Anda di halaman 1dari 7

WHY PEOPLE COMMIT FRAUD ???

ARIF DWISANTOSO W100170022

WAHYU TRI WIBOWO W100170026

I. PENDAHULUAN
Fraud menurut The Institute of Internal Auditor (“IIA”), merupakan Sekumpulan
tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur
kecurangan yang disengaja. Motivasi pelaku melakukan Fraud pun bermacam – macam,
namun secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3: Pressure/ Tekanan; Rasionalisation/
Rasionalisasi dan Opporunity/ Kesempatan, yang ketiganya sering disebut “FRAUD
TRIANGLE”.

II. PEMBAHASAN
A. WHO PEOPLE COMMITS FRAUD
Penelitian menyatakan semua orang bisa melakukan Fraud. Pelaku Fraud sulit
dibedakan berdasar karakteristik Demografi maupun psikologi, karena pada beberapa
kasus membuktikan bahwa orang yg terlihat jujur pun bisa melakukan fraud. Bahkan dari
hasil studi yg pernah ada menyatakan bahwa kondisi psikologis dan tingkah laku pelaku
fraud, sangat berbeda dengan pelaku kriminal pada umumnya (suka minum alkohol,
berjudi,sering berkata kasar, arogan). Dan ketika kondisi psikologis dan tingkah laku
pelaku fraud dibandingkan dengan mahasiswa, ternyata banyak kesamaannya. Hal ini
menjelaskan bahwa pelaku fraud tidak selalu identik dengan penampilan buruknya,
namun justru penampilan yang biasa – biasa bahkan cenderung “berpenampilan jujur”
bisa berpotensi sebagai fraud perpetrators, karena untuk menyembunyikan tingkah
lakunya

B. WHY PEOPLE COMMITS FRAUD


Terdapat 3 motivasi besar mengapa orang melakukan fraud, yang sering disebut
“FRAUD TRIANGLE”, yaitu:
a. Pressure/ Tekanan → Fraud bisa terjadi karena tekanan dari pihak lain (atasan) , bisa
juga terjadi karena kebutuhan/ tujuan yg ingin dicapai perusahaan. Tekanan dapat dibagi
menjadi empat tipe, yaitu:
1) Tekanan Keuangan/ Finansial → merupakan alasan yang paling umum yang
menyebabkan banyak orang terlibat dalam fraud. Sayangnya, hanya sedikit dari
pelaku fraud yang mau mengaku bahwa mereka memiliki masalah keuangan.
Faktanya, beberapa dari pelaku fraud adalah seorang karyawan yang jujur
sebelumnya.
Salah satu studi menunjukkan bahwa 30% perilaku fraud mulai ditunjukkan pelaku
ketika mereka telah berpengalaman bekerja selama 3 tahun pertama sebagai
karyawan. 70% pegawai terlibat ketika mereka berpengalaman bekerja selama 4-35
tahun. Dan kelompok umur pegawai yang menduduki peringkat tertinggi dalam
perilaku fraud adalah mereka yang telah berumur 35 dan 44 tahun. Biasanya, ketika
manajemen fraud terjadi, perusahaan melebihkan aktiva dalam neraca dan
pendapatan bersih dalam laporan keuangan (overstatement). Perusahaan biasanya
merasa ditekan untuk melakukan hal tersebut, karena melemahnya posisi kas,
banyak piutang yang tak tertagih, kehilangan konsumen, persediaan banyak yang
usang, penurunan pasar, dan membatasi kontrak atau perjanjian pinjaman yang
mana perusahaan melanggarnya.
2) Kejahatan/Pelanggaran → Gaya hidup bebas-tanpa kendali biasanya disebut-sebut
sebagai pemicu orang-orang jujur dapat terlibat fraud. Contohnya, berjudi, memakai
obat-obatan terlarang/narkoba, minum alkohol, atau berbakat mencuri sejak umur
yang masih dini. Hal-hal seperti itu dapat memicu tekanan finansial, karena orang-
orang akan membutuhkan uang yang lebih banyak dari seharusnya untuk memenuhi
kebutuhannya.
3) Tekanan pada pekerjaan → Faktor-faktor yang memicu timbulnya fraud yang
berhubungan dengan tekanan pekerjaan, yaitu seperti tidak adanya penghargaan
terhadap pekerjaan yang telah dilakukannya, ketidakpuasan terhadap pekerjaan,
ketakutan akan kehilangan pekerjaan, sedang mencari-cari promosi kenaikan
jabatan, serta kurangnya upah atau gaji yang diberikan.
4) Tekanan-tekanan yang Lain → Terkadang, fraud juga dapat dipicu oleh tekanan-
tekanan yang lain, seperti keinginan istri/suami yang menginginkan peningkatan
gaya hidup yang lebih mewah (gaya hidup), bahkan sulit untuk membedakan antara
keinginan dan kebutuhan. Mengapa? Karena kita selalu berpersepsi bahwa orang
yang “sukses” adalah orang yang kaya, memiliki rumah besar, mobil, dan
kemewahan lain. Tetapi kita tidak melihat ke”sukses”an yang sebenarnya ada pada
kehormatan, harga diri, kejujuran dan integritas kita. Dan bagi sebagian orang
kesuksesan dalam artian kaya lebih penting dibanding kejujuran.

