan limpa diwarnai terlihat

stadium parasit lanjut dan pigmen hemozoin yang tersebar bebas atau dapat juga ditemukan dalam monosit. Perubahan pada limpa biasanya

disebabkan oleh kongesti. Kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam

kapiler dan sinusoid. Eritrosit yang tampaknya normal mengandung parasit dan butir hemozoin tampak dalam histosit di pulpa dan sel epitel

sinusoid. Hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 22


Dengan meningkatnya imunitas, limpa yang mula-mula kehitaman karena banyaknya pigmen menjadi keabuan karena pigmen dan parasit

menghilang perlahan-lahan. Hal ini diikuti dengan berkurangnya kongesti limpa, sehingga ukuran limpa mengecil dan dapat menjadi fibrosis. Pada

malaria menahun konsistensi limpa menjadi keras.

3. Anemia

Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia tampak jelas pada malaria

falsiparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat yaitu pada malaria akut dan berat. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun

secara mendadak. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik atau hipokrom. Dapat juga makrositik bila terdapat

kekurangan asam folat. Pada darah tepi selain parasit malaria, dapat ditemukan polikromasi, anisositosis, poikilositosis, sel target, basophilic

stippling pada sel darah merah. Pada anemia berat dapat terlihat Cabot’s ring, Howel Jolly bodies dan sel darah merah yang berinti. Dapat terjadi

trombositopenia baik pada infeksi P. falciparum dan P. vivax. Leukopenia ditemukan dalam penderita malaria tanpa komplikasi dan leukositosis

pada penderita malaria berat. Pigmen malaria (hemozoin) dapat ditemukan dalam sel monosit atau sel PMN.

Anemia disebabkan oleh beberapa faktor:

a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa. Dalam hal ini, faktor autoimun

memegang peranan.

b. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 23


c. Diseritropoesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dilepaskan dalam

peredaran perifer).

Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah bahwa P. falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang

terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endotel kapiler alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P.

falciparum yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi trofozoit dan skizon P. falciparum akan diliputi

dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit melekat dengan sel hospes. Bila parasit melekat pada sel endotel, maka parasit tersebut tidak akan

dibawa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat eliminasi parasit. Reseptor endotel pada hospes sangat bervariasi dan parasit yang berbeda

dapat melekat dan pada berbagai kombinasi reseptor tersebut. Suatu protein yang dikenal sebagai P. falciparum erythrocyte membrane protein-1

(PfEMP1) diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikode oleh famili gen var yang cukup besar dan sangat bervariasi. Gen ini

dikatakan memegang peranan penting dalam patogenesis P. falciparum

Pada sebagian besar kasus malaria falsiparum, ikatan antara knob dengan endotel hospes tidak selalu menyebabkan malaria berat. Penyebab

infeksi P. falciparum tanpa komplikasi menjadi malaria berat seperti malaria otak, sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan

adalah ekspresi reseptor hospes yang berbeda pada sekuestrasi akan mempengaruhi terjadinya patogenesis tertentu

Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu hemodinamik, imunologik dan metabolik. Gejala

klinis malaria yang kompleks merupakan keseluruhan interaksi ketiga gangguan tersebut. Eritrosit yang terinfeksi parasit akan bersifat mudah

melekat. Eritrosit cenderung melekat pada eritrosit di sekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit dan endotel kapiler. Hal tersebut akan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 24


menyebabkan pembentukan roset dan gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klinis dapat

terjadi gangguan fungsi ginjal, otak dan syok. Kelainan metabolik yang berhubungan dengan infeksi Plasmodium merupakan konsekuensi dari

gangguan pada membran eritrosit, kebutuhan nutrisi parasit,peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik dan efek pengobatan

Penderita malaria falsiparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dan keadaanya sangat lemah (tidak dapat

duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan darah ditemukan P. falciparum stadium aseksual (trofozoit atau skizon) dan penyebab lain (infeksi bakteri

atau virus) disingkirkan. Selain itu, dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

1. Malaria otak dengan koma

2. Anemia normositik berat

3. Gagal ginjal akut

4. Asidosis metabolik dengan gangguan pernapasan

5. Hipoglikemia

6. Edema paru akut (acute respiratory distress syndrome)

7. Syok dan sepsis (malaria algida)

8. Pendarahan abnormal

9. Kejang umum yang berulang

10. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 25


11. Jaundice (ikterus)

12. Haemoglobinuria

13. Demam tinggi

14. Hiperparasitemia

Kelompok risiko tinggi untuk menderita malaria berat adalah di daerah hiper/holoendemik yaitu anak berumur lebih dari 6 bulan (angka

kematian tertinggi pada 1-3 tahun) dan ibu hamil. Selain itu, di daerah hipo/mesoendemik yaitu anak-anak dan orang dewasa. Pendatang

