Anda di halaman 1dari 27

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK INDONESIA

No. Nama No. Absen NIM


1 Imam Baidowi 19 1401160124
2 Randy Fatria Pradana 28 1401160085
3 Salman Khoirul Abdi Lubis 32 1401160034
4 Susilo 36 1401160014
5 Validita Kurniawan 39 1401160078
8A Akuntansi

Politeknik Keuangan Negara STAN


Tahun 2017
Profil Bank Indonesia

A. Sejarah Perkembangan Bank Indonesia


Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia. Bank ini memiliki
nama lain De Javasche Bank (DJB) yang dipergunakan pada masa Hindia Belanda.
Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek,
yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap
mata uang negara lain1. De Javasche Bank didirkan pada tahun 1828 oleh Pemerintah
Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank
Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan
tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu,
Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan
melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur
kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain
yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia
juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong
kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna
meningkatkan taraf hidup rakyat. Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah
Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank
Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamendemen dengan fokus
pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank
Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amendemen
dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia (diakses tanggal 10 Juli 2017)
krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan
Jangka Pendek dari Bank Indonesia.

B. Status dan Kedudukan Bank Indonesia


1. Sebagai Lembaga Negara yang Independen
UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia (sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009) merupakan babak baru dalam sejarah Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank
Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara
lebih efektif dan efisien.
2. Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum
perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank
Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai
dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia
dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

C. Tiga Pilar Utama


Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah
ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa,
serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada
perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan
untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas
tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini
kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3. Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.

D. Standar Akuntansi Bank Indonesia


Bank Indonesia menerapkan standar akuntansi yang berbeda dengan industri
perbankan lainnya. Standar akuntansi ini dikenal sebagai Standar Akuntansi Khusus
Bank Indonesia dengan menerapkan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia
(KAKBI). KAKBI adalah standar akuntansi keuangan yang disusun secara khusus
berdasarkan keunikan tujuan maupun karakteristik transaksi Bank Indonesia (BI) sebagai
bank sentral, yang berbeda dari entitas komersial ataupun lembaga publik lainnya. KAKBI
mulai berlaku 1 Januari 2014 dengan tujuan meningkatkan governance dan akuntabilitas
dalam penyusunan laporan keuangan.
Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia terdiri dari:
1. Prinsip Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (PDP2LK),
2. Pernyataan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (PKAK), meliputi:
a. PKAK 01: Kebijakan akuntansi;
b. PKAK 02: Penyajian laporan keuangan;
c. PKAK 03: Pengaruh perubahan kurs valuta asing;
d. PKAK 04: Emas;
e. PKAK 05: Uang dalam peredaran;
f. PKAK 06: Instrumen keuangan kebijakan; dan
g. PKAK 07: Transaksi tidak unik.

Laporan keuangan Bank Indonesia yang lengkap meliputi:


a. Laporan posisi keuangan
b. laporan surplus/defisit
c. catatan dan laporan lain
d. materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan
e. skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut
Adapun tujuan Laporan Keuangan Bank Indonesia adalah untuk menunjukkan
pencapaian manajemen atau pertanggungjawaban manajemen dalam mencapai dan
memelihara stabilitas nilai rupiah, yang meliputi informasi tentang dampak keuangan dari
kebijakan BI terhadap posisi keuangan dan surplus/defisit BI. Aset yang dimiliki Bank
Indonesia terutama juga ditujukan sebagai instrumen kebijakan, tidak seperti aset di
entitas komersial yang ditujukan untuk sumber daya produktif dalam menghasilkan
laba, atau seperti di entitas pemerintah sebagai sumber daya pendukung kegiatan dan
kebijakan pemerintah.
Laporan Keuangan yang disusun oleh Bank Indoensia menggunakan asumsi
dasar atas:
1. Dasar akrual  pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian
(bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam
catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang
bersangkutan.
2. Kelangsungan Hidup  Peraturan perundang-undangan menempatkan Bank
Indonesia sebagai satu-satunya entitas yang menjalankan fungsi dan
kewenangan sebagai bank sentral di Indonesia.
3. Periodisasi  Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan Bank Indonesia dibagi
menjadi periode- periode pelaporan.