b. Rationalization/ Rasionalisasi → Rasionalisasi disini maksudnya adalah pelaku fraud


meyakinkan diri mereka sendiri bahwa fraud tersebut diperbolehkan dengan berbagi
argumentasi yang mereka berikan/ hal yang wajar. Semisal seperti Robin Hood, dia
melakukan tindakan fraud, yaitu mencuri harta orang kaya. Seharusnya hal demikian
tidak boleh dilakukan, tetapi dia berargumentasi bahwa dia memberikan harta yang
dicurinya tersebut kepada orang miskin. Sehingga menurut dia hal tersebut (fraud)
diperbolehkan karena bertujuan baik. Ada beberapa rasionalisasi yang biasanya
digunakan oleh para pelaku fraud, yaitu:
 Perusahaan meminjamkannya padaku
 Aku hanya meminjam-nanti akan aku kembalikan lagi
 Tidak ada orang yang terluka
 Aku pantas mendapatkan lebih
 Ini untuk tujuan baik
 Kami akan memperbaiki pencatatan secepatnya setelah kesulitan ekonomi kami
selesai
 Sesuatu harus dikorbankan, entah itu integritasku atau reputasiku (Jika saya tidak
menggelapkan untuk menutupi ketidakmampuan saya untuk membayar, maka
orang-orang akan tahu saya tidak memenuhi kewajiban dan itu memalukan karena
saya profesional).
c. Opportunity/ Kesempatan→ Terjadi karena adanya kesempatan untuk melakukannya,
biasanya terjadi karena Interna control lemah. Setidaknya ada enam faktor utama yang
dapat meningkatkan kesempatan bagi individu-individu untuk dapat terlibat fraud, yaitu:
1) Kurangnya pengendalian di sekitar yang dapat mencegah atau mendeteksi adanya
perilaku kecurangan/fraud.
2) Ketidakmampuan untuk menilai kualitas dari performa kinerja.
3) Gagal untuk mendisiplinkan pelaku fraud.
4) Kurangnya akses informasi.
5) Ketidakmampuan, ketidakcakapan, serta sikap apatis.
6) Kurangnya jejak audit.

C. PENGENDALIAN YANG DAPAT MENCEGAH DAN MENDETEKSI ADANYA FRAUD.

Terdapat 3 komponen dalam struktur pengendalian perusahaan, yaitu:

1. Lingkungan pengendalian/ Control Environment

Lingkungan pengendalian merupakan atmosfir kinerja dari perusahaan yang


dibangun untuk para karyawan.

 Menjadi contoh manajemen yang baik merupakan elemen pertama dari


pencegahan fraud. Dimana jika manajemen memberikan contoh yang tidak jujur
maka akan ditiru oleh karyawannya.

 Berkomunikasi dengan baik dengan karyawan adalah elemen kedua paling


penting untuk menjalankan lingkungan pengendalian yang efektif. Contoh-contoh
dari komunikasi yang baik adalah mengadakan manajemen perilaku, orientation
meeting, pelatihan, diskusi dengan supervisor/karyawan, serta pertemuan untuk
membahas perbedaan antara perilaku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat
diterima.

 Perekrutan karyawan dengan kulaifikasi yang layak. Misal, jika dalam


kualifikasinya terdapat catatan kriminal, kesalahan calon karyawan, temperamental
yang tidak terkontrol, alkoholik, ketergantungan obat-obatan terlarang, dan pola-
pola yang menyebabkan dia dipecat dari perusahaan sebelumya, maka lebih baik
jika perusahaan tidak menerimanya bekerja.

 Struktur organisasi yang jelas, tiap-tiap individu dalam organisasi tahu pasti siapa
yang bertanggungjawab atas tiap-tiap aktivitas bisnis.dengan struktur organisasi
yang jelas kita akan dengan mudah mengetahui adanya asset-aset yang hilang dan
menelusurinya.
 Bagian audit internal yang efektif yang dikombinasikan dengan tindakan
keamanan dan pencegahan kehilangan. Meskipun internal auditor hanya dapat
mendeteksi sekitar 20% dari karyawan yang melakukan fraud, tetapi kehadiran dari
internal auditor dapat memberikan efek deteksi yang signifikan.

