I. PENDAHULUAN
Fraud menurut The Institute of Internal Auditor (“IIA”), merupakan Sekumpulan
tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur
kecurangan yang disengaja. Motivasi pelaku melakukan Fraud pun bermacam – macam,
namun secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3: Pressure/ Tekanan; Rasionalisation/
Rasionalisasi dan Opporunity/ Kesempatan, yang ketiganya sering disebut “FRAUD
TRIANGLE”.
II. PEMBAHASAN
A. WHO PEOPLE COMMITS FRAUD
Penelitian menyatakan semua orang bisa melakukan Fraud. Pelaku Fraud sulit
dibedakan berdasar karakteristik Demografi maupun psikologi, karena pada beberapa
kasus membuktikan bahwa orang yg terlihat jujur pun bisa melakukan fraud. Bahkan dari
hasil studi yg pernah ada menyatakan bahwa kondisi psikologis dan tingkah laku pelaku
fraud, sangat berbeda dengan pelaku kriminal pada umumnya (suka minum alkohol,
berjudi,sering berkata kasar, arogan). Dan ketika kondisi psikologis dan tingkah laku
pelaku fraud dibandingkan dengan mahasiswa, ternyata banyak kesamaannya. Hal ini
menjelaskan bahwa pelaku fraud tidak selalu identik dengan penampilan buruknya,
namun justru penampilan yang biasa – biasa bahkan cenderung “berpenampilan jujur”
bisa berpotensi sebagai fraud perpetrators, karena untuk menyembunyikan tingkah
lakunya
Struktur organisasi yang jelas, tiap-tiap individu dalam organisasi tahu pasti siapa
yang bertanggungjawab atas tiap-tiap aktivitas bisnis.dengan struktur organisasi
yang jelas kita akan dengan mudah mengetahui adanya asset-aset yang hilang dan
menelusurinya.
Bagian audit internal yang efektif yang dikombinasikan dengan tindakan
keamanan dan pencegahan kehilangan. Meskipun internal auditor hanya dapat
mendeteksi sekitar 20% dari karyawan yang melakukan fraud, tetapi kehadiran dari
internal auditor dapat memberikan efek deteksi yang signifikan.
2. Sistem akuntansi
Pencurian aset-aset
Pelaku menukarkan asset yang telah dicurinya menjadi uang kas dan dihabiskan
untuk digunakan
b. Sistem Otorisasi; meliputi sistem otorisasi yang layak dapat dilihat dari berbagai
bentuk. Otorisasi password untuk tiap-tiap individu yang ingin membuka komputer
dan mengakses database perusahaan, otorisasi tandatangan untuk tiap individu yang
ingin memasuki tabungan perusahaan di bank, melakukan pemeriksaan kas,
menunjukkan fungsi lain dari institusi keuangan. Otorisasi terbatas bagi individu
yang ingin mengambil uang dari perusahaan sesuai dengan hak dari begiannya.
c. Pemeriksaan Independen; Setiap orang diharapkan untuk tahu dan mengerti bahwa
aktivitas dan performa kinerja mereka telah dan sedang dimonitor oleh seseorang
yang dipercaya oleh perusahaan.
d. Pengamanan Fisik; Melindungi aset-asetnya, misalnya menyimpan uangnya di bank,
menguncinya di brankas, peralatan dan perlengkapan disimpan dan dikunci di
lemari, dan lain sebagainya.
e. Dokumen dan Pencatatan; Dokumen dan pencatatan dapat digunakan sebagai alat
pendekteksi adanya penyimpangan aktivitas. Seperti, di bank disediakan laporan
bulanan mengenai aktivitas yang terjadi di tabungan perusahaan, siapa saja yang
mengambil dan menyimpan akan dilaporkan di sana, serta dokumen penjualan,
pembelian, dan transaksi yang lain.