Unsur laporan keuangan Bank Indonesia, terdiri dari:


1. Posisi Keuangan
Unsur posisi keuangan adalah aset dan liabilitas. Pos-pos ini didefinsikan sebagai
berikut:
a) Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh Bank Indonesia sebagai akibat peristiwa
masa lalu dan mencerminkan hak Bank Indonesia untuk memperoleh manfaat
ekonomi dalam upaya mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah yang
berdampak ekonomi dan sosial kepada masyarakat dan perekonomian nasional.
b) Liabilitas adalah klaim kini terhadap Bank Indonesia dengan karakteristik yang
berbeda-beda yang timbul dari peristiwa masa lalu.
2. Surplus/Defisit
Unsur penghasilan dan beban didefinisikan sebagai berikut:
a) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas,
yang mengakibatkan kenaikan akumulasi surplus/defisit, yang tidak berasal dari
penambahan modal.
b) Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya liabilitas,
yang mengakibatkan penurunan akumulasi surplus/defisit.
Laporan posisi keuangan sekurang- kurangnya mencakup penyajian jumlah pos
dan subpos bersubstansi sebagai berikut:
a) Emas
b) Aset keuangan kebijakan moneter
i. aset keuangan dalam Rupiah
ii. aset keuangan dalam Rupiah- syariah
iii. aset keuangan dalam valuta asing
c) Tagihan
i. tagihan kepada pemerintah
ii. tagihan kepada bank
d) Uang dalam peredaran
e) Liabilitas keuangan kebijakan moneter
i. aset keuangan dalam Rupiah
ii. aset keuangan dalam Rupiah- syariah
iii. aset keuangan dalam valuta asing
f) Liabilitas keuangan kepada pemerintah
g) Selisih revaluasi
h) Modal
i) Akumulasi surplus/ defisit
Laporan surplus defisit sekurang-kurangnya mencakup penyajian jumlah pos
dan subpos bersubstansi berikut untuk periode :
a) penghasilan dan beban pelaksanaan kebijakan moneter
i. pendapatan dan beban bunga
ii. pendapatan dan beban imbalan bagi hasil
iii. keuntungan/ kerugian dari transaksi keuangan
iv. keuntungan/ kerugian selisih kurs
b) penghasilan dan beban pengelolaan sistem pembayaran
c) penghasilan dan beban pengawasan makroprudensial
d) pendapatan dari kredit dan pembiayaan
e) beban pajak
f) total surplus/defisit
Pengukuran unsur laporan keuangan dapat digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan Bank Indonesia, yaitu:
1. model akuntansi historis (historical accounting model)
2. model akuntansi nilai kini (current value accounting model)

Capital Ratio, Common Size Dan Percentage Of Change Analysis

A. Capital Ratio
Adalah rasio antara Jumlah Modal dengan Kewajiban Moneter. Berdasarkan
Catatan atas Laporan Keuangan, Jumlah Modal yang diperhitungkan dalam perhitungan
ini terdiri atas Modal, Revaluasi Aset Tetap, Cadangan Umum dan 90 % Surplus Tahun
Berjalan (Setelah Pajak). Adapun untuk Kewajiban Moneter terdiri atas Uang dalam
Peredaran, Giro Pemerintah, Giro Bank, Giro Penduduk Lainnya, Surat Berharga yang
Diterbitkan dan Pinjaman dari Pemerintah. Di bawah ini adalah nilai Capital Ratio Bank
Indonesia selama tiga tahun terakhir :

Dalam Jutaan Rupiah


Nilai Capital Ratio sempat nak pada tahun 2015, akan tetapi mengalami
penurunan di tahun 2016. Secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa semakin besar nilai
Capital Ratio BI maka semakin baik kondisinya dan berlaku sebaliknya. Berdasarkan
Undang Undang Bank Indonesia diatur bahwa dalam hal rasio modal terhadap kewajiban
moneter Bank Indonesia di atas 10%, maka Bank Indonesia menyetorkan sisa surplus
yang merupakan bagian Pemerintah. Sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah
tersebut terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada
Bank Indonesia. Dari tabel dapat diartikan, bahwa tahun yang kondisinya kurang ideal
adalah tahun 2014 karena nilainya di bawah 10 %.

B. Common Size Analysis


1. Laporan Posisi Keuangan

Dari tabel terlihat bahwa untuk akun Aset, selama tiga tahun berturut – turut, porsi
terbesar adalah Aset Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan yang nilainya selalu di atas
80 % dari total aset. Aset Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan terdiri atas tiga jenis
akun yaitu Surat Berharga dan Tagihan dalam Rupiah, Surat Berharga dan Tagihan
berbasis Syariah dalam Rupiah dan Surat Berharga dan Tagihan dalam Valas. Dari
ketiga jenis akun tersebut, porsi terbesar adalah Surat Berharga dan Tagihan dalam
Valas yang nilainya selalu di atas 70 % dari Total Aset. Kondisi ini sebenarnya tidak
mengherankan, mengingat BI sendiri mempunyai tugas utama mengatur kebijakan yang
terkait dengan moneter.
Sejalan dengan kondisi pada Aset, Liabilitas dengan porsi terbesar adalah
Liabilitas yang terkait dengan pelaksanaan Kebijakan Moneter. Nilainya selalu di atas 40
% dari total Aset. Posisi kedua diduduki oleh Uang dalam Peredaran yang porsinya dari
total aset cukup stabil pada kisaran 30 % dan cenderung meningkat. Peningkatan Porsi
Uang dalam Peredaran ternyata tidak lantas membuat inflasi mengalami kenaikan, justru
sebaliknya. Berdasarkan data Laporan Inflasi BI, Nilai Inflasi di Indonesia dari tahun 2014
hingga tahun 2016 justru memiliki trend yang menurun.

