Anda di halaman 1dari 144

STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN

SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH GAMBAS


(Luffa acutangula Roxb.)

Disusun oleh:
Tristiyanto
M.0304068

SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

1
2

HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Venty Suryanti, M. Phil. Dr. Linar Zalinar Udin, MS.


NIP. 19720817 199702 2001 NIP. 19550120 198203 2001

Dipertahankan di depan TIM Penguji Skripsi pada :


Hari : Kamis
Tanggal : 11 Juni 2009

Anggota TIM Penguji :


1. Dr. rer. nat. Fajar R. Wibowo, M. Si. 1. ………………………………
NIP. 19730605 200003 1001

2. I. F. Nurcahyo, M. Si. 2. ………………………………


NIP. 19780617 200501 1001

Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Kimia,

Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D.


NIP. 19560507 198601 1001

ii
3

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul
“Studi aktivitas antibakteri dan identifikasi golongan senyawa ekstrak aktif
antibakteri buah gambas (Luffa acutangula Roxb.)" adalah benar-benar hasil
penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 31 Agustus 2009

TRISTIYANTO

iii
4

ABSTRAK

Tristiyanto, 2009. STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI


GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH
GAMBAS (Luffa acutangula Roxb.). Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.

Aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas (Luffa acutangula Roxb.)


telah diuji terhadap beberapa bakteri patogen. Simplisia buah gambas dimaserasi
menggunakan metanol, selanjutnya ekstrak metanol diekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. Aktivitas antibakteri
dievaluasi dengan metode difusi lubang. Ekstrak dengan aktivitas antibakteri
tertinggi diidentifikasi golongan senyawanya menggunakan metode penapisan
fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Aktivtas antibakteri dari ekstrak
dengan aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan dengan ampisilin.

Ekstrak metanol menghambat pertumbuhan P. aeruginosa, E. coli, B.


subtilis dan S. aureus, tetapi tidak menghambat pertumbuhan E. aerogenes, S.
dysentriae dan S. thypi. Ekstrak etil asetat menunjukkan aktivitas antibakteri
tertinggi terhadap P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis dan S. aureus, yang berturut-
turut diikuti ekstrak kloroform, butanol dan heksana. Ekstrak etil asetat
mengandung fenolat, tanin terkondensasi, flavonoid, saponin dan terpenoid.
Berdasarkan KHM dan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin,
aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat buah gambas lebih lemah jika dibandingkan
dengan ampisilin

Kata kunci: buah gambas, Luffa acutangula Roxb., aktivitas antibakteri, difusi
lubang, ekstrak etil asetat.

iv
5

ABSTRACT

Tristiyanto, 2009. STUDY OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY AND CLASS OF


COMPOUNDS IDENTIFICATION OF ANTIBACTERIAL ACTIVE
EXTRACT OF ANGLED LOOFAH FRUIT (Luffa acutangula Roxb.). Thesis.
Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Sciences. Sebelas Maret
University.

Antibacterial activity of fruit extract of Angled Loofah (Luffa


acutangula Roxb.) has been assayed against some pathogenic bacterial. Fruit
powder of Angled Loofah was was macerated with methanol, and then methanol
extract extracted sequentially with hexane, chloroform, ethyl acetate and buthanol.
Antibacterial activity was evaluated by well diffusion method. Extract which had
the highest antibacterial activity was identified regarding their class of compounds
using phytochemical screening and Thin Layer Chromathograpy (TLC) method.
The antibacterial activity of extract which had the highest antibacterial activity
was compared with that of the ampicillin used.
The methanol extract inhibited the growth of the P. aeruginosa, E. coli,
B. subtilis and S. aureus, but did not inhibit the growth of the E. aerogenes, S.
dysentriae and S. thypi. The ethyl acetate extract showed the highest antibacterial
activity against P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis and S. aureus, followed by
chloroform, buthanol and hexane extract, respectively. The ethyl acetate extract
possesed phenolics, condensed tannins, flavonoids, saponins dan terpenoids.
Based on the MIC and the equivalent value of ethyl acetate extract compared with
that of the ampisilin used, the antibacterial activity of ethyl acetate extract was
lower than with that of the ampisilin used.

Key words: Angled Loofah fruit, Luffa acutangula Roxb., antibacterial activity,
well diffusion, ethyl acetate extract.

v
6

MOTTO

Kadang Allah yang mengetahui yang terbaik, akan memberi kesusahan untuk menguji kita
Kadang Ia pun melukai hati, supaya hikmah-Nya bisa tertanam dalam.
Jika kita kehilangan sesuatu, maka pasti ada alasan di baliknya.
Alasan yang kadang sulit untuk dimengerti, namun kita tetap harus percaya bahwa ketika Ia
mengambil sesuatu, Ia telah siap memberi yang lebih baik.
u

Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan.
Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan kamu sampai
kamu melupakan kegagalan kamu dan rasa sakit hati.
u

Ketika kamu lahir, kamu menangis dan semua orang di sekeliling kamu
tersenyum.
Hiduplah dengan hidupmu, jadi ketika kamu meninggal, kamu satu-satunya
yang tersenyum dan semua orang di sekeliling kamu menangis.
u

May the PURE of LOVE always in our heart


u

vi
7

PERSEMBAHAN

This Thesis I dedicated to ….

Allah SWT, thanks for give me the life, I


always try to justifies my life.

My father, mother, grandma and both my big


brother for given the prayer and spirit.

My sweetgirl, hope that devotion always in


our heart since we meet till the end.

Natural chemist past, now and future.

Friends, …

vii
8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN
SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH GAMBAS (Luffa
acutangula Roxb.)". Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada
Rasulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak,
karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, PhD. selaku Dekan FMIPA UNS.
2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD. selaku Ketua Jurusan Kimia.
3. Ibu Venty Suryanti, M. Phil. selaku pembimbing pertama yang telah
memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan masukan untuk
terselesaikannya skripsi ini.
4. Ibu Dr. Linar Zalinar Udin, M. S. dari LIPI, Bandung selaku pembimbing
kedua yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan masukan
untuk terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang
berguna dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Indah, Ibu Vina dan Seluruh staff dan karyawan Laboratorium Biokimia
dan Kimia Organik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung.
7. Ibu Sholichatun, M.Si. selaku Ketua Sub Laboratorium Biologi
Laboratorium Pusat FMIPA UNS, Bapak Susilo, Bapak Hartono, dan staff
lainnya.
8. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Pembimbing Akademis dan selaku Ketua
Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS beserta staffnya : Mbak Nanik dan
Mas Anang.
9. Kepala Laboratorium Universitas Setya Budi Surakarta beserta teknisi.
10. Karyawan jurusan Kimia FMIPA UNS.

viii
9

11. Teman-teman angkatan 2004.


12. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yaang telah
diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan
skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kita semua. Amin.

Surakarta, 31 Agustus 2009

TRISTIYANTO

ix
10

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................... iv
ABSTRACT......................................................................................... v
HALAMAN MOTTO.......................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................. 2
1. Identifikasi Masalah ................................................... 2
2. Batasan masalah......................................................... 3
3. Rumusan Masalah...................................................... 4
C. Tujuan Penelitian . ............................................................ 4
D. Manfaat Penelitian. ........................................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka .............................................................. 6
1. Suku Curcubitacae ..................................................... 6
2. Tanaman gambas (Luffa acutangula) ....................... 7
3. Bakteri dan Klasifikasi Bakteri Uji............................. 9
4. Pengertian Antibakteri ............................................... 14

x
11

5. Obat Antibakteri Ampisilin dan Senyawa-Senyawa


Metabolit Sekunder yang Diduga Mempunyai
Aktivitas Antibakteri ................................................. 16
6. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri..................... 24
7. Ekstraksi Maserasi dan Ekstraksi Bertingkat .............. 26
8. Penapisan Fitokimia .................................................. 27
9. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................... 31
10. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), Konsentrasi
Bakterisidal Minimum (KBM) dan Uji Banding......... 32
B. Kerangka Pemikiran.......................................................... 33
C. Hipotesis........................................................................... 35
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................... 36
A. Metode Penelitian ............................................................ 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 36
C. Alat dan Bahan ................................................................ 36
D. Bagan Alir Penelitian........................................................ 37
E. Prosedur Penelitian ........................................................... 37
F. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data............................. 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 45
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 63
A. Kesimpulan ....................................................................... 63
B. Saran ................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 70

xi
12

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negatif. ................ 10
Tabel 2. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah gambas 47
Tabel 3. Hasil Ekstraksi Bertingkat Ekstrak Metanol ............................. 50
Tabel 4. Hasil Pengujian Golongan Senyawa Antibakteri yang Terdapat
pada Ekstrak Metanol, Heksana, Kloroform, Etil Asetat dan
Butanol .................................................................................... 53
Tabel 5. Hasil Uji Golongan Senyawa yang Terdapat pada Ekstrak Etil
Asetat dengan Panapisan Fitokimia (PF) dan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) .................................................................... 54
Tabel 6. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2)................ 58
Tabel 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin ................................ 60
Tabel 8. Hasil Penentapan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat Terhadap
Ampisilin ................................................................................. 62

xii
13

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman gambas (Luffa acutangula)................................... 7
Gambar 2. Anatomi Umum dari Bakteri ............................................... 9
Gambar 3. Ikatan Kovalen antara Ampisilin dengan Enzim
Transpeptidase (Soekardjo dan Siswandono, 2000) ............. 17
Gambar 4 Senyawa-Senyawa Golongan Tanin (Shimamura et al.,
2007)................................................................................... 18
Gambar 5. Senyawa-Senyawa Golongan Flavonoid (Achmad, 1986)... 19
Gambar 6. Senyawa Steroid-Sapogenin (Wagner, 1984) ....................... 21
Gambar 7. Senyawa-Senyawa Terpenoid yang Bersifat Antibakteri
(Cowan, 1999; Daisy et al., 2008) ...................................... 22
Gambar 8. Golongan Senyawa Alkaloid Berdasarkan Penyusun Asam
Amino (Achmad, 1986) ....................................................... 23
Gambar 9. Senyawa-Senyawa Alkaloid yang Bersifat Antibakteri
(Cowan, 1999)..................................................................... 23
Gambar 10. Senyawa-Senyawa Golongan Fenol (Cowan, 1999)............ 24
Gambar 11. Perkiraan Reaksi Uji Wagner (Marliana dkk., 2005)............ 28
Gambar 12. Perkiraan Reaksi Uji Tanin dengan FeCl3 (Syarifuddin,
1994)................................................................................... 29
Gambar 13. Reaksi Uji Flavonoid (Achmad, 1986) ...................................................... 29
Gambar 14. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air (Marliana dkk., 2005). 30
Gambar 15. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4 (Jork et al.,
1990)................................................................................... 30
Gambar 16. Reaksi Uji KLT Flavonoid dengan AlCl3 (Jork et al., 1990) 32
Gambar 17. Reaksi Uji saponin dengan SbCl3 (Jork et al., 1990)............ 32

Gambar 18. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Terhadap


Bakteri S. aureus, P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis dan S.
thypi .................................................................................... 48

xiii
14

Gambar 19. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-ekstrak Hasil


Ekstraksi Bertingkat Terhadap Bakteri E. coli, B. subtilis, S.
aureus dan P. aeruginosa dengan Berat Ekstrak
15mg/lubang ....................................................................... 51

Gambar 20. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji Ke-1) .......... 57

xiv
15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ...................................................... 70
Lampiran 2. Hasil Determinasi buah gambas (Luffa acutangula Roxb.) 72
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol, Konversi
Konsentrasi Sampel dan Perhitungan Jumlah Bakteri Uji .. 73
Lampiran 4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol............... 75

Lampiran 5. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Pada


Masing-Masing Berat Sampel Ekstrak Metanol. ............... 79
Lampiran 6. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Berat
Sampel Ekstrak Metanol Pada Masing-Masing Bakteri ..... 83
Lampiran 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil
Ekstraksi Bertingkat. ......................................................... 85
Lampiran 8. Analisa One Way-ANOVA Pengaruh Variasi Ekstrak
pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat..... 88
Lampiran 9. Hasil Skrining Fitokimia terhadap Ekstrak Buah gambas... 92
Lampiran 10. Hasil KLT Ekstrak Etil Asetat ........................................... 93
Lampiran 11. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat .................................. 97
Lampiran 12. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada
Masing-Masing Konsentrasi ekstrak pada Penentuan
KHM Ekstrak Etil Asetat.................................................. 100
Lampiran 13. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi
ekstrak pada Masing-Masing Bakteri pada Penentuan
KHM Ekstrak Etil Asetat.................................................. 103
Lampiran 14. Hasil Uji KHM dan Penentuan Nilai Banding Ekstrak
Etil Asetat terhadap Ampisilin ........................................... 107
Lampiran 15. Penentuan KHM Ampisilin ............................................... 110
Lampiran 16. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi
Ampisilin pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas
Antibakteri Ampisilin........................................................ 111

xv
16

Lampiran 17. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri


Ampisilin pada Masing-Masing Konsentrasi pada Uji
Aktivitas Antibakteri Ampisilin......................................... 117
Lampiran 18. Perhitungan Nilai Banding ............................................... 123

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit infeksi pada manusia salah satunya disebabkan oleh infeksi
bakteri patogen. Beberapa tahun terakhir ini, bakteri patogen yang resisten
terhadap obat semakin banyak dikarenakan pemakaian obat antimikroba komersil
yang tidak tepat pada pengobatan penyakit infeksi. Situasi tersebut ditambah
dengan efek samping yang tidak diinginkan dari beberapa obat antibiotik dan
kebutuhan yang mendesak untuk penyembuhan penyakit infeksi. Masalah-
masalah di atas merupakan problem yang serius dalam dunia kesehatan, sehingga
mendesak para ilmuwan untuk mencari obat antibakteri yang baru yang berasal
dari tanaman (Merchese and Shito, 2001; Karaman et al., 2003 dalam Aliero et
al., 2008).
Metode pengujian secara in-vitro untuk memilih ekstrak kasar tanaman
yang memiliki potensi antibakteri sangat berguna untuk penelitian lebih lanjut
tentang struktur kimia dan efek farmakologi dari senyawa-senyawa yang terdapat
pada ekstrak kasar tanaman (Aliero et al., 2008). Senyawa-senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada tanaman yang mempunyai aktivitas antibakteri antara
lain fenol dan persenyawaan fenolat (Soekardjo dan Siswandono, 2000; Cowan,
1999), saponin (Cheeke, 2000), beberapa senyawa dari golongan senyawa
flavonoid, alkaloid (Cowan,1999), tanin (Shimamura et al., 2007), triterpenoid,
terpenoid dan minyak atsiri (Cowan, 1999).
Tanaman suku Curcubitaceae yang telah dilakukan pengujian aktivitas
antibakteri antara lain spesies Luffa cylindrica (Belustru) dan Benincasa hispida
(Beligo). Ekstrak metanol, kloroform dan etanol, daun dan biji buah belustru
mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, S. thypi dan B.
subtilis. Daun dan biji buah belustru mengandung senyawa antibakteri alkaloid
dan saponin (Oyetayo et al., 2007). Ekstrak metanol buah beligo yang
mengandung senyawa triterpenoid dan flavanoid mampu menghambat
pertumbuhan bakteri P. acnes dan S. epidermidis (Kumar et al., 2006).

1
2

Tanaman gambas merupakan salah satu spesies suku Curcubitaceae dan


buah gambas (Luffa acutangula Roxb.) selain digunakan masyarakat sebagai
sayuran juga sebagai obat. Buah gambas mempunyai efek pembersih darah,
mendinginkan perut, memperbanyak Air Susu Ibu (ASI), mengobati penyakit
wasir (Rukmana, 2000), anthelmintik, stomakik dan antipiretik (Grewal, et al.,
1943 dalam Tsuneatsu, et al., 1991). Biji buah gambas juga digunakkan sebagai
ekspektoran (Grewal, et al., 1943 dalam Tsuneatsu, et al., 1991).
Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada buah gambas
adalah golongan flavonoid (Miean et al., 2008), golongan alkaloid, golongan
terpenoid (saponin dan karotenoid), senyawa 3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3-dihidro-
piran-4-one dan kolesterol (Astuti, 2005). Buah gambas juga mengandung
protein chitotetrose spesifik lectin (Anantharam et al., 1985) dan biji buah gambas
mengandung protein luffaculin (Min et al., 2006), curcubitacin B dan asam
oleanolat saponin (Barua et al., 1958 dalam Tsuneatsu et al., 1991)
Penelitian aktivitas antibakteri bagian tanaman spesies-spesies suku
Curcubitaceae telah dilakukan. Buah gambas merupakan salah satu suku
Curcubitaceae yang mengandung golongan senyawa flavonoid, alkaloid,
terpenoid dan saponin. Beberapa senyawa dari golongan senyawa flavonoid,
alkaloid, terpenoid dan saponin mempunyai aktivitas antibakteri (Cowan, 1999).
Dalam rangka pencarian obat antibakteri baru yang berasal dari tanaman,
pemanfaatan buah gambas sebagai antibakteri belum dilakukan penelitian secara
ilmiah. Maka perlu dilakukan pengujian secara ilmiah aktivitas antibakteri ekstrak
buah gambas.

B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Penelitian studi aktivitas antibakteri dan identifikasi golongan senyawa
ekstrak aktif antibakteri buah gambas terdapat masalah sebagai berikut :
Isolasi senyawa buah gambas dapat dilakukan dengan ekstraksi
maserasi, perkolasi, shoxletasi, ekstraksi cair-cair dan destilasi. Pelarut yang
digunakan untuk isolasi perlu diperhatikan sebagai contoh senyawa yang kurang
3

polar dapat diisolasi dengan menggunakan pelarut heksana, petroleum eter,


benzena dan toluen dan senyawa yang lebih polar dapat diperoleh dengan pelarut
etil asetat, butanol, metanol dan air. Hasil isolasi dengan pelarut yang berbeda
akan menghasilkan ekstrak dengan senyawa yang berbeda sehingga akan
mempengaruhi aktivitas antibakteri dari ekstrak. Dari hal di atas perlu
diperhatikan cara isolasi senyawa buah gambas dengan pelarut yang tepat.
Aktivitas antibakteri buah gambas dapat diketahui dengan pengujian
secara in-vitro dan in-vivo ekstrak buah gambas. Pengujian secara in-vitro dapat
dilakukan dengan metode difusi (metode silinder, metode lubang dan metode
cakram kertas) dan metode pengenceran (pengenceran tabung dan pengenceran
agar). Dari hal di atas perlu diperhatikan cara pengujian aktivitas antibakteri
secara in-vitro terhadap ekstrak hasil isolasi senyawa buah gambas terhadap
bakteri uji untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak buah gambas.
Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri buah gambas tergantung
dari golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Untuk mengetahuai golongan
senyawa yang terdapat ekstrak, maka perlu dilakukan pengujian golongan
senyawa dengan metode penapisan fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi jika dibandingkan
dengan ampisilin dapat diketahui dengan mencari dan membandingkan
konsentrasi hambat minimum (KHM), konsentrasi bakterisidal minimum (KBM)
dan nilai banding ekstrak terhadap ampisilin. Untuk mengetahui perbandingan
aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas dengan
ampisilin, perlu dilakukan uji ekstrak aktif antibakteri tertinggi dan ampisilin.

2.Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian
ini dibatasi pada :
a. Isolasi senyawa pada buah gambas yang dibeli dari pasar Legi-Solo
menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol dan dilanjutkan
ekstraksi bertahap dengan pelarut heksana, kloroform, etil asetat dan butanol.
4

b. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas dilakukan secara in-vitro


dengan metode difusi lubang.
c. Bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah
E. coli, B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, E. aerogenes, S. dysentriae dan
atau S. thypi.
d. Golongan senyawa yang diuji adalah golongan alkaloid, saponin, tanin,
fenolat, terpenoid dan flavonoid.
e. Metode yang digunakan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri
dari ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas dengan ampisilin adalah
dengan mencari dan membandingkan KHM dan nilai banding ekstrak terhadap
ampisilin.

3.Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah ekstrak metanol buah gambas mempunyai aktivitas antibakteri ?
b. Apakah ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol buah gambas
mempunyai aktivitas antibakteri?
c. Apakah golongan senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolat, terpenoid dan
atau flavonoid terdapat pada ekstrak aktif antibakteri buah gambas ?
d. Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi jika
dibandingkan dengan ampisilin?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah gambas.
2. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan
butanol.
3. Mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak aktif antibakteri
buah gambas.
5

4. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah


gambas jika dibandingkan dengan ampisilin.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Segi praktis, memberikan informasi ilmiah untuk bidang farmasi dan dunia
kesehatan mengenai aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas beserta
golongan-golongan senyawanya.
2. Segi teoritis, bermanfaat bagi ilmu pengetahuan yaitu mengembangkan analisa
kualitatif golongan-golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah
gambas.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Suku Curcubitaceae
Salah satu tanaman yang terdapat di Indonesia adalah suku
Curcubitaceae. Curcubitaceae merupakan suku tanaman yang kebanyakan berupa
tanaman banyak air yang bersulur dan jarang yang bersemak belukar.
Curcubitaceae dapat dikenali dengan batang yang bersudut 5 dan sulur-sulur
yang bergulung. Daun biasanya berlekuk lima atau terbagi, tidak ada penopang,
terdapat banyak hidatoda dan stomata terdapat pada satu permukaan atau dua
permukaan. Bunga bersifat aktinomorf dan hampir semua berumah satu. Buahnya
bertipe beri yang disebut labu (Watson, 1992).
Spesies-spesies suku Curcubitaceae yang telah diuji aktivitas
antibakterinya antara lain spesies Citrullus colocynthis L. Schrad, Luffa
cylindrica (belustru), Lagenaria breviflora, Coccinia grandis L. dan Benincasa
hispida (beligo). Ekstrak metanol, kloroform dan etanol, daun dan biji belustru
masing-masing mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, S.
thypi dan B. subtilis. Daun dan biji belustru mengandung senyawa antibakteri
alkaloid dan saponin (Oyetayo et al., 2007). Ekstrak metanol beligo yang
mengandung senyawa triterpenoid dan flavanoid mampu menghambat
pertumbuhan bakteri P. acnes dan S. epidermidis (Kumar et al., 2006). Ekstrak
daun C. colocynthis L. Schrad menghambat pertumbuhan yang kuat terhadap
bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis dan P. vulgaris dan menghambat dengan
lemah bakteri S. aureus, K. pneumoniae dan S. typhi (Peter Paul, 2008). Ekstrak
etanol buah L. breviflora menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, B. subtilis,
S. aureus dan P. aeruginosa. (Tomori et al., 2007). Ekstrak daun dan batang C.
grandis L. menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus, C. diptheriae, S. aureus,
S. pyogenes, E. coli, K. pneumonia, P. mirabilis, P. aeruginosa, S. typhi dan S.
boydii. Ekstrak air daun dan ekstrak etanol batang C. grandis L. menghambat
pertumbuhan bakteri S. boydii. (Farrukh et al., 2008).