Jika kita meminta orang untuk memperbaiki pagar, kita dapat melihat performa dan
kualitas kinerja dari pekerja tadi apakah baik atau tidak, sesuai atau tidak dengan kontrak
yang dijanjikan dan apakah kita layak memberikannya bayaran yang pantas seperti
perjanjian di kontrak. Tetapi jika kita menilai kinerja dari pengacara, dokter, akuntan, ahli
mesin, maupun mekanik, terkadang masih sulit bagi kita untuk mengetahui performa
mereka dan apakah kita pantas jika memberikan bayaran sekian atau tidak pada mereka.
Individu yang terlibat fraud tersebut tidak dihukum atau hanya diberhentikan saja tanpa
ganjaran yang berat sehingga terkadang mereka tidak kapok melakukan kegiatan fraud,
karena hukumannya ringan. Perasaan terhina atau rendah diri biasanya menjadi factor
utama terjadinya perulangan aktivitas fraud di masa depan. Karena itulah hukuman atau
ganjaran yang berat sesuai besarnya fraud yang dilakukannya dirasa pantas dan harus
dijalankan.
Banyak fraud terjadi karena korban tidak memiliki akses informasi yang dimiliki oleh
pelaku fraud. Biasanya terjadi di manajemen fraud yang dilakukan oleh pelaku terhadap
pemegang saham, investor, dan debt holders, karena mereka adalah pihak ekstern
perusahaan yang tidak memiliki akses penuh untuk melihat informasi perusahaan seperti
yang dipunyai oleh pelaku.
Orang tua, individu dengan kesulitan atau keterbatasan bahasa, dan warga yang
gampang tersinggung sangat mudah sekali menjadi korban fraud, karena pelaku tahu
bahwa orang-orang semacam itu tidak memiliki kapasitas atau pengetahuan untuk
mendeteksi perilaku illegal mereka.
I. FRAUD RECRUITMENT
Dari contoh tersebut, fraud sudah bersifat konspirasi yang jika dilihat dari motifnya
bisa dalam kategori “Rasionalisasi”→ sparepart layak dimusnahkan; Pressure→adanya
pressure dari Manager Operasional ke Kep Gudang, juga dari Kep Gudang ke Anggotanya,
dimana dalam hal ini power lah yg mempengaruhi → Coercive Power (Terpaksa
melakukan, karena takut akan hukuman dari atasan yang mungkin berpengaruh terhadap
posisi kerjanya di perusahaan)
III. KESIMPULAN
Seiring berkembangnya jaman dan teknologi, pelaku Fraud pun akan semakin canggih
dan professional dalam menjalankan aksinya, hal ini menjadi tugas bagi Top manajemen
perusahaan untuk mendeteksinya, lebih khusus lagi bagi Auditor Internal perusahaan
maupun Auditor Eksternal dengan tugas khusus.
Selain dari yang telah disampaikan diatas, beberapa hal berikut diharapkan bisa
membantu melakukan pencegahan/ meminimalkan resiko Fraud:
1. Peraturan / SOP perusahaan yang jelas dan tegas, termasuk kode etik perusahaan,
Reward n Punishment nya,dll sehingga hal ini meminimalkan Fraud dengan motif
Rasionalisasi & Pressure
2. Sistem Internal Control perusahaan yg kuat, akan meminimalkan Fraud dengan motif
Opportunity
3. Dibentuk Internal Audit perusahaan, yang selain bertindak setelah mendeteksi adanya
fraud juga berperan dalam aktivitas pencegahan
4. Dilakukan Audit Eksternal minimum sekali dalam 1 tahun
5. Pemberian Sanksi yang tegas bagi seluruh karyawan/ anggota yang terbukti melakukan
Fraud
6. Perlunya pendekatan nilai – nilai dan religi ke seluruh karyawan/ anggota secara terus
menerus (meliputi perlunya sifat jujur dalam kehidupan)
Albrecht, W Steve. et all. (2012). Fraud Examination. 4th edition. South Western College–
Cengage Learning