2. Laporan Surplus Defisit

Untuk penghasilan, penyumbang terbesar penghasilan BI berasal dari


Pelaksanaan Kebijakan Moneter yang nilainya selalu di atas 90 % dari total penghasilan.
Nilai proporsinya juga cenderung meningkat dari tahun 2014 hingga tahun 2016.
Penghasilan Pelaksanaan Kebijakan Moneter terdiri dari Pendapatan Bunga,
Pendapatan Imbalan, Transaksi Aset Keuangan, Selisih Kurs Transaksi Valas, dan
lainnya.
Porsi terbesar Beban adalah Beban yang digunakan dalam rangka Pelaksanaan
Kebijakan Moneter. Beban bunga adalah beban yang porsinya terbesar dibanding beban
pelaksanaan Kebijakan moneter lainnya. Secara keseluruhan, Porsi Total Beban
terhadap Total Penghasilan selama tiga tahun terakhir terlihat kurang stabil, bahkan pada
tahun 2016, rasionya mencapai 61, 31 %. Semakin besar proporsi Beban tentu saja
menunjukkan kondisi yang tidak baik.

3. Percentage Change Of Analysis

Aset non-Kebijakan pada tahun 2015 mengalami kenaikan yang sangat drastis
yaitu 59, 16 %. Kondisi sangat berlawanan terjadi di tahun berikutnya yang justru
mengalami penurunan dalam jumlah yang cukup signifikan yaitu 26, 60 %. Secara umum,
di Tahun 2015 dan 2016 jumlah aset dan liabilitas mengalami pertumbuhan yang positif.

Di tahun 2015, Penghasilan Pelaksanaan Kebijakan Moneter mengalami


pertumbuhan yang positif, tetapi di tahun 2016, terjadi penurunan yang sangat signifika
mencapai 49 %. Setelah ditelusuri, penurunan terbesar berasal dari Pendapatan Selisih
Kurs Transaksi Valas . Berdasarkan CaLK, Pendapatan Selisih Kurs Transaksi Valas
untuk periode 1 Januari s.d. 31 Desember 2016 sebesar Rp11.614.826 juta merupakan
dampak penjabaran transaksi valas ke Rupiah dalam rangka pengelolaan devisa dan
pelaksanaan kebijakan moneter. Penurunan pendapatan tersebut merupakan dampak
atau implikasi dari pelaksanaan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam rangka
menjaga kestabilan nilai Rupiah.
Untuk beban secara umum di tahun 2015, rata – rata mengalami penurunan,
sedangkan di tahun 2016 beban banyak yang mengalami kenaikan. Jadi, jika kinerja
diukur dari pertumbuhan penghasilan, maka kinerja BI di tahun 2015 lebih baik jika
dibandingkan di tahun2016. Akan tetapi jika kinerja diukur dari penurunan beban, maka
tahun 2016 lebih baik dibanding tahun 2015.

Taxonomy Analysis

Bank Indonesia merupakan bank sentral di Indonesia memiliki tujuan yang


berbeda dengan bank komersil lainnya. Salah satu peran dari Bank Indonesia adalah
mengatur kebijakan moneter. Salah satu indikator untuk melihat arah kebijakan Bank
Indonesia adalah dengan melihat kebijakan dari neracanya (DNB, 2016). DNB
mengadopsi bentuk simplifikasi dari Filardo dan Yetman (2012) terkait aset dan Archer
dan Boehm (2013) terkait liabilitas dan merumuskan simplifikasi neraca bank sentral
sebagai berikut.
Neraca Bank Sentral yang Disimplifikasi
Aset Liabilitas
Foreign Exchange Reserves FX Banknotes in Circulation Bn
Domestic Private Sector Debt L Liabilities to Banking Sector Rs
Domestic Public Sector Debt G Liabilities to Government Rg
Sumber: A Comparative Analysis of Development in Central Bank Balance Sheet Composition

