Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH GEOLOGI DASAR

GEMPA BUMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Geologi

NAMA : IIS PERI MULYONO


NIM : F1D214004
PRODI : TEKNIK GEOLOGI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di bagian Utara, lempeng
Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Filipina dan Samudera Pasifik di
bagian Timur. Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan
bencana alam tinggi, seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, banjir,
tanah longsor, dan lain sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana
terjadi di Indonesia dari keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama
periode tersebut. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali
lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh
interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi
di samudera. Selama kurun waktu 1600 – 2000, tercatat 105 kejadian tsunami
yang 90 persen diantaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan
gunung api, dan 1 persen oleh tanah longsor (Krishna, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud gemapa bumi?
2. Bagaimana proses-proses yang terjadi pada gempa bumi?
3. Apa saja dampak gempa bumi?
4. Bagaimana cara penanganan terhadap gempa bumi?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk menyelesaikan tugas
geologi dasar tentang gempa bumi dan untuk menambah serta memperluas
pengetahuan mengenai gempa bumi dan proses-proses yang terjadi pada gempa
bumi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gempa Bumi


Gempa bumi adalah tanah yang terguncang akibat rekahan bumi pecah dan
bergeser dengan keras dimana disertai dengan tumbukan antar lempeng. Gempa
bumi tektonik merupakan salah satu bencana alam yang sangat ditakuti oleh umat
manusia, karena menyebabkan kerugian yang besar, apalagi gempa yang terjadi
dengan kekuatan (magnitudo) yang tinggi. Bencana ini tidak dapat ditentukan
dengan pasti kapan dan bagaimana kejadiannya, namun dapat dilakukan
pendekatan mengenai prediksi kejadian gempa tersebut, yaitu dengan berbagai
Metode dengan sejumlah peralatan pendeteksi gempa yang semakin canggih di
masa kini. Gempa tektonik biasanya terjadi di daerah-daerah pertemuan antar
lempeng yaitu pada daerah subduksi (penunjaman) dan sesar (patahan), (Sarah
Selviana, 2013). Selviana, sarah. 2013. Sumber : Jurnal tentang Analisis
Distribusi Frekuensi-Magnitudo Gempabumi Di Wilayah Sulawesi Utara

Bumi kita ini berlapis-lapis. Keberadaan lapisan-lapisan ini berkaitan erat


dengan perubahan temperature dan tekanan yang semakin tinggi kearah pusat
bumi. Lapisan bumi dapat dikelompokan menjadi tiga bagian utama. Pertama,
lapisan paling luar disebut lapisan batuan (litosfer) atau kulit bumi yang padat,
tebalnya sampai 100 km-an. Lapisan luar ini biasa disebut sebagai lempeng bumi
yang selalu bergerak-gerak. Kedua, disebelah dalamnya adalah mantel bumi yang
tebalnya sampai ribuan kilometer. Bagian luar dari mantel ini bisa bersifat cair,
sehingga lapisan batuan bumi seperti mengapung di atasnya. Ketiga, di sekitar
pusat bumi adalah intibumi yang luar biasa panasnya, terdiri dari lelehan besi dan
timah. Yang erat kaitannya dengan proses gempa bumi adalah lapisan yang paling
luar, yaitu litosfer tersebut. Gempabumi besar umumnya terjadi pada bagian
paling atas dari kerak bumi, disebut kerak bumi (=earth crust) yang tebalnya
hanya 10 – 40km. Di bagian ini suhu bumi umumnya tidak melebihi 300 - 400° C.
Ini adalah persyaratan utama untuk terjadi proses deformasi elastik yang
menimbulkan gempabumi. Litosfer “mengapung” diatas mantel bumi yang cair.
Kemudian, karena mantel ini dipanaskan oleh intibumi yang super panas maka
terjadilah arus konveksi di mantel seperti halnya kalau air dipanaskan di atas
tungku api (Gambar 1.1). Arus yang terjadi dalam mantel bumi menyebabkan
kulit bumi di atasnya terseret-seret. Hal ini menyebabkan litosfer terbelah-belah
menjadi banyak “lempeng” untuk mengakomodasi gerakan. Selanjutnya,
lempeng-lempeng bumi ini bagaikan sampan raksasa yang bergerak saling
menjauh, berpapasan, dan bertumbukan. Pergerakan ini hanya beberapa
millimeter-centimeter pertahun sehingga pancaindra kita tidak bias melihat atau
merasakan efeknya karena terlalu kecil (Dany Hilman, 2007).