2. Sistem akuntansi

Setiap fraud terdiri atas 3 elemen utama, yaitu

 Pencurian aset-aset

 Merahasiakan atau menyembunyikan fraud dan aset-aset yang telah dicurinya

 Pelaku menukarkan asset yang telah dicurinya menjadi uang kas dan dihabiskan
untuk digunakan

Sistem akuntansi yang efektif dapat menelusuri adanya pencurian dan


penyembunyian aset-aset. Selain itu, sistem akuntansi juga harus melakukan
pencatatan transaksi akuntansi secara valid , diotorisasi dengan baik, lengkap,
diklasifikasikan dengan baik, dilaporkan dalam periode yang tepat, dinilai dengan
baik, telah diringkas dengan baik

3. Prosedur atau Aktivitas Pengendalian

Ada lima prosedur atau aktivitas pengendalian utama:

a. Pemisahan tugas/wewenang; meliputi pembagian tugas menjadi dua bagian,


sehingga tidak ada individu yang memiliki pengendalian secara penuh terhadap
tugas tersebut.

b. Sistem Otorisasi; meliputi sistem otorisasi yang layak dapat dilihat dari berbagai
bentuk. Otorisasi password untuk tiap-tiap individu yang ingin membuka komputer
dan mengakses database perusahaan, otorisasi tandatangan untuk tiap individu yang
ingin memasuki tabungan perusahaan di bank, melakukan pemeriksaan kas,
menunjukkan fungsi lain dari institusi keuangan. Otorisasi terbatas bagi individu
yang ingin mengambil uang dari perusahaan sesuai dengan hak dari begiannya.

c. Pemeriksaan Independen; Setiap orang diharapkan untuk tahu dan mengerti bahwa
aktivitas dan performa kinerja mereka telah dan sedang dimonitor oleh seseorang
yang dipercaya oleh perusahaan.
d. Pengamanan Fisik; Melindungi aset-asetnya, misalnya menyimpan uangnya di bank,
menguncinya di brankas, peralatan dan perlengkapan disimpan dan dikunci di
lemari, dan lain sebagainya.

e. Dokumen dan Pencatatan; Dokumen dan pencatatan dapat digunakan sebagai alat
pendekteksi adanya penyimpangan aktivitas. Seperti, di bank disediakan laporan
bulanan mengenai aktivitas yang terjadi di tabungan perusahaan, siapa saja yang
mengambil dan menyimpan akan dilaporkan di sana, serta dokumen penjualan,
pembelian, dan transaksi yang lain.

D. KETIDAKMAMPUAN UNTUK MENILAI KUALITAS DARI PERFORMA KINERJA

Jika kita meminta orang untuk memperbaiki pagar, kita dapat melihat performa dan
kualitas kinerja dari pekerja tadi apakah baik atau tidak, sesuai atau tidak dengan kontrak
yang dijanjikan dan apakah kita layak memberikannya bayaran yang pantas seperti
perjanjian di kontrak. Tetapi jika kita menilai kinerja dari pengacara, dokter, akuntan, ahli
mesin, maupun mekanik, terkadang masih sulit bagi kita untuk mengetahui performa
mereka dan apakah kita pantas jika memberikan bayaran sekian atau tidak pada mereka.

E. GAGAL UNTUK MENDISIPLINKAN PELAKU FRAUD

Individu yang terlibat fraud tersebut tidak dihukum atau hanya diberhentikan saja tanpa
ganjaran yang berat sehingga terkadang mereka tidak kapok melakukan kegiatan fraud,
karena hukumannya ringan. Perasaan terhina atau rendah diri biasanya menjadi factor
utama terjadinya perulangan aktivitas fraud di masa depan. Karena itulah hukuman atau
ganjaran yang berat sesuai besarnya fraud yang dilakukannya dirasa pantas dan harus
dijalankan.

F. KURANGNYA AKSES INFORMASI

Banyak fraud terjadi karena korban tidak memiliki akses informasi yang dimiliki oleh
pelaku fraud. Biasanya terjadi di manajemen fraud yang dilakukan oleh pelaku terhadap
pemegang saham, investor, dan debt holders, karena mereka adalah pihak ekstern
perusahaan yang tidak memiliki akses penuh untuk melihat informasi perusahaan seperti
yang dipunyai oleh pelaku.