Foreign Exchange Reserves (FX) merupakan aset bank sentral dalam denominasi
mata uang asing dan juga komoditas penting lain, seperti emas. Kemudian Domestic
Private Sector Debt (L) dan Domestic Public Sector Debt (G) merupakan aset domestik
dati bank sentral di mana L merupakan pinjaman atau utang sekuritas yang dikeluarkan
oleh bank dan intermediasi keuangan lainnya sedangkan G adalah pinjaman atau utang
sekuritas yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Di lain pihak, liabilitas bank sentral yang disimplifikasi dibagi menjadi tiga yaitu
Banknotes in Circulation (Bn), Liabilities to Banking Sector (Rs), dan Liabilities to
Government (Rg). Perbedaan pendefinisian terkait uang primer menyebabkan
pengkasifikasian banknotes berbeda di setiap negara. Wikipedia menjelaskan bahwa
banknotes adalah instrument bernegosiasi dapat berupa tagihan, uang kertas, atau
bentuk sederhana lainnya. Ada beberapa negara yang menggunakan istilah berbeda
seperti currency in circulation (Selandia Baru dan Indonesia), notes on issue (Australia),
atau notes and coin in circulation (Norwegia).
Berdasarkan simplifikasi neraca bank sentral tersebut, dapat kita lihat bahwa dari
segi komposisi aset, bank sentral diklasifikasi menjadi foreign exchange holder,
treasuries holder atau private sector lender. Sedangkan dari komposisi liabilitas, bank
sentral dapat dikalisifkasikan menjadi note issuer, government’s banker, dan banker’s
banker. Dari hal tersebut disusun kategori dan kriteria kondisi atas neraca bank sentral
sebagai berikut.
Skema Klasifikasi Taxonomy Bank Sentral
Kategori Kriteria Kondisi Penjelasan
Aset:
Foreign Exchange Holder FX > (G + L) Lebih dari setengah aset Bank Indonesia
adalah foreign exchange reserves.
Domestic Private Sector (G + L) > FX dan G Lebih dari setangah aset Bank Indonesia
Debt >L adalah aset domestik dan lebih dari
setengah aset domestik Bank Indonesia
diterbitkan oleh domestic government
sector.
Domestic Public Sector (G + L) > FX dan L Lebih dari setangah aset Bank Indonesia
Debt >G adalah aset domestik dan lebih dari
setengah aset domestik Bank Indonesia
diterbitkan oleh domestic private sector.
Liabilitas:
Banknotes in Circulation Bn > 10 (Rg + Rs) Total Deposit di Bank Sentral lebih rendah
dari 10% banknotes in circulation.
Liabilities to Banking Sector Bn < 10 (Rg + Rs) Total Deposit di Bank Sentral lebih tinggi
dan Rg > Rs dari 10% banknotes in circulation dan dari
total deposit tersebut lebih dari
setengahnya terasosiasi dengan domestic
government.
Liabilities to Government Bn < 10 (Rg + Rs) Total Deposit di Bank Sentral lebih tinggi
dan Rs > Rg dari 10% banknotes in circulation dan dari
total deposit tersebut lebih dari
setengahnya terasosiasi dengan domestic
banking sector.
Sumber: A Comparative Analysis of Development in Central Bank Balance Sheet Composition

Data yang diperoleh dari laporan keuangan Bank Indonesia dari tahun 2014, 2015, dan
2016 komposisi neraca Bank Indonesia adalah sebagai berikut.
Komposisi Aset Bank Indonesia
2014 2015 2016
FX 1.424.506.797 1.491.855.883 1.568.227.599
L 139.137.449 158.184.644 165.758.970
G 249.071.623 256.153.290 221.863.623
G+L 388.209.072 414.337.934 387.622.593
G/L 1,79 1,62 1,34
(G+L)/FX 0,27 0,28 0,25
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan Bank Indonesia Tahun 2014, 2015, dan 2016
Komposisi Aset Bank Indonesia
2014 2015 2016
Bn 528.549.571 586.775.262 612.557.609
Rs 915.755.502 838.767.083 959.333.137
Rg 368.410.796 480.651.472 383.959.446
10(Rs+Rg) 12.841.662.980 13.194.185.550 13.432.925.830
Rs/Rg 2,49 1,75 2,50
(Rs+Rg)/Bn 2,43 2,25 2,19
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan Bank Indonesia Tahun 2014, 2015, dan 2016
Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa Bank Indonesia termasuk dalam kriteria
Foreign Exchange Holder dan Banker’s Banker selama 2014, 2015, dan 2016. Bank
Indonesia sendiri sebagai bank sentral memiliki wewenang untuk menggunakan baik aset
dan liabilitasnya (keduanya) untuk mengatur stabilitas moneter dan mencapai tujuannya.
Dari komposisi neraca tersebut, arah kebijakan Bank Indonesia dapat tergambarkan
secara sederhana. Fokus penggunaan instrumen foreign exchange reserves dan kepada
domestic banking sector masih menghiasai Indonesia selama 3 tahun terakhir. Hal ini
sesuai dengan data DNB di mana bank sentral di negara maju cenderung berfokus pada
asek domestik yaitu pada kategori Domestic Private Sector Debt dan Domestic Public
Sector Debt, sedangkan negara berkembang cenderung pada Foreign Exchange Holder.

