“Efusi Pleura”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6 :
TINGKAT : II A
A. DEFINISI
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa
penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan
dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo
plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri
(Ariyanti, 2003)
Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga pleural,
antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
B. KLASIFIKASI
C. ETIOLOGI
a. Gagal jantung
b. Kadar protein yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas
antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid
pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal.
Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid
sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa
masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga
diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan
pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan
kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu
berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah
bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan
adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa.
Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena
akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama
pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada
yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada
perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
PATHWAY
F. KOMPLIKASI
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat
diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml,
sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura
sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya
sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis,
penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum,
tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan
pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase,
pH, dan glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan
terjadi infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan
apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura
transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara
pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung
kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh
faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,
infeksi virus, dan keganasan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi
juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairan karena
malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic
misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya
seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh
karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura. Pada
prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan
gangguan fungsi vital .
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD
atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis
adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga
plera.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
a. Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c. Dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena
kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan
berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.
ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa
: sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik
dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa
adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang,
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),
gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru,
kerusakan membran alveolar kapiler
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan
3. RENCANA KEPERAWATAN
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berikan bronkodilator
bila perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Respiratory Monitoring
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
5. Kurang pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan dengan Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
informasi yang tidak process Berikan penilaian tentang
adekuat mengenai Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien
proses penyakit dan Behavior tentang proses penyakit yang
pengobatan Kriteria Hasil : spesifik
Pasien dan keluarga Jelaskan patofisiologi
menyatakan pemahaman dari penyakit dan bagaimana
tentang penyakit, hal ini berhubungan dengan
kondisi, prognosis dan anatomi dan fisiologi,
program pengobatan dengan cara yang tepat.
Pasien dan keluarga Gambarkan tanda dan
mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul
prosedur yang dijelaskan pada penyakit, dengan cara
secara benar yang tepat
Pasien dan keluarga Gambarkan proses
mampu menjelaskan penyakit, dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim Identifikasi kemungkinan
kesehatan lainnya penyebab, dengna cara yang
tepat
Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang
kosong
Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat
DAFTAR PUSTAKA
1. Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 8 April
2012 pada http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-
pleura.html
2. Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,
Penerbit RGC, Jakarta.
3. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
4. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
5. Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.