G. KETIDAKMAMPUAN, KETIDAKCAKAPAN, SERTA SIKAP APATIS

Orang tua, individu dengan kesulitan atau keterbatasan bahasa, dan warga yang
gampang tersinggung sangat mudah sekali menjadi korban fraud, karena pelaku tahu
bahwa orang-orang semacam itu tidak memiliki kapasitas atau pengetahuan untuk
mendeteksi perilaku illegal mereka.

H. KURANGNYA JEJAK AUDIT

Organisasi melakukan langkah yang tepat dengan membuat dokumen dan


menyediakan jejak audit sehingga transaksi dapat direkonstruksi dan ditelaah lagi lain
waktu. Banyak fraud yang melibatkan pembayaran kas dan manipulasi pencatatan yang
tidak dapat diikuti, karena mereka harus merahasiakannya dari umum. Ketika berhadapan
dengan keputusan untuk mengambil pencatatan keuangan yang mana yang harus mereka
manipulasi, kebanyakan mereka para pelaku memilih pernyataan pendapatan, karena
mereka tahu bahwa jejak auditnya akan segera dihapus.

I. FRAUD RECRUITMENT

Seiring berkembangnya jaman, perkembangan fraud pun semakin canggih dengan


menggunakan teknologi, hacker misalnya untuk membobol dan memanipulasi data
keuangan. Dan akan lebih kompleks lagi jika fraud dilakukan oleh beberapa orang, bahkan
lintas departemen (KONSPIRASI), sehingga membuat Auditor harus bekerja lebih keras
lagi.

Misalnya: Manager Operasional yg juga membawahi Kepala Gudang,


menginstruksikan kepada Kepala Gudang untuk menghilangkan sebagian sparepart dari
stok gudang, dengan alasan sparepart tersebut sudah usang, tidak bisa dipakai lagi,
membuat rak gudang penuh, kotor dan tidak bermanfaat. Kepala gudang mengajak 1
anggota nya untuk mengatur teknis penghilangan dan pengeluaran sparepart tersebut.
Tentu saja untuk mengeluarkan sparepart dari lingkungan perusahaan perlu kerjasama
dengan bagian security. Selanjutnya sparepart – sparepart tersebut ditaruh di suatu tempat,
dimana disitu sudah ada orang yang hendak membelinya sesuai rekomendasi Manager
Operasional. Dan hasil penjualan terebut dibagikan kepada mereka yang terlibat tanpa
sepengatahuan perusahaan

Dari contoh tersebut, fraud sudah bersifat konspirasi yang jika dilihat dari motifnya
bisa dalam kategori “Rasionalisasi”→ sparepart layak dimusnahkan; Pressure→adanya
pressure dari Manager Operasional ke Kep Gudang, juga dari Kep Gudang ke Anggotanya,
dimana dalam hal ini power lah yg mempengaruhi → Coercive Power (Terpaksa
melakukan, karena takut akan hukuman dari atasan yang mungkin berpengaruh terhadap
posisi kerjanya di perusahaan)
III. KESIMPULAN
 Seiring berkembangnya jaman dan teknologi, pelaku Fraud pun akan semakin canggih
dan professional dalam menjalankan aksinya, hal ini menjadi tugas bagi Top manajemen
perusahaan untuk mendeteksinya, lebih khusus lagi bagi Auditor Internal perusahaan
maupun Auditor Eksternal dengan tugas khusus.
 Selain dari yang telah disampaikan diatas, beberapa hal berikut diharapkan bisa
membantu melakukan pencegahan/ meminimalkan resiko Fraud:
1. Peraturan / SOP perusahaan yang jelas dan tegas, termasuk kode etik perusahaan,
Reward n Punishment nya,dll sehingga hal ini meminimalkan Fraud dengan motif
Rasionalisasi & Pressure
2. Sistem Internal Control perusahaan yg kuat, akan meminimalkan Fraud dengan motif
Opportunity
3. Dibentuk Internal Audit perusahaan, yang selain bertindak setelah mendeteksi adanya
fraud juga berperan dalam aktivitas pencegahan
4. Dilakukan Audit Eksternal minimum sekali dalam 1 tahun
5. Pemberian Sanksi yang tegas bagi seluruh karyawan/ anggota yang terbukti melakukan
Fraud
6. Perlunya pendekatan nilai – nilai dan religi ke seluruh karyawan/ anggota secara terus
menerus (meliputi perlunya sifat jujur dalam kehidupan)

IV. SUMBER REFERENSI

Albrecht, W Steve. et all. (2012). Fraud Examination. 4th edition. South Western College–
Cengage Learning

Anda mungkin juga menyukai