Taxonomy of Central Bank Balance Sheets

Sumber: A Comparative Analysis of Development in Central Bank Balance Sheet Composition


Taxonomy of Bank Indonesia Asset

1.20

1.00
2014
0.80
2015
0.60
2016
0.40 G=L
0.20 FX=(G+L)

-
- 0.50 1.00 1.50 2.00

Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan Bank Indonesia Tahun 2014, 2015, dan 2016

Taxonomy of Bank Indonesia Asset


3.00
2.50
2014
2.00
2015
1.50
2016
1.00
Rs=Rg
0.50
Rs+Rg=Bn
-
- 1.00 2.00 3.00

Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan Bank Indonesia Tahun 2014, 2015, dan 2016

Uang Beredar

Uang Beredar adalah kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank Umum, dan
Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik (tidak termasuk
pemerintah pusat dan bukan penduduk). Kewajiban yang menjadi komponen uang
beredar terdiri dari uang kartal yang dipegang masyarakat (di luar Bank Umum dan BPR),
uang giral, uang kuasi yang dimiliki oleh sektor swasta domestik, dan surat berharga
selain saham yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik
dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun. Uang Beredar dapat didefinisikan
dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang
masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi Rupiah). Sedangkan M2 meliputi M1,
uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro
dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang
dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.
Faktor yang mempengaruhi Uang Beredar adalah Aktiva Luar Negeri Bersih (Net
Foreign Assets / NFA) dan Aktiva Dalam Negeri Bersih (Net Domestic Assets / NDA).
Aktiva Dalam Negeri Bersih antara lain terdiri dari Tagihan Bersih Kepada Pemerintah
Pusat (Net Claims on Central Government / NCG) dan Tagihan kepada sektor lainnya
(sektor swasta, pemeritah daerah, lembaga keuangan dan perusahaan bukan keuangan)
terutama dalam bentuk Pinjaman yang diberikan. Rumus perhitungan uang beredar M1
dan M2 dijabarkan pada formula berikut ini.
M1 = C + D
C = Currency (uang kartal: kertas dan logam)
D = Demand Deposits (uang giral: rekening koran/giro)
M2 = M1 + TD + SD
TD = Time deposits (deposito berjangka)
SD = Savings Deposits (Saldo Tabungan)

Tabel Uang Beredar di Indonesia (dalam Triliun Rupiah)


2016

Sumber : Website Resmi Bank Indonesia

Secara umum, peredaran uang Indonesia secara luas menunjukkan tren yang
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena komponen uang beredar yang
meliputi peredaran uang kartal, uang giral, yang kuasi menunjukkan angka yang
cenderung meningkat. Walaupun surat berharga selain saham menunjukkan tren
menurun namun karena nilainya tidak material maka tidak terlalu berpengaruh terhadap
kenaikan tren keseluruhan uang beredar M2. Kenaikan jumlah uang karta disebabkan
karena ekonomi Indonesia yang berkembangdan faktor-faktor makro ekonomi lainnya.
Grafik atas uang beredar dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Grafik Uang Beredar Tahun 2014 s.d. 2016

Uang Beredar
6,000.0
5,000.0
4,000.0 Uang Beredar Luas (M2)

3,000.0 Uang Beredar Sempit (M1)

2,000.0 Uang Kuasi

1,000.0 Surat Berharga Selain Saham


-
2014 2015 2016

Sumber : Diolah oleh penulis

A. Target dan Realisasi Inflasi


Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank
Indonesia dengan berkoordinasi bersama Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi
dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia. Dalam Nota
Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk
tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Target inflasi ditentukan
dengan deviasi sebesar ±1%. Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan
bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan
sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah
dan Bank Indonesia senantiasa berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan tersebut melalui koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi
tersebut. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil
adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar
mengacu pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Tabel Penetapan Target Inflasi oleh Bank Indonesia
(target dengan deviasi ±1%)
Tahun Target Inflasi Inflasi Aktual
2006 8,0% 6,60%
2007 6,0% 6,59%
2008 5,0% 11,06%
2009 4,5% 2,78%
2010 5,0% 6,96%
2011 5,0% 3,79%
2012 4,5% 4,30%
2013 4,5% 8,38%
2014 4,5% 8,36%
2015 4,0% 3,35%
2016 4,0% 3,02%