Gambar 1.1 Diagram Struktur bumi mengilustrasikan teori tektonik lempeng.


Kerak bumi baru terbentuk di jalur pemekaran lantai samudra. Kerak bumi lama
di daur ulang di zona subduksi (penunjaman). Lempeng-lempeng yang bergerak
berpapasan satu dengan yang lain pada zona patahan transform. Gempabumi
umumnya terjadi pada tiga zona batas lempeng- lempeng bumi ini. Pada
kedalaman 150 – 200 km di zona subduksi, kerak bumi meleleh menjadi magma,
dan magma naik ke atas menjadi jajaran gunung api (Dany Hilman, 2007).

2.2 Proses Yang Terjadi Pada Gempa Bumi


A. Proses Sebelum dan Saat Terjadinya Gempa Bumi
Menurut para ahli, gempa yang banyak terjadi disebabkan oleh pergeseran
lempengan sepanjang sesar dan terjadi secara tiba-tiba dan dikenal dengan istilah
sudden slip. Hal ini terjadi pada lapisan kerak bumi dimana prosesnya diawali
dengan sebuah gaya pergerakan yang terdapat di titik interior bumi. Gaya ini
dikenal juga dengan istilah gaya konveksi mantel. Proses gempa bumi ini dimulai
dari gaya konveksi mantel yang kemudian menekan bagian kerak bumi yang
dikenal juga dengan nama outer layer. Kerak ini memiliki sifat yang rapuh,
dengan demikian saat ia tidak lagi bias menahan gaya konveksi mantel ini maka
sebagai akibatnya sesar akan bergeser dan dirasakan manusia sebagai sebuah
gempa. Proses gempa yang satu ini termasuk kedalam jenis gempa tektonik.
Sedangkan pada jenis gempa bumi vulkanik dimulai dari pergerakn material yang
ada di dalam saluran fluida. Gerakan ini biasanya dirasakan sesaat sebelum
sebuah gunung berapi meletus (Danny H. Natawidjaja, 2014).

B. Proses Yang Terjadi Pasca Gempa


 Tanah di sepanjang jalur patahan akan retak dan tanah disekitar patahan
akan bergeser tiba-tiba secara berlawanan arah satu sampai beberapa
meter.
 Bumi Tergoncang keras selama beberapa puluh detik sampai menit.
 Setelah itu selama berhari-hari sampai beberapa minggu akan terjadi
gempa-gempa susulan yang lebih kecil. Gempa susulan ini frekuensi dan
kekuatannya akan terus berkurang sampai berhenti.
 Gempa besar umumnya disertai gerakan tanah/tanah longsor dan
amblasan tanh yang dapat mengakibatkan kerusakan yang sama atau
bahkan lebih besar dari kejadian gempa yang terjadi.
 Gempa bumi patahan (tektonik) ini bukan karena gunung api, tetapi
terkadang gempa ini dapat merangsang aktivitas gunung api disekitarnya
(Danny H. Natawidjaja, 2014).