6
7

2. Tanaman gambas (Luffa acutangula)


Tanaman gambas yang dikenal dengan nama latin Luffa acutangula
banyak dibudidayakan sebagai tanaman sela perkarangan, pematang sawah dan di
sawah setelah tanaman padi. Pemanfaatan buah gambas dapat dipakai sebagai
sayuran untuk dibuat masakan dan daun tanaman gambas dipakai sebagai sayuran
lalapan (Sutarya dkk., 1995). Nama lain dari tanaman ini adalah angled loofah
(Inggris), ketola sagi (Malaysia) dan sze kwa (Cina) (Rukmana, R, 2000). Buah
gambas di Indonesia dikenal dalam berbagai nama antara lain timput
(Palembang), emes/kimput (Sunda), kacur/oyong (Jawa) (Hyne, 1987). Daerah-
daerah di Indonesia yang membudidayakan tanaman gambas antara lain
Kabupaten Tanjung Barat, Provinsi Jambi (Maslian) dan Kabupaten Sumbawa
Barat, NTB (Anonim, 2006). Tanaman gambas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman gambas (Luffa acutangula)

.
a. Klasifikasi tanaman
Kedudukan tanaman gambas dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai
berikut kingdom Plantae (dunia tumbuhan), sub-kingdom Tracheobionta
(tanaman vaskuler), devisi Spermatophyta (tanaman berbiji), subdevisi
Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida/Dicotyledonae, subkelas Dilleniidae,
ordo/bangsa Violales, famili/suku Curcubitaceae (keluarga mentimun), genus/
8

marga Luffa dan spesies Luffa acutangula Roxb. (Rukmana, 2000; Anonim,
2008).
b. Deskripsi tanaman
Tanaman gambas termasuk tumbuhan tahunan yang bersifat
merambat dan menjalar. Tanaman gambas berbatang lunak dengan bentuk
segi lima, serta bersulur sebagai alat untuk merambat. Sulur dahan muncul
dari sisi tangkai daun yang berbentuk spiral dan berbulu lebih panjang dari
bulu-bulu batang. Daun berbentuk lonjong (silindris) dengan pangkal mirip
bentuk jantung, ujung daun runcing dan berwarna hijau tua. Daun berukuran
panjang 10–25 cm, lebar 10–25 cm dan bertangkai sepanjang 5–10 cm
(Rukmana, 2000). Bunga tanaman gambas termasuk bunga berumah satu
(monococus), yaitu bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman.
Bunga berwarna kuning, umumnya mekar pada sore hari, serta dapat
menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang. Buah gambas berbentuk bulat
panjang dengan bagian pangkal kecil. Buah berukuran panjang 15–60 cm,
lebar 5–12 cm dengan diameter 5–8 cm, bergeligir 10 mm dan tiap buah
berbiji banyak. Biji yang tua berwarna hitam dan berukuran 11–13 mm atau
7–9 mm dengan struktur kulit agak keras (Rukmana, 2000).
c. Kandungan senyawa kimia buah gambas
Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada buah gambas
adalah golongan flavonoid (Miean et al., 2008), golongan alkaloid, golongan
terpenoid (saponin dan karotenoid) dan senyawa 3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3-
dihidro-piran-4-one dan kolesterol (Astuti, 2005). Buah gambas juga
mengandung protein chitotetrose spesifik lectin (Anantharam et al., 1985) dan
biji buah gambas mengandung protein luffaculin (Min. et al., 2006),
curcubitacin B dan asam oleanolat saponin (Barua et al., 1958 dalam
Tsuneatsu et al., 1991).
d. Manfaat tanaman
Nutrisi dalam buah gambas sangat berguna bagi kesehatan tubuh, antara
lain berfungsi untuk membersihkan darah, mendinginkan perut dan
memperbanyak Air Susu Ibu (ASI) (Rukmana, 2000), anthelmintik, stomakik
9

dan antipiretik (Grewal et al., 1943 dalam Tsuneatsu et al., 1991). Biji buah
gambas juga digunakkan sebagai ekspektoran (Grewal et al., 1943 dalam
Tsuneatsu et al., 1991). Daun dan buah muda digunakan sebagai bahan sayur
dan lalapan, juga berkhasiat sebagai obat penyakit wasir (Rukmana, 2000).

3. Bakteri dan Klasifikasi Bakteri Uji


Bakteri termasuk golongan prokariota dan tidak memiliki nukleus,
mitokondria dan plastid. Golongan prokariota hanya memiliki satu kromosom dan
tidak memiliki histon yang bergabung dengan kromosom tersebut. Prokariota
tidak mempunyai mikrotubula (mungkin ada satu perkecualian) dan kerena itu
tidak terdapat sentriol, gelendong dan badan basal. Beberapa prokariota
mempunyai flagela, tetapi strukturnya tidak dibangun dari mikrotubula
sebagaimana flagela dan silia pada eukariota. Ribosom pada prokariota berbeda
dari ribosom pada eukariota dalam strukturnya (Kimbal, 1990). Anatomi umum
dari bakteri dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Anatomi Umum dari Bakteri. Dikutip dari : Microsoft Encarta


Reference Library Premium, 2005.

Bakteri dibagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri gram positif dan bakteri
gram negatif yang perbedaannya ditunjukkan pada Tabel 1. Perbedaan golongan
bakteri ini dapat ditentukan dengan pewarnaan bakteri. Bakteri diwarnai dengan
zat warna violet dan yodium, dibilas dengan alkohol, kemudian diwarnai lagi
dengan zat warna merah. Struktur dinding sel akan menentukan respon
pewarnaan. Bakteri gram positif yang sebagian besar dinding selnya terdiri dari
10

peptidoglikan akan menjerat warna violet. Bakteri gram negatif memiliki lebih
sedikit peptidoglikan, yang terletak di suatu gel periplasmik antara membran
plasma dan suatu membran bagian luar. Zat warna violet yang digunakan dalam
pewarnaan gram sangat mudah dibilas oleh alkohol pada bakteri gram negatif,
tetapi selnya tetap menahan zat warna merah (Campbell et al., 2003).

Tabel 1. Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negatif.

Ciri Perbedaan Relatif


Gram positif Gram negatif
Struktur dinding sel - Tebal (15 - 80 nm). - Tipis (10 - 15 nm).
- Berlapis tunggal (mono). - Berlapis tiga (multi).
Komposisi dinding - Kandungan lipid rendah - Kandungan lipid tinggi
sel (1- 4%). (11 - 22%).
- Peptidoglikan sebagai - Peptidoglikan terdapat di
lapisan tunggal, merupakan dalam lapisan kaku
komponen utama bakteri sebelah dalam,
dan jumlahnya lebih dari jumlahnya sedikit
50 % berat kering sel sekitar 10 % berat
bakteri. kering.
- Memiliki asam tekoat. - Tidak memiliki asam
tekoat.
Kerentanan Lebih rentan. Kurang rentan.
terhadap penisilin
Penghambatan Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan tidak begitu
pertumbuhan oleh dengan nyata. dihambat.
zat-zat warna dasar,
misalnya ungu
kristal
Persyaratan nutrisi Relatif rumit Relatif sederhana.
Resistensi terhadap Lebih resisten Kurang resisten
gangguan fisik
(Pelczar et al., 1986)

Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bacillus subtilis
Kasifikasi:
Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizophyta, ordo
Eubacteriales, famili Bacillaceae dan genus Bacillus (Salle, 1961).
11

Morfologi :
Genus bacillus termasuk batang besar, gram positif, aerob dan
membentuk rantai. Umumnya bergerak, membentuk spora yang terletak di
tengah basil yang tidak bergerak dan tahan panas. Diameter sel 0,7-0,8 μm
dengan panjang 2-3 μm, sedangkan sporanya berdiameter 0,6-0,9 μm dengan
panjang 1-1,5 μm (Salle, 1961). Kebanyakan anggota genus ini adalah
organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-
tumbuhan. Beberapa diantaranya patogen bagi insekta, yaitu dapat
menyebabkan infeksi saluran usus dan menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan keracunan makanan (Jawetz et al., 1980). ‘
b. Escherichia coli
Klasifikasi :
Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo
Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Escherichia (Salle, 1961).
Morfologi:
Merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang lurus dan pendek dan
bergerak dengan flagel peritik atau tidak dapat bergerak. Ukuran sel umumnya
berdiameter 0,5 μm dan panjang 1-3 μm (Salle, 1961).
E. coli merupakan flora normal yang terdapat dalam usus (Jawetz et al.,
2005). E. coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih
dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama wanita muda. Selain
itu, dapat menyebabkan infeksi saluran empedu, hati, cystitis, meningitis dan
penyakit infeksi lainnya (Jawetz et al., 1980).
c. Staphylococcus aureus
Klasifikasi:
Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo
Eubacteriales, Famili Micrococcaceae dan genus Staphylococcus (Salle,
1961).
Morfologi:
S. aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bola dengan
diameter 1 μm tersusun dalam kelompok–kelompok yang tidak teratur. Pada
12

media cair terlihat tunggal, berpasangan, tetrad dan membentuk rantai.


S. aureus biasanya membentuk koloni abu–abu hingga kuning emas. Bakteri
ini tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C. Sebagian besar galur
S. aureus mempunyai koagulase atau faktor penggumpalan dinding sel dan
ikatan koagulase secara non enzimatik pada fibrinogen (Jawetz et al., 2005).
S. aureus bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk enterotoksin yang
bisa menyebabkan keracunan makanan (Syahrurachman dkk., 1994). S. aureus
sering menghuni kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernakan, kecuali
jerawat yang menjengkelkan dan sesekali muncul bintil kecil meradang, kita
dapat hidup harmonis dengan organisme ini. Akan tetapi, jika mereka masuk
kebawah kulit karena luka, terbakar dan lain-lainnya dapat menyebabkan bisul
bernanah (Kimball, 1990).
d. Pseudomonas aeruginosa
Klasifikasi:
Termasuk kedalam devisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo
Eubacteriales, famili Pseudomonaceae dan genus Pseudomonas (Salle, 1961).
Morfologi:
P. aeruginosa bergerak, berbentuk batang dan berukuran sekitar 0,6 x 2
μm. Bakteri ini gram negatif, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan,
dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa tumbuh
dengan baik pada suhu 37-42°C, pertumbuhannya pada suhu 42°C membantu
membedakan spesies ini dari spesies Pseudomonas yang lain. Bakteri ini
oksidase positif dan tidak meragikan karbohidrat, tetapi banyak strain
mengoksidasi glukosa. Pengenalan biasanya berdasarkan morfologi, sifat
oksidase positif, adanya pigmen yang khas dan pertumbuhan pada suhu 42°C
(Jawetz et al., 1980). P. aeruginosa merupakan penyebab penyakit pada
orang tertentu yang resisten terhadap antibiotik. Bakteri ini menginfeksi darah,
kulit, telinga, mata, saluran kemih dan pada luka bakar akan menyerang darah
sehingga menghasilkan nanah. Penyakit yang serius yang ditimbulkan adalah
komplikasi cystic fibrosis merupakan infeksi saluran pernapasan. Kanker dan
13

luka bakar pada pasien sering di infeksi dengan serius oleh bakteri ini
(Anonim, 2008).
e. Salmonella thypi.
Klasifikasi:
Termasuk kedalam devisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo
Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Salmonellae (Salle, 1961).
Morfologi:
S. thypi merupakan bakteri gram negatif, berflagel, tidak berspora dan
sangat panjang. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik
berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Serum
penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam
antigen tersebut. Penyakit yang disebabkan oleh S. typhi adalah demam tifoid,
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 7 hari dan gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran (Jawetz et al., 1980).
f. Shigella dysentriae
Klasifikasi:
S. dysentriae termasuk kedalam devisi Protophyta, kelas Schizomycetes,
ordo Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Shigella (Salle,
1961).
Morfologi :
Shigella merupakan bakteri gram negatif, aerob, batang ramping, tidak
berkapsul, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Penyakit yang
disebabkan oleh bakteri S. dysentriae adalah Shigellosis disebut juga desentri
basiler. Habitat alamiah kuman disentri adalah usus besar manusia, dimana
kuman tersebut dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri sendiri artinya
gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon yang disertai
nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir.
Infeksi Shigella praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan dan invasi
dalam darah sangat jarang (Jawetz et al., 1980).
14

g. Entrobacter aerogenes
Klasifikasi:
Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo
Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Entrobacter (Salle, 1961).
Morfologi :
E. aerogenes biasanya motil, memperlihatkan pertumbuhan mukoid
yang sedikit, mempunyai kapsul kecil, terdapat pada lingkungan luar dan
saluran pencernakan. E. aerogenes terdapat dalam usus, tetapi jika diluar
saluran pencernaan akan menyebabkan penyakit infeksi saluran kemih (Jawetz
et al., 1980).

4. Pengertian Antibakteri
Antibiotika adalah senyawa kimia yang khas yang dihasilkan oleh
mikroorganisme hidup termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang
dibuat secara sintetik dan dalam kadar yang rendah mampu menghambat proses
penting dalam kehidupan suatu mikroorganisme. Pada awalnya antibiotik diisolasi
dari mikrooorganisme, tetapi sekarang beberapa antiboitik didapatkan dari
tumbuhan tingkat tinggi dan binatang (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Salah
satu contoh antiboitik adalah obat antibakteri. Antibakteri adalah zat yang
membunuh atau menekan pertumbuhan atau reproduksi bakteri. Suatu zat
antibakteri yang ideal harus memiliki sifat toksisitas selektif, artinya bahwa suatu
obat berbahaya terhadap parasit tetapi tidak membahayakan tuan rumah (hopses).
Zat antibakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan antibakteri yang dapat
membunuh bakteri (bakteriosid) (Talaro, 2008). Berdasarkan daya menghambat
atau membunuhnya, antibakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
berspektrum sempit (narrow spectrum) dan berspektrum luas (broad spectrum).
Antibakteri yang berspektrum sempit yaitu antibakteri yang hanya dapat bekerja
terhadap bakteri tertentu saja, misalnya hanya terhadap bakteri gram positif saja
atau gram negatif saja. Antibakteri yang berspektrum luas dapat bekerja baik pada
bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif (Talaro, 2008).
15

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dapat dibagi menjadi


empat cara, yaitu :
a. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel.
Bakteri mempunyai lapisan luar yang kaku yaitu dinding sel yang
mengelilingi secara lengkap sitoplasma membran sel. Dinding sel berisi
polimer mucopeptida kompleks (peptidoglikan) yang secara kimia berisi
polisakarida dan campuran rantai polipeptida yang tinggi, polisakarida ini
berisi gula amino N-acetylglucosamine dan asam acetylmuramic (hanya
ditemui pada bakteri) (Jawetz et al., 2005). Dinding ini mempertahankan
bentuk mikroorganisme dan pelindung sel bakteri dari perbedaan tekanan
osmotik di dalam dan di luar sel yang tinggi. Dinding sel bakteri terdiri dari
peptidoglikan dan komponen yang lain. Sel yang aktif secara kontiyu
mensintesis peptidoglikan yang baru dan menempatkannya pada posisi yang
tepat pada amplop sel. Antibakteri bereaksi dengan satu atau banyak enzim
yang dibutuhkan pada proses sintesis, sehingga menyebabkan pembentukan
dinding sel yang lemah dan menyebabkan pemecahan osmotik (Talaro,
2008).
b. Penghambatan terhadap fungsi membran sel.
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma, yang
berperan sebagai barrier permeabilitas selektif, memiliki fungsi transport aktif,
dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas dari
membran sitoplasma dirusak akan menyebabkan keluarnya makromolekul dan
ion dari sel, kemudian sel rusak atau terjadi kematian (Jawetz et al., 2005).
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan
sebagai barrier permeabilitas selektif dan mengontrol komposisi internal sel.
Antibakteri (polymyxins) berikatan dengan membran fospolipid yang
menyebabkan pemecahan protein dan basa nitrogen sehingga membran
bakteri pecah yang menyebabkan kematian bakteri (Talaro, 2008).
c. Penghambatan terhadap sintesis protein (penghambatan translasi dan
transkripsi material genetik).
16

DNA, RNA dan protein memegang peranan sangat penting di dalam


proses kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pelczar et al., 1986). Kebanyakan
obat menghambat translasi atau sintesis protein, bereaksi dengan ribosom-
mRNA. Mekanisme kerjanya antara lain dengan menghalangi terikatnya RNA
pada tempat spesifik ribosom, selama pemanjangan rantai peptida (Pelczar et
al., 1986). Ribosom eukariotik berbeda dalam ukuran dan struktur dari
prokariotik, sehingga menyebabkan aksi yang selektif terhadap bakteri.
Bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S
ribosom. Subunit masing-masing tipe ribosom, komposisi kimia dan
spesifikasi fungsinya berbeda. Perbedaan tersebut dapat untuk menerangkan
mengapa antibakteri dapat menghambat sintesis protein dalam ribosom bakteri
tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia (Talaro, 2008; Jawetz et al., 2005).
d. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat.
Pembentukan DNA dan RNA bakteri merupakan perjalanan yang
panjang dan membutuhkan enzim di beberapa proses. Pembentukan DNA dan
RNA sangat penting dan berefek dalam metabolisme protein. Antibakteri
menginteferensi sintesis asam nukleat dengan menghambat sintesis nukleitida,
menghambat replikasi, atau menghentikan transkripsi. Obat berikatan sangat
kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri, sehingga
menghambat sintesis RNA bakteri. Resistensi pada obat-obat ini terjadi akibat
perubahan pada RNA polymerase akibat mutasi kromosom yang sangat sering
terjadi (Talaro, 2008; Jawetz et al., 2005)

5. Obat Antibakteri Ampisilin dan Senyawa-Senyawa Metabolit Sekunder yang


Diduga Mempunyai Aktivitas Antibakteri
a. Obat Antibakteri Ampisilin
Ampisilin adalah antiboitik dengan spektrum luas, digunakan untuk
pengobatan infeksi pada saluran napas dan saluran seni, gonorhu,
gastroenteritis, meningitis dan infeksi karena salmonella sp. seperti demam
17

tipoid. Ampisilin adalah turunan penisilin yang tahan terhadap asam tetapi
tidak tahan terhadap enzim penisilinase. Absorpsi obat dalam saluran cerna
kurang baik (±30-40%) dan obat terikat oleh protein plasma ± 20 %
(Soekardjo dan Siswandono, 2000).
Ampisilin dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara
mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan
dinding sel bakteri. Pada tingkat molekul, mekanisme kerjanya ditunjukkan
oleh serangan nukleofil dari gugus hidroksil serin enzim transpeptidase pada
karbonil karbon cincin β-laktam yang bermuatan positif, sehingga terjadi
hambatan biosintesis peptidoglikan. Ikatan kovalen antara ampisilin dengan
enzim transpeptidase ditunjukkan pada Gambar 3. Akibatnya dinding sel
menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari dalam, dinding sel
pecah atau lisis sehingga bakteri mati. Ampisiln dapat diinaktivasi dengan
adanya enzim β- laktamase/penisilinase yang dihasilkan oleh bakteri
(Soekardjo dan Siswandono, 2000).

H
H C NH2
C NH2 S CH3
S CH3
CONH
CONH
CH3
CH3
O C HN
C N
O O COOH
COOH

transpeptidase
transpeptidase
Gambar 3. Ikatan Kovalen antara Ampisilin dengan Enzim Transpeptidase
(Soekardjo dan Siswandono, 2000)

b. Senyawa-senyawa dari Golongan Senyawa Metabolit Sekunder yang diduga


Mempunyai Aktivitas Antibakteri.
Golongan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
antibakteri dari tumbuhan antara lain persenyawaan fenolik (fenolat, tanin dan
flavonoid), alkaloid, saponin dan terpenoid.
18

1. Tanin.
Tanin merupakan penggambaran secara umum untuk golongan polimer
fenolik (Cowan, 1999). Tanin merupakan bahan yang dapat merubah kulit
mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung
silangkan protein (Harborne, 1996) dan mengendapkan gelatin dalam larutan
(Cowan, 1999). Berat molekulnya antara 500 sampai 28000 dan ditemukan
pada bagian tanaman kuncup, batang, daun, buah dan akar (Cowan, 1999).
Tanin dibagi menjadi 2 yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisa.
Tanin terkondensasi contohnya epigallocatechin (EGC), epicatechin (EC)
dan catechin. Tanin terhidrolisa contohnya (-)-epigallocatechin gallate
(EGCg) dan (-)-epicatechin gallate (EGg) (Harborne, 1996; Shimamura et
al., 2007; Cowan, 1999). Contoh senyawa tanin dapat dilihat pada
Gambar 4.
OH OH
OH OH

HO O HO O OH
OH

OH O C OH

OH OH O
OH
(-) epigallocatechin (EGC)
(-) epicathechin gallate(ECg)

OH
OH
OH
OH
HO O
HO O OH
OH

OH O C OH
OH OH O
OH
(-) epicatechin (EC)
(-) epigallocatechin gallate (EGCg)

Gambar 4 Senyawa-Senyawa Golongan Tanin (Shimamura et al., 2007)

Tanin mempunyai aktivitas antibakteri melalui aksi molekulernya yaitu


membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan ikatan
hidrofobik (Cowan, 1999). Tanin dari daun teh (Camellia sinesis), (-)-
epigallocatechin gallate dan (-)-epicatechin gallate mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap Multidrug-Resistent Stapylococcus aureus (MRSA),
karena senyawa tersebut berikatan dengan peptidoglikan dinding sel bakteri
19

dan jika salah satu dari senyawa tersebut digabung dengan antibiotik
β -Laktam (pinisilin, ampisilin, metisilin) mempunyai efek sinergik yaitu
bersama-sama berikatan dengan peptidogikan yang menyebabkan bakteri
mati dan senyawa EGCg atau EGg menghambat aktivitas enzim
penisilinase yang merupakan enzim perusak antibiotik β –Laktam, sehingga
melindungi antibiotik tersebut dalam bekerja (Shimamura et al., 2007).
2. Flavonoid
Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fenolat adalah
flavonoid. Golongan senyawa ini memberikan warna pada buah dan bunga.
Flavonoid telah banyak dikarakterisasi dan digolongkan berdasarkan
struktur kimianya (Bylka and Pilewski, 2004). Flavonoid adalah senyawa
fenolat terhidroksilasi (Cowan, 1999) dan merupakan senyawa C6-C3-C6
dimana C6 diganti dengan cincin benzen dan C3 adalah rantai alifatik yang
terdiri dari cincin piran. Flavonoid dibagi menjadi 7 tipe yaitu flavon,
flavonol, flavonon, khalkon, xanton, isoflavon dan biflavon (Bylka and
Pilewski, 2004). Contoh golongan senyawa flavonoid dapat dilihat pada
Gambar 5.

O
O

OH
O
O O
flavon flavonol khalkon
O O
O

OH
O O
O
flavanon flavanonol Isoflavon

Gambar 5. Senyawa-Senyawa Golongan Flavonoid (Achmad, 1986)

Banyak tanaman obat yang mengandung komponen flavonoid yang


digunakan untuk terapi penyakit sirkulasi, mengurangi tekanan darah dan
anti-alergi. Efek farmakologi dari flavonoid yang berhubungan dengan
20

kemampuan flavonoid untuk bekerja sebagai antioksidan yang kuat dan


penangkap radikal bebas, membentuk khelat dengan logam dan berinteraksi
dengan enzim (Bylka, M. and Pilewski, 2004). Flavonoid disintesis oleh
tanaman sebagai respon terhadap infeksi mikroba, jadi secara in vitro
flavonoid efektif sebagai substansi antimikroba yang membunuh banyak
mikroorganisme. Kemungkinan aktivitasnya dikarenakan kemampuan
flavonoid membentuk ikatan dengan protein terlarut (Cowan, 1999).
Flavonoid yang diisolasi dari Artemisia, yaitu 6-methoxylapigenin atau
methoxy-6 trihydroxy-5,7,4’ flavone (6MAPI) dan 6-methoxyluteolin atau
methoxy-6 tetrahydroxy-5,7,3’,4’ flavone (6MLU) dapat berinteraksi
dengan enzim dihydrofolate reductase (DHFR) pada E. coli. Enzim DHFR
berperan dalam mensintesis basa nitrogen inti sel bakteri. Hal ini
menyebabkan inti sel bakteri tidak terbentuk sehingga bakteri akan mati
(Bensegueni et al.).

3. Saponin
Pembentukan busa yang lama pada waktu ekstraksi atau ekstrak tanaman
yang pekat menunjukkan adanya saponin (Poither, 2000). Saponin
mempunyai bagian utama berupa turunan triterpen dengan sedikit steroid.
Residu gula dihubungkan oleh satu gugus –OH biasanya C3-OH dari aglikon
(monodesmoside saponin) dan jarang dengan dua gugus OH atau satu gugus
OH dan gugus karboksil (bis-desmiside saponin) (Wagner, 1984). Contoh
senyawa steroid sapogenin dapat dilihat pada Gambar 6.
Saponin mempunyai efek membranolitik yaitu membentuk komplek
dengan kolesterol di membran sel protozoa (Cheeke, 2000). Saponin
mempunyai efek antibakteri dan antijamur yang bagus. Efek antijamur dan
antibakteri terganggu dengan adanya gugus monosakarida dan turunannya
(Cheeke, 2000). Saponin dapat berfungsi seperti detergen. Detergen
memiliki struktur yang dapat berikatan dengan molekul hidrofilik dan
molekul-molekul organik non polar (lipofilik) sehingga mampu merusak
membran sitoplasma dan membunuh bakteri (Robber dkk., 1996 dalam
Indrayudha dkk., 2005).
21

CH2OH
O

Nautigenin

HO

Gambar 6. Senyawa Steroid-Sapogenin (Wagner, 1984)

4. Terpenoid
Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen, atau
karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatis. Terpenoid
merupakan senyawa-senyawa yang mudah menguap terdiri 10 atom C dan
penyusun minyak atsiri (Achmad, 1986). Terpenoid dengan titik didih yang
lebih tinggi disusun oleh diterpen (C20), triterpen (C30), dan tetraterpen (C40)
dengan penambahan atom oksigen (Achmad, 1986; Cowan, 1999).
Mekanisme dari terpenoid sebagai antibakteri tidak begitu jelas
kemungkinan berhubungan dengan perusakan membran sel oleh senyawa
lipofilik (Cowan, 1999). Senyawa terpenoid yang terdapat pada cabai,
Capsaicin mempunyai banyak aktivitas biologi pada manusia yaitu bekerja
pada saraf, kardiovaskuler, saluran pencernakan dan digunakan sebagai
analgesik. Capsaisin menghambat pertumbuhan beberapa bakteri yang tidak
diinginkan (Cowan, 1999).
Terpenoid dari Elephantopus scaber menunjukkan penghambatan
terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dengan menghambat enzim
autolisin, enzim yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri.
Autolisin merupakan enzim yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan sel,
peremajaan dinding sel, waktu masak peptidoglikan, pembelahan sel,
pemisahan, motilitas, kemotaksis, kemampuan genetik dan pengeluaran
protein. Terpenoid dapat menghambat aktivitas enzim autolisin dengan
membentuk interaksi yang kuat dengan sisi aktif dari residu enzim autolisin
22

(Daisy et al., 2008). Contoh senyawa terpenoid yang mempunyai aktivitas


antibakteri dapat dilihat pada Gambar 7.