(transmigran) dan pelancong (travellers) juga memiliki risiko tinggi

Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantung umur penderita, status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan

serta kecepatan menegakkan diagnosis dan pengobatan. Prognosis penderita malaria falsiparum berat akan jauh lebih baik bila penderita sudah

ditangani dalam 48 jam sejak masuk ke stadium malaria berat

5 Malaria Berat

Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi P.falciparum yang disertai gangguan berbagai sistem/organ tubuh. Kriteria diagnosis

malaria berat yang ditetapkan WHO, yaitu adanya satu atau lebih komplikasi, seperti malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru,

hipoglikemia (kadar gula <40 mg%), syok, pendarahan spontan dari hidung, gusi, dan saluran cerna, kejang berulang, asidemia dan asidosis

(penurunan pH darah karena gangguan asam-basa di dalam tubuh), serta hemoglobinuria makroskopik (adanya darah dalam urine)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 26


Infeksi malaria falciparum pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia pada ibu dan janinnya, dan bayi yang dilahirkannya akan mempunyai

berat badan rendah. Tentu hal ini dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Komplikasi infeksi malaria pada kehamilan dapat berupa

abortus, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), anemia, edema paru oleh karena penimbunan cairan di jaringan paru-paru, gangguan fungsi

ginjal, dan malaria kongenital. Oleh karena itu, pemberian obat pencegah malaria pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria sangat

penting

Meskipun hanya 1-2% penderita malaria falciparum yang mengalami malaria berat, tetapi sering menimbulkan kematian. Sekurang-

kurangnya 2 juta orang setiap tahun di seluruh dunia meninggal terutama oleh malaria serebral

Berikut ini beberapa komplikasi malaria berat:

1. Malaria serebral

Malaria serebral adalah malaria falciparum yang mengenai otak, yang disertai kejang-kejang dan koma tanpa penyebab lain dari koma. Malaria

serebral merupakan komplikasi yang paling sering menimbulkan kematian. Diduga penyebabnya adalah sumbatan kapiler pembuluh darah otak

oleh sel darah merah yang mengandung parasit malaria sehingga otak kekurangan oksigen (anoksia otak). Gejala dapat timbul secara lambat atau

mendadak. Biasanya didahului oleh sakit kepala dan rasa mengantuk, disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf, dan kejang-kejang.

Penurunan tingkat kesadaran bisa berupa gangguan ringan (seperti apatis, somnolen, delirium, dan perubahan tingkah laku) sampai berat (keadaan

koma). Biasanya, koma pada anak berlangsung satu hari, sedangkan pada orang dewasa bisa 2-3 hari.

2. Gagal ginjal akut

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 27


Pada malaria falsiparum yang berat, kelainan fungsi ginjal sering terjadi terutama pada penderita dewasa, jarang pada anak-anak. Angka

kematian pada malaria berat dengan gangguan fungsi ginjal dapat mencapai 45%, dibandingkan tanpa kelainan fungsi ginjal yang hanya 10%.

Diduga gangguan pada ginjal diakibatkan oleh sumbatan pada kapiler darah ginjal oleh parasit malaria sehingga menyebabkan penurunan aliran

darah ke ginjal. Akibatnya, terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus ginjal. Komplikasi gagal ginjal akut dapat menimbulkan asidosis metabolik,

hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat dalam darah), gagal jantung kongestif, aritmia jantung (gangguan irama jantung), dan perikarditis

(peradangan pada perikardium jantung).

3. Demam kencing hitam (black water fever)

Black water fever adalah sindroma dengan gejala serangan akut, berupa demam, menggigil, penurunan tekanan darah, hemolisis

(penghancuran sel darah merah) intravaskuler, hemoglobinuria (adanya darah dalam urine), dan gagal ginjal. Namun, parasit malaria yang dijumpai

dalam darah hanya sedikit. Penderita adalah orang yang tidak kebal malaria, yang terinfeksi P.falciparum secara berulang-ulang, dan pernah

mendapat pengobatan dengan kina secara tidak teratur. Biasanya, penderita mengeluh nyeri pinggang, muntah, diare, gangguan berkemih, dan

kencing yang berwarna hitam. Mekanisme timbulnya black water fever sampai saat ini masih belum jelas, mungkin disebabkan oleh sumbatan dan

gangguan mikrosirkulasi di ginjal.

4. Anemia berat

Anemia berat timbul akibat penghancuran sel darah merah yang cepat dan hebat. Anemia berat lebih sering dijumpai pada penderita anak-

anak. Pada 30% kasus malaria dengan anemia diperlukan transfusi darah. Anemia berat sering memberikan gejala serebral, seperti tampak bingung,

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 28


kesadaran menurun sampai koma, serta gejala-gejala gangguan jantung-paru. Diagnosis anemia ditentukan dengan pemeriksaan kadar hemoglogin

dalam darah. Anemia paling berat adalah yang disebabkan oleh P.falciparum.