C. Proses Gempabumi Di Bawah Laut Perairan Barat Sumatra


Dari uraian di atas kita memahami bahwa wilayah barat Sumatra sering
terjadi gempa karena posisinya di sepanjang jalur tumbukan dua lempeng bumi, di
mana lempeng (Samudra) Hindia bergerak menunjam ke bawah lempeng (benua)
Sumatra (Gambar 1.2). Sumatra dan busur kepulauan di bagian baratnya adalah
bagian dari lempeng Eurasia. Sedangkan lempeng lainnya berada di bawah Lautan
Hindia. Batas tumbukan dua lempeng ini dapat diamati berupa jalur palung laut
dalam di sebelah barat Sumatra sampai ke Kep. Andaman (Gambar 1.3). Lempeng
Hindia menunjam di bawah Sumatra dengan kecepatan 50−60 cm/tahun dan
kemiringan dari zona penunjamannya sekitar 12° (Natawidjaja, 2003;
Prawirodirdjo, 2000).
Gambar 1.2. Dinamika umum tektonik Indonesia diperlihatkan oleh respon Kep.
Indonesia terhadap pergerakan relatif tiga lempeng bumi dari data GPS (Global
Positioning System) Panah besar merah adalah kecepatan gerak dari lempeng.
Panah-panah hitam menunjukan kecepatan gerak dari lokasi tempat pengukuran
monumen GPS antara tahun 1989 dan 2002 (sumber dari [Bock, 2003]).
Indonesia letaknya diantara pertemuan 4 lempeng bumi besar, yaitu:
Lempeng Hindia dan Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pacific (Gambar.
1.2 ). Lempeng Hindia-Australia bergerak ke Utara menumbuk Lempeng Eurasia
dengan kecepatan 50 – 70 mm/tahun. Zona tumbukan dua lempeng ini adalah di
sepanjang Palung laut Sumatra–Jawa–Bali–Lombok. Lempeng (benua) Australia
menabrak busur kepulauan di sepanjang tepi kontinen dari tepian selatan Timor
Timur terus ke timur dan melingkar berlawanan arah jarum jam di Lautan Banda.
Lempeng Pasific bergerak dengan kecepatan ~120 mm/tahun kearah barat-
baratdaya menabrak tepian utara dari Pulau Papua New Guinea - Irian Jaya, dan
terus ke arah barat sampai ke daerah tepian timur Sulawesi. Gerakan dari tabrakan
dan pergeseran lempeng-lempeng besar ini tentunya direspon secara mekanis oleh
Kepulauan Indonesia. Pergerakan yang terlihat sebagai panah-panah vektor dalam
Gambar 1.2 Pergerakan lempeng-lempeng inlah yang membuat banyak gempa
bumi.
Batas antara lempeng yang menunjam dan massa batuan di atasnya disebut
sebagai bidang kontak dari zona penunjaman atau disebut juga sebagai bidang
zona subduksi (Gambar 1.4). Di Sumatra bidang zona subduksi ini dapat diamati
(dari data seismisitasnya) sampai kedalaman sekitar 300 km di bawah P. Sumatra.
Bagian zona subduksi dari palung sampai kedalaman 40 km-an, umumnya
mempunyai sifat regas (elastik) dan batas kedua lempeng ini di beberapa tempat
terekat/terkunci erat. Karena itu dorongan terus menerus dari Lempeng Hindia
menyebabkan terjadinya akumulasi energi-potensial regangan pada bidang kontak
yang merekat erat ini berupa pengkerutan (Gambar 1.5a) [Chlieh et al., in press].
Bidang kontak zona subduksi dangkal ini biasa disebut sebagai “megathrust” (=
mega-patahan naik yang berkemiringan landai). Inilah yang menjadi sumber
gempabumi di lepas pantai barat Sumatra.
Gambar 1.3. Tektonik aktif Pulau Sumatra memperlihatkan sumber-sumber
utama Gempa bumi pada zona Subduksi dan zona Patahan Sumatra. Banyak
gempa besar yang terjadi pada kedua zona utama gempa ini. A ― B adalah
lintasan penampang skematik pada Gambar.1.4.
Di bawah kedalaman 40 km-an, temperatur disekitar bidang kontak
melebihi 300-400°C sehingga tidak lagi memungkinkan adanya akumulasi energi
elastic (gempa). Dengan kata lain pada kedalaman ini lempeng yang menunjam
akan bergeseran dengan lempeng di atasnya tanpa terkunci atau menimbulkan
pengkerutan seperti proses yang diterangkan di atas, sehingga di kedalaman ini
umumnya tidak ada gempa-gempa besar, tapi hanya gempa-gempa kecil saja.
Pada kedalaman antara 150-200 km, temperature bumi bertambah panas sehingga
batuan disekitar zona kontak ini meleleh. Kemudian lelehan batuan panas ini naik
ke atas membentuk kantung-kantung bubur batuan panas yang kita kenal sebagai
kantung-kantung magma (Gambar 1.4). Pada akhirnya magma ini mendesak ke
atas permukaan membentuk “kubah magma”, yaitu gunung api. Itulah sebabnya
kenapa selain sering gempabumi, Sumatra juga mempunyai jajaran gunung api di
punggungan pulaunya, dikenal sebagai Pegunungan Bukit Barisan.
Gambar 1.4. Diagram zona subduksi Sumatra (penampang A-B pada Gambar 1.3)
memperlihatkan struktur bumi di bawah permukaan. Sumber gempa besar di
Sumatra adalah pada megathrust dan jalur Patahan Sumatra. Megathtrust adalah
pada bidang kontak zona subduksi sampai kedalaman ~ 50km. Pada kedalaman
150-200km, lempeng meleleh menjadi magma. Magma naik ke atas menjadi
gunung api. (Sumber: Poster dan Brosur LIPI-Caltech : “Sumatra Rawan
Gempa”).
Pada masa diantara gempabumi besar, bidang kontak dua lempeng yang
terekat kuat akan mengkerut dan menghimpun tekanan, karena lempeng Hindia
terus bergeser masuk di bawah lempeng Sumatra (Gambar 1.5A). Sejalan dengan
itu, pulau-pulau yang berada di atas lempeng Sumatra ikut terseret ke bawah
perlahan-lahan dan juga terhimpit kearah daratan Sumatra. Suatu saat, tekanan
yang terhimpun diantara dua lempeng ini menjadi terlalu besar untuk ditahan,
sehingga rekatan diantara dua lempeng ini pecah dan lempeng di bawah pulau
akan terhentak dengan sangat kuat ke arah barat dan atas (Gambar 1.5B).
Lentingan lempeng ini menghasilkan goncangan keras yang dikenal sebagai
gempabumi, dan membuat pulau-pulau di sebelah barat terangkat, sebaliknya
yang di bagian timur turun ke bawah akibat efek deformasi elastik. Setelah itu,
bidang kontak akan merekat lagi dan pulau-pulau kembali terseret ke bawah (Gbr
1.5C). Siklus proses gempabumi ini berlangsung selama satu abad atau lebih
sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempabumi besar. Ketika pulau-pulau
terhentak ke atas saat gempabumi, permukaan bumi di dasar laut ikut terangkat
sehingga sejumlah besar volume air ikut terdorong ke atas dan menghasilkan
bumbungan besar air di atas permukaan laut (Gbr. 1.5B). Bumbungan air ini
kemudian menyebar ke segala arah dan menjadi gelombang tsunami (Gbr. 1.5C).
Gelombang tsunami sangat panjang dan bergerak sangat cepat menerjang dan
membanjiri daratan. Gelombang tsunami bisa sangat berbahaya walaupun hanya
beberapa meter karena seluruh massa airnya bergerak dengan sangat cepat
sehingga mempunyai energi momentum yang tinggi. Ini berbeda dengan
gelombang biasa yang pergerakannya hanya di bagian atasnya saja.
Gambar 1.5 A-B-C. Proses siklus gempa bumi pada zona subduksi/penunjaman
lempeng (bahan diambil dari Poster dan Brosur LIPI-Caltech: “Pulau Kita
Tenggelam: karena proses gempa bumi”)