24
O
27
H3CO CH3
N
21 22 26
H CH3
HO
O O
capsaicin 19 20

11 17 16
18

1
10 9 8
24

3 5

6-[1-(10,13-dymethyl-4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 dodecahydro-1H-cyclopenta


[alpha] phenan thren-17-yl) ethyl]-3-methyl-3,6-dihidro-2H-2-pyranone. dari tanaman
Elephantopus scaber

Gambar 7. Senyawa-Senyawa Terpenoid yang Bersifat Antibakteri


(Cowan, 1999 and Daisy et al., 2008)

5. Alkaloid
Alkaloid dari tanaman kebanyakan amina tersier dan yang lainnya terdiri
dari nitrogen primer, sekunder, dan quarterner (Poither, 2000). Semua
alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan cincin
aromatis (Achmad, 1986).
Berdasarkan penyusun asam aminonya alkaloid dibedakan menjadi
alkaloid asiklis yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid
aromatis jenis fenilalanin berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4-
dihidroksifenilalanin. Alkalod jenis indol yang berasal dari triptofan
(Achmad., 1986). Contoh senyawa alkaloid berdasarkan penyusun asam
aminonya dapat dilihat pada Gambar 8.
Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri berhubungan dengan tingginya
senyawa aromatik quartener dari alkaloid seperti barberine dan harmane
yang mempunyai kontribusi untuk membentuk interkhelat dengan DNA.
Alkaloid diterpenoid yang biasa diisolasi dari tanaman Ranunculaceae telah
dibuktikan sebagai antibakteri (Cowan, 1999). Contoh senyawa alkaloid
yang mempunyai aktivias antibakteri dapat dilihat pada Gambar 9.
23

Alkaloid Alisiklis Alkaloid fenilalanin

H3CO

N O
N CH 3
CH 3 H3CO
CH 3
Higrin
Alkaloid Indol OCH 3
OPO3H2 Mezkalin

N CH 3
N
H
CH 3
Philosobin

Gambar 8. Golongan Senyawa Alkaloid Berdasarkan Penyusun Asam


Aminonya (Achmad, 1986)

O
O CH3
H
N
N
+
H3CO N

OCH3 harmane
Barberine

Gambar 9. Senyawa-Senyawa Alkaloid yang Bersifat Antibakteri (Cowan,


1999)

6. Senyawa fenolat
Senyawa tumbuhan yang aktif terdiri dari sebuah cincin fenol
tersubstitusi. Asam sinnamat dan asam kaffeat biasanya mewakili kelompok
besar dari turunan senyawa fenilpropan yang mempunyai tingkat oksidasi
tinggi. Tumbuhan Terragon dan Thyme keduanya mengandung asam kaffeat
yang efektif membunuh virus, bakteri dan jamur (Cowan, 1999).
Catechol dan pyrogallol keduanya merupakan fenol teroksidasi
menunjukkan racun terhadap mikroorganisme. Catechol mempunyai 2
gugus fungsi –OH dan pyragallol mempunyai 3 gugus fungsi –OH.
24

Tingkatan dan banyaknya gugus fungsi hidroksil pada golongan fenol


berhubungan dengan toksisitas pada mikroorganisme dengan bukti bahwa
bertambahnya hidroksilasi menghasilkan penambahan toksisitas (Cowan,
1999). Semakin tinggi fenol teroksidasi semakin kuat menghambat
pertumbuhan organisme. Mekanisme yang berhubungan dengan toksisitas
fenol terhadap mikroorganisme adalah penghambatan enzim oleh senyawa
teroksidasi kemungkinan lewat reaksi dengan gugus sulfihidril atau dengan
interaksi yang tidak spesifik oleh protein (Cowan, 1999). Contoh senyawa
fenol dapat dilihat pada Gambar 10.
Senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses
adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, terbentuk
kompleks protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami
peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi
serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi
protein dan sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran
bakteri (Soekardjo dan Siswandono, 2000).

H
HO C CH
COOH

HO HO H

asam kaffeat OH

Catechol
OH

OCH 3

CH 2

eugenol

Gambar 10. Senyawa-Senyawa Golongan Fenol (Cowan, 1999)

6. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri


Prinsip umum untuk menentukan aktivitas antibakteri adalah dengan
melihat adanya hambatan pertumbuhan bakteri. Zat antibakteri dapat diperoleh
25

dari hasil fermentasi, sintetik dan dapat diperoleh dari hasil isolasi dari tanaman
(Kristanti dkk., 2008).
Pengujian aktivitas antibakteri suatu zat antibakteri yang biasanya
dilakukan dengan metode sebagai berikut :
a. Metode Penyebaran (Diffusion Method)
1. Metode silinder atau cairan dalam cincin (ring diffusion method)
Penelitian Sabir (2005) menggunakan metode silinder dengan proses
sebagai berikut, medium agar dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan
dibuat menjadi 2 lapisan dengan ketebalan yang hampir sama (± 0,5 cm).
Lapisan pertama dibiarkan memadat, setelah itu dibuat lapisan kedua yang
telah dicampurkan dengan biakan bakteri sebanyak 1 ml dan dimasukkan
dalam cawan petri. Sebelum lapisan kedua memadat, ditempatkan silinder
stainless steel (diameter luar 8 mm dan diameter dalam 6 mm) pada cawan
petri. Pada silinder tersebut kemudian diisi dengan larutan sampel.
Pengukuran diameter dari setiap zone inhibisi pertumbuhan bakteri setelah
masa inkubasi 24 jam. Zone inhibisi adalah jarak terdekat (mm) dari tepi
luar selinder hingga mulai terjadinya pertumbuhan bakteri.
2. Metode lubang (well diffusion method)
Penelitian Yuliani (2001); Pambayun dkk. (2007); Yuharmen dkk.
(2002) mengunakkan metode lubang dengan cara kerja sebagai berikut :
Bakteri uji yang umurnya 18-24 jam disuspensikan ke dalam media agar
pada suhu sekitar 45°C. Media agar yang telah tersuspensi bakteri
dituangkan ke dalam cawan petri steril. Setelah agar memadat, dibuat
lubang-lubang dengan diameter 6-8 mm. Lubang tersebut dimasukkan
larutan zat yang diuji aktivitasnya, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C
selama 18-24 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah bening
yang mengelilingi lubang.
3. Metode cakram kertas (disk diffusion method)
Zat yang diuji diserapkan ke dalam cakram kertas dengan cara
meneteskan pada cakram kertas kosong larutan antibakteri sejumlah
volume tertentu dengan kadar tertentu pula. Cakram kertas diletakan diatas
26

permukaan agar padat yang telah diolesi bakteri, diinkubasi selama 18-24
jam pada suhu 37°C. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari diameter
hambat disekeliling cakram kertas. Metode cakram kertas telah dilakukan
dalam penelitian Ayo and Amupitan (2004); El-Rahiem et al. (2005).
b. Metode Pengenceran (Dilution Method)
1. Metode pengenceran tabung (tube dilution method)
Antibakteri disuspensikan dalam agar kemudian dilakukan pengenceran
dengan menggunakan beberapa tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan
inokulasi bakteri uji, setelah diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-29 jam.
Tabung yang keruh menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan
tabung yang jernih menunjukkan zat antibakteri yang bekerja. Metode
pengenceran tabung telah dilakukan pada penelitian Shanab et al. (2006).
2. Metode pengenceran agar (agar dilution method)
Zat antibakteri dicampur sampai homogen pada agar steril yang masih
cair dengan suhu serendah mungkin (± 45°C) dengan menggunakan
berbagai konsentrasi zat aktif. Larutan tersebut dituangkan kedalam cawan
petri steril, kemudian setelah memadat dioleskan bakteri uji pada
permukaannya. Penentuan penghambatan dilihat dengan tidak adanya
bakteri yang tumbuh pada permukaan (Collins, 1976 dalam Yuliani,
2001).

7. Ekstraksi Maserasi dan Ekstraksi Cair-Cair Bertahap


Penapisan awal untuk tanaman yang mempunyai aktivitas antimikroba
didahului ekstraksi menggunakan air atau alkohol dan dilanjutkan dengan
ekstraksi menggunakan berbagai pelarut organik (Cowan, 1999). Ekstraksi
maserasi adalah metode ekstraksi padat-cair yang dilakukan dengan jalan
membiarkan padatan/simplisia terendam dalam suatu pelarut (Kristanti dkk.,
2008). Prinsip ekstraksi maserasi yaitu mengekstrak zat aktif yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya (Kristanti dkk., 2008). Pelarut yang
digunakan biasa digunakan untuk mendapatkan ekstrak kasar dari tanaman adalah
27

pelarut polar yang mudah menguap seperti metanol dan etanol. Penelitian
Pambayun dkk. (2007) menunjukkan bahwa dalam mengekstrak Gambir
(Uncaria gambir Roxb) hasil menunjukkan makin polar pelarut, berat bahan
terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda antara ekstraksi menggunakan cara
maserasi dengan shoxletasi.
Setelah diperoleh larutan hasil ekstraksi, untuk memperoleh ekstrak
biasanya dilakukan pengupan dengan penguap vakum putar. Ekstraksi dapat
dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut yang semakin
meningkat kepolarannya seperti heksana, kloroform, etil asetat dan butanol untuk
memisahkan senyawa yang terdapat pada ekstrak kasar berdasarkan perbedaan
kepolarannya dan larutan hasil ekstraksi diuapkan lagi untuk mendapatkan ekstrak
hasil ekstraksi bertahap. Metode pemisahan senyawa dari ekstrak kasar melalui
ekstraksi bertahap telah dilakukan pada penelitian Swantara (2005); Yuliani
(2001); Ćetković et al. (2007).

8. Penapisan Fitokimia
Fitokimia atau kimia tumbuhan merupakan disiplin ilmu mempelajari
aneka ragam senyawa organik pada tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia,
biosintesis, metabolisme, penyebaran secara ilmiah dan fungsi biologinya.
Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan
kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah
dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif seperti alkaloid,
antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan
triterpenoid), tanin, polifenol dan minyak atsiri. Adapun tujuan utama dari
penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan
bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan (Pedrosa, et al., 1978).
Metode yang digunakan untuk melakukan penapisan fitokimia harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan
dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari,
semikualitatif dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya
senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari (Pedrosa, et al., 1978).
28

Uji penapisan fitokimia biasanya menggunakan reagen-reagen pendeteksi antara


lain untuk mengetahui senyawa alkaloid menggunakan reagen Wagner, tanin
menggunakan larutan gelatin dan FeCl3, flavonoid dengan penambahan HCl,
saponin dengan penambahan air dan terpenoid menggunakan vanillin-H2SO4.
Hasil positif uji alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya
endapan. Endapan tersebut diperkirakan adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan
pereaksi Wagner, iodine bereaksi dengan I- dari kalium iodida menghasilkan ion
I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-
alkaloid yang mengendap (Marliana dkk., 2005). Perkiraan reaksi yang terjadi
pada uji Wagner ditunjukkan pada Gambar 11.

I2 + I- I3-
coklat

+ KI + I2 + I3-
N N
quinoline K
Kalium - Alkaloid
endapan
Perkiraan reaksi uji wagner
Gambar 11. Perkiraan Reaksi Uji Wagner (Marliana dkk., 2005)

Perubahan warna yang terjadi pada penambahan FeCl3 karena


terbentuknya kompleks Fe3+-tanin dan Fe3+-polifenol. Atom oksigen pada tanin
dan polifenol mempunyai pasangan elektron yang mampu mendonorkan
elektronnya pada Fe3+ yang mempunyai orbital d kosong membentuk ikatan
kovalen koordinat sehingga menjadi suatu kompleks (Syarifuddin, 1994).
Perkiraan reaksi uji tanin dengan FeCl3 dapat dilihat pada Gambar 12.
Uji flavonoid dengan penambahan digunakan untuk mendeteksi senyawa
yang mempunyai inti benzopiranon. Warna merah atau ungu yang terbentuk
merupakan garam benzopirilium, yang disebut juga garam flavilium (Achmad,
1986). Reaksi yang terjadi pada uji flavonoid ditunjukkan pada Gambar 13.
29

Uji saponin timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang


mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air. Senyawa glikosida
terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon (Rusdi, 1990 dalam Marliana dkk.,
2005). Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji saponin ditunjukkan pada
Gambar 14.
OH

HO O
CH OH

CHOH + FeCl3
C
H2
OH Fe3+

O O
CH O

CHOH
C
H2
OH

Gambar 12. Perkiraan Reaksi Uji Tanin dengan FeCl3 (Syarifuddin, 1994)

OH OH

HO O HO O
OH OH Cl
HCl
OH OH
OH O OH OH
H
Kuersetin Garam Flavilium

OH
OH OH
HO O
HO O HO O OH
OH OH
OH
OH OH
OH OH
OH OH OH OH

Gambar 13. Reaksi Uji Flavonoid (Achmad, 1986)

Uji terpenoid menggunakan reagen vanillin-H2SO4 menghasilkan warna


ungu, biru, biru-ungu, orange ke merah ungu dan atau merah cokelat (Wagner,
1984). Reaksi uji terpenoid ditunjukkan pada Gambar 15.
30

H2O
CO CH2OH
CO
O OH
O
OH CH2OH
OH
+ O OH
OH

OH
OH
Aglikon
Arabinopiriosil-3β-asetil oleanolat
OH

glukosa

Gambar 14. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air (Marliana dkk., 2005)

H O OH
C CH3 OH

C CH

OCH3

OH HO
Vanilin Suatu Terpenoid

H+ OH
CH3 OH

OH
C CH

HO

H3CO

HO

OH
H+ H2O
CH3 OH

C CH

H3CO

HO
Gambar 15. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4
(Jork et al., 1990)
31

9. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan pemisahan komponen kimia
berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam
(adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti fase
gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia yang
berbeda sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang
berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya pemisahan (Rohman, 2007).
Fase diam yang digunakan dalam KLT berupa zat padat silika atau
alumina yang mempunyai kemampuan mengabsorbsi bahan-bahan yang akan
dipisahkan (sebagai absorben) (Kristanti dkk., 2008). Fase gerak yang dipakai
adalah pelarut tunggal atau campuran pelarut dengan perbandingan tertentu.
Pemisahan yang bagus dapat dicari dengan mencoba-coba mengelusi dengan
berbagai perbandingan campuran pelarut. Penelitian Hayani (2007) menggunakan
berbagai perbandingan campuran pelarut untuk memisahkan komponen yang
terdapat pada rimpang Temu Kunci dan didapatkan perbandingan campuran
pelarut heksana : etil asetat 8,5 : 1,5 memberikan pemisahan yang bagus ditandai
banyaknya noda yang dipisahkan.
Pendeteksian senyawa dapat dilakukan dengan pengamatan langsung,
dibawah sinar UV dan disemprot dengan reagen spesifik. Reagen spesifik yang
dipakai antara lain pada uji flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3 1%, uji
fenolat dan tanin menggunakan penyemprot FeCl3 1%, saponin menggunakan
penyemprot SbCl3 20 % dalam kloroform dan uji terpenoid menggunakan
penyemprot vanillin-H2SO4. Uji KLT fenolat dan tanin menggunakan penyemprot
FeCl3 1%. Fenolat dan tanin akan berwarna warna hijau, merah ungu, biru dan
atau hitam (Harborne, 1996). Uji KLT flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3
1% berwarna coklat muda pada sinar tampak dan biru pada UV 365 nm (Wagner,
1984). Flavonoid setelah disemprot dengan AlCl3 dapat memberikan warna
kuning berflourensi pada sinar UV 254 nm (Harborne, 1996; Kristanti dkk.,
2008) dan kuning pada sinar tampak (Wagner, 1984). Reaksi uji flavonoid dengan
AlCl3 ditunjukkan pada Gambar 16.
32

O O

+ Al3+
-H+
OH O O O
Al
Gambar 16. Reaksi Uji KLT Flavonoid dengan AlCl3 (Jork et al., 1990)

Reagen penyemprot pendeteksi saponin, SbCl3 20% dalam kloroform


akan memberikan noda berwarna merah violet dibawah sinar tampak dan merah
violet, biru dan hijau berflourensi dibawah sinar UV 365 nm (Wagner, 1984).
SbCl3 membentuk kompleks-π yang berwarna dengan ikatan rangkap dua (Jork et
al., 1990). Reaksi uji KLT saponin dapat dilihat pada Gambar 17.

Cl Cl Cl
C C C
Sb Cl Sb Cl Sb Cl
C C C
Cl Cl Cl

Senyawa Kompleks
Ikatan phi
Rangkap

Gambar 17. Reaksi Uji saponin dengan SbCl3 (Jork et al., 1990)

10. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), Konsentrasi Bakterisidal Minimum


(KBM) dan Uji Banding
Konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi terkecil
(pengenceran terbesar) suatu obat yang masih menghambat pertumbuhan bakteri.
KHM sangat penting untuk menentukan dosis efektif terkecil dari obat dan
memberikan indek perbandingan dengan obat yang lain (Talaro, 2008).
Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) adalah konsentrasi terkecil suatu obat
dimana obat masih dapat membunuh bakteri. Penelitian Shanab et al. (2006)
menunjukkan bahwa dengan metode dilusi yang membedakan antara KBM dan
KHM adalah cara kerjanya yaitu KBM ditentukan dengan cara mengambil
33

suspensi dengan menggunakan ose dari tabung-tabung yang digunakan untuk


menentukan nilai KHM dan menyebarkannya pada cawan agar yang bebas dari
zat antibakteri lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Konsentrasi
terendah yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri adalah nilai KBM.
Uji banding suatu sampel (zat antibakteri) bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kekuatan atau daya aktivitas antibakteri sampel tersebut bila
dibandingkan terhadap suatu zat pembanding. Metode yang digunakan adalah
dengan cara membandingkan respon yang dihasilkan oleh zat antibakteri yang
diperiksa terhadap respon suatu zat antibakteri pembanding. Respon tersebut
berupa hambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji (Yuliani, 2001). Uji banding
suatu sampel dapat dilakukan dengan cara membuat suatu grafik atau kurva
standart dari zat pembanding, dimana logaritma konsentrasi diplotkan terhadap
sumbu-x dan diameter hambatan diplotkan terhadap sumbu-y. Berdasarkan kurva
tersebut dapat diperoleh konsentrasi sampel pada diameter hambatan yang
dihasilkan dan nilai diameter hambatan sampel pada konsentrasi yang ditetapkan,
sehingga dapat ditetapkan nilai uji banding sampel terhadap zat pembanding, yaitu
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Konsentras i sampel dari kurva


Nilai uji banding = x 100 %
Konsentras i sampel sebenarnya

(Yuliani, 2001)

B. Kerangka Pemikiran
Bagian tanaman suku curcubitaceae telah banyak diuji aktivitas
antibakterinya. Buah gambas merupakan salah satu suku curcubitaceae yang
mengandung golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin.
Beberapa senyawa dari golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan
saponin dapat menghambat pertumbuhan bakteri antara lain dengan membentuk
ikatan antara senyawa dengan peptidoglikan dinding sel bakteri dan menghambat
aktivitas enzim yang terdapat pada bakteri. Buah gambas dalam pemanfaatan
34

sebagai tanaman obat antibakteri belum dilakukan penelitian secara ilmiah


aktivitas antibakterinya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian secara ilmiah
aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas.
Senyawa-senyawa antibakteri yang terdapat pada buah gambas dapat
diisolasi dengan ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstraksi
bertahap terhadap ekstrak metanol berturut-turut dengan pelarut heksana,
kloroform, etil asetat dan butanol merupakan ekstraksi pemisahan senyawa-
senyawa yang terdapat pada buah gambas berdasarkan perbedaan kepolaran.
Metode pengujian aktivitas antibakteri difusi lubang dapat digunakan untuk
mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas dengan menghitung panjang
diameter hambat yang terbentuk disekitar lubang, oleh karena itu perlu pengujian
aktivtas antibakteri ekstrak buah gambas untuk mengetahui aktivitas antibakteri
buah gambas.
Ekstraksi bertahap dengan kepolaran pelarut yang meningkat akan
memisahkan golongan senyawa/senyawa yang terdapat pada ekstrak metanol
berdasarkan perbedaan kepolaran antara lain golongan senyawa flavonoid,
alkaloid, terpenoid dan atau saponin. Pengujian golongan senyawa dengan
metode penapisan fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan
untuk mengetahui adanya golongan senyawa yang terdapat pada masing-masing
ekstrak.
Ekstraksi bertahap menyebabkan senyawa-senyawa yang terdapat pada
ekstrak metanol terpisah ke dalam masing-masing ekstrak hasil ekstraksi bertahap
yang mempengaruhi aktivitas antibakteri masing-masing ekstrak. Golongan
senyawa/senyawa yang terkandung dalam ekstrak-ekstrak buah gambas berbeda-
beda dengan kadar yang berbeda pula, sehingga panjang diameter hambat yang
terbentuk berbeda-beda. Penentuan aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri
tertinggi buah gambas dapat dilakukan dengan membandingkan panjang diameter
hambat yang terbentuk.
Ekstrak buah gambas yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi
masih merupakan ekstrak kasar, sehingga senyawa-senyawa yang terdapat pada
ekstrak belum murni, konsentrasinya rendah dan mekanisme penghambatan
35

pertumbuhan bakteri oleh senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak


belum diketahui dengan pasti. Ampisilin merupakan senyawa tunggal dan
antibakteri yang berspektrum luas. Mekanisme penghambatan pertumbuhan
bakteri oleh ampisilin sudah diketahui yaitu dengan menghambat enzim
transpeptidase yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri, sehingga
aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi lebih lemah jika
dibandingkan dengan ampisilin. Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri
tertinggi jika dibandingkan dengan ampisilin dapat diketahui dengan mencari dan
membandingkan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan nilai banding ekstrak
terhadap ampisilin.

C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut :
1. Ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri
2. Ekstrak hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol yaitu ekstrak heksana,
kloroform, etil asetat dan butanol mempunyai aktivitas antibakteri.
3. Golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan atau saponin terdapat
pada ekstrak aktif antibakteri buah gambas.
4. Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas lebih
lemah jika dibandingkan dengan ampisilin.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dalam laboratorium.
Isolasi senyawa serbuk buah gambas dilakukan dengan metode ekstraksi maserasi
menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang didapatkan dilakukan
pengujian aktivitas antibakteri. Ekstrak metanol diekstraksi bertahap berturut-
turut menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya meningkat, yaitu heksana,
kloroform, etil asetat dan butanol. Ekstrak hasil ekstraksi bertahap kemudian
dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Terhadap ekstrak antibakteri kemudian
dilakukan penapisan fitokimia dan ekstrak antibakteri tertinggi dilakukan uji
penegasan golongan senyawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan penentuan KHM ekstrak serta nilai banding ekstrak terhadap ampisilin.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Biokimia,
Pusat penelitian Kimia LIPI, Bandung, Sub Lab Biologi Laboratorium Pusat
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
dari bulan Januari 2008-Januari 2009.

C. Alat dan Bahan


1.Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven (Memmert
Modell 500), mesin penggiling, neraca timbang (Denver TL603D dan Scout
Pro/ohaus), statif dan klem, pelubang dengan diameter 6 mm, penguap vakum
putar (Bibby RE 200B), corong pisah, bejana KLT, hotplate-stirer (RCT Basic
Labortechnik), pendeteksi UV (PUV/BDH), penangas air, autoklaf (Presoclave 75
P-Selecta), botol semprot, handmixer (Vortec mixer VM 300), pembakar spirtus,
mikropipet 10-100 μL,100-1000 μL (Micropipette), jarum ose, cawan petri,

36
37

laminar air flow (Minihelik II, dwyer), inkubator (Hotcold M P-Selecta), spatula
logam, lemari asam, lemari pendingin dan peralatan gelas lainnya yang biasa
digunakan di laboratorium.
2.Bahan
a. Bahan yang Diteliti
Bahan yang diteliti adalah buah gambas yang dibeli dari pasar Legi, Solo.
b. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain metanol (Bratachem),
heksana (Bratachem), etil asetat (Bratachem), butanol (E. Merck), kloroform
(E. Merck), aseton (Bratachem) dan aquadest. Dimetil Sulfoksida (DMSO),
alkohol 70%, etanol absolut (Pro-Analisis) serbuk vanillin (pro-Analisis),
Nutrient Agar (NA) (E. Merck), ampisilin (yang diperoleh dari Universitas
Setia Budi, Solo), serbuk NaCl dan plat KLT silika gel 60 GF254 (E. Merck),
HCl pekat, serbuk FeCl3, H2SO4 pekat, serbuk KI, serbuk AlCl3, serbuk NaCl,
serbuk SbCl3, iodine dan gelatin.
c. Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah E. coli FNCC 0091, B.
subtilis FNCC 0059, S. aureus FNCC 0047, P. aeruginosa FNCC 0063 dan
S. thypi FNCC 0050 yang diperoleh dari PAU-UGM, Yogyakarta dan bakteri
E. aerogenes dan S. dysentriae dari LIPI, Bandung.