Sumber : Website Resmi BI

Terlihat bahwa mulai dari tahun 2006 target inflasi berada pada kisaran 8%. Seiring
berjalannya waktu hingga tahun 2016 target inflasi berangsur-angsur menurun hingga
menyentuh level 4% pada tahun 2016. Penurunan target inflasi ini didasarkan pada
ekspektasi ekonomi global yang melambat sehingga berdampak pula pada perlambatan
ekonomi di Indonesia. Sedangkan inflasi aktual memiliki range yang cukup berfluktuasi.
Dimulai pada tahun 2006 inflasi aktual berapa pada level 6,6% kemudian pada tahun
2008 naik secara drastis menjadi 11% dan tahun 2013-2014 sebesar 8% kemudian
berangsur normal pada tahun-tahun selanjutnya hingga tahun 2016. Fluktuasi inflasi
tersebut merupakan dampak dari gejolak ekonomi global yang sempat tidak menentu
pada tahun-tahun tersebut. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat
dan inflasi meningkat. Grafik perbandingan target dan realisasi inflasi dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Gambar Target dan Realisasi Inflasi

Inflasi
15.0%
10.0%
Target Inflasi
5.0%
Inflasi Aktual
0.0%
2015
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

2016

Sumber : Diolah oleh Penulis


B. Kebijakan Suku Bunga
BI Rate adalah suku bunga yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate merupakan suku
bunga acuan bagi bank-bank konvensional dan lembaga keuangan. BI Rate diumumkan
oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia pada setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan
diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui
pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan
moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku
bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB
ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada
gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank
Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan
melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan
BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah
ditetapkan. Bank Indonesia melakukan penguatan kerangka operasi moneter dengan
memperkenalkan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-Day Repo
Rate, yang akan berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016.
Tabel BI Rate

Grafik BI Rate Desember 2014- Juli 2016

Sumber : Website Resmi BI Sumber : Diolah oleh Penulis


Dari tabel dan grafik tersebut dijabarkan bahwa dari tahun ke tahun mulai tahun
2014 sampai dengan 2016 BI rate memiliki besaran yang menurun. Pada Desember 2014
BI rate memiliki nilai sebesar 7,75% hingga pada Juli 2016 BI rate memiliki nilai sebesar
6,5%. Penetapan BI rate ini didasarkan pada keadaan inflasi secara riil yang dialami
negara. BI rate akan dinaikkan jika inflasi riil melebihi targetnya, atau inflasi berada pada
keadaan yang berbahaya. Masyarakat diarahkan untuk mengurangi konsumsinya
dengan jalan menarik masyarakat untuk menabung karena bunga yang tinggi. Dengan
konsumsi masyarakat yang rendah diharapkan inflasi menjadi turun. Sebaliknya, BI rate
akan diturunkan jika inflasi cenderung rendah. BI rate yang rendah menyebabkan
masyarakat enggan untuk menabung dan sebagai penggantinya uang digunakan untuk
konsumsi sehingga ekonomi kembali bergairah. Walaupun inflasi terkesan memiliki
dampak negatif, namun inflasi sebenarnya juga diperlukan untuk menggairahkan
keadaan ekonomi.

C. Kurs Rupiah Terhadap Mata Uang Asing


Pengertian Kurs valuta asing secara umum bisa diartikan sebagai harga suatu mata
uang asing jika dipertukarkan dengan mata uang lain (mata uang dalam negeri/mata
uang negara lainnya). Pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut
transaksi valas (foreign exchange). Terdapat dua macam kurs yang perlu diketahui yakni
kurs jual dan kurs beli. Kurs jual adalah harga yang diberikan oleh bank kepada
masyarakat untuk membeli mata uang asing. Kurs beli adalah harga yang diberikan oleh
bank saat masyarakat menukarkan mata uang asing.
Kurs tengah BI digunakan untuk mencatat nilai konversi mata uang asing dalam
laporan keuangan perusahaan. Biasanya nilai kurs tengah BI ini digunakan oleh
perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara republik Indonesia. Kurs tengah BI
dihitung dengan membagi dua antara penjumlahan kurs jual dan kurs beli. Dalam istilah
kurs mata uang terdapat juga istilah JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate).
JISDOR merupakan harga spot USD/IDR, yang disusun berdasarkan kurs transaksi
USD/IDR terhadap rupiah antar bank di pasar valuta asing Indonesia melalui Sistem
Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah di Bank Indonesia secara real time.
JISDOR dimaksudkan untuk memberikan referensi harga pasar yang representatif untuk
transaksi spot USD/IDR pasar valuta asing Indonesia.