2.3 dampak gempa bumi


Pada waktu terjadi gempabumi, energi potensial regangan yang terkumpul
pada zona patahan selama ber-puluh-puluh hinga ratusan tahun di lepaskan
serentak sehingga menimbulkan perubahan muka bumi yang tiba-tiba. Hal ini
tentunya dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Untuk gempa di zona
subduksi, pergerakan ini akan menyebabkan wilayah tertentu terangkat ke atas
sampai beberapa meter dan wilayah lainnya amblas sampai 1-3 meter. Misalnya
bagian pantai barat Pulau Nias yang sebelum gempa Maret 205 sebagian
pantainya makin terendam laut secara perlahan-lahan, maka pada waktu gempa
Maret 2005 pantai ini terangkat sampai 3 meter. Pengangkatan tiba-tiba wilayah
kepulauan ini memberikan dampak kerusakan lingkungan antara lain sebagai
berikut:
a. populasi terumbu karang pada zona pasang-surut di sepanjang tepi pantai
akan terangkat ke atas air dan mati, baik sebagian ataupun total

b. rusaknya ekosistem terumbu karang juga membuat populasi ikan yang


tadinya banyak hidup di terumbu karang menjadi kabur mencari tempat yang
baru. Hal ini tentu akan berpengaruh pada mata pencaharian para nelayan di
sekitarnya.