D. Bagan Alir Penelitian


(bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.).

E. Prosedur Penelitian
a. Determinasi dan Preparasi Sampel
Buah gambas diideterminasi di Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Buah gambas dikupas, dicuci, diiris tipis-tipis, diangin-
anginkan selama 12 jam dan dikeringkan dalam oven selama 3 hari dengan suhu
oven 55°C. Bahan kering (simplisia) disimpan dalam wadah tertutup.
38

b. Maserasi Simplisia.
Simplisia yang telah kering digiling dengan penggiling manual. Serbuk
yang didapatkan diekstraksi dengan metode maserasi (perendaman bahan)
menggunakan metanol selama 1 x 24 jam dan 3 x 30 jam dengan perincian
metanol yang digunakan 2,5 L, 850 mL, 990 mL dan 600 mL. Ekstrak yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan secara vakum menggunakan penguap
vakum putar dengan suhu 40°C sehingga dihasilkan ekstrak metanol pekat.

c. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol


Ekstrak metanol dibuat konsentrasi tertentu dengan pelarut dimetil
sulfoksida (DMSO). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan Metode
difusi lubang dengan tahap kerja sebagai berikut :
a. Steril Alat yang Digunakan untuk Pengujian Antibakteri
Semua alat seperti cawan petri, pelubang, spatula logam, jarum ose, tempat
sampel dan peralatan gelas yang lainya yang digunakan untuk pengujian
aktivitas antibakteri disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C
selama 20 menit.
b. Pembuatan Media
Media yang digunakkan adalah Nutrient Agar (NA) (E. Merck) dengan
kandungan bahan per Liter adalah pepton 5 g, ekstrak daging 3 g dan agar
12 g. NA ditimbang sebanyak 20 g kemudian dilarutan dalam 1 L aquadest,
dipanaskan di atas hotplate-stirer sampai mendidih dan terbentuk larutan agar
yang berwarna bening. Larutan agar tersebut dimasukan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 5 mL untuk agar miring dan ke dalam botol kaca tertutup
sebanyak 15 mL untuk pengujian antibakteri. Tabung dan botol yang berisi
agar disterilkan memakai autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit.
c. Penyediaan Bakteri Uji
Bakteri uji ditanam pada agar miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama
20 jam, lalu disuspensikan ke dalam 3 mL aquadest steril.
39

d. Perhitungan Bakteri Uji


Perhitungan bakteri uji dilakukan dengan metode total plate count (TPC) yaitu
dengan mengencerkan 1 mL suspensi yang telah dibuat diencerkan ke dalam
9 mL aquadest steril, sehingga didapatkan suspensi 10 mL dan didapatkan
perbandingan hasil pengenceran 1:10. Suspensi 10 mL diambil 1 mL
kemudian diencerkan lagi ke dalam 9 ml aquadest steril dengan perbandingan
pengenceran 1:100. Perlakuan diulang sampai suspensi tidak begitu keruh.
Seri suspensi yang didapat masing-masing diambil 100 μL kemudian
dimasukkan ke permukaan agar pada masing-masing cawan petri dan
diratakan. Cawan petri di inkubasi selama 20 jam. Kemudian dilakukan
perhitungan dengan total plate count (TPC) dan jumlah yang boleh digunakan
adalah yang masuk ke dalam range : 30-300 koloni bakteri (Tortora et al.,
2007).
e. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Suspensi bakteri sebanyak 100 μL dimasukkan ke dalam cawan petri steril
kemudian ditambahkan 15 mL NA steril dalam keadaan hangat, digoyang
supaya bakteri dan agar tercampur secara homogen kemudian didiamkan
sampai agar memadat. Agar padat tersebut dibuat lubang-lubang
menggunakan pelubang dengan diameter 6 mm dengan jarak antar lubang
yang sama, lalu dimasukkan larutan ekstrak dengan konsentrasi tertentu (b/v)
dan larutan kontrol negatif (DMSO) ke dalam tiap-tiap lubang sebanyak 20 μL
dengan menggunakan mikropipet. Cawan kemudian diinkubasi di dalam
inkubator bersuhu 37°C selama 20 jam, setelah lewat masa inkubasi dengan
menggunakan jangka sorong diukur diameter hambat yang terbentuk berupa
daerah bening sekeliling lubang sebagai parameter untuk menentukan
besarnya aktivitas antibakteri dari ekstrak yang diuji.
f. Penyediaan Standart Pembanding Ampisilin
Sebanyak 100 mg ampisilin dilarutkan dalam 10 mL DMSO. Larutan ini
merupakan larutan ampisilin 0,01 mg/μL. Larutan tersebut diambil
menggunakan mikropipet dan dengan metode pengenceran dibuat berbagai
variasi konsentrasi standart ampisilin yang diinginkan.
40

4. Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol


Ekstrak metanol sebanyak 152,55 g ditambah 200 mL pelarut metanol-
air dengan perbandingan 4:1 yaitu dengan melarutkan ekstrak ke dalam 150 mL
metanol dan 50 mL aquadest, kemudian larutan diekstraksi dengan 300 mL
heksana dalam corong pisah, lapisan atas (heksana) dipekatkan dengan penguap
vakum putar dengan suhu 40°C sehingga dihasilkan ekstrak heksana. Lapisan
bawah kemudian diekstraksi dengan kloroform sebanyak 300 mL, lapisan bawah
(kloroform) diuapkan dengan penguap vakum putar dengan suhu 40°C sehingga
diperoleh ekstrak kloroform. Lapisan atas diekstraksi dengan etil asetat sebanyak
300 mL, lapisan atas (etil asetat) diuapkan dan diperoleh ekstrak etil asetat.
Lapisan bawah diekstraksi kembali dengan butanol sebanyak 150 mL, lapisan atas
(butanol) diuapkan sehingga dihasilkan ekstrak butanol, sedangkan lapisan bawah
(air) dipekatkan dan didapatkan ekstrak air. Setiap ekstraksi dibagi menjadi
beberapa corong pisah dengan volume total 100 mL untuk setiap corong pisah.

5. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap


Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak hasil ekstraksi bertahap sama
seperti pengujian yang dilakukan pada ekstrak metanol.

6. Pengujian Golongan Senyawa yang Bersifat Antibakteri


Pengujian kualitatif golongan senyawa dilakukan dengan penapisan
fitokimia dan uji penegasan golongan senyawa dengan KLT. Penapisan fitokimia
dilakukan untuk ekstrak antibakteri yaitu pengujian terhadap golongan senyawa
alkaloid, saponin, tanin dan polifenol, flavonoid, terpenoid dan fenolat. Uji
penegasan golongan senyawa dilakukan terhadap ekstrak antibakteri tertinggi
dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode penapisan fitokimia yang
digunakan berdasarkan Pedrosa et al. (1978); Farnsworth (1966); Harborne.
(1996).
A. Pembuatan reagen
1. FeCl3 1% : FeCl3 sebanyak 1 g dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
41

2. Larutan gelatin : Gelatin sebanyak 1 g dilarutkan ke dalam 100 ml


aquadest panas sambil diaduk.
3. NaCl 10% : NaCl sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam 100 ml
aquadest.
4. AlCl3 1% : AlCl3 sebanyak 0,1 g dilarutkan ke dalam 10 ml
etanol absolut.
5. Penyemprot Vanillin–H2SO4 : (i) 5% H2SO4 dalam etanol, (ii) 1% vanilin
dalam etanol. Plat disemprot larutan (i)
kemudian larutan (ii).
6. Pereaksi Wagner : KI sebanyak 2 g dan iodine sebanyak 1,27 g
dilarutkan ke dalam aquadest sampai volumenya 100
ml, kemudian disimpan dalam botol gelap.
7. SbCl3 20% dalam kloroform : 2 g serbuk SbCl3 dilarutkan dalam 10 mL
kloroform.
8. HCl 2 M : 16,5 ml HCl pekat dilarutkan ke dalam aquadest
sampai volume 100 mL
B. Pengujian golongan senyawa
1. Pengujian alkaloid
Ekstrak diambil sedikit, ditambah dengan HCl 2M dan dipanaskan diatas
tangas air sambil diaduk, kemudian didinginkan hingga suhu ruang. NaCl
serbuk ditambahkan, diaduk dan disaring, kemudian filtrat ditambah HCl
2M hingga volume tertentu. Filtrat dibagi ke dalam 2 tabung reaksi,
tabung 1 ditambah dengan reagen Wagner dan tabung 2 sebagai blangko.
Tabung 1 diamati terbentuknya endapan dan dibandingkan dengan larutan
blangko pada tabung 2. Jika tidak terbentuk endapan, bahan tidak
mengandung alkaloid dan jika terbentuk endapan, bahan mengandung
alkaloid (Pedrosa et al., 1978).
2. Pengujian saponin
Diambil 1 mg ekstrak dan dimasukan dalam tabung reaksi. Ekstrak
ditambah aquadest dengan perbandingan 1 mg ekstrak : 1 μL aquadest,
kemudian dikocok dan didiamkan. Jika terbentuk buih yang tidak
42

menghilang selama 30 menit, maka ekstrak tersebut mengandung saponin


(Pedrosa et al., 1978).
3. Pengujian flavonoid
Ekstrak ditambah heksana dan diaduk, kemudian fase heksana
dihilangkan. Perlakuan diulang sampai larutan heksana tidak berwarna.
Residu dilarutkan dengan etanol absolut dibagi menjadi 2 tabung,
tabung 1 sebagai blangko dan tabung 2 untuk uji. Tabung 2 ditambah
dengan 2 tetes HCl pekat, diamati warna yang terjadi dan dibandingkan
dengan blangko. Tabung 2 dihangatkan di atas penangas air selama 15
menit, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi. Terbentuknya
warna merah kuat atau violet, menunjukkan adanya senyawa flavonoid
(Pedrosa et al., 1978).
4. Pengujian Tanin dan Polifenol
Ekstrak ditambah aquadest panas, kemudian diaduk dan didinginkan.
Setelah itu lima tetes NaCl 10% ditambahkan kemudian diisaring.
Filtrat dibagi 3 bagian, bagian A, B dan C. Filtrat A digunakan sebagai
blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3 dan ke
dalam filtrat C ditambah larutan gelatin, kemudian diamati perubahan
yang terjadi. Jika terbentuk endapan pada filtrat C maka terdapat tanin.
Jika terbentuk warna hijau kehitaman pada fitrat B menunjukkan adanya
tanin terhidrolisa, jika terbentuk warna hijau kecoklatan pada fitrat B
menunjukkan adanya senyawa tanin terkondensasi dan terbentuk warna
selain warna di atas menunjukkan adanya senyawa polifenol (Pedrosa et
al., 1978).
5. Terpenoid
Ekstrak ditambah dengan vanilin dan H2SO4 pekat. Terpenoid positif jika
terjadi perubahan warna ungu (Farnsworth, 1966 dalam Yuliani, 2001).
6. Fenolat
Ekstrak ditambah dengan larutan besi (III) klorida 1%. Fenolat positif jika
terjadi perubahan warna hijau, merah ungu, biru/hitam (Harborne, 1996).
43

Ekstrak antibakteri tertinggi dilakukan uji penegasan dengan metode


Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Plat yang digunakan adalah silika gel 60 GF254
dengan ukuran plat 7,5 х 1,25 cm dengan jarak tepi bawah dan tepi atas 1 cm.
Ekstrak ditotolkan pada plat dan dielusi dengan pengembang campuran kloroform
: etil asetat dengan perbandingan masing-masing 3:7, 1:1 dan 7:3. Hasil
pemisahan dideteksi bercaknya dengan sinar tampak, sinar UV 365 nm dan 254
nm dan dicari pengembang yang dapat memisahkan dengan baik. Setelah
mendapatkan pengembang dengan pemisahan yang baik, selanjutnya dilakukan uji
kualitatif golongan senyawa dengan penyemprotkan reagen spesifik dan
pengamatan bercak pada sinar tampak, UV 254 nm dan 365 nm. Reagen
penyemprot yang dipakai adalah AlCl3 untuk senyawa flavonoid, SbCl3 20%
dalam klorofrom untuk senyawa saponin, Vanilin-H2SO4 untuk senyawa
terpenoid dan FeCl3 untuk senyawa tanin dan fenolat.

7. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Terhadap Ekstrak


Antibakteri Tertinggi
Penetapan KHM ekstrak mempunyai tujuan untuk mengetahui kadar
minimum ekstrak yang masih menimbulkan hambatan terhadap pertumbuhan
bakteri. Metode yang digunakan sama seperti metode yang dipakai dalam
pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol yang membedakan adalah dalam
uji KHM menggunakan berbagai konsentrasi sampel dengan variasi konsentrasi
mulai dari 0 mg/μL.

8. Penentuan KHM ampisilin dan Penentuan Nilai Banding Ekstrak Antibakteri


Tertinggi dengan Standart Ampisilin
Penentuan KHM dan uji banding ampisilin dilakukan dengan
membandingkan standart ampisilin konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL, 7,6.10-6 mg/μL,
3,8.10-6 mg/μL, 1,9.10-6 mg/μL, 10-6 mg/μL, 5.10-7 mg/μL, 2,5.10-7 mg/μL,
1,25.10-7 mg/μL dan 0 mg/μL dengan ekstrak antibakteri tertinggi dengan
konsentrasi tertinggi pada penentuan KHM ekstrak dan pengujian dilakukan
bersamaan. Metode pengujian yang digunakan sama seperti metode yang dipakai
44

dalam pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol. Nilai banding sampel


terhadap ampisilin ditentukan dengan cara membuat kurva standart ampisilin,
yaitu kurva plot antara logaritma konsentrasi (sumbu x) dengan diameter hambat
(sumbu y). Berdasarkan persamaan kurva dapat ditentukan nilai banding ekstrak
antibakteri terhadap ampisilin dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan
pada Bab II.

F. Tehnik Pengumpulan dan Analisa Data


Penelitian ini menghasilkan berbagai data. Uji aktivitas antibakteri pada
ekstrak dan ampisilin didapatkan data diameter hambat pada konsentrasi tertentu.
Penapisan fitokimia didapatkan data golongan senyawa yang terdapat pada
ekstrak. Analisa senyawa dengan metode KLT didapatkan penampakan sejumlah
noda, harga Rf dan data golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Uji
penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) didapatkan data KHM. Uji
banding aktivitas terhadap ampisilin didapatkan data nilai banding. Pengaruh
variasi bakteri, variasi konsentrasi dan atau pengaruh variasi ekstrak dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji dianalisa dengan One-Way ANOVA dan
uji lanjut dengan LSD dengan nilai p > 0,05 dianggap signifikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Sampel
Determinasi buah gambas dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Hasil determinasi menunjukkan bahwa buah yang
diteliti merupakan jenis Luffa acutangula Roxb. Hasil determinasi dapat dilihat
pada Lampiran 2.

B. Preparasi Sampel
Sampel basah buah gambas 20,6 Kg dikeringkan dalam oven 55°C.
Pengeringan dilakukan dengan suhu rendah 55°C, karena pengeringan yang
dilakukan pada suhu terlalu tinggi mengakibatkan perubahan kimia pada
kandungan senyawa aktif (Anonim, 1985). Pengeringan dalam oven bertujuan
untuk mempercepat penghilangan air dan mendapatkan bahan dengan kadar air
yang rendah, sehingga bahan tidak menjadi busuk dalam penyimpanan. Bahan
kering (simplisia) yang didapatkan sebanyak 1256,4 g.
Bahan kering digiling sehingga didapatkan serbuk buah gambas
sebanyak 1000,4 g. Penggilingan bahan menjadi serbuk bertujuan untuk
memperluas permukaan, sehingga dalam proses ekstraksi kontak antara bahan
dengan pelarut semakin banyak yang diharapkan semua senyawa dapat terekstrak
ke dalam pelarut. Serbuk buah gambas untuk selanjutnya dilakukan ekstraksi
maserasi untuk mendapatkan senyawa-senyawa kimia buah gambas.

C. Maserasi Simplisia
Serbuk buah gambas sebanyak 1000,4 g diekstraksi dengan metode
maserasi (perendaman bahan) menggunakan pelarut metanol untuk mendapatkan
senyawa-senyawa kimia buah gambas. Ekstraksi dalam penelitian ini
menggunakan metode maserasi dengan alasan bahan yang diekstrak cukup
banyak dan mengurangi pemanasan yang berlebih terhadap simplisia, supaya
senyawa yang terekstrak tidak banyak yang rusak.

45
46

Tujuan penggunaan metanol sebagai pelarut, karena semua senyawa


dari tanaman yang diduga sebagai senyawa antimikroorganisme adalah senyawa
yang terlarut pada pelarut organik, sehingga senyawa-senyawa tersebut bisa
didapatkan melalui ekstraksi dengan pelarut metanol (Cowan, 1999). Hal ini
disebabkan karena metanol dapat mengekstrak hampir semua senyawa, antara lain
senyawa antosianin, terpenoid, saponin, lakton, tanin, flavon dan polifenol
(Cowan, 1999). Penelitian Durmaz et al. (2006) menunjukkan bahwa ekstraksi
dengan metanol merupakan metode yang bagus untuk mengekstrak senyawa
antibakteri dari tanaman Allium vineale, Chaerophyllum macropodum dan
Prangos ferulacea. Perendaman dilakukan berkali-kali dengan metanol bertujuan
untuk mengoptimalkan ekstraksi senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia.
Pada proses ekstraksi maserasi, pelarut menembus dinding sel dan
masuk ke rongga sel yang mengandung senyawa aktif yang melarutkan senyawa
tesebut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara senyawa aktif di dalam sel
dengan di luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar sel (Anonim, 1986).
Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan sehingga dihasilkan ekstrak metanol
pekat berwarna hijau kecoklatan sebanyak 261,6 g dengan redemen 26,14 % (b/b).
Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 3. Ekstrak metanol untuk
selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri.

D. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol


Ekstrak metanol yang didapatkan dari ekstraksi maserasi, kemudian
dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk mengetahui aktivitas antibakteri
dari ekstrak metanol. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol dilakukan
terhadap bakteri gram positif B. subtilis dan S. aureus dan bakteri gram negatif
P. aeruginosa, E. coli, E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi. Tujuan
menggunakan 7 bakteri uji adalah untuk mengetahui selektivitas antibakteri
ekstrak metanol terhadap bakteri uji.
Untuk uji antibakteri ekstrak metanol dibuat konsentrasi masing-masing
sebesar 0,5 mg/μL atau berat sampel 10 mg/lubang, 0,75 mg/μL atau berat
sampel 15 mg/lubang dan 1 mg/μL atau berat sampel 20 mg/lubang dengan
47

pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) dan menggunakan kontrol negatif DMSO (0


mg/μL). Jumlah bakteri yang digunakan untuk uji adalah 3,32.106 bakteri/mL.
Perhitungan konversi konsentrasi sampel dan perhitungan jumlah bakteri untuk uji
dapat dilihat pada Lampiran 3. DMSO digunakan sebagai pelarut dan kontrol
negatif, karena DMSO merupakan pelarut polar aprotik tidak berwarna yang dapat
melarutkan senyawa polar dan non polar dengan range yang sangat luas seperti
halnya air (Kennedy, R.). Yuliani (2001) telah membuktikan bahwa DMSO tidak
aktif sebagai antibakteri. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dapat dilihat pada
Tabel 2. Ekstrak metanol menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, P.
aeruginosa dan B. subtilis. Ekstrak metanol tidak menghambat pertumbuhan
bakteri E. aerogenes dan S. dysentriae, sedangkan terhadap bakteri S. thypi hasil
uji menunjukkan diameter hambat yang didapat tidak begitu bening dan
meragukan.

Tabel 2. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah gambas


No Bakteri Uji Hasil Uji
Berat Sampel Berat Sampel Berat Sampel
20 mg/lubang 15 mg/lubang 10 mg/lubang
1 S. aureus * + +
2 P. aeruginosa + + +
3 E. coli + + +
4 B. subtilis + * +
5 E. aerogenes - - -
6 S. dysentriae - - -
7 S. thypi * * *
Keterangan (+) = Positif antibakteri, (-) = Negatif antibakteri dan (*) = Diameter hambat tidak begitu bening
(meragukan).

Selanjutnya terhadap ekstrak metanol dilakukan uji antibakteri kembali


menggunakan bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa dan B. subtilis untuk
mengetahui kekuatan ekstrak metanol dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Terhadap bakteri S. thypi dilakukan uji ulang untuk mengetahui apakah ekstrak
metanol benar-benar menghambat pertumbuhan bakteri S. thypi atau tidak.
Aktivitas antibakteri dievaluasi dalam dua konsentrasi yang berbeda yaitu
konsentrasi 0,50 mg/μL atau berat sampel 10 mg/lubang dan 0,75 mg/μL
atau berat sampel 15 mg/lubang. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dapat
48

dilihat pada Gambar 18. Hasil uji menunjukkan ekstrak metanol buah gambas
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa dan B.
subtilis, tetapi tidak menghambat pertumbuhan bakteri S. thypi. Penelitian
Kandhasamy et al. (2008) menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang
Drynaria quercifolia mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ekstrak
metanol buah gambas yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus,
B. subtilis, P. aeruginosa dan E. coli. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak
metanol buah gambas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

13,5

12,5
Rata-rata Diameter Hambat (mm)

11,5

10,5

9,5

8,5

7,5

6,5

5,5
10mg/lubang 15 mg/lubang
S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypi

Gambar 18. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Terhadap Bakteri
S. aureus, P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis dan S. thypi
.
Pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel dan pengaruh
bertambahnya berat sampel terhadap masing-masing bakteri dalam menghambat
pertumbuhan bakteri uji dapat diketahui dengan analisa data One Way-ANOVA.
Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi bakteri pada berat ekstrak metanol 15
mg/lubang terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri uji secara umum
menunjukkan adanya pengaruh variasi bakteri dalam menghambat pertumbuhan
bakteri, analisa lebih lanjut dengan LSD dilakukan untuk mengetahui pengaruh
antar bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil analisa LSD
menunjukkan bahwa antar semua bakteri menunjukkan pengaruh yang beda,
kecuali antara bakteri P. aeruginosa dengan S. aureus mempunyai pengaruh yang
49

sama. Pengaruh variasi bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang secara umum
menunjukkan adanya pengaruh variasi bakteri dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dan dengan analisa LSD secara umum menunjukkan pengaruh yang beda
antar semua bakteri uji, kecuali antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa, B.
subtilis dengan S. aureus dan P. aeruginosa dengan B. subtilis memberikan
pengaruh yang sama dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Hasil analisa
ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak
metanol dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil analisa ANOVA pengaruh bertambahnya berat sampel terhadap
masing-masing bakteri menunjukkan bertambahnya berat sampel ekstrak metanol
dari 10 mg/lubang ke 15 mg/lubang tidak berpengaruh dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus, E. coli dan B. subtilis, tetapi berpengaruh dalam
menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa yang ditandai dengan beda
nyata signifikan antara berat sampel 10 mg/lubang dengan berat sampel 15
mg/lubang. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi berat sampel pada masing-
masing bakteri dapat dilihat pada Lampiran 6.
Penelitian Tomori et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak etanol
buah L. breviflora (suku Curcubitaceae) menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli, B. subtilis, S. aureus dan P. aeruginosa. Ekstrak metanol buah gambas
jika dibandingkan dengan ekstrak etanol buah L. breviflora menghambat
pertumbuhan bakteri yang sama yaitu bakteri gram positif seperti B. subtilis dan S.
aureus dan gram negatif seperti P. aeruginosa dan E. coli.
Bakteri gram negatif seperti E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi
tidak dihambat oleh ekstrak metanol buah gambas. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa ekstrak metanol tidak menghambat semua bakteri gram negatif. Hal
tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah gambas
tergantung pada masing-masing spesies bakteri uji. Durmaz et al. (2006)
menyatakan bahwa aktif tidaknya suatu antibakteri yang ditandai perbedaan
diameter hambat yang terjadi tergantung pada tipe dari ekstrak, spesies tanaman
dan spesies dari bakteri itu sendiri.
50

Ekstrak metanol menghambat pertumbuhan bakteri gram positif (B.


subtilis dan S. aureus) dan bakteri gram negatif (P. aeruginosa dan E. coli),
walaupun ekstrak metanol tidak menghambat semua bakteri gram negatif bisa
dikatakan ekstrak metanol mewakili aktivitas antibakteri yang berspektrum luas.
Setelah ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri, ekstrak metanol
kemudian diekstraksi bertahap menggunakan pelarut dengan kepolaran yang
meningkat untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak
metanol berdasarkan perbedaan kepolaran.

E. Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol


Ekstrak metanol selanjutnya diekstraksi bertahap menggunakan pelarut
yang meningkat kepolarannya. Ekstrak metanol gambas sebanyak 152,55 g
diencerkan dengan campuran metanol : air (4:1). Pengenceran ekstrak bertujuan
untuk mendapatkan larutan yang tidak terlalu pekat sehingga memudahkan dalam
proses ekstraksi. Larutan hasil pengenceran yang didapat sebanyak 300 mL.
Larutan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut heksana, kloroform, etil asetat
dan butanol. Semua larutan hasil ekstraksi dipekatkan kembali untuk
mendapatkan ekstrak pekat. Hasil ekstraksi bertahap dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol

No Pelarut yang Hasil ekstraksi


digunakan Berat ekstrak Warna
(g)
1 Heksana 6,27 Hijau kehitaman
2 Kloroform 3,63 Hijau tua
3 Etil asetat 3,25 Coklat tua
4 Butanol 3,39 Coklat muda
5 Air 100,32 Coklat tua

Ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertahap untuk selanjutnya dilakukan


pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa
dan B. subtilis yang bertujuan untuk mengetahui ekstrak aktif antibakteri buah
gambas..
51

F. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap


Ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi bertahap dilakukan pengujian
aktivitas antibakteri untuk mengetahui ekstrak yang mempunyai aktivitas
antibakteri. Ekstrak dibuat konsentrasi 0,75 mg/μL atau berat sampel 15
mg/lubang dengan pelarut DMSO. Pemilihan konsentrasi 0,75 mg/μL atau berat
sampel 15 mg/lubang karena dengan konsentrasi yang besar secara jelas dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat mencerminkan bahwa ekstrak
dengan konsentrasi tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil dari
uji antibakteri ekstrak dari ekstraksi bertahap dapat dilihat pada Gambar 19 dan
hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak hasil ekstraksi bertahap dapat dilihat pada
Lampiran 7.

13,5
Rata-Rata Diameter Hambat

12,5

11,5
10,5

9,5

8,5

7,5

6,5

5,5
E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa

Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air

Gambar 19. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-ekstrak Hasil Ekstraksi


Bertahap Terhadap Bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus dan
P. aeruginosa dengan Berat Ekstrak 15 mg/lubang

Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri yaitu ekstrak heksana,


kloroform, etil asetat dan butanol. Ekstrak aktif antibakteri tertinggi terhadap
semua bakteri uji adalah ekstrak etil asetat diikuti ekstrak kloroform, butanol dan
heksana. Ekstrak air tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap semua
bakteri uji ditandai dengan tidak adanya diameter hambat disekitar lubang.
52

Ekstrak etil asetat ditentukan sebagai ekstrak antibakteri tertinggi, karena


ekstrak etil asetat mempunyai rata-rata diameter hambat tertinggi untuk semua
bakteri uji dan didukung dengan analisa data One-way ANOVA dan LSD. Hasil
analisa ANOVA pengaruh variasi ekstrak pada masing-masing bakteri dapat
dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisa ANOVA menunjukkan bahwa adanya
variasi ekstrak menunjukkan adanya pengaruh dalam menghambat pertumbuhan
bakteri. Analisa lanjut dengan LSD menunjukkan bakteri S. aureus, P. aeruginosa
dan E. coli terhadap ekstrak etil asetat mempunyai pengaruh yang berbeda dan
signifikan jika dibandingkan dengan ekstrak-ekstrak yang lain. Pada bakteri B.
subtilis, ekstrak etil asetat mempunyai pengaruh yang sedikit sama terhadap
ekstrak kloroform dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak hasil ekstraksi bertahap
mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa yang diduga sebagai antibakteri
terdapat pada ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol dan tidak
terdapat pada ekstrak air. Terhadap ekstrak aktif antibakteri selanjutnya dilakukan
pengujian golongan senyawa untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat
pada ekstrak aktif antibakteri. Sedangkan terhadap ekstrak etil asetat yang
mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dilakukan uji penegasan golongan
senyawa dengan metode KLT.

G. Pengujian Golongan Senyawa Ekstrak Aktif Antibakteri


Ekstrak metanol, heksana, kloroform, etil asetat dan butanol yang
mempunyai aktivitas antibakteri dilakukan pengujian golongan senyawa untuk
mengetahui golongan-golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Pengujian
dilakukan dengan penapisan fitokimia terhadap golongan senyawa yang diduga
sebagai golongan senyawa aktif antibakteri seperti golongan senyawa alkaloid,
fenolat, terpenoid, tanin/polifenol, saponin dan flavonoid. Hasil pengujian
senyawa antibakteri dapat dilihat pada Tabel 4 dan hasil lengkap pengujian
penapisan fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 9.
Ekstrak metanol memperlihatkan adanya semua golongan senyawa yang
diuji yaitu alkaloid, fenolat, saponin, tanin terkondensasi, flavonoid dan
53

terpenoid. Ekstrak heksana hanya mengandung golongan senyawa terpenoid.


Ekstrak kloroform mengandung golongan senyawa alkaloid, fenolat, tanin
terkondensasi, terpenoid dan flavonoid, tetapi tidak mengandung golongan
senyawa saponin. Ekstrak etil asetat mengandung golongan senyawa fenolat, tanin
terkondensasi, terpenoid, saponin dan flavonoid, tetapi tidak mengandung
golongan senyawa alkaloid. Ekstrak butanol mengandung senyawa alkaloid,
fenolat, flavonoid dan tanin terkondensasi, tetapi tidak mengandung golongan
senyawa saponin dan terpenoid.

Tabel 4. Hasil Pengujian Golongan Senyawa Antibakteri yang Terdapat pada


Ekstrak Metanol, Heksana, Kloroform, Etil Asetat dan Butanol
N Golongan Hasil pengujian
o. senyawa Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
yang diuji metanol heksana Kloroform etil asetat butanol
1 Alkaloid + - + - +
2 Fenolat + - + + +
3 Saponin + - - + -
4 Tanin * + - + + +
5 Flavonoid + - + + +
6 Terpenoid + + + + -
* tanin terkondensasi , (+) = Positif uji senyawa, (-) = Negatif uji senyawa

Ekstrak metanol yang mengandung semua golongan senyawa uji, jika


dibandingkan dengan ekstrak etil asetat mempunyai panjang diameter hambat
lebih kecil pada semua bakteri uji. Hal tersebut dikarenakan ekstrak metanol
masih merupakan ekstrak kasar ditandai dengan besarnya berat ekstrak air yang
tidak mempunyai aktivitas antibakteri sehingga konsentrasi golongan senyawa-
senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak metanol rendah. Ekstrak heksana
yang hanya mengandung golongan senyawa terpenoid mempunyai aktivitas
antibakteri terkecil terhadap semua bakteri uji jika dibandingkan dengan ekstrak
yang lainnya. Hal tersebut dapat disimpulkan golongan senyawa terpenoid dalam
ekstrak heksana mempunyai kontribusi dalam menghambat pertumbuhan E. coli,
B. subtilis, S. aureus dan P. aeruginosa tetapi dengan kekuatan yang kecil.
Ekstrak etil asetat yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi
dilakukan uji penegasan golongan senyawa dengan metode KLT yang bertujuan
54

untuk mempertegas golongan-golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak etil


asetat. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat buah
gambas mengandung golongan senyawa flavonoid, tanin terkondensasi, fenolat,
terpenoid dan saponin. Oleh karena itu, uji penegasan dengan metode KLT
dilakukan hanya lima golongan senyawa tersebut. Pengembang (fase gerak)
dengan komposisi kloroform : etil asetat (1:1) menghasilkan banyak noda dengan
pemisahan yang baik daripada pengembang dengan komposisi kloroform : etil
asetat (3:7 dan 7:3). Pengembang (fase gerak) yang digunakan yaitu kloroform :
etil asetat dengan perbandingan 1:1, karena mempunyai pemisahan yang baik
yaitu pada sinar tampak menghasilkan 2 noda, sinar UV 254 nm menghasilkan 4
noda dan sinar UV 365 nm menghasilkan 3 noda. Plat KLT yang telah dielusi
kemudian disemprot dengan reagen spesifik dan diamati nodanya dibawah sinar
tampak, sinar UV 254 nm dan 365 nm. Hasil uji golongan senyawa ekstrak etil
asetat dapat dilihat pada Tabel 5 dan hasil lengkap uji golongan senyawa ekstrak
etil asetat dengan metode KLT dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 5. Hasil Uji Golongan Senyawa yang Terdapat pada Ekstrak Etil Asetat
dengan Panapisan Fitokimia (PF) dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Golongan Hasil Hasil Pengamatan Plat KLT


Senyawa PF Tampak. UV 254 nm UV 365 nm
yang Rf Warna Ket. Rf warna Ket. Rf Warna Ket.
Diuji
Flavonoid + Kuning + Hijau +
0,09 coklat 0,08 kuning
Kuning +
0,39 hijau
Tanin dan + 0,18 Hitam + 0,18 Hitam- + 0,18 Hitam +
Fenolat abu-abu abu abu-
abu
Terpenoid + 0,41 Ungu +
Saponin + Biru +
0,25 hijau
0,55 Biru +
Keterangan : (+) positif senyawa uji, PF = Penapisan Fitokimia dan KLT= Kromatografi Lapis
Tipis.
55

Reagen AlCl3 1% sebagai pedeteksi senyawa flavonoid. Plat setelah


disemprot reagen AlCl3 1% menimbulkan noda pada Rf 0,08 berwarna hijau
kuning dan Rf 0,39 berwarna kuning hijau dibawah sinar UV 365 nm dan kuning
pada Rf 0,09 dibawah sinar tampak menunjukkan adanya senyawa flavonoid
dalam ekstrak etil asetat, karena flavonoid setelah disemprot dengan AlCl3 dapat
memberikan warna kuning berflourensi pada sinar UV 365 nm (Harborne, 1996;
Kristanti dkk., 2008) dan kuning pada sinar tampak (Wagner, 1984). Penelitian
Yuliasari (2007) menggunakan reagen AlCl3 1% sebagai penyemprot pendeteksi
flavonoid. Plat KLT setelah disemprot dengan FeCl3 menunjukkan bahwa pada Rf
0,18 terbentuk noda berwarna warna hitam abu-abu dibawah sinar tampak, UV
254 nm, dan UV 365 nm. Persenyawaan fenol (Tanin dan fenolat) berwarna
hijau dan merah ungu hingga biru/kehitaman setelah disemprot larutan FeCl3
(Harborne, 1996), sehingga pada ekstrak etil asetat mengandung senyawa tanin
dan fenolat.
Penyemprot untuk mendeteksi senyawa terpenoid adalah reagen vanilin-
H2SO4, senyawa terpenoid memberikan warna ungu setelah disemprot reagen
vanilin-H2SO4 (Wagner, 1984). Plat setelah disemprot dengan vanilin-H2SO4 kira-
kira pada Rf 0,41 memberikan noda berwarna ungu setelah dikeringkan warna
ungu hilang. Hal tersebut menunjukkan pada ekstrak etil asetat terdapat senyawa
terpenoid tetapi dalam konsentrasi rendah sehingga terdeteksi tidak begitu jelas.
Reagen penyemprot pendeteksi saponin, SbCl3 20% dalam kloroform
memberikan noda berwarna merah violet dibawah sinar tampak dan merah violet,
biru dan hijau berflourensi dibawah sinar UV 365 nm (Wagner, 1984). Hasil uji
saponin menunjukkan pada Rf 0,25 dan 0,55 dibawah sinar UV 365 nm
memperlihatkan warna biru-hijau dan biru. Hasil tersebut memperlihatkan ekstrak
etil asetat mengandung saponin. Uji dengan metode KLT memperlihatkan bahwa
ekstrak etil asetat mengandung senyawa saponin, tanin dan fenolat, flavonoid dan
terpenoid yang mempertegas uji penapisan fitokimia.
Alkaloid mempunyai aktivitas antibakteri berhubungan dengan tingginya
senyawa aromatik quartener dari alkaloid yang mempunyai kontribusi untuk
membentuk interkhelat dengan DNA bakteri (Cowan, 1999). Flavonoid
56

mempunyai aktivitas farmakologi berhubungan dengan kemampuannya untuk


bekerja sebagai antioksidan yang kuat, penangkap radikal bebas, membentuk kelat
dengan logam dan berinteraksi dengan enzim (Bylka. and Pilewski, 2004).
Flavonoid dapat membentuk ikatan dengan protein (Cowan, 1999).
Tanin mempunyai aktivitas antibakteri melalui aksi molekulernya yaitu
dengan membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan ikatan
hidrofobik (Cowan, 1999), berikatan dengan peptidoglikan dinding sel bakteri dan
menghambat aktivitas enzim β-Laktamase yang merupakan enzim perusak
antibiotik β–Laktam (Shimamura et al., 2007). Saponin dapat berfungsi seperti
detergen. Detergen memiliki struktur yang dapat berikatan dengan molekul
hidrofilik dan molekul-molekul organik non polar (lipofilik) sehingga mampu
merusak membran sitoplasma dan membunuh bakteri (Robber dkk, 1996 dalam
Indrayudha dkk., 2005). Terpenoid mempunyai aktivitas antibakteri berhubungan
dengan perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Cowan, 1999). Senyawa
fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi yang
melibatkan ikatan hidrogen (Soekardjo dan Siswandono, 2000).
Perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dengan ampisilin
dapat diketahui dengan membandingkan KHM ekstrak etil asetat dengan KHM
ampisilin dan mencari nilai banding ekstrak dengan ampisilin. Pengujian
selanjutnya terhadap ekstrak etil asetat adalah mencari KHM ekstrak etil asetat
dan membandingkan dengan ampisilin dan nilai banding terhadap ampisilin.

H. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Buah Gambas


dengan Ampisilin
Perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dengan ampisilin
dapat diketahui dengan membandingkan KHM ekstrak etil asetat dengan KHM
ampisilin dan mencari nilai banding ekstrak dengan ampisilin. KHM adalah
konsentrasi terendah antibakteri yang masih mampu menghambat pertumbuhan
bakteri. Untuk mengetahui KHM ekstrak etil asetat dan ampisilin, maka dilakukan
uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak etil asetat dan ampisilin.
57

Pengujian KHM ekstrak etil asetat menggunakan konsentrasi 0,028


mg/μL atau berat sampel 0,57 mg/lubang, 0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0
mg/lubang, 0,30 mg/μL atau berat sampel 6,0 mg/lubang dan 0,75 mg/μL atau
berat sampel 15 mg/lubang. Hasil pengujian KHM ekstrak etil asetat secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11 dan hasil pengujian KHM ekstrak etil
asetat (uji ke-1) dapat dilihat pada Gambar 20.

15

14
Rata-rata Diameter Hambat (mm)

13

12

11

10

6
E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa

0,75 mg/mikro L 0,30 mg/mikro L 0,10 mg/mikro L 0,028 mg/mikro L

Gambar 20. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji Ke-1)

Ekstrak etil asetat dengan konsentrasi terkecil yaitu konsentrasi 0,028


mg/μL masih dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri uji dan belum
ditemukannya konsentrasi yang sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri, maka uji diulang untuk ekstrak etil asetat yaitu dengan konsentrasi
ekstrak antara konsentrasi 0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0 mg/lubang sampai
dengan 0,010 mg/μL atau berat sampel 0,20 mg/lubang. Hasil pengujian KHM
ekstrak etil asetat (uji ke-2) dapat dilihat pada Tabel 6.
Penelitian Yuliani (2001) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
rimpang temu putri (Curcuma petiolata Roxb.) dengan konsentrasi 0,10 mg/μL
atau berat sampel 2,0 mg/lubang tidak menghambat pertumbuhan bakteri
P. aeruginosa, B. subtilis, S. aureus dan menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli. Ekstrak etil asetat gambas mempunyai aktivitas antibakteri lebih kuat jika
58

dibandingkan dengan ekstrak etil asetat temu putri dalam menghambat


pertumbuhan bakteri P. aeruginosa, B. subtilis, S. aureus karena dengan
konsentrasi yang sama (0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0 mg/lubang) dapat
menghambat bakteri P. aeruginosa, B. subtilis, S. aureus dengan rata-rata
diameter hambat masing-masing 12,87 mm, 9,78 mm, 10,03 mm.

Tabel 6. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2)

Konsentrasi Diameter hambat (mm)


mg/μL E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa
0,10 10,10 ± 0,33 9,78 ± 0,52 10,03± 0,47 12,87 ±0,34
0,050 8,50 ± 0,31 8,19 ± 0,31 8,43 ± 0,20 9,76 ± 0,31
0,030 7,58 ± 0,53 7,96 ± 0,35 7,88 ± 0,06 8,32 ± 0,35
0,020 6,89 ± 0,29 7,25 ± 0,16 7,34 ± 0,15 7,69 ± 0,06
0,010 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00
Keterangan : Diameter hambat kontrol negatif 6 mm

Analisa data One-way ANOVA pada penentuan KHM etil asetat


bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi bakteri pada masing-masing
konsentrasi dan pengaruh variasi konsentrasi terhadap masing-masing bakteri uji
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi
bakteri pada masing-masing konsentrasi ekstrak etil asetat dalam menghambat
pertumbuhan bakteri uji menunjukkan bahwa konsentrasi 0,10 mg/μL dan 0,050
mg/μL menunjukkan dengan adanya variasi bakteri berpengaruh dalam
penghambatan pertumbuhan bakteri, analisa lanjut dengan LSD menunjukkan
bahwa pada konsentrasi 0,10 mg/μL dan 0,050 mg/μL secara umum dengan
adanya variasi bakteri, antar bakteri mempunyai pengaruh yang berbeda, kecuali
pada bakteri S. aureus dengan E. coli, S. aureus dengan B. subtilis dan E. coli
dengan B. subtilis mempunyai pengaruh yang sama. Hasil analisa ANOVA pada
konsentrasi 0,030 mg/μL dan 0,020 mg/μL dengan adanya variasi bakteri uji tidak
berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut dengan
LSD menunjukkan bahwa secara umum pada konsentrasi 0,030 mg/μL dan 0,020
mg/μL dengan adanya variasi bakteri uji, antar bakteri mempunyai pengaruh yang
sama, kecuali pada konsentrasi 0,020 mg/μL antara bakteri P. aeruginosa
59

dengan E. coli mempunyai pengaruh yang berbeda. Analisa ANOVA pengaruh


variasi bakteri pada masing-masing konsentrasi ekstrak etil asetat dapat dilihat
pada Lampiran 12.
Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etil asetat
pada masing-masing bakteri uji menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji
dengan adanya variasi konsentrasi ekstrak etil asetat berpengaruh dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut dengan LSD menunjukkan
bahwa adanya variasi konsentrasi ekstrak etil asetat pada keempat bakteri uji
menunjukkan pengaruh yang berbeda, kecuali pada bakteri S. aureus dan B.
subtilis antara konsentrasi 0,030 mg/μL dengan 0,050 mg/μL dan antara
konsentrasi 0,030 mg/μL dengan 0,020 mg/μL dan pada bakteri P. aeruginosa
dan E. coli antara konsentrasi 0,030 mg/μL dengan 0,020 mg/μL mempunyai
pengaruh yang sama. Analisa ANOVA variasi konsentrasi ekstrak etil asetat pada
masing-masing bakteri uji dapat dilihat pada Lampiran 13.
KHM ekstrak etil asetat untuk bakteri S. aureus, P. aeruginosa, B.
subtilis dan E. coli adalah 0,020 mg/μL atau berat sampel 0,40 mg/lubang, karena
pada konsentrasi ekstrak 0,010 mg/μL atau berat sampel 0,20 mg/lubang, ekstrak
etil asetat sudah tidak menghambat pertumbuhan semua bakteri uji ditandai
dengan tidak adanya zona bening disekitar lubang. Semakin kecil konsentrasi
hambat minimum ekstrak menandakan semakin berpotensi sebagai kandidat
antibakteri, karena dengan konsentrasi minimum ekstrak sudah dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.
Pengujian KHM ampisilin menggunakan konsentrasi 1,2. 10-7 mg/μL
atau berat sampel 0,0024 μg/lubang sampai dengan konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL
atau berat sampel 0,30 μg/lubang. Hasil pengujian KHM ampisilin dapat dilihat
pada Tabel 7 dan Hasil uji KHM dan nilai banding ampisilin secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 14 dan penentuan KHM ampisilin dapat dilihat pada
Lampiran 15.
Pengaruh variasi konsentrasi ampisilin pada masing-masing bakteri uji
pada uji aktivitas antibakteri ampisilin secara umum dengan analisa ANOVA
menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi
60

mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut


dengan LSD menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi
konsentrasi secara umum mempunyai pengaruh yang beda, kecuali pada bakteri B.
subtilis antara konsentrasi 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,2.10-7 mg/μL, bakteri E. coli
antara konsentrasi 1,9.10-6 mg/μL dengan 1,0.10-6 mg/μL dan 2,5.10-7 mg/μL
dengan 1,2.10-7 mg/μL mempunyai pengaruh yang sama. Analisa ANOVA variasi
konsentrasi ampisilin pada masing-masing bakteri uji secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 16.