Grafik kurs Rupiah terhadap Mata Uang Asing

Sumber : Website Resmi BI

Pada grafik di atas terlihat bahwa kurs rupiah terhadap mata uang asing yang
meliputi mata uang dari Amerika Serikat, Singapura, Uni Eropa, dan Australia memiliki
tren yang berfluktuasi. Pada kurs USD, tren menunjukkan kenaikan hingga tahun 2015
kemudian turun stabil hingga 2017. Sedangkan SGD memiliki tren yang berfluktuasi.
Kemudian, UAD memiliki tren yang menurun. Selanjutnya, EUR memiliki tren yang
berfluktuasi. Secara keseluruhan, tren kurs mata uang asing tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik dari dalam negeri maupun faktor di negara dimana kurs
diperbandingkan. Kurs yang memiliki tren yang meningkat secara terus menerus
merupakan indikasi ketidakberesan ekonomi sehingga harus diwaspadai.
Analisis Kinerja Bank Indonesia

Muhamad Misbakhun, Komisi XI DPR RI mengusulkan untuk dilakukan Audit


Kinerja Bank Indonesia. Hal ini ditengarai karena nilai tukar dan tingkat inflasi Indonesia
yang belum mencapai target. Meski ada factor keterpurukan ekonomi domestic, namun
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang bertugas untuk menjaga stabilitas moneter
harus mendapat perhatian serius. Pasalnya Bank Indonesia tidak menunjukan
kekhawatira atas realita ini.
Eksistensi Bank Indonesai mendapatkan jaminan independensi dari campur
tangan pihak luar. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia
menegaskan bahwa larangan pihak lain melakukan intervensi terhadap pelaksanaan
kebijakan moneter yang dilakukan BI. Menurut Misbakhun, independensi yang dimaksud
dalam undang-undang tersebut adalah independensi dalam proses bukan independensi
dalam tujuan. Independensi juga bukan berarti ekslusivitas karena kinerja Bank Indonesia
berhubungan dengan kualitas perekonomian dalam negeri (kepentingan public).
Beberapa instrument yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja Bank Indonesia
sebagai berikut:

A. Penghasilan Bank Indonesia

Penghasilan Bank Indonesia sesuai Surplus Defisit tahun 2012-2016 secara


umum semakin tahun semakin meningkat. Hanya pada tahun 2016 mengalami
penurunan drastic. Hal ini karena adanya penurunan penghasilan dari akun Selisih Kurs
transaksi Valuta asing dari 80.670 milyar pada tahun 2015 menjadi 11.614 milyar pada
tahun 2016. Sementara untuk komposisi penghasilan didominasi oleh penghasilan dari
kebijakan moneter. Lebih rinci dapat dilihat sebagai berikut:
B. Alokasi Anggaran Operasional Bank Indonesia
Sesuai Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 yang merupakan perubahan dari
Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 60 bahwa Bank Indonesia
harus mengajukan anggaran tahunan Bank Indonesia paling lambat 30 hari sebelum
dimulai tahun anggaran. Anggaran tahunan Bank Indonesia meliputi anggaran untuk
kegiatan operasional dan anggaran untuk kebijakan moneter, dan sistem pembayaran.
Anggaran tahunan Bank Indonesia harus mendapatkan persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat. Adapun besarnya alokasi anggaran tahunan Bank Indonesia selama
lima tahun terakhir sebagai berikut:

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui pada umumnya trend nya mengalami
kenaikan. Terjadi penurunan pada tahun 2013 dan 2014. Hal ini karena pada tahun
tersebut target inflasi tidak tercapai. Bank Indonesia tidak berhasil mengendalikan laju
inflasi pada tahun 2013 dan 2014. Sehingga DPR memutuskun untuk tidak menaikkan
alokasi anggaran Bank Indonesia. Sedangkan pada tahun 2015 terjadi kenaikan drastis
hampir dua kali lipat. Hal ini disebabkan Bank Indonesia merekrut pegawai baru sebesar
989. Dan juga mulai tahun 2015 DPR memutuskan bahwa beban gaji pegawai Bank
Indonesia yang ditugaskan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dimasukkan dalam
anggaran tahunan Bank Indonesia.

C. Beban operasional Bank Indonesia


Dalam laporan Surplus Defisit Bank Indonesia juga terdapat Beban. Bagian Beban
terdiri atas beban Pelaksanaan Kebijakan Moneter, Pengelolaan Sistem Pembayaran,
Pengaturn dan Pengawasan Makroprudential, Remunerasi kepada Pemerintah, Beban
Umum dan Lainnya. dari akun-akun diatas bagian yang paling menarik adalah Beban
Umum dan lainnya. Di dalamnya meliputi, beban SD, Beban operasional dan logistic.
Dimana menjadi rahasia umum bahwa gaji pegawai Bank Indonesia adalah gaji tertinggi
di Negara ini. Berikut grafik tren besarnya beban umum dan lainnya:

Berdasarkan grafik diatas besarnya beban umum dan lainnya sebesar 7000 milyar
– 8.000 milyar. Dan cenderung stabil. Hal ini sangat besar jika dibandingkan dengan
anggaran untuk kementerian keuangan misalnya. Kementerian Keuangan mempunyai
fungsi sebagai pengambil kebijakan fiscal sedangkan Bank Indonesia sebagai pengambil
kebijakan moneter. Dua lembaga yang meiliki fungsi besar sebanding. Anggaran untuk
kementerian Keuangan sebesar 25trillun – 30 trilliun. Dengan jumlah pegawai sekitar
40.000 pegawai dan dengan kantor yang tersebar di hamper seluruh kabupaten kota di
Indonesia. Sedangkan Bank Indonesia mendapatkan dana 8 trillun untuk pegawai
berjumlah 5.820 dengan jumlah kantor 45 kantor perwakilan di setiap provinsi di
Indonesia. Maka terang saja Bank Indonesia memperoleh gaji yang besar. Selain itu juga
karena sumber anggaran Bank Indonesia bukan dari APBN, sehingga lebih fleksibel.
Sedangkan anggaran Kementerian Keuangan bersumber dari APBN yang tentu saja
terbatas.

D. Stabilitas rupiah
Salah satu fungsi dan tugas Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas rupiah atau
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Setiap tahun pemerintah memutuskan asumsi
dasar ekonomi makro (ADEM), salah satunya nilai tukar rupiah. Sehingga ADEM
merupakan asumsi yang ingin dijaga oleh pemerintah agar ekonomi Indonesia stabil.
Oleh karena itu ADEM dapat dijadikan sebagai target dari nilai tukar yang harus dijaga
oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Berikut adalah data nilai tukar rupiah pada
tahun 2013-2017 (Juni):

Dari grafik diatas dapat dikethaui bahwa nilai tukar rupiah actual selalu lebih besar
dari nilai tukar rupiah yang dijadikan sebagai asumsi dasar ekonomi makro. Gap tertinggi
terjadi pada triwulan 3 dan 4 tahun 2013 dan triwulan 3 tahun 2015. Dan pada tahun 2017
nilai tukar rupiah mendekati nilai tukar dalam ADEM.

E. Cadangan devisa
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada
sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan
tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan
lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai
alat pembayaran luar negeri.
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Indonesia telah memiliki fasilitas
second line of defense dalam bentuk kerja sama ketahanan sistem keuangan regional
(Regional Financial Arrangement) dan kerja sama bilateral dengan negara mitra. fasilitas
tersebut meliputi ASEAN Swap Arrangement (ASA), the Chiang Mai Initiative
Multilateralization (CMIM), dan Bilateral Swap Arrangement (BSa), dan Bilateral Currency
Swap Agreement (BCSa). fasilitas ini diharapkan dapat berkontribusi positif pada upaya
mengurangi ketergantungan terhadap dolar aS dan pada akhirnya dapat menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menjalin kerja sama
bilateral dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand.

Berdasarkan grafik diatas terlihat pada than 2013 cadangan devisa Indonesia
mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, untuk pembayaran
bunga utang luar negeri pemerintah, kedua pemenuhan kewajiban BUMN untuk
pembayaran impor bahan baku, dan ketiga intervensi Bank Indonesia untuk meredam
pelemehan nilai tukar. Posisi cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai 8,9 bulan
impor atau 8,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada
di atas standar kecukupan internasional yang sekitar 3 bulan impor.
Berdasarkan grafik diatas, kami mencoba membandingkan cadangan devisa
Indonesia dengan cadangan devisa Negara-negara G20. Hasilnya Indonesia berada di
urutan ke 15. Negara dengan cadangan devisa tertinggi di dunia adalah China sebesar
3.000 trilliun dollar Amerika. Indonesia berada diatas Amerika serikat, Kanada, Australia,
Spanyol, dan Belanda. Berada di bawah Turki dan India.

Referensi:
Bank Indonesia. 2014. Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia. Jakarta
--------------------. 2015. Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia 2015 Audited.
Jakarta
--------------------. 2016. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Jakarta
De Nederlandsche Bank. 2016. A Comparative Analysis of Development in Central Bank
Balance Sheet Composition. Working Paper
http://politik.rmol.co/read/2015/09/26/218731/BPK-Harus-Audit-Kinerja-Bank-Indonesia-
https://nasional.sindonews.com/read/1039635/18/mengaudit-kinerja-bank-indonesia-
1441158007/13
http://pusatdata.kontan.co.id/makroekonomi/devisa
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/03/07/190417826/cadangan.devisa.indon
esia.akhir.februari.2017.mencapai.119.9.miliar.dollar.as
https://id.tradingeconomics.com/country-list/foreign-exchange-reserves?continent=g20

Anda mungkin juga menyukai