c. pengangkatan juga menyebabkan dasar laut naik sehingga hal ini bisa
mempengaruhi peta navigasi laut; artinya ada banyak daerah yang tadinya bisa
dilalui perahu nelayan menjadi tidak bisa lagi karena sudah terlalu dangkal. hal
yang positif pengangkatan wilayah pantai adalah membuat daratan menjadi luas
sehingga membuka lahan kehidupan baru untuk dijadikan sawah ladang dan
sebagainya. Namun perlu diingat bahwa proses selanjutnya akan kembali
menenggelamkan daratan baru ini secara perlahan-lahan sampai terjadi lagi gempa
besar yang mengangkat kembali daratan ini. Penurunan tiba-tiba dari wilayah
pantai menyebabkan:
- ekosistem yang tadinya hidup di atas air menjadi tenggelam dan mati.
Wilayah pantaipun menjadi menyusut.
- sebagian wilayah pemukiman yang terlalu dekat dengan muka laut
menjadi tenggelam di bawah air sehingga tidak bisa dihuni lagi. Hal ini
sudah terjadi di berbagai wilayah pantai Sumatra Utara dan NAD
setelah gempa Aceh-Andaman 2004 dan gempa Nias-Simelue 2005
(Danny Hilman, 2007)

2.3 Penanganan Kebencanaan


Dengan memahami proses alam kita dapat mengantisipasi atau
meminimalisasi efek kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh gempabumi dan
tsunami. Dari uraian di atas efek-efek kerusakan utama yang harus derhitungkan
dalam perencanaan lingkungan hidup dan antisipasi bencana adalah sebagai
berikut :
1. Proses pergerakan muka bumi, penurunan atau pengangkatan yang terjadi
dalam prioda antar gempabumi
2. Proses pengangkatan dan penurunan tiba-tiba ketika trjadi gempabumi
3. Efek pergerakan dan goncangan gempabumi
4. Terjadinya tsunami
Selain itu ada efek bencana ikutan lainnya seperti proses gerakan tanah,
amblasan, dan likuifaksi yang dipicu oleh goncangan gempabumi. Pada
prinsipnya usaha untuk mitigasi bencana alam terbagi dua hal. Yang pertama,
untuk wilayah pemukiman atau bangunan yang sudah terlanjur berada di wilayah
rawan bencana, maka hal dapat dilakukan adalah membuat langkah-langkah
persiapan agar apabila bencana yang diantisipasi itu terjadi efek merusaknya dapat
diminimalkan. Yang kedua, untuk jangka panjang, perencanaan lingkungan hidup
termasuk RT RW daerah harus memperhitungkan wilayah-wilayah rawan bencana
sehingga pada suatu saat nanti kejadian gempabumi dan tsunami yang terjadi tidak
mengakibatkan perusakan lingkungan hidup dan bencana manusia (Danny
Hilman, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Hilman, danny. 2007. Sumber : Jurnal tentang Gempa bumi dan Tsunami di
Sumatra dan Upaya Untuk Mengembangkan Lingkungan Hidup Yang
Aman Dari Bencana Alam
Krishna S. 2008. Sumber : jurnal tentang Pendidikan Siaga Bencana Gempa Bumi
Sebagai Upaya Meningkatkan Keselamatan Siswa (Studi Kasus Pada SDN
Cirateun dan SDN Padasuka 2 Kabupaten Bandung)
Natawidjaja, danny hilman. 2014. Sumber : Diambil dari Poster dan Brosur LIPI-
Caltech: “Sumatera Rawan Gempa Bumi”)
Natawidjaja, danny hilman. 2007. Sumber : Diambil dari Poster dan Brosur LIPI-
Caltech: “Pulau Kita Tenggelam: karena proses gempa bumi”)

Anda mungkin juga menyukai