Tabel 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin

Konsentrasi Diameter hambat (mm)


mg/μL
E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa
1,5 .10-5 13,15 ± 0,20 12,24 ± 0,30 13,2 ± 0,14 13,26 ± 0,32
7,6.10-6 10,58 ± 0,47 10,35 ± 0,27 10,12 ± 0,26 10,12 ± 0,14
3,8.10-6 9,90 ± 0,06 9,96 ± 0,10 8,84 ± 0,28 9,30 ± 0,26
1,9.10-6 8,23 ± 0,21 8,82 ± 0,10 8,05 ± 0,148 7,34 ± 0,25
1,0.10-6 7,76 ± 0,11 7,93 ± 0,20 7,24 ± 0,09 6.00 ± 0,00
5,0.10-7 7,24 ± 0,09 7,23 ± 0,06 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00
2,5.10-7 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00
1,2.10-7 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00
Keterangan : Diameter hambat kontrol negatif 6 mm

Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi bakteri uji pada masing-masing


konsentrasi secara umum menunjukkan konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL, 3,8.10-6
mg/μL, 1,9.10-6 mg/μL, 10-6 mg/μL dan 5,0.10-7 mg/μL dengan adanya variasi
bakteri mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dan
pada konsentrasi 7,6.10-6 mg/μL adanya variasi bakteri menunjukkan tidak
berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Analisa lebih lanjut
dengan LSD menunjukkan pada konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL antara bakteri S.
aureus dengan P. aeruginosa, S. aureus dengan E. coli, dan E. coli dengan P.
aeruginosa dan pada konsentrasi 3,8.10-6 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan
P. aeruginosa dan bakteri B. subtilis dengan E. coli menunjukkan pengaruh yang
sama. Analisa ANOVA variasi bakteri uji pada masing-masing konsentrasi
ampisilin secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17.
61

Hasil uji menunjukkan bahwa pada bakteri B. subtilis dan E. coli pada
konsentrasi dibawah 2,5.10-7 mg/μL, bakteri S. aureus pada konsentrasi dibawah
5,0.10-7 mg/μL pertumbuhan bakteri tidak dihambat lagi oleh ampisilin, bakteri P.
aeruginosa pada konsentrasi dibawah 1,0. 10-6 mg/μL pertumbuhan bakteri sudah
tidak dihambat, sehingga KHM ampisilin adalah 5,0.10-7 mg/μL atau berat
sampel 0,010 μg/lubang untuk bakteri B. subtilis dan E. coli, 1,0. 10-6 mg/μL
atau berat sampel 0,020 μg/lubang untuk bakteri S. aureus dan 1,9.10-6 mg/μL
atau berat sampel 0,038 μg/lubang untuk bakteri P. aeruginosa. Bakteri P.
aeruginosa sulit dihambat oleh ampisilin ditandai KHM-nya paling besar jika
dibandingkan dengan bakteri uji yang lain. KHM ektrak etil asetat lebih besar
daripada KHM ampisilin, sehingga aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih
lemah jika dibandingkan dengan aktivitas antibakteri ampisilin. Pengujian
selanjutnya terhadap ekstrak etil asetat adalah menentukan nilai banding terhadap
ampisilin
Penentuan nilai banding ekstrak etil asetat menggunakan pembanding
ampisilin, karena ampisilin mempunyai aktivitas antibakteri yang berspektrum
yang luas (Soekardjo dan Siswandono, 2000) sehingga dapat digunakan untuk
menghambat semua bakteri uji. Pengujian aktivitas antibakteri terhadap
ampisilin dilakukan dengan variasi konsentrasi ampisilin menggunakan
-7
konsentrasi 1,2. 10 mg/μL atau berat sampel 0,0024 μg/lubang sampai dengan
konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL atau berat sampel 0,30 μg/lubang dan uji dilakukan
bersamaan dengan ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 0,10 mg/μL atau berat
sampel 2,0 mg/lubang.
Nilai banding ekstrak etil asetat dengan standart ampisilin tertinggi
dimiliki oleh bakteri S. aureus, diikuti oleh bakteri P. aeruginosa, E. coli dan
terendah dimiliki bakteri B. subtilis. Semakin besar nilai banding terhadap
ampisilin semakin potensial ekstrak untuk menjadi kandidat obat antibakteri.
Hasil uji menunjukkan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin untuk
semua bakteri uji kecil, sehingga aktivitas ekstrak etil asetat lebih lemah jika di
bandingkan dengan ampisilin. Perhitungan nilai banding ekstrak etil asetat
terhadap ampisilin secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 18 dan hasil uji
62

penentuan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin dapat dilihat pada
Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Penetapan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat Terhadap Ampisilin

Bakteri Konsentrasi Konsentrasi Nilai banding


ekstrak etil asetat ekstrak terhadap
yang sebenarnya etil asetat ampisilin
yang setara
dengan ampisilin
E. coli 0,10 mg/μL 3,2.10-6 mg/μL 0,0032 %
B. subtilis 0,10 mg/μL 2,5.10-6 mg/μL 0,0025 %
S. aureus 0,10 mg/μL 7,9.10-6 mg/μL 0,0079 %
P. aeruginosa 0,10 mg/μL 6,3.10-6 mg/μL 0,0063 %

Ekstrak etil asetat masih merupakan ekstrak kasar, sehingga senyawa-


senyawa yang terdapat pada ekstrak etil asetat belum murni dengan konsentrasi
yang rendah dan mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa-
senyawa yang terkandung dalam ekstrak etil asetat belum diketahui dengan pasti.
Ampisilin merupakan senyawa tunggal dan antibakteri yang berspektrum luas.
Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh ampisilin sudah diketahui
yaitu dengan menghambat enzim transpeptidase yang terdapat pada peptidoglikan
dinding sel bakteri, sehingga aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dilihat dari
KHM dan nilai banding lebih lemah jika dibandingkan dengan aktivitas
antibakteri ampisilin.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Ekstrak metanol buah gambas menghambat pertumbuhan B. subtilis, S.
aureus, P. aeruginosa dan E. coli, tetapi tidak menghambat pertumbuhan
E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi.
2. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri B.
subtilis, S. aureus, P. aeruginosa dan E. coli adalah ekstrak etil asetat, yang
diikuti ekstrak kloroform, butanol dan heksana.
3. Secara umum ekstrak aktif antibakteri buah gambas mempunyai golongan
senyawa alkaloid, fenolat, terpenoid, tanin/polifenol, saponin dan flavonoid,
kecuali ekstrak etil asetat tidak mengandung golongan senyawa alkaloid,
ekstrak kloroform tidak mengandung golongan senyawa saponin, ekstrak
butanol tidak mengandung golongan senyawa saponin dan terpenoid dan
ekstrak heksana hanya mengandung golongan senyawa terpenoid.
4. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat buah gambas lebih lemah jika
dibandingkan dengan ampisilin karena ekstrak etil asetat mempunyai KHM
lebih besar dari KHM ampisilin dan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap
ampisilin yang kecil yaitu untuk E. coli adalah 0,0032 %, B. subtilis 0,0025
%, S. aureus 0,0079 % dan P. aeruginosa 0,0063 %.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis memberikan saran :
Pemisahan senyawa-senyawa dan pengujian aktivitas antibakteri
senyawa-senyawa yang terdapat pada buah gambas perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut.

63
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A., 1986, Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam,
Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta.

Aliero, A., Aliero, B. L. and Buhari, U., 2008, Preliminary phytochemical and
antibacterial screening of Scadoxus multiflorus, Int. Jor. P. App. Scs.,
2(4):13-17.

Anantharam, V., Patanjali, S. R. and Surolia, A., 1985, A chitotetrose specific


lectin from Luffa acutangula: Physicochemical properties and the
assignment of orientation of sugars in the lectin binding site, Proc. Int.
Symp. Biomol. Struct. Interactions, Suppl. J. Biosci., Vol. 8, Nos 1 & 2,
August 1985, pp. 403–411.

Anonim,1985, Cara Pembuatan Simplisia, Dirjen POM, Departemen Kesehatan


RI, Jakarta.

______, 1986, Sedian Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

______, 2006, Kajian Pemanfaatan Lahan Sempit untuk Meningkatan


Pendapatan Keluarga, Laporan Tahunan Balai Pengkajian Tehnologi
Pertanian (BPTP), NTB.

______, 2008, Pseudomonas Genome Database V2 Improving Disease Treatment


Through Genome Research, http://www.pseudomonas.com/p_aerug.jsp.
Tanggal akses 10 Januari 2008.

______, 2008, Plants Profile for Luffa acutangula (sinkwa towelsponge),


http://plants.usda.gov/index.html. Tanggal akses 18 Januari 2008.

Astuti, I. Y., 2005, Skripsi: Isolasi Komponen Kimia Buah gambas (Luffa
acutangula (L.) Roxb.) Dengan Metode Ekstraksi dan Identifikasinya,
Jurusan Kimia FMIPA-UNS, Surakarta.

Ayo, R. G. and Amupitan, J. O., 2004, Antimicrobial activity screening of crude


extract from leaves of Cassia nigricans Vahl, Chem Class Journal, 2004
(24-26).

Bensegueni, A., abdelouahad, C. and Mustapa, B., Article: Theoritical Study of


The Antibacterial Activity of Flavonoids, Algeria, Laboratory of
Materials Chemistry, Faculty of Science, Mentaouri University,
Constantine.www.eyesopen.com/about/events/cup8/bensegueni/cup8_po
ster_bensegueni.pdf. Tanggal akses 6 Mei 2009.

64
65

Bylka, M. and Pilewski, 2004, Review Article: Natural Flavonoid as


Antimicrobial Agent, JANA, Vol. 7, No.2, 2004

Campbell, N. A., Jane, B. R. and Lawrence, G. M., 2003, Biologi, Jilid II, Edisi
Kelima, Jakarta, Erlangga.

Ćetković. G. S., Čanadanović-Brunet, J. M., Djilas, S. M., Tumbas, V. T.,


Markov, S. L. and Cvetković D. D., 2007, Antioxidant Potential, Lipid
Peroxidation Inhibition and Antimicrobial Activities of Satureja
montana L. subsp. Kitaibelii Extracts, Int. J. Mol. Sci. 2007, 8, 1013-
1027.

Cheeke, P. R., 2000, Actual and Potential Applications of Yucca schidigera and
Quillaja saponaria Saponins in Human and Animal Nutrition, Proc. of
the American Society of Animal Science

Cowan, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology


Reviews, October, p. 564-582, Vol. 12, No. 4.
.
Daisy, P., Mathew, S., Suveena, S., Rayan, N. A., 2008. A Novel Terpenoid from
Elephantopus Scaber – Antibacterial Activity on Staphylococcus aureus:
A Substantiate Computational Approach, Int. J. Biomed. Sci., September
2008, Vol. 4. No. 3.

Durmaz, H., Sagun, E., Tarakci, Z. and Ozgokce, F., 2006, Antibacterial Activities
of Allium vineale, Chaerophyllum macropodum and Prangos ferulacea,
African Journal of Biotechnology Vol. 5 (19), pp. 1795-1798.

El-Rahiem, A., Ashour, A. and Zakaria, Y. E. A., 2005, Antimicrobial Activity of


Some Palestinian Medical Plant Extracts: Effect of Crude Extracts and
Some of Their Subfraction, Pak. J. Biol. Sci. 8 (11): 1592-1598, 2005.

Farrukh, U., Shareef, H. and Mahmud, S., 2008, Antibacterial Activities of


Coccinia grandis L., Pak. J. Bot., 40(3): 1259-1262, 2008.

Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan oleh J. B. Harborne, terbitan ke-2, terjemahan dari
Phytochemical Method oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.
Penerbit ITB, Bandung.

Hayani, E., 2007, Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara


Kromatografi Kolom, Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Yayasan Sarana Wana
Jaya, Jakarta.
66

Indrayudha, P. , Hariyani, J. dan Iravati, S., 2005, Uji Aktivitas Antibakteri


Ekstrak Etanol Daun Dewandaru (Eugenia Uniflora (Linn)) Terhadap
Pseudomonas aeruginosa dan pseudomonas sp (Non Aeruginosa)
Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Pharmacom, Vol. 6, No. 2,
Desember 2005, 57-62.

Jawetz, E., Melnick, J. L. and Adelberg E. A., 1980, Review of Medical


Microbiology 14 th edition, Lange Medical Publication, New York.

Jawetz, E., Melnick, J. L. and Adelberg E. A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran,


terjemahan dari Medical Microbiology oleh Mudihardi, Kuntaman,
Warsito, Mertaniasih, Harsono, dan Alimsardjono, Salemba Medika,
Surabaya.

Jork, H., Funk, W. and Fisher, W., 1990, Thin-Layer Cromathography: Reagen
And Detection, Verlagsgese ll’schaft mbH, Weinhein.

Kandhasamy, M., Arunachalam, K. D. and Thatheyus, A. J., 2008, Drynaria


quercifolia (L.) J. Sm: A potential resource for antibacterial activity,
African Journal of Microbiology Research Vol.(2) pp. 202-205.

Kennedy, R., DMSO Medical Library and Physician's Directory, Health


Information - DMSO (a.k.a. dimethylsulfoxide), www.medical
library.net, Tanggal akses 20 Januari 2009.

Kimball, J. W., 1990, Biologi: Edisi Ke-5, terjemahan dari Biology, fifth edition
oleh Tjitrosomo, S. S. dan Sugiri, N, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Kristanti, A. N., Aminah, N. S., Tanjung, M. dan Kurniadi, B., 2008, Buku Ajar
Fitokimia, Airlangga University Press, Surabaya.

Kumar, G. S., Swamy, V., B. M., Sanjay, P and Kumar, A., 2008, Abstract:
Antimicrobial Effect Of Benincasa hispida Against Acne Inducing
bacteria, College of Pharmacy, Karnataka.
www.udct.org/info/ar0708.pdf. Tanggal akses 6 Mei 2009.

Marliana, S. D., Suryanti, V., dan Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi 3(1) : 26-31.

Maslian, 2008, Bertanam Sayuran di Tanah Gambut, Yayasan Pinang Sebatang,


Jambi. www.cifor.cgiar.org/fire/pdf/pdf39.pdf. Tanggal akses 6 Mei
2009

Miean, K. H. and Mohamed, S., 2008, Journal: Flavonoid (Myricetin, Quercetin,


Kaempferol, Luteolin, and Apigenin) Content of Edible Tropical Plants,
67

Putra Malaysia University, Serdang Selangor.


http://www.aseanbiodiversity.info/scripts/count_article.asp?Article_code
=53004731. Tanggal akses 13 Januari 2009

Min, H. X., Huang, C. M. and Ming, X .J., 2006, Crystallization and Preliminary
Crystallographic Studies of Luffaculin 1, a Ribosome-inactivating
Protein from the Seeds of Luffa Acutangula, Chinese J. Struct.
Chem.Vol. 25, No. 9 2006, pp. 1035-1038.

Oyetayo, F. L., Oyetayo, V. O., Ajewole, V., 2007, Phytochemical Profile and
Antibacterial Propeties of the Seed and Leaf of the Luffa Plant (Luffa
cylindrical), J. Pharmacol. Toxicol. 2 (6): 586-589, 2007

Pambayun, R. , Gardjito, M., Sudarmadji, S., Kuswanto, K. R., 2007, Kandungan


Fenol dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir
(Uncaria gambir Roxb.), Majalah Farmasi Indonesia 18(3), 141-146.

Poither, J., 2000, Natural Product/Thin Layer (Planar) Chromathography,


University of Tours, Academic Press, Tours.

Pedrosa. C. et al., 1978, Acta Manilana Phytochemical, Microbiological and


Pharmacological screening of Medical Plants, diterjemahkan oleh
Kusuma Dewi, A. P., Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan,
RI.

Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. and Pelczar, M. F.,1986, Dasar-dasar


Mikrobiologi, Penerjemah: Hadioetomo, R. S. dkk, Jilid I, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.

Peter Paul, J. J., 2008, Studies on Antimicrobial Efficiency of Citrullus


colocynthis (L.) Schrad: A Medicinal Plant, Ethnobotanical Leaflets 12:
944-47.

Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Rukmana, R., 2000, Budidaya Tanaman Oyong dan Blustru, Kanisius,


Yogyakarta.

Sabir, A., 2005, Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap


bakteri Streptococcus mutans (in vitro), Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol.
38. No. 3 Juli–September 2005: 135–14.

Salle, A. J., 1961, Fundamental Principles of Bacteriology, Fitth Edition, Mc.


Graw-Hill Book Company Inc., New York.
68

Shanab B. A., Adwan, G., Jarrar, N., Hiljleh, A. A., Adwan, K., 2006,
Antibacterial Activity of Four Plant Extracts Used in Palestine in
Folkloric Medicine against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus,
Turk J Biol 30 (2006) 195-198.

Shimamura, T.; Zhao, W. H. and Hu, Z. Q., 2007, Mechanism of Action and
Potential for Use of Tea Catechin as Anti-infective Agent, Anti-Infective
Agent In Medicinal Chemistry, 2007, 6, 57-62, Bentham Science
Publishers Ltd.

Soekardjo, B. dan Siswandono, 2000, Kimia Medisinal, Edisi ke-2, Airlangga


University Press, Surabaya.

Sutarya, R, Grubben, G. dan Sutarno, H., 1995, Pedoman Bertanam Sayuran


dataran Rendah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Swantara, I. M. D. , 2005, Identifikasi Senyawa Aktif Antibakteri dalam


Tumbuhan Kentut-kentut (Paederia fooetida Auct.), J. Alchemy, Vol. 4,
No. 2 (September 2005), 54-65.

Syahrurachman, dkk., 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kdokteran, Binarupa


Aksara, Jakarta.

Syarifuddin, 1994, Ikatan Kimia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Talaro, K. P., 2008, Foundation in Microbiology: Basic Principles, Sixth Edition,


Mc Graw Hill, New York.

Tomori, O.A., Saba, A. B. and Dada-Adegbola, H. O., 2007, Antibacterial


Activity of Ethanolic Extract Of Whole Fruits of Lagenaria breviflora
Robert, J. Anim. Vet. Adv. 6(5): 752-757, 2007.

Tortora, G. J., Funke, B. R., and Case, C. L., Microbiology Am Introduction,


Pearson Education, Inc, Publishingas Benyamin Cummings, San
Fransisco.

Tsuneatsu, N., Ryuichiro, T., Yukiko, I. and Hirosi, N., 1991, Studies on the
Constituents of Luffa acutangula Roxb. I. Structures of Acutosides A-G,
Oleanane-Type Triterpene Saponins Isolated from the Herb, Chem.
Pharm. Bull. Vol.39, No.3 (19910325) pp. 599-606.

Watson, L., and Dallwitz, M. J., 1992. The families of flowering plants:
descriptions, illustrations, identification, and information retrieval.
Version: 25th November 2008. http://delta-intkey.com/, Tanggal akses
23 Februari 2009.
69

Wagner, H., 1984, Plant Drug Analysis, Springer-Verlag, Berlin.

Yuharmen, Eryanti, Y. dan Nurbalatif, 2002, Laporan Penelitian : Uji Aktivitas


Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia
galanga), Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Riau.
www.scribd.com/doc/2559001/Prosiding-Seminar-Nasional-HKI-2006.
Tanggal akses 6 Mei 2009

Yuliani, Y., 2001, Skripsi: Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Ekstrak
Rimpang Temu Putri (Curcuma Petiolata Roxb.), Jurusan Farmasi,
FMIPA, Universitas Padjadjaran.

Yuliasari, N. , 2007, Skripsi: Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia dalam


Ekstrak Umbi Teki (Cyperus rotundus L.), Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Sebelas Maret.
70

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian

Daging buah Gambas

1. Diiris tipis-tipis
2. Dikeringkan dalam oven suhu
55°C selama 3 hari
3. digiling dengan penggiling
Simplisia serbuk

1. Ekstraksi maserasi dengan


metanol 1 х 24 jam, 3 х 30 jam
dengan metanol berturut-turut 2,5
L, 850 mL, 990 mLdan 600 mL.
Pengujian aktivitas 2. Evaporasi pelarut dengan
antibakteri terhadap penguap vakum putar suhu 40°C.
bakteri E. coli, B.
subtilis, S. aureus, P. Ekstrak metanol
aeruginosa, E.
aerogenes, S. Ditambah 200 mL akuades : metanol
dysentriae dan S. dengan perbandingan 1:4 yaitu 50
thypi. mL air dengan 150 mL metanol

Larutan metanol-
akuades

1. Ekstraksi bertingkat
menggunakan pelarut berturut-
turut heksana, kloroform, etil
asetat dan butanol.
2. Evaporasi pelarut dengan
penguap vakum putar suhu
40°C.

Ekstrak Ekstrak Ekstrak etil Ekstrak Ekstrak


heksana kloroform asetat butanol residu/air
m

Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang


dapat dihambat oleh ekstrak metanol
71

Ekstrak Ekstrak Ekstrak etil Ekstrak Ekstrak


heksana kloroform asetat butanol residu/air
m

Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang


dapat dihambat oleh ekstrak metanol

Penapisan Penentuan ekstrak


fitokimia: Ekstrak antibakteri tertinggi
saponin, fenolat, antibakteri dengan
tanin/polifenol, membandingkan
flavonoid, diameter hambat
terpenoid dan yang terbentuk
alkaloid

Penentuan Ekstrak Uji penegasan


KHM dan nilai antibakteri golongan senyawa
banding terhadap tertinggi dengan KLT
ampisilin
72

Lampiran 2. Hasil Determinasi buah Gambas (Luffa acutangula Roxb.) .


73

Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol, Konversi Konsentrasi


Sampel dan Perhitungan Jumlah Bakteri Uji.

Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol


Berat serbuk Gambas yang diekstraksi = 1000,4 g
Berat ekstrak metanol yang didapatkan = 261,6 g
Berat Ekstrak 261,6 g
Re ndemen = × 100 % = × 100 % = 26,14 %
Berat Ekstrak 1000,4 g

Perhitungan Konversi Konsentrasi Sampel Uji Aktivitas Antibakteri


Konversi satuan
a. Contoh konversi konsentrasi 100%
0,10 g 100 mg 1,0 mg
100% = = =
100 µL 100 µL µL
Dari konsentrasi 1,0 mg/μL diambil 20 μL untuk dimasukkan ke dalam
lubang, jadi berat sampel per lubang adalah
1,0 mg 20 µL
BeratSampelperLubang = × = 20 mg
µL Lubang Lubang

Tabel 1. Konversi Satuan Konsentrasi

Konsentrasi Konsentrasi Berat sampel per


(%) (mg/μL) lubang (mg/lubang)
100 1,0 20
75 0,75 15
50 0,50 10
30 0,30 6,0
10 0,10 2,0
5 0,050 1,0
3 0,030 0,60
2 0,020 0,40
1 0,010 0,20

b. Contoh konversi konsentrasi 1,5.10-5 mg/μL


Dari konsentrasi 1,5.10-5 mg/μL diambil 20 μL untuk dimasukkan ke
dalam lubang, jadi berat sampel per lubang adalah
74

1,5.10 −5 mg 20 µL 1,5.10 −2 mg 20 µL
Berat Sampel per Lubang = × = ×
µL Lubang µL Lubang

= 0,30 µL
Lubang

Tabel 2. Konversi Satuan Konsentrasi

Konsentrasi Berat sampel per


(mg/μL) lubang (μg/lubang)
1,5.10-5 0,30
7,6.10-6 0,15
3,8.10-6 0,076
1,9.10-6 0,038
1,0.10-6 0,020
5,0.10-7 0,010
2,5.10-7 0,0050
1,2.10-7 0,0024

Perhitungan Jumlah Bakteri Uji.

Pengenceran 1:10000 didapatkan jumlah koloni dengan metode TPC sebesar 332
koloni sehingga jumlah bakteri yang di gunakan untuk uji :

Jumlah Bakteri Uji = Jumlah Bakteri × Faktor Pengenceran


= 332 Bakteri × 10000 mL
6
= 3,32.10 Bakteri
mL
75

Lampiran 4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol

Uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol terhadap bakteri S. aureus, P.


aeruginosa, B. subtilis, E. coli, S. dysenteriae, E. aerogenes dan S. thypi. Uji
dilakukan dengan berat sampel per lubang 20 mg/lubang, 15 mg/lubang dan 10
mg/lubang. Hasil uji sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dengan Berat Sampel
per Lubang 20 mg/lubang, 15 mg/lubang dan 10 mg/lubang (Uji Ke-1)
Bakteri Diameter Hambat (mm) Keterangan
Berat Berat Berat
Sampel 20 Sampel 15 Sampel 10
mg/lubang mg/lubang mg/lubang
S. aureus * 12,51 9,21 Gambar 1
P. aeruginosa 10,49 11,80 11,29 Gambar 2
B. subtilis 15,96 * 13,75 Gambar 3
E. coli 10,50 11,87 10,30 Gambar 4
S. dysenteriae 6,00 6,00 6,00 Gambar 5
E. aerogenes 6,00 6,00 6,00 Gambar 6
S. thypi * * * Gambar 7
Keterangan (+) = Positif antibakteri, (-) = Negatif antibakteri dan (*) = Diameter hambat tidak
begitu bening (meragukan).

Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol (Uji Ke-1)

Gambar 1 Gambar 2
76

Gambar 3 Gambar 4

Gambar 5 Gambar 6

Keterangan Gambar :
1. Pada gambar tertera konsentrasi 50% yang
sama dengan 0,50 mg/μL atau 10 mg/lubang
dan berlaku untuk semua konsentrasi.
2. Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke
dalam lubang (searah jarum jam) adalah 100
%, 50 %, 75 % dan 0 % (DMSO) yang setara
dengan berat sampel 20 mg/lubang, 10
mg/lubang, 15 mg/lubang dan 0 mg/lubang.

Gambar 7
77

Karena hasil uji terhadap bakteri S. thypi meragukan dan untuk


mengetahui kekuatan ekstrak metanol dalam menghambat bakteri S. aureus, P.
aeruginosa, B. subtilis, E. coli. Uji diulang terhadap bakteri S. aureus, P.
aeruginosa, B. subtilis, E. coli dan S. thypi. Uji dilakukan dengan berat sampel
10mg/lubang dan 15 mg/lubang dan hasil uji sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol (Uji Ke-2)

Bakteri Diameter Hambat (mm) Keterangan


Berat sampel 10 Berat sampel 15
mg/lubang mg/lubang
χ1 χ2 χ1 χ2
S. aureus 8,99 8,83 10,45 9,61 Gambar 8.
8,91±0,11 10,03±0,59
P. aeruginosa 8,60 8,78 10,37 10,69 Gambar 9.
8,69±0,12 10,53±0,22
E. coli 12,06 12,64 12,92 13,15 Gambar 10.
12,35±0,41 13,04±0,16
B. subtilis 9,71 9,41 11,78 10,62 Gambar 11.
9,56±0,21 11,20±0,82
S. thypi 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 12.
6,00±0,00 6,00±0,00

Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol (Uji Ke-2)

Gambar 8 Gambar 9
78

Gambar 10 Gambar 11

Keterangan Gambar :
1. Pada gambar tertera konsentrasi 50 % yang
sama dengan 0,50 mg/μL atau
10mg/lubang dan berlaku untuk semua
konsentrasi.
2. Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke
dalam lubang (searah jarum jam) adalah 75
%, 50 % dan 0 % (DMSO) yang setara
dengan berat sampel 15 mg/lubang, 10
Gambar 12 mg/lubang dan 0 mg/lubang.
79

Lampiran 5. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Pada Masing-
Masing Berat Sampel Ekstrak Metanol.

Analisa One Way ANOVA untuk membandingkan kesamaan dalam


beberapa perlakuan. Analisa menggunakkan program aplikasi komputer SPSS.
Contoh langkah analisa data untuk uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol data
Tabel 2 Lampiran 4.
IN PUT DATA
1. Mendefinisikan variabel sebagai berikut.
Variable View
No Name Type Label variabel Label value
1. Bakteri Numeric 8.2 1,00 = “ S. aureus”
2,00 = “ P. aeruginosa”
3,00 = “ E. coli”
4,00 = “ B. subtilis”
5,00 = “ S. thypi”
2. DH 10 Numeric 8.2 DH ekstrak methanol 10 None
mg/lubang
3. DH 15 Numeric 8.2 DH ekstrak methanol 15 None
mg/lubang
Keterangan = DH 10 (diameter Hambat 10 mg/lubang),DH 15 (Diameter Hambat 15
mg/lubang).
2. Data dari Tabel 2 Lampiran 4 dimasukan seperti dibawah ini
Data View
Bakteri DH 10 DH15
1,00 8,99 10,45
1,00 8,83 9,61
2,00 8,60 10,37
2,00 8,78 10,69
3,00 12,06 12,92
3,00 12,64 13,15
4,00 9,71 11,78
4,00 9,41 10,62
5,00 6,00 6,00
5,00 6,00 6,00
3. Klik analyse, compare means, one way anova
4. Masukkan data ke dependent list dan faktor ke faktor.
5. Klik posthoc beritanda pada LSD lalu klik continue
6. Klik option beri tanda pada descriptives
80

7. Klik OK sehingga akan menghasilkan OUT PUT sebagai berikut :


OUT PUT ANALISA
1. Out Put descriptives menunjukkan gambaran secara umum data yang
dimasukkan dimana N (jumlah data), Mean (nilai rata-rata), Std deviation
(standart deviasi) dan minimum dan maximum merupakan nilai terendah dan
tertinggi data yang dimasukan
Descriptives

95% Confidence Interval for


Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
DH ekstrak metanol S. aureus 2 8,9100 ,11314 ,08000 7,8935 9,9265 8,83 8,99
10mg/lubang P. aeruginosa 2 8,6900 ,12728 ,09000 7,5464 9,8336 8,60 8,78
E. coli 2 12,3500 ,41012 ,29000 8,6652 16,0348 12,06 12,64
B. subtilis 2 9,5600 ,21213 ,15000 7,6541 11,4659 9,41 9,71
S. thypii 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 9,1020 2,14525 ,67839 7,5674 10,6366 6,00 12,64
DH ekstrak metanol S. aureus 2 10,0300 ,59397 ,42000 4,6934 15,3666 9,61 10,45
15 mg/lubang P. aeruginosa 2 10,5300 ,22627 ,16000 8,4970 12,5630 10,37 10,69
E. coli 2 13,0350 ,16263 ,11500 11,5738 14,4962 12,92 13,15
B. subtilis 2 11,2000 ,82024 ,58000 3,8304 18,5696 10,62 11,78
S. thypii 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 10,1590 2,46569 ,77972 8,3952 11,9228 6,00 13,15

Contoh pada DH ekstrak metanol 10 mg/lubang bakteri S. aureus data yang


dimasukkan sebanyak 2 dengan rata-rata 8,91, standart deviasi 0,11314 dan
nilai tertinggi 8,99 dan nilai terendah 8,83.
2. Out Put ANOVA menunjukkan analisa secara keseluruhan pengaruh variasi
bakteri (faktor) pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Dependent
List).
ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
DH ekstrak metanol Between Groups 41,177 4 10,294 212,513 ,000
10mg/lubang Within Groups ,242 5 ,048
Total 41,419 9
DH ekstrak metanol Between Groups 53,613 4 13,403 60,745 ,000
15 mg/lubang Within Groups 1,103 5 ,221
Total 54,716 9

Contoh pengujian ANOVA DH ekstrak metanol 10 mg/lubang (Dependent


List)
Nilai F = 212,513 dengan sig = 0,000
a. Ho : μ1 = μ2 = μ3 = μ4 = μ5 (tidak ada pengaruh variasi bakteri terhadap
penghambatan bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang)
81

H1 : μi ≠ μj (ada pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan bakteri


uji pada berat sampel 10 mg/lubang)
b. α = 0,05
c. daerah kritis
Ho ditolak jika p< 0,05
d. statistik uji p = 0,000
e. kesimpulan
Karena p < 0,05 maka Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa adanya
pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri uji
pada berat sampel 10 mg/lubang.
3. Out Put Multiple Comparisons: LSD menunjukkan analisa antar bakteri
(faktor) untuk mengetahui antar bakteri mempunyai pengaruh yang sama atau
beda.
Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH ekstrak metanol 10mg/lubang


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S. aureus P. aeruginosa ,22000 ,22009 ,363 -,3458 ,7858
E. coli -3,44000* ,22009 ,000 -4,0058 -2,8742
B. subtilis -,65000* ,22009 ,032 -1,2158 -,0842
S. thypii 2,91000* ,22009 ,000 2,3442 3,4758
P. aeruginosa S. aureus -,22000 ,22009 ,363 -,7858 ,3458
E. coli -3,66000* ,22009 ,000 -4,2258 -3,0942
B. subtilis -,87000* ,22009 ,011 -1,4358 -,3042
S. thypii 2,69000* ,22009 ,000 2,1242 3,2558
E. coli S. aureus 3,44000* ,22009 ,000 2,8742 4,0058
P. aeruginosa 3,66000* ,22009 ,000 3,0942 4,2258
B. subtilis 2,79000* ,22009 ,000 2,2242 3,3558
S. thypii 6,35000* ,22009 ,000 5,7842 6,9158
B. subtilis S. aureus ,65000* ,22009 ,032 ,0842 1,2158
P. aeruginosa ,87000* ,22009 ,011 ,3042 1,4358
E. coli -2,79000* ,22009 ,000 -3,3558 -2,2242
S. thypii 3,56000* ,22009 ,000 2,9942 4,1258
S. thypii S. aureus -2,91000* ,22009 ,000 -3,4758 -2,3442
P. aeruginosa -2,69000* ,22009 ,000 -3,2558 -2,1242
E. coli -6,35000* ,22009 ,000 -6,9158 -5,7842
B. subtilis -3,56000* ,22009 ,000 -4,1258 -2,9942
*. The mean difference is significant at the .05 level.
82

Contoh pengujian LSD ekstrak metanol berat sampel 10mg/lubang


Antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa mempunyai sig 0,363 >
0,05, dapat disimpulkan antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa
mempunyai pengaruh yang sama. Antara bakteri S. aureus dengan B. subtilis
mempunyai sig 0,032 < 0,05 dan dapat disimpulkan antara bakteri S. aureus
dengan B. subtilis mempunyai pengaruh yang beda
Kesimpulan hasil uji LSD ekstrak metanol berat sampel 10 mg/lubang.
No. Bakteri (I) Bakteri (J) Kesimpulan
1 S. aureus P. aeruginosa mempunyai pengaruh yang sama
E. coli mempunyai pengaruh yang beda
B. subtilis mempunyai pengaruh yang beda
S. thypi mempunyai pengaruh yang beda
......dst...... ......dst...... ................dst................................

Dan OUT PUT Multiple Comparisons: LSD berat sampel 15 mg/lubang adalah :
Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH ekstrak metanol 15 mg/lubang


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S. aureus P. aeruginosa -,50000 ,46973 ,336 -1,7075 ,7075
E. coli -3,00500* ,46973 ,001 -4,2125 -1,7975
B. subtilis -1,17000 ,46973 ,055 -2,3775 ,0375
S. thypii 4,03000* ,46973 ,000 2,8225 5,2375
P. aeruginosa S. aureus ,50000 ,46973 ,336 -,7075 1,7075
E. coli -2,50500* ,46973 ,003 -3,7125 -1,2975
B. subtilis -,67000 ,46973 ,213 -1,8775 ,5375
S. thypii 4,53000* ,46973 ,000 3,3225 5,7375
E. coli S. aureus 3,00500* ,46973 ,001 1,7975 4,2125
P. aeruginosa 2,50500* ,46973 ,003 1,2975 3,7125
B. subtilis 1,83500* ,46973 ,011 ,6275 3,0425
S. thypii 7,03500* ,46973 ,000 5,8275 8,2425
B. subtilis S. aureus 1,17000 ,46973 ,055 -,0375 2,3775
P. aeruginosa ,67000 ,46973 ,213 -,5375 1,8775
E. coli -1,83500* ,46973 ,011 -3,0425 -,6275
S. thypii 5,20000* ,46973 ,000 3,9925 6,4075
S. thypii S. aureus -4,03000* ,46973 ,000 -5,2375 -2,8225
P. aeruginosa -4,53000* ,46973 ,000 -5,7375 -3,3225
E. coli -7,03500* ,46973 ,000 -8,2425 -5,8275
B. subtilis -5,20000* ,46973 ,000 -6,4075 -3,9925
*. The mean difference is significant at the .05 level.
83

Lampiran 6. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Berat Sampel Ekstrak
Metanol Pada Masing-Masing Bakteri.

Langkah-langkah analisa sama seperti pada analisa One Way ANOVA


pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol
(Lampiran 5), tetapi dengan in put data Tabel 2 Lampiran 4 sebagai berikut :
IN PUT DATA
Variable View
No Name Type Label variabel Label value
1. Saur Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri None
S. aureus
2. konstr Numeric 8.2 1,00 = “ Berat sampel
10mg/lubang”
2,00 = “Berat sampel
15 mg/lubang”
3. paru Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri None
P. aeruginosa
4. ecoli Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri None
E. coli
5. bsubt Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri None
B. subtilis
6. sthypii Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri None
S. thypi

Data View
No. Saur konstr paru ecoli bsubt sthypii
1. 8,99 1,00 8,60 12,06 9,41 6,00
2. 8,33 1,00 8,78 12,64 9,71 6,00
3. 10,45 2,00 10,37 12,92 11,78 6,00
4. 9,61 2,00 10,69 15,15 10,62 6,00
84

Dari hasil analisa diperoleh OUT PUT sebagai berikut :


Descriptives

95% Confidence Interval for


Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Diameter hambat Berat sampel
2 8,6600 ,46669 ,33000 4,4670 12,8530 8,33 8,99
bakteri S. aureus 10mg/lubang
Berat sampel
2 10,0300 ,59397 ,42000 4,6934 15,3666 9,61 10,45
15 mg/sampel
Total 4 9,3450 ,90323 ,45162 7,9078 10,7822 8,33 10,45
Diameter hambat Berat sampel
2 8,6900 ,12728 ,09000 7,5464 9,8336 8,60 8,78
bakteri P. aeruginosa 10mg/lubang
Berat sampel
2 10,5300 ,22627 ,16000 8,4970 12,5630 10,37 10,69
15 mg/sampel
Total 4 9,6100 1,07285 ,53642 7,9029 11,3171 8,60 10,69
Diameter Hambat Berat sampel
2 9,5600 ,21213 ,15000 7,6541 11,4659 9,41 9,71
bakteri B. subtilis 10mg/lubang
Berat sampel
2 11,2000 ,82024 ,58000 3,8304 18,5696 10,62 11,78
15 mg/sampel
Total
4 10,3800 1,06574 ,53287 8,6842 12,0758 9,41 11,78

Diameter Hambat Berat sampel


2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
bakteri S.thypii 10mg/lubang
Berat sampel
2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
15 mg/sampel
Total 4 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Diameter Hambat Berat sampel
2 12,3500 ,41012 ,29000 8,6652 16,0348 12,06 12,64
bakteri E. coli 10mg/lubang
Berat sampel
2 14,0350 1,57685 1,11500 -,1324 28,2024 12,92 15,15
15 mg/sampel
Total 4 13,1925 1,35325 ,67663 11,0392 15,3458 12,06 15,15

ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Diameter hambat Between Groups 1,877 1 1,877 6,579 ,124
bakteri S. aureus Within Groups ,571 2 ,285
Total 2,447 3
Diameter hambat Between Groups 3,386 1 3,386 100,463 ,010
bakteri P. aeruginosa Within Groups ,067 2 ,034
Total 3,453 3
Diameter Hambat Between Groups 2,690 1 2,690 7,494 ,112
bakteri B. subtilis Within Groups ,718 2 ,359
Total
3,407 3

Diameter Hambat Between Groups ,000 1 ,000 . .


bakteri S.thypii Within Groups ,000 2 ,000
Total ,000 3
Diameter Hambat Between Groups 2,839 1 2,839 2,139 ,281
bakteri E. coli Within Groups 2,655 2 1,327
Total 5,494 3

Pada analisa pengaruh variasi berat sampel pada masing-masing


bakteri tidak dapat dilakukan analisa LSD karena variasi berat sampel hanya 2
variasi.
85

Lampiran 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi


Bertingkat.

Tabel 1. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat


dengan Berat Sampel ekstrak 15 mg/lubang.
Nama Diameter hambat (mm)
ekstrak
B. subtilis S. aureus E. coli P. aeruginosa
χ1 χ2 χ1 χ2 χ1 χ2 χ1 χ2
Heksana 8,76 9,32 7,87 8,42 9,24 8,42 8,14 9,33
8,99±0,46 8,14±0,39 8,83±0,58 8,73±0,84
Kloroform 12,59 11,77 11,03 11,16 10,28 11,71 10,17 10,34
12,18±0,58 11,09±0,09 10,99±1,01 10,25±0,12
Etil asetat 12,31 13,21 13,07 12,41 12,55 13,21 11,85 11,34
12,67±0,76 12,74±0,47 12,88±0,47 11,59±0,36
Butanol 11,09 10,59 10,31 11,11 10,17 10,83 10,1 10,07
10,84±0,35 10,71±0,57 10,50±0,47 10,08±0,02
Air 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00
Keterangan Gambar 1 dan Gambar 3 dan Gambar 5 dan Gambar 7 dan
gambar 2 gambar 4 gambar 6 gambar 8
Keterangan : diameter lubang = 6 mm

Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat.


a. Bakteri B. subtilis

Gambar 1 Gambar 2
86

Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan


bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis
b. Bakteri S. aureus

Gambar 4 Gambar 5
Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan
bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus
c. Bakteri E. coli

Gambar 5 Gambar 6
87

Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan


bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri E. coli.
d. Bakteri P. aeruginosa

Gambar 7 Gambar 8
Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan
bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri
P. aeruginosa.

Keterangan Gambar :
3. Pada gambar tertera konsentrasi 75 % yang sama dengan 0,75 mg/μL atau
15 mg/lubang.
4. Ekstrak yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah
DMSO, butanol, kloroform dan heksana (gambar kiri) dan air, etil asetat
dan DMSO (gambar kanan).
88

Lampiran 8. Analisa One Way-ANOVA Pengaruh Variasi Ekstrak pada Masing-


Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil
Ekstraksi Bertingkat

Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh
variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5)
dan data dari Tabel 1 Lampiran 7 dimasukan sebagai berikut

IN PUT DATA
Variable View
No Name Type Label variabel Label value
1. DhSaureus Numeric Diameter Hambat None
8.2 Bakteri S.aureus
2. DhPaerugin Numeric Diameter Hambat None
8.2 Bakteri P.aeruginosa
3. DhEcoli Numeric Diameter Hambat None
8.2 Bakteri E.coli
4. DhBsubtilis Numeric Diameter Hambat None
8.2 Bakteri B.subtilis
5. ekstrak Numeric Ekstrak 1,00 = “ Heksana ”
8.2 2,00 = “ Kloroform”
3,00 = “ Etil asetat”
4,00 = “ Butanol”
5,00 = “ Air”

Data View
DhSaureus DhPaerugin DhEcoli DhBsubtilis ekstrak
7,87 8,14 9,24 8,76 1,00
8,42 9,33 8,42 9,32 1,00
11,03 10,17 10,28 12,59 2,00
11,16 10,34 11,71 11,77 2,00
13,07 11,85 12,55 12,31 3,00
12,41 11,34 13,21 13,21 3,00
10,31 10,10 10,17 11,09 4,00
11,11 10,07 10,83 10,59 4,00
6,00 6,00 6,00 6,00 5,00
6,00 6,00 6,00 6,00 5,00
89

OUT PUT DATA


Descriptives

95% Confidence Interval for


Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Diameter Hambat Heksana 2 8,1450 ,38891 ,27500 4,6508 11,6392 7,87 8,42
Bakteri S.aureus Kloroform 2 11,0950 ,09192 ,06500 10,2691 11,9209 11,03 11,16
Etil asetat 2 12,7400 ,46669 ,33000 8,5470 16,9330 12,41 13,07
Butanol 2 10,7100 ,56569 ,40000 5,6275 15,7925 10,31 11,11
Air 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 9,7380 2,52355 ,79802 7,9328 11,5432 6,00 13,07
Diameter Hambat Heksana 2 8,7350 ,84146 ,59500 1,1748 16,2952 8,14 9,33
Bakteri P.aeruginosa Kloroform 2 10,2550 ,12021 ,08500 9,1750 11,3350 10,17 10,34
Etil asetat 2 11,5950 ,36062 ,25500 8,3549 14,8351 11,34 11,85
Butanol 2 10,0850 ,02121 ,01500 9,8944 10,2756 10,07 10,10
Air 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 9,3340 2,02349 ,63988 7,8865 10,7815 6,00 11,85
Diameter Hambat Heksana 2 8,8300 ,57983 ,41000 3,6205 14,0395 8,42 9,24
Bakteri E.coli Kloroform 2 10,9950 1,01116 ,71500 1,9101 20,0799 10,28 11,71
Etil asetat 2 12,8800 ,46669 ,33000 8,6870 17,0730 12,55 13,21
Butanol 2 10,5000 ,46669 ,33000 6,3070 14,6930 10,17 10,83
Air 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 9,8410 2,47988 ,78421 8,0670 11,6150 6,00 13,21
Diameter Hambat Heksana 2 9,0400 ,39598 ,28000 5,4823 12,5977 8,76 9,32
Bakteri B.subtilis Kloroform 2 12,1800 ,57983 ,41000 6,9705 17,3895 11,77 12,59
Etil asetat 2 12,7600 ,63640 ,45000 7,0422 18,4778 12,31 13,21
Butanol 2 10,8400 ,35355 ,25000 7,6634 14,0166 10,59 11,09
Air 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 10,1640 2,59804 ,82157 8,3055 12,0225 6,00 13,21

ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Diameter Hambat Between Groups 56,617 4 14,154 101,464 ,000
Bakteri S.aureus Within Groups ,697 5 ,139
Total 57,315 9
Diameter Hambat Between Groups 35,997 4 8,999 52,751 ,000
Bakteri P.aeruginosa Within Groups ,853 5 ,171
Total 36,850 9
Diameter Hambat Between Groups 53,554 4 13,388 37,309 ,001
Bakteri E.coli Within Groups 1,794 5 ,359
Total
55,348 9

Diameter Hambat Between Groups 59,725 4 14,931 72,978 ,000


Bakteri B.subtilis Within Groups 1,023 5 ,205
Total 60,748 9
90

Multiple Comparisons

LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
Dependent Variable (I) Ekstrak (J) Ekstrak (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Diameter Hambat Heksana Kloroform -2,95000* ,37350 ,001 -3,9101 -1,9899
Bakteri S.aureus Etil asetat -4,59500* ,37350 ,000 -5,5551 -3,6349
Butanol -2,56500* ,37350 ,001 -3,5251 -1,6049
Air 2,14500* ,37350 ,002 1,1849 3,1051
Kloroform Heksana 2,95000* ,37350 ,001 1,9899 3,9101
Etil asetat -1,64500* ,37350 ,007 -2,6051 -,6849
Butanol ,38500 ,37350 ,350 -,5751 1,3451
Air 5,09500* ,37350 ,000 4,1349 6,0551
Etil asetat Heksana 4,59500* ,37350 ,000 3,6349 5,5551
Kloroform 1,64500* ,37350 ,007 ,6849 2,6051
Butanol 2,03000* ,37350 ,003 1,0699 2,9901
Air 6,74000* ,37350 ,000 5,7799 7,7001
Butanol Heksana 2,56500* ,37350 ,001 1,6049 3,5251
Kloroform -,38500 ,37350 ,350 -1,3451 ,5751
Etil asetat -2,03000* ,37350 ,003 -2,9901 -1,0699
Air 4,71000* ,37350 ,000 3,7499 5,6701
Air Heksana -2,14500* ,37350 ,002 -3,1051 -1,1849
Kloroform -5,09500* ,37350 ,000 -6,0551 -4,1349
Etil asetat -6,74000* ,37350 ,000 -7,7001 -5,7799
Butanol -4,71000* ,37350 ,000 -5,6701 -3,7499
Diameter Hambat Heksana Kloroform -1,52000* ,41304 ,014 -2,5817 -,4583
Bakteri P.aeruginosa Etil asetat -2,86000* ,41304 ,001 -3,9217 -1,7983
Butanol -1,35000* ,41304 ,022 -2,4117 -,2883
Air 2,73500* ,41304 ,001 1,6733 3,7967
Kloroform Heksana 1,52000* ,41304 ,014 ,4583 2,5817
Etil asetat -1,34000* ,41304 ,023 -2,4017 -,2783
Butanol ,17000 ,41304 ,698 -,8917 1,2317
Air 4,25500* ,41304 ,000 3,1933 5,3167
Etil asetat Heksana 2,86000* ,41304 ,001 1,7983 3,9217
Kloroform 1,34000* ,41304 ,023 ,2783 2,4017
Butanol 1,51000* ,41304 ,015 ,4483 2,5717
Air 5,59500* ,41304 ,000 4,5333 6,6567
Butanol Heksana 1,35000* ,41304 ,022 ,2883 2,4117
Kloroform -,17000 ,41304 ,698 -1,2317 ,8917
Etil asetat -1,51000* ,41304 ,015 -2,5717 -,4483
Air 4,08500* ,41304 ,000 3,0233 5,1467
Air Heksana -2,73500* ,41304 ,001 -3,7967 -1,6733
Kloroform -4,25500* ,41304 ,000 -5,3167 -3,1933
Etil asetat -5,59500* ,41304 ,000 -6,6567 -4,5333
Butanol -4,08500* ,41304 ,000 -5,1467 -3,0233
*. The mean difference is significant at the .05 level.
91

Multiple Comparisons

LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
Dependent Variable (I) Ekstrak (J) Ekstrak (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Diameter Hambat Heksana Kloroform -2,16500* ,59904 ,015 -3,7049 -,6251
Bakteri E.coli Etil asetat -4,05000* ,59904 ,001 -5,5899 -2,5101
Butanol -1,67000* ,59904 ,039 -3,2099 -,1301
Air 2,83000* ,59904 ,005 1,2901 4,3699
Kloroform Heksana 2,16500* ,59904 ,015 ,6251 3,7049
Etil asetat -1,88500* ,59904 ,025 -3,4249 -,3451
Butanol ,49500 ,59904 ,446 -1,0449 2,0349
Air 4,99500* ,59904 ,000 3,4551 6,5349
Etil asetat Heksana 4,05000* ,59904 ,001 2,5101 5,5899
Kloroform 1,88500* ,59904 ,025 ,3451 3,4249
Butanol 2,38000* ,59904 ,011 ,8401 3,9199
Air 6,88000* ,59904 ,000 5,3401 8,4199
Butanol Heksana 1,67000* ,59904 ,039 ,1301 3,2099
Kloroform -,49500 ,59904 ,446 -2,0349 1,0449
Etil asetat -2,38000* ,59904 ,011 -3,9199 -,8401
Air 4,50000* ,59904 ,001 2,9601 6,0399
Air Heksana -2,83000* ,59904 ,005 -4,3699 -1,2901
Kloroform -4,99500* ,59904 ,000 -6,5349 -3,4551
Etil asetat -6,88000* ,59904 ,000 -8,4199 -5,3401
Butanol -4,50000* ,59904 ,001 -6,0399 -2,9601
Diameter Hambat Heksana Kloroform -3,14000* ,45233 ,001 -4,3027 -1,9773
Bakteri B.subtilis Etil asetat -3,72000* ,45233 ,000 -4,8827 -2,5573
Butanol -1,80000* ,45233 ,011 -2,9627 -,6373
Air 3,04000* ,45233 ,001 1,8773 4,2027
Kloroform Heksana 3,14000* ,45233 ,001 1,9773 4,3027
Etil asetat -,58000 ,45233 ,256 -1,7427 ,5827
Butanol 1,34000* ,45233 ,031 ,1773 2,5027
Air 6,18000* ,45233 ,000 5,0173 7,3427
Etil asetat Heksana 3,72000* ,45233 ,000 2,5573 4,8827
Kloroform ,58000 ,45233 ,256 -,5827 1,7427
Butanol 1,92000* ,45233 ,008 ,7573 3,0827
Air 6,76000* ,45233 ,000 5,5973 7,9227
Butanol Heksana 1,80000* ,45233 ,011 ,6373 2,9627
Kloroform -1,34000* ,45233 ,031 -2,5027 -,1773
Etil asetat -1,92000* ,45233 ,008 -3,0827 -,7573
Air 4,84000* ,45233 ,000 3,6773 6,0027
Air Heksana -3,04000* ,45233 ,001 -4,2027 -1,8773
Kloroform -6,18000* ,45233 ,000 -7,3427 -5,0173
Etil asetat -6,76000* ,45233 ,000 -7,9227 -5,5973
Butanol -4,84000* ,45233 ,000 -6,0027 -3,6773
*. The mean difference is significant at the .05 level.
92

Lampiran 9. Hasil Skrining Fitokimia terhadap Ekstrak Buah Gambas

Pengujian Perubahan Berdasarkan Teori (jika Perubahan yang Terjadi pada Waktu Pengujian
Test yang
Golongan ekstrak terdapat golongan Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Butanol
Dilakukan
Senyawa senyawa uji). Metanol Heksana Kloroform Etil asetat
1. Alkaloid Test Terjadi Endapan . Endapan (+) (-) Endapan (+) (-) Endapan (+)
Wagner
2. Fenolat Test FeCl3 Terjadi perubahan warna menjadi Hijau (-) Hijau (+) Hijau tua Coklat
merah ungu, biru/hitam. kecoklatan (+) (+) kehijauan (+)
3. Saponin Test busa Terbentuk busa yang stabil selama Terbentuk (-) (-) Terbentuk (-)
± 30 menit. busa stabil (+) busa stabil
(+)
4.Tanin dan Test FeCl3 Terjadi perubahan warna menjadi Hijau (-) Hijau (+) Hijau (+) Hijau
polifenol biru kehitaman (tanin terhidrolisa), kecoklatan (+) kecoklatan (+)
hijau kecoklatan (tanin
terkondensasi), selain warna
tersebut (polifenol).
Test Terbentuk endapan. Terbentuk (-) Terbentuk Terbentuk Terbentuk
Gelatin endapan (+) endapan (+) endapan endapan (+)
(+)
5.Flavonoid Test HCl
dan Perubahan warna menjadi merah Ungu (+) (-) Ungu tua Merah hati Merah Coklat
dipanaskan kuat/violet/ungu. (+) (+) (+)

6.Terpenoid Test Terjadi perubahan warna ungu. ungu (+) ungu (+) ungu (+) ungu (+) (-)
Vanilin-
H2SO4
Keterangan : (-) = tidak ada perubahan, (+) terjadi perubahan atau positif senyawa uji

92
93

Lampiran 10. Hasil KLT Ekstrak Etil Asetat.

Dari hasil pengujian plat KLT setelah penyemprotan reagen spesifik


didapatkan sejumlah noda dengan nilai Rf dan warna tertentu yang diamati
dibawah sinar tampak, UV 254 nm dan UV 365 nm. Penampakkan sejumlah
noda dicocokkan warnanya dengan dasar teori dan hasil pengamatan plat KLT
sebagai berikut :
1. Tabel Hasil pengamatan plat KLT
Reagen Yang Hasil Pengamatan Plat KLT
Disemprotkan Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm
dan Senyawa Rf Warna Ke Rf Warna K Rf Warna Ket.
yang Diuji t. et
.
Tanpa Reagen Coklat - Coklat - Kuning -
0,13 pudar 0,15 pudar 0,090 hijau
Coklat - Coklat - Biru -
0,33 pudar 0,34 0,38 hijau
Coklat - Biru
0,51 0,82 terang
AlCl3 Kuning + Coklat - Hijau +
(flavonoid) 0,090 coklat 0,090 merah 0,080 kuning
Kuning - Coklat - Biru -
0,39 coklat 0,41 merah 0,20 terang
Coklat - Kuning +
0,60 merah 0,39 hijau
Coklat - Biru -
0,95 merah 0,84 terang
FeCl3 (Tanin 0,18 Hitam + 0,18 Hitam + 0,18 Hitam +
dan Fenolat) abu- abu-abu abu-
abu abu
Vanilin-H2SO4 0,090 Hitam - 0,090 Hitam - 0,090 Hitam -
(Terpenoid) abu- abu-abu abu-
abu abu
0,41 Ungu +
SbCl3 20% - - - Coklat - Hijau -
dalam 0,080 merah 0,090 kuning
kloroform Coklat - Biru +
(Saponin) 0,25 merah 0,25 hijau
Biru +
0,55
Keterangan : Rf = Retardation factor, Ket = Keterangan : (-) = negatif senyawa
uji, (+) = positif senyawa uji.
94

2. Gambar Hasil Pengamatan Uji KLT Ekstrak Etil Asetat.

a. Gambar plat KLT dengan Pengembang kloroform : etil asetat (1:1) sebelum
disemprot.

Rf = 0,82
Rf = 0,62
Rf = 0,51
Rf = 0,33
Rf = 0,34 Rf = 0,38

Rf = 0,15
Rf = 0,13
Rf = 0,090

Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm

b. Gambar hasil uji KLT senyawa flavonoid (Plat setelah disemprot AlCl3)

Rf = 0,95
Rf = 0,84

Rf = 0,60

Rf = 0,41 Rf = 0,39
Rf = 0,39

Rf = 0,20
Rf = 0,090
Rf = 0,090 Rf = 0,080

Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm


95

c. Gambar hasil uji KLT senyawa Tanin dan Fenolat (Plat setelah disemprot
FeCl3)

Rf = 0,18 Rf = 0,18 Rf = 0,18

Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm

d. Gambar hasil uji KLT senyawa Terpenoid (Plat setelah disemprot Vanilin-
H2SO4 )

Rf = 0,41

Rf = 0,090 Rf = 0,090 Rf = 0,090

Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm


96

e. Gambar hasil uji KLT senyawa Saponin (Plat setelah disemprot SbCl3 20%
dalam kloroform)

Rf = 0,55

Rf = 0,25
Rf = 0,25
Rf = 0,080 Rf = 0,090

Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm


97

Lampiran 11. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat

Tabel 1. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-1)


Konsentrasi Diameter hambat (mm)
mg/μL
E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa
χ1 χ2 χ1 χ2 χ1 χ2 χ1 χ2
0,75 13,42 13,33 14,12 13,97 13,63 13,82 13,49 13,16
13,38 ± 0,07 14,05 ± 0,11 13,73 ± 0,134 13,33 ± 0,23
0,30 10,77 11,44 11,71 12,29 11,43 11,12 11,09 10,88
10,47 ± 1,11 12,00 ± 0,41 11,28 ± 0,219 10,99 ± 0,15
0,10 9,85 9,36 8,3 8,74 9,22 9,14 9,93 9,68
9,61 ± 0,35 8,52 ± 0,31 9,18 ± 0,06 9,81 ± 0,18
0,029 7,95 7,9 7,17 7,41 7,36 7,69 7,64 7,35
7,93 ± 0,04 7,29 ± 0,17 7,53 ± 0,23 7,50 ± 0,20
Keterangan Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Keterangan : diameter lubang = 6 mm

Gambar Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-1)

Gambar 1 Gambar 2

Keterangan Gambar :
5. Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam)
adalah 75%, 25%, 50% dan 10% yang setara dengan berat sampel 0,75
mg/lubang, 0,30 mg/lubang, 0,10 mg/lubang dan 0,029 mg/lubang dan lubang
berada di tengah diisi dengan DMSO
98

Gambar 3 Gambar 4

Karena pada uji pertama konsentrasi terkecil ekstrak etil asetat 0,0286
mg/μL masih menghambat pertumbuhan semua bakteri uji dan belum diketahui
konsentrasi yang sudah tidak menghambat lagi maka dilakukan uji lagi dengan
hasil uji ke-2 sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2)


Konsentrasi Diameter hambat (mm)
mg/μL
E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa
χ1 χ2 χ1 χ2 χ1 χ2 χ1 χ2
0,10 9,90 10,37 9,42 10,15 9,70 10,36 13,11 12,63
0,050 8,72 8,28 7,97 8,41 8,28 8,57 9,54 9,98
0,030 7,20 7,95 8,21 7,71 7,84 7,92 8,57 8,07
0,020 6,68 7,09 7,36 7,14 7,23 7,44 7,73 7,65
0,010 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
Keterangan Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8
Keterangan : diameter lubang = 6 mm

Dari tabel 2. dapat disimpulkan bahwa KHM ekstrak etil asetat adalah
0,020 mg/μL atau berat sampel 0,40 mg/lubang untuk keempat bakteri uji,
karena pada konsentrasi 0,010 mg/μL ekstrak sudah tidak menghambat
pertumbuhan pada semua bakteri.
99

Gambar Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2)


(pada gambar tertera konsentrasi 10% yang sama dengan 0,10 mg/μL dan berlaku
untuk semua konsentrasi)

Gambar 5 Gambar 6
Keterangan Gambar :
Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam)
adalah 10%, 1%, 5%, 3% dan 2% yang setara dengan berat sampel 2,0
mg/lubang, 0,20 mg/lubang, 1,0 mg/lubang, 0,60 mg/lubang dan 0,40
mg/lubang dan lubang yang berada di tengah diisi dengan DMSO

Gambar 7 Gambar 8
100

Lampiran 12. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing-
Masing Konsentrasi ekstrak pada Penentuan KHM Ekstrak Etil
Asetat.

Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh
variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5)
dan data dari tabel 2 Lampiran 11 dimasukan sebagai berikut :

IN PUT DATA
Variable View
No Name Type Label variabel Label value
1. EA 0,10 Numeric 8.2 Diameter hambat etil None
asetat 0,10 mg/mikro L
2. EA 0,050 Numeric 8.2 Diameter hambat etil None
asetat 0,05 mg/mikro L
3. EA 0,030 Numeric 8.2 Diameter hambat etil None
asetat 0,03 mg/mikro L
4. EA 0,020 Numeric 8.2 Diameter hambat etil None
asetat 0,02 mg/mikro L
5. EA 0,010 Numeric 8.2 Diameter hambat etil None
asetat 0,01 mg/mikro L
Bakteri Numeric 8.2 Bakteri 1,00 = “ S. aureus”
2,00 = “ P. aeruginosa”
3,00 = “ E. coli”
4,00 = “ B. subtilis”

Data View
EA EA EA EA EA Bakteri
0,10 0,05 0,03 0,02 0,01
9,90 8,72 7,20 6,68 6,00 3,00
10,37 8,28 7,95 7,09 6,00 3,00
9,42 7,97 8,21 7,36 6,00 4,00
10,15 8,41 7,71 7,14 6,00 4,00
9,70 8,28 7,84 7,23 6,00 1,00
10,36 8,57 7,92 7,44 6,00 1,00
13,11 9,54 8,57 7,73 6,00 2,00
12,63 9,98 8,07 7,65 6,00 2,00
101

OUT PUT DATA

Descriptives

95% Confidence Interval for


Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Diameter hambat etil S. aures 2 10,0300 ,46669 ,33000 5,8370 14,2230 9,70 10,36
asetat 0,10 mg/mikro L P.aeruginosa 2 12,8700 ,33941 ,24000 9,8205 15,9195 12,63 13,11
E. coli 2 10,1350 ,33234 ,23500 7,1490 13,1210 9,90 10,37
B.subtilis 2 9,7850 ,51619 ,36500 5,1472 14,4228 9,42 10,15
Total 8 10,7050 1,38038 ,48804 9,5510 11,8590 9,42 13,11
Diameter hambat etil S. aures 2 8,4250 ,20506 ,14500 6,5826 10,2674 8,28 8,57
asetat 0,050 mg/mikro L P.aeruginosa 2 9,7600 ,31113 ,22000 6,9646 12,5554 9,54 9,98
E. coli 2 8,5000 ,31113 ,22000 5,7046 11,2954 8,28 8,72
B.subtilis 2 8,1900 ,31113 ,22000 5,3946 10,9854 7,97 8,41
Total 8 8,7188 ,68954 ,24379 8,1423 9,2952 7,97 9,98
Diameter hambat etil S. aures 2 7,8800 ,05657 ,04000 7,3718 8,3882 7,84 7,92
asetat 0,030 mg/mikro L P.aeruginosa 2 8,3200 ,35355 ,25000 5,1434 11,4966 8,07 8,57
E. coli 2 7,5750 ,53033 ,37500 2,8102 12,3398 7,20 7,95
B.subtilis 2 7,9600 ,35355 ,25000 4,7834 11,1366 7,71 8,21
Total 8 7,9338 ,39594 ,13999 7,6027 8,2648 7,20 8,57
Diameter hambat etil S. aures 2 7,3350 ,14849 ,10500 6,0008 8,6692 7,23 7,44
asetat 0,020 mg/mikro L P.aeruginosa 2 7,6900 ,05657 ,04000 7,1818 8,1982 7,65 7,73
E. coli 2 6,8850 ,28991 ,20500 4,2802 9,4898 6,68 7,09
B.subtilis 2 7,2500 ,15556 ,11000 5,8523 8,6477 7,14 7,36
Total 8 7,2900 ,33569 ,11868 7,0094 7,5706 6,68 7,73
Diameter hambat etil S. aures 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
asetat 0,010 mg/mikro L P.aeruginosa 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
E. coli 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
B.subtilis 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total
8 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00

ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Diameter hambat etil Between Groups 12,628 3 4,209 23,718 ,005
asetat 0,10 mg/mikro L Within Groups ,710 4 ,177
Total 13,338 7
Diameter hambat etil Between Groups 2,996 3 ,999 12,015 ,018
asetat 0,050 mg/mikro L Within Groups ,332 4 ,083
Total 3,328 7
Diameter hambat etil Between Groups ,563 3 ,188 1,404 ,364
asetat 0,030 mg/mikro L Within Groups ,534 4 ,134
Total
1,097 7

Diameter hambat etil Between Groups ,655 3 ,218 6,545 ,051


asetat 0,020 mg/mikro L Within Groups ,134 4 ,033
Total ,789 7
Diameter hambat etil Between Groups ,000 3 ,000 . .
asetat 0,010 mg/mikro L Within Groups ,000 4 ,000
Total ,000 7
102

Multiple Comparisons

LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
Dependent Variable (I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Diameter hambat etil S. aures P.aeruginosa -2,84000* ,42128 ,003 -4,0097 -1,6703
asetat 0,10 mg/mikro L E. coli -,10500 ,42128 ,815 -1,2747 1,0647
B.subtilis ,24500 ,42128 ,592 -,9247 1,4147
P.aeruginosa S. aures 2,84000* ,42128 ,003 1,6703 4,0097
E. coli 2,73500* ,42128 ,003 1,5653 3,9047
B.subtilis 3,08500* ,42128 ,002 1,9153 4,2547
E. coli S. aures ,10500 ,42128 ,815 -1,0647 1,2747
P.aeruginosa -2,73500* ,42128 ,003 -3,9047 -1,5653
B.subtilis ,35000 ,42128 ,453 -,8197 1,5197
B.subtilis S. aures -,24500 ,42128 ,592 -1,4147 ,9247
P.aeruginosa -3,08500* ,42128 ,002 -4,2547 -1,9153
E. coli -,35000 ,42128 ,453 -1,5197 ,8197
Diameter hambat etil S. aures P.aeruginosa -1,33500* ,28829 ,010 -2,1354 -,5346
asetat 0,050 mg/mikro L E. coli -,07500 ,28829 ,808 -,8754 ,7254
B.subtilis ,23500 ,28829 ,461 -,5654 1,0354
P.aeruginosa S. aures 1,33500* ,28829 ,010 ,5346 2,1354
E. coli 1,26000* ,28829 ,012 ,4596 2,0604
B.subtilis 1,57000* ,28829 ,006 ,7696 2,3704
E. coli S. aures ,07500 ,28829 ,808 -,7254 ,8754
P.aeruginosa -1,26000* ,28829 ,012 -2,0604 -,4596
B.subtilis ,31000 ,28829 ,343 -,4904 1,1104
B.subtilis S. aures -,23500 ,28829 ,461 -1,0354 ,5654
P.aeruginosa -1,57000* ,28829 ,006 -2,3704 -,7696
E. coli -,31000 ,28829 ,343 -1,1104 ,4904
Diameter hambat etil S. aures P.aeruginosa -,44000 ,36553 ,295 -1,4549 ,5749
asetat 0,030 mg/mikro L E. coli ,30500 ,36553 ,451 -,7099 1,3199
B.subtilis -,08000 ,36553 ,837 -1,0949 ,9349
P.aeruginosa S. aures ,44000 ,36553 ,295 -,5749 1,4549
E. coli ,74500 ,36553 ,111 -,2699 1,7599
B.subtilis ,36000 ,36553 ,380 -,6549 1,3749
E. coli S. aures -,30500 ,36553 ,451 -1,3199 ,7099
P.aeruginosa -,74500 ,36553 ,111 -1,7599 ,2699
B.subtilis -,38500 ,36553 ,352 -1,3999 ,6299
B.subtilis S. aures ,08000 ,36553 ,837 -,9349 1,0949
P.aeruginosa -,36000 ,36553 ,380 -1,3749 ,6549
E. coli ,38500 ,36553 ,352 -,6299 1,3999
Diameter hambat etil S. aures P.aeruginosa -,35500 ,18269 ,124 -,8622 ,1522
asetat 0,020 mg/mikro L E. coli ,45000 ,18269 ,069 -,0572 ,9572
B.subtilis ,08500 ,18269 ,666 -,4222 ,5922
P.aeruginosa S. aures ,35500 ,18269 ,124 -,1522 ,8622
E. coli ,80500* ,18269 ,012 ,2978 1,3122
B.subtilis ,44000 ,18269 ,074 -,0672 ,9472
E. coli S. aures -,45000 ,18269 ,069 -,9572 ,0572
P.aeruginosa -,80500* ,18269 ,012 -1,3122 -,2978
B.subtilis -,36500 ,18269 ,116 -,8722 ,1422
B.subtilis S. aures -,08500 ,18269 ,666 -,5922 ,4222
P.aeruginosa -,44000 ,18269 ,074 -,9472 ,0672
E. coli ,36500 ,18269 ,116 -,1422 ,8722
*. The mean difference is significant at the .05 level.
103

Lampiran 13. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi ekstrak
pada Masing-Masing Bakteri pada Penentuan KHM Ekstrak Etil
Asetat.

Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh
variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5)
dan data dari Tabel 2 Lampiran 11 dimasukan sebagai berikut :

IN PUT DATA
Variable View
N Name Type Label variabel Label value
o
1. Dhsaur Numeric 8.2 DH S.aureus None
2. Dhpaeru Numeric 8.2 DH P.aeruginosa None
3. Dhecoli Numeric 8.2 DH E.coli None
4. Dhbsubtil Numeric 8.2 DH B.subtilis None
5. Konsent Numeric 8.2 Konsentrasi 1,00 = “EA 0,10 mg/mikro L”
2,00 = “EA 0,050 mg/mikro L ”
3,00 = “EA 0,030 mg/mikro L ”
4,00 = “EA 0,020 mg/mikro L”
5,00 = “EA 0,010 mg/mikro L ”

Data View
Dhsaur Dhpaeru Dhecoli Dhbsubtil Konsent
9,70 13,11 9,90 9,42 1,00
10,36 12,63 10,37 10,15 1,00
8,28 9,54 8,72 7,97 2,00
8,57 9,98 8,28 8,41 2,00
7,84 8,57 7,20 8,21 3,00
7,92 8,07 7,95 7,71 3,00
7,23 7,73 6,68 7,36 4,00
7,44 7,65 7,09 7,14 4,00
6,00 6,00 6,00 6,00 5,00
6,00 6,00 6,00 6,00 5,00
104

OUT PUT DATA


Descriptives

95% Confidence Interval for


Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
DH S.aureus EA 0,10 mg/mikro L 2 10,0300 ,46669 ,33000 5,8370 14,2230 9,70 10,36
EA 0,050 mg/mikro L 2 8,4250 ,20506 ,14500 6,5826 10,2674 8,28 8,57
EA 0,030 mg/mikro L 2 7,8800 ,05657 ,04000 7,3718 8,3882 7,84 7,92
EA 0,020 mg/mikro L 2 7,3350 ,14849 ,10500 6,0008 8,6692 7,23 7,44
EA 0,010 mg/mikro L 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 7,9340 1,40467 ,44420 6,9292 8,9388 6,00 10,36
DH P.aeruginosa EA 0,10 mg/mikro L 2 12,8700 ,33941 ,24000 9,8205 15,9195 12,63 13,11
EA 0,050 mg/mikro L 2 9,7600 ,31113 ,22000 6,9646 12,5554 9,54 9,98
EA 0,030 mg/mikro L 2 8,3200 ,35355 ,25000 5,1434 11,4966 8,07 8,57
EA 0,020 mg/mikro L 2 7,6900 ,05657 ,04000 7,1818 8,1982 7,65 7,73
EA 0,010 mg/mikro L 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 8,9280 2,44391 ,77283 7,1797 10,6763 6,00 13,11
DH E.coli EA 0,10 mg/mikro L 2 10,1350 ,33234 ,23500 7,1490 13,1210 9,90 10,37
EA 0,050 mg/mikro L 2 8,5000 ,31113 ,22000 5,7046 11,2954 8,28 8,72
EA 0,030 mg/mikro L 2 7,5750 ,53033 ,37500 2,8102 12,3398 7,20 7,95
EA 0,020 mg/mikro L 2 6,8850 ,28991 ,20500 4,2802 9,4898 6,68 7,09
EA 0,010 mg/mikro L 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 7,8190 1,51691 ,47969 6,7339 8,9041 6,00 10,37
DH B.subtilis EA 0,10 mg/mikro L 2 9,7850 ,51619 ,36500 5,1472 14,4228 9,42 10,15
EA 0,050 mg/mikro L 2 8,1900 ,31113 ,22000 5,3946 10,9854 7,97 8,41
EA 0,030 mg/mikro L 2 7,9600 ,35355 ,25000 4,7834 11,1366 7,71 8,21
EA 0,020 mg/mikro L 2 7,2500 ,15556 ,11000 5,8523 8,6477 7,14 7,36
EA 0,010 mg/mikro L 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 10 7,8370 1,32580 ,41925 6,8886 8,7854 6,00 10,15

ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
DH E.coli Between Groups 20,137 4 5,034 43,962 ,000
Within Groups ,573 5 ,115
Total 20,709 9
DH S.aureus Between Groups 17,473 4 4,368 76,608 ,000
Within Groups ,285 5 ,057
Total 17,758 9
DH P.aeruginosa Between Groups 53,414 4 13,354 196,260 ,000
Within Groups ,340 5 ,068
Total 53,754 9
DH B.subtilis Between Groups 15,307 4 3,827 37,338 ,001
Within Groups ,512 5 ,102
Total 15,820 9
105

Multiple Comparisons

LSD

Mean
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi Difference 95% Confidence Interval
Dependent Variable (mg/mikro L) (mg/mikro L) (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
DH S.aureus EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L 1,60500* ,23879 ,001 ,9912 2,2188
EA 0,030 mg/mikro L 2,15000* ,23879 ,000 1,5362 2,7638
EA 0,020 mg/mikro L 2,69500* ,23879 ,000 2,0812 3,3088
EA 0,010 mg/mikro L 4,03000* ,23879 ,000 3,4162 4,6438
EA 0,050 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -1,60500* ,23879 ,001 -2,2188 -,9912
EA 0,030 mg/mikro L ,54500 ,23879 ,071 -,0688 1,1588
EA 0,020 mg/mikro L 1,09000* ,23879 ,006 ,4762 1,7038
EA 0,010 mg/mikro L 2,42500* ,23879 ,000 1,8112 3,0388
EA 0,030 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -2,15000* ,23879 ,000 -2,7638 -1,5362
EA 0,050 mg/mikro L -,54500 ,23879 ,071 -1,1588 ,0688
EA 0,020 mg/mikro L ,54500 ,23879 ,071 -,0688 1,1588
EA 0,010 mg/mikro L 1,88000* ,23879 ,001 1,2662 2,4938
EA 0,020 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -2,69500* ,23879 ,000 -3,3088 -2,0812
EA 0,050 mg/mikro L -1,09000* ,23879 ,006 -1,7038 -,4762
EA 0,030 mg/mikro L -,54500 ,23879 ,071 -1,1588 ,0688
EA 0,010 mg/mikro L 1,33500* ,23879 ,003 ,7212 1,9488
EA 0,010 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -4,03000* ,23879 ,000 -4,6438 -3,4162
EA 0,050 mg/mikro L -2,42500* ,23879 ,000 -3,0388 -1,8112
EA 0,030 mg/mikro L -1,88000* ,23879 ,001 -2,4938 -1,2662
EA 0,020 mg/mikro L -1,33500* ,23879 ,003 -1,9488 -,7212
DH P.aeruginosa EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L 3