5. Gangguan fungsi hati

Pada gangguan fungsi hati akibat infeksi malaria falciparum, timbul ikterus (kuning pada kulit, selaput lendir, mata dan mukosa) akibat

peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Jika gangguan fungsi hati disertai gangguan organ vital lain seperti gagal ginjal akut, maka prognosisnya

lebih buruk. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis metabolik, dan gangguan metabolisme obat di dalam tubuh.

6. Komplikasi lain

Malaria berat juga dapat menimbulkan komplikasi lainnya, seperti edema paru, pendarahan spontan, hiperpireksia (suhu tubuh di atas 41ºC),

dan sepsis (timbulnya reaksi inflamasi yang mengenai seluruh tubuh akibat adanya infeksi).

6 Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (RDT-Rapid Diagnostik

Test). Diagnosis malaria dapat sulit dilakukan, bila :

a. Malaria bukan merupakan penyakit endemik (seperti di AS). Petugas kesehatan tidak familiar dengan penyakit ini. Petugas kesehatan yang

memeriksa dapat lupa untuk mempertimbangkan adanya penyakit tersebut dan tidak meminta dilakukan tes diagnostik. Petugas laboratorium

dapat kurang berpengalaman terhadap malaria dan gagal mendeteksi parasit saat meneliti sampel darah dalam mikroskop.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 29


b. Di beberapa area penyebaran malaria cukup besar, sehingga sebagian besar populasi terinfeksi tetapi penderita tidak sampai sakit. Beberapa

pembawa (carier) mempunyai cukup imunitas untuk melindungi dari sakit malaria, tetapi tidak dari infeksi malaria.

c. Pada banyak daerah endemik malaria, kurangnya sumber daya merupakan hambatan besar untuk menentukan diagnosis. Petugas kesehatan

kurang terlatih, kurang cukup perlengkapan dan kurang mendapat imbalan. Mereka juga harus membagi perhatian untuk malaria dan penyakit

lain seperti pneumonia, diare, TB dan HIV/AIDS.

6.1 Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

a. Keluhan utama: demam, menggigilm berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.

b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.

c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

d. Riwayat sakit malaria.

e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

f. Riwayat mendapat transfusi darah.

Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini:

a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk atau berdiri).

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 30


c. Kejang-kejang.

d. Panas sangat tinggi.

e. Mata atau tubuh kuning.

f. Pendarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan.

g. Nafas cepat dan atau sesak nafas.

h. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

i. Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitaman.

j. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria).

k. Telapak tangan sangat pucat.

6.2 Pemeriksaan fisik

1. Demam (pengukuran dengan termometer 37,5°C).

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.

3. Pembesaran limpa (splenomegali).

4. Pembesaran hati (hepatomegali).

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

1. Temperatur rektal 40ºC.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 31


2. Nadi cepat dan lemah atau kecil.

3. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50mmHg.

4. Frekuensi nafas >35 kali per menit pada orang dewasa atau > 40 kali per menit pada balita, anak di bawah 1 tahun > 50 kali per menit.

5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) < 11.

6. Manifestasi pendarahan (petekie, purpura, hematom).

7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor, dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang).

8. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat dan lain-lain).

9. Terlihat mata kuning atau ikterik.

10. Adanya ronki pada kedua paru.

11. Pembesaran limpa dan atau hepar.

12. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.

13. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik).

6.3 Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan dengan mikroskop

Tetesan preparat darah tebal merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan

preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khusunya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 32


identifikasi parasit. Tetesan darah tipis digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan.

Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pda

beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan:

a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

b. Spesies dan stadium plasmodium

c. Kepadatan parasit:

1. Semi kuantitatif

(-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)

(+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)

(++++) = positif 4 (ditemukan > 10 parasit dalam 1 LPB)

2. Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit). Contoh:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 33


a. Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8.000/µl maka hitung parasit= 8.000/200 x 1500 parasit= 60.000

parasit/µl.

b. Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5% dan jumlah eritrosit 450.000 maka hitung parasit= 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/µl.

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.

b. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria dengan menggunakan metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstick.

Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta

untuk survei tertentu. Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:

a. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum.

b. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual Plasmodium

falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.

Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis yaitu:

a. Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi Plasmodium falciparum.

b. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi Plasmodium falciparum dan non falsiparum.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 34


Oleh karena teknologi baru sangat perlu untuk memperhatikan kemampuan sensitivitas dan spesifisitas dari alat ini. Dianjurkan untuk

menggunakan rapid test dengan kemampuan minimal sensitifitas 95% dan spesifisitas 95% . Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT

ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam frezzer pendingin

Kelemahan rapid test adalah:

a. Kurang sensitive bila jumlah parasit dalam darah rendah (kurang dari 100 parasit/µl darah).

b. Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif).

c. Antigen yang masih beredar beberapa hari-minggu setelah parasit hilang memberikan reaksi positif palsu.

d. Gametosit muda (immature), bukan yang matang (mature) mungkin masih dapat dideteksi.

e. Biaya tes ini masih cukup mahal.

f. Tidak stabil pada suhu ruang di atas 30ºC.

3. Tes serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi

adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik

sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor

darah. Titer > 1:200 dianggap sebagi infeksi baru dan tes > 1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain indirect

haemagglutination test, immuno-precipitation technique, ELISA test, dan radio-immunoassay

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 35


4. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya

tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebaga sarana penelitian

dan belum untuk pemeriksaan rutin

5. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:

a. Hemoglobin dan hemotokrit.

b. Hitung jumlah leukosit dan trombosit.

c. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,

analisis gas darah).

d. EKG.

e. Foto toraks.

f. Analisis cairan serebrospinalis.

g. Biakan darah dan uji serologi.

h. Urinalisis.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 36


6.4 Diagnosis banding Malaria

Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus

pada sistem respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia, infeksi saluran

kencing, dan tuberkulosis. Pada daerah hiper-endemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi

malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Pada malaria berat diagnose banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada malaria

dengan ikterus, diagnose banding ialah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus

biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid

ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi), gangguan serebrovaskular

(stroke), eklampsia, dan tumor otak

7 Pencegahan dan Vaksin Malaria

Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional.

Kemo-profilaksis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk

memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara:

1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (kelambu yang dicelup dengan pemethrin atau deltamethrin).

2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk baik dalam bentuk spray, lotion, asap, atau elektrik.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 37


3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk akan dapat menggigit dan harus memakai proteksi (baju lengan panjang, kaos kaki/stocking).

Nyamuk akan menggigit di antara jam 18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2.000m.

4. Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dengan kawat anti nyamuk.

Tabel 2.2 Obat-obat untuk mencegah malaria pada wisatawan


No Nama Obat Penggunaan Dosis Dewasa
1 Klorokuin Daerah tanpa P.falciparum 500 mg setiap minggu

resisten

2 Meflokuin Daerah dengan P.falciparum 250 mg setiap minggu

resisten kloroquin

3 Doksisiklin Daerah dengan P.falciparum 100 mg setiap hari

resisten multiobat

4 Klorokuin Regimen alternatif 500 mg kloroquin setiap

ditambah menggantikan meflokuin minggu ditambah 200

Proguanil mg proguanil setiap hari

5 Primakuin Profilaksis terminal infeksi

P.vivax dan P.ovale

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 38


26,3 mg (15 mg base)

setiap hari selama 14

hari setelah perjalanan

Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis.

Doksisiklin diberikan setiap hari dimulai 1-2 hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria dengan dosis 2 mg/kg BB selama tidak lebih dari 4-6

minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada anak umur <8 tahun dan ibu hamil

Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium

selain pada masing-masing bentuk stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah adalah P. falciparum sekarang baru

ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap P. falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu vaksin

sporozoit (bentuk intra hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosis

2.8 Pengobatan Malaria Falciparum

Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan ditemukannya plasmodium aseksual di dalam darahnya, malaria klinis tanpa

ditemukan parasit dalam darahnya perlu diobati. Prinsip pengobatan malaria:

1. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita malaria berat atau dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi atau

malaria berat memakai obat parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 39


2. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak terjadi kegagalan pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu

dengan pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy).

3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan dilakukan monitoring efek atau respon

pengobatan.

4. Pengobatan malaria klinis atau tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT.

ada lima golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan kausal berdasarkan mekanisme kerjanya, kelima golongan itu adalah :

1. Skizontosida jaringan primer

Obat – obat ini mampu membasmi praeritrosit sehingga mencegah parasit ini untuk masuk ke dalam eritrosit. Biasanya digunakan sebagai

profilaksis kausal, yaitu pengobatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Contoh obat golongan ini, yaitu

pirimetamin, proguanil

2. Skizontosida jaringan sekunder

Obat ini mampu membasmi parasit pada daur hidup eksoeritrosit dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi sebagai obat anti relaps.

Namun dalam pengobatan malaria Tropikana ini, obat yang termasuk dalam golongan ini tidak dapat digunakan sebab parasit Plasmodium

falciparum tidak mengalami fase eksoeritrosit. Contoh obatnya adalah primakuin.

3. Skizontosida darah

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 40


Obat- obat ini memiliki kemampuan dalam membasmi parasit pada stadium eritrosit dengan cara mengakhiri serangan yang terjadi, dimana

hal ini berhubungan dengan penyakit akut yang disertai gejala klinis. Obat golongan ini dibagi menjadi 2 yaitu yang kerjanya lambat dan yang

kerja cepat.

Contoh obat golongan skizontosida kerja lambat yaitu; golongan penghambat sintesis folat dan antibiotik kecuali antibiotik golongan

sepalosporin dan Contoh obat skizontosida kerja cepat yaitu: derivate artemisin, amodiaquin, chloroquin, kinin dan kinidin, antibiotik golongan

sepalosporin, meflokuin, atovaquone, dan halofantrin.

4. Gametositosida

Obat ini memiliki kemampuan dalam penghancuran semua bentuk seksual termasuk pada stadium gametosit sehingga transmisinya menuju

ke nyamuk dapat dicegah. Contoh obatnya adalah primakuin.

5. Sporontosida:

Obat ini memiliki kemampuan dalam mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam

nyamuk Anopheles. Contoh obatnya adalah primakuin dan proguanil.

Obat-obat malaria yang ada, dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya, yaitu:

1. 4-aminoquinolons contohnya kloroquin dan amodiaquin.

2. Diaminopiridins contohnya pirimetamin, trimetoprim.

3. Biguanida contohnya proguanil dan klorproguanil.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 41


4. 8-aminoquinolon contohnya Primakuin.

5. Alkaloid cinchonae contohnya quinin dan quinidin.

6. Sulfon dan Sulfonamida contohnya sulfadoksin.

7. Kuinolinmetanol dan fenantrenmetanol contohnya meflokuin.

8. Antibiotik contohnya tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin, dan minosiklin.

9. 9-aminoakridin contohnya mepakrin.

8.1 Penatalaksanaan terapi malaria falsiparum menurut DepKes RI (2008)

Di Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh program malaria, yaitu Artesunate – Amodiaquin serta Dihydroartemisinin

- Piperaquin

1. Pengobatan lini pertama

Saat ini Pada Program Malaria untuk pengobatan lini pertama Malaria falsiparum digunakan obat Artemisinin Combination Therapy (ACT),

yaitu Artesunat + Amodiakuin + Primakuin atau Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin.

Obat program yang tersedia saat ini adalah sediaan artesunate – amodiaquin dan dihydroartemisinin – piperaquin. Setiap kemasan artesunate

– amodiaquin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin 200 mg ( setara amodiakuin basa 153 mg) 12 tablet dan blister artesunat 50 mg 12

tablet. Obat diberikan selama 3 hari dengan dosis tunggal harian amodiakuin basa 10 mg/kg BB dan artesunat 4 mg/kg BB, primakuin 0,75 mg/kg

BB.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 42


Tabel 2.3 Pengobatan lini pertama malaria falsiparum dengan artesunat-amodiakuin-primakuin berdasarkan umur

Dosis menurut Berat Badan:

a. Amodiakuin basa 10 mg/kg BB

b. Artesunat 4 mg/kg BB

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 43


c. Primakuin 0,75 mg/kg BB

Artesunat + Amodiakuin + Primakuin, untuk anak umur kurang dari satu tahun dan ibu hamil serta penderita defisiensi G6PD tidak boleh

menerima primakuin. Obat program untuk dihidroartemisinin - piperakuin adalah Fixed Dose combination (FDC) setiap kemasan terdapat 8 tablet,

setiap tablet mengandung dihydroartemisinin 40 mg dan piperakuin 320 mg. Dosis obat Dihydroartemisinin 2-4 mg/kg BB, piperakuin 16-32

mg/kgBB, dan primakuin 0,75 mg/kg BB. Sebaiknya dosis ditentukan berdasarkan berat badan. Regimen dosis untuk anak berdasarkan umur dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. 4 Pengobatan lini pertama malaria falsiparum dengan dihidroartemisinin – piperakuin- primakuin berdasarkan umur

Anak dengan berat badan dibawah 10 kg diberikan sesuai dengan dosis dengan melarutkan 1 tablet dengan 5 ml air minum atau sirup.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 44


2. Pengobatan lini kedua

Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis tidak memburuk tapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali

(rekrudesensi) maka diberikan pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat lini kedua adalah kombinasi Kina + Doksisiklin /Tetrasiklin +

Primakuin.

Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 7 hari. Dosis maksimal kina adalah 9 tablet untuk dewasa. Kina

yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau

tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah

4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan tetrasiklin.Tetrasiklin

diberikan 4 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kg BB. Doksisiklin maupun Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 8 tahun

dan ibu hamil.

Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis maksimal primakuin 3 tablet untuk penderita dewasa. Pengobatan lini kedua untuk anak

berdasarkan umur dapat dilihat pada table 5 dan 6 dibawah ini.

Tabel 2. 5 Pengobatan lini kedua malaria falsiparum kombinasi kina – doksisiklin berdasarkan umur

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 45


Keterangan: * Dosis di berikan dalam kg/BB

** 2x 50 mg doksisiklin

*** 2 x 100 mg doksisiklin

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 46


Tabel 2.6 Pengobatan lini kedua malaria falsiparum kombinasi kina – tetrasiklin berdasarkan umur

Keterangan: * Dosis di berikan dalam kg/BB

** 4 x 250 mg tetrasiklin

8.2 Kombinasi Artesunat dan Amodiaquin

Kombinasi obat malaria adalah pemberian secara bersamaan dua atau lebih obat skizontosida darah yang mempunyai cara kerja atau target

biokimia yang berbeda. Kombinasi berbasis artemisin adalah kombinasi yang menggunakan artemisin sebagai salah satu komponen obat

kombinasi. Terapi kombinasi dapat berupa fixed combination dimana semua komponen diformulasikan dalam satu tablet atau kapsul yang sama,

atau setiap komponen berupa tablet atau kapsul yang berbeda, tetapi diberikan secara bersamaan (co-administrated) .

Terapi kombinasi berbasis derivat artemisin seperti direkomendasikan oleh WHO berdasarkan adanya argumentasi:

a. Obat-obat dengan mekanisme kerja yang berbeda dapat meningkatkan efikasi.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 47


b. Obat-obat ini dapat meningkatkan efikasi yang lebih tinggi dan penurunan jumlah gametosit dan menurunkan penyebaran malaria.

c. Obat-obat ini dapat memperlambat resistensi oleh karena kemungkinan resistensi parasit terhadap obat-obat ini lebih rendah dan oleh karena

artesunat dengan cepat mengurangi resistensi multidrug parasit, dapat membunuh parasit dengan konsentrasi yang tinggi dari obat kombinasi

ini.

Hasil studi Adjuik tahun 1999 di Gabon, menunjukkan bahwa kombinasi artesunat dan amodiaquin dapat meningkatkan efikasi pengobatan

di Gabon dan Kenya dan juga di Senegal. Kombinasi artesunat dan amodiaquin merupakan kombinasi yang efektif dan ditoleransi dengan baik.

Angka kesembuhan parasit selama 14 hari pemberian kombinasi > 90% pada semua tempat studi. Kombinasi artesunat dengan amodiaquin

merupakan pilihan pada daerah dimana efikasi klorokuin sudah diketahui

8.2.1 Artesunat

Artesunat merupakan salah satu derivat dari artemisin. Qinghaosu (artemisin) merupakan obat antimalaria golongan seskuiterpen lakton yang

bersifat skizontosida darah untuk P. falsiparum dan P. vivax. Sebenarnya obat ini merupakan obat tradisional Cina untuk penderita demam yang

dibuat dari ekstrak tumbuhan Artemesia annua (qinghao) yang sudah dipakai sejak ribuan tahun lalu. Obat ini terutama digunakan untuk

pengobatan malaria falsiparum resisten klorokuin atau multidrug dan malaria berat atau dengan komplikasi karena efek obat yang sangat cepat

dan toksisitas rendah.

Artemisin khususnya artesunat dan artemeter memainkan peranan penting dalam mengobati malaria tropika yang resisten terhadap berbagai

macam obat dimana obat golongan ini merupakan satu-satunya obat yang efektif terhadap strain yang resisten kinin. WHO merekomendasikan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 48


pengunaan artesunat untuk malaria falsiparum tanpa komplikasi. Artesunat ketika digunakan dengan obat antimalaria lainnya (amodiakuin,

meflokuin atau pirimetamin-sulfadoksinj) diberikan secara oral kepada dewasa dan anak-anak dengan dosis 4 mg/kg) (Sweetman, 2009).

a. Spektrum aktifitas

1. Skizontisida darah

Artesunat efektif terhadap stadium aseksual Plasmodium falciparum, Plasmodium vivas, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.

Artesunat mempunyai waktu paruh yang pendek dan obat bekerja sangat cepat sehingga penggunaan artesunat harus dikombinasikan dengan obat

anti malaria lainnya, seperti amodiakuin

2. Gametosida

Artesunat membunuh stadium gametosit muda Plasmodium falciparum. Untuk pengobatan radikal penderita malaria falsiparum diperlukan

penambahan primakuin. Sama dengan artemisin, efektif melawan Plasmodium falciparum yang resisten terhadap obat anti malaria lainnya. Tidak

bersifat hipnozoidal tetapi menurunkan angka gametosit karier artemisin potent dan aktifitasnya cepat terhadap skintosida darah, waktu parasit

menghilang lebih pendek daripda klorokuin/kinina dan respon simptomatik yang cepat. Derivat artemisin ini hanya sedikit larut dalam minyak.

Beberapa studi menunjukkan bahwa artemisin efektif melawan parasit yang resisten terhadap penggunaan seluruh obat antimalaria. Senyawa ini

tidak bersifat hipnozoitisidal dan menurunkan gametosid bawaan atau carrier

b. Penggunaan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 49


Artesunat (tablet) digunakan sebagai bagian dari kombinasi artesunat dan amodiakuin. Obat ini menggantikan klorokuin sebagai lini pertama

untuk malaria falsiparum tanpa komplikasi. Khusus artesunat injeksi digunakan untuk pengobatan penderita malaria berat atau malaria dengan

komplikasi terutama di Rumah Sakit. Pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi di fasilitas kesehatan lainnya menggunakan

artemeter intramuscular atau kina parenteral (intramuscular atau intravena). Sebagai bagian dari kombinasi artesunat untuk pengobatan malaria

tanpa komplikasi digunakan artesunat dengan dosis harian tunggal 4mg/kgBB selama 3 hari dengan amodiakuin basa dosis harian tunggal 10

mg/kgBB selama 3 hari. Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang

berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%

c. Farmakokinetik

Farmakokinetik artesunat menyerupai artemeter, setelah pemberian oral atau parenteral, artesunat dengan cepat dihidrolasi menjadi metabolit

aktif yaitu dihidroartemisin. Pada pemberian oral penyerapan obat sangat cepat dan hanya mencapai 60%. Kemudian obat tersebut terakumulasi

dalam jaringan hati, sedangkan sebagian kecil pada kulit dan mata. Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam setelah pemberian oral

d. Toksisitas dan efek samping

Artemisin dan turunannya umumnya dapat ditoleransi dengan baik, meskipun terdapat laporan gangguan pencernaan ringan (termasuk muak,

muntah, diare dan sakit perut), pusing, sakit kepala, tinnitus, neutropenia, nilai enzim hati yang tinggi dan abnormalitas ECG termasuk

perpanjangan interval QT. Bukti neurotoksisitas parah telah terlihat pada hewan bila diberikan pada dosis tinggi

e. Kontraindikasi

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 50


Seperti artemeter yaitu tidak diberikan pada kehamilan trisemester 1

8. 2. 2 Amodiakuin

a. Spektrum aktifitas obat

Amodiakuin adalah senyawa 4 aminokuinolin merupakan obat antimalaria dimana struktur dan aktivitasnya mirip dengan klorokuin yaitu:

1. Skizontisida darah

Efektif terhadap stadium aseksual Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.

2. Gametositosida

Membunuh stadium gametosit Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Seperti klorokuin, senyawa ini juga

mempunyai efek antipiretik dan antiradang. Pada beberapa studi di Afrika menunjukan bahwa bereaksi baik terhadap Plasmodium falciparum

yang telah resisten terhadap klorokuin. Sebagai bagian dari kombinasi artesunat untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi digunakan artesunat

dengan dosis harian tunggal 4mg/kgBB selama 3 hari dengan amodiakuin basa dosis harian tunggal 10 mg/kgBB selama 3 hari.

b. Penggunaan:

Amodiakuin digunakan bersama artemisinat terutama untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi yang resisten klorokuin atau

resisten multidrug. Kombinasi artesunat dan amodiakuin dipilih sebagai pengganti klorokuin untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa

komplikasi. Khusus untuk darah yang mempunyai masalah dengan Plasmodium vivax yang resisten klorokuin (antara lain Papua, Lampung),

kombinasi obat ini dapat juga digunakan sebagai pengganti.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 51


c. Farmakokinetik

Penyerapan melalui usus cepat dan sempurna, dan segera diubah dalam hati menjadi metabolit aktif desetilamodiakuin. Metabolit ini memiliki

efek sebagai antimalaria. Data kurang lengkap tentang eliminasi waktu paruh dalam plasma dari desetilamodiakuin. Amodiakuin dan

desetilamodiakuin dapat dideteksi melalui urine beberapa bulan setelah minum obat.

d. Toksisitas dan efek samping

Toksisitas amodiakuin sama dengan klorokuin. Amodiakuin mempunyai rasa yang lebih enak daripada klorokuin, namun resiko yang tinggi

untuk terjadi agranulositosis letal, hepatitis toksik bila digunakan sebagai profilaksis yaitu terjadi 1:1000 dan 1:5000. Belum jelas apakah resiko

lebih rendah bila amodiakuin digunakan sebagai pengobatan. Dosis yang berlebihan dapat menimbulkan kardiotoksik tapi kasus lebih kecil

dibandingkan klorokuin, spastic, pingsan, konvulsi, gerakan involunter. Efek samping pengobatan (dosis standard) untuk terapi malaria adalah

sama dengan klorokuin seperti mual, muntah, sakit perut, diare dan gatal-gatal. Penanganan efek samping dengan pengobatan simtomatik.

e. Kontraindikasi

Penderita dengan hipersensitif terhadap amodiakuin, klorokuin dan gangguan hepar.

f. Interaksi obat

Tidak ada data yang cukup tentang interaksi obat.

8. 3 Kombinasi Dihydroartemisinin dan Piperaquin

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 52


Hasil penelitian di Timika ( Papua) Obat antimalaria Dihydroartemisinin – Piperaquin, efikasinya lebih dari 95 % dan efek samping yang

lebih rendah /sedikit dibanding Artesunat–Amodiakuin. Selanjutnya obat tersebut diharapkan dapat digunakan di seluruh Indonesia, terutama jika

terjadi efek samping terhadap obat Artesunat – Amodiakuin

8. 3. 1 Dihydroartemisin

Dihydroartemisinin adalah metabolit aktif utama derivat artemisinin, tetapi dihidroartemisinin dapat juga diberikan langsung secara oral atau

melalui rektal. Dihidroartemisinin relatif tidak larut dalam air dan membutuhkan bahan tambahan lain untuk menjamin absorpsinya. Efektifitas

pengobatannya sebanding dengan artesunat oral. Saat ini, kombinasi fixed-dose dihydroartemisinin dengan piperakuin sedang dievaluasi sebagai

kombinasi berbasis artemisinin (ACT) baru yang menjanjikan

Dihydroartemisin cepat diabsorbsi bila diminum oral, puncak level dicapai setelah 2,5 jam. Absorbsi melalui rektal lambat, dengan puncak

level terjadi ± 4 jam setelah digunakan. Ikatan protein plasma sekitar 55%. Eliminasi waktu paruh 45 menit melalui usus dan glukuronidase hepatik

Artemisin dan turunannya umumnya dapat ditoleransi dengan baik, meskipun terdapat laporan gangguan pencernaan ringan (termasuk muak,

muntah, diare dan sakit perut), pusing, sakit kepala, tinnitus, neutropenia, nilai enzim hati yang tinggi dan abnormalitas ECG termasuk

perpanjangan interval QT. Bukti neurotoksisitas parah telah terlihat pada hewan bila diberikan pada dosis tinggi

8. 3. 2 Piperaquin

Piperaquin adalah derivate bisquinoline yang pertama disintesa pada tahun 1960 dan digunakan luas di China dan Indochina sebagai

profilaksis dan pengobatan selama lebih dari 20 tahun. Sejumlah penelitian dari China melaporkan bahwa ini ditoleransi baik pada chloroquine

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 53


untuk membunuh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Obat ini merupakan salah satu campuran yang aman untuk ACT (Artemisinin

Combination Therapy), dimana mempunyai keuntungan antara lain murah, terapi jangka pendek dengan penyembuhan yang sangat baik dan

toleransi yang baik dan dapat menurunkan transmisi dan munculnya resistensi parasit

Beberapa studi melaporkan hasil efikasi kombinasi Dihydroartemisinin-Piperaquin kombinasi (cure rate 28 hari > 95%) dan regimen tidak

berhubungan dengan sifat kardiotoksik dan efek samping yang lain. Karakteristik piperaquin baru-baru ini diungkapkan bahwa obat ini larut dalam

minyak dengan volume yang besar untuk didistribusikan saat bioavaibilitas, waktu paruh yang panjang yang terjadi pada anak dibandingkan

dengan dewasa. Toleransi, efikasi, profil dan biaya murah dari piperaquin membuatnya menjanjikan sebagai partner ACT

8. 4 Primakuin

Primakuin diberikan secara oral dan diabsorpsi baik dari saluran cerna. Metabolismenya terjadi cepat dan sangat sedikit obat yang tertinggal

dalam tubuh setelah 10-12 jam. Waktu paronya 3-6 jam. Tafenokuin terurai lebih lambat sehingga menguntungkan dan dapat diberikan per minggu.

Pada dosis terapi primakuin menyebabkan nyeri abdominal jika diberikan dalam keadaan lambung kosong. Efek samping lain meliputi anemia

dan leukositosis ringan. Overdosis dapat menimbulkan leukopenia, agranulositosis, simptom saluran cerna, anemia hemolitik dan

methemoglobinemia dengan sianosis. Hindari penggunaan primakuin bersama obat-obat yang dapat meningkatkan risiko hemolisis atau yang

mensupresi sumsum tulang

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 54


DAFTAR PUSTAKA

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 55

Anda mungkin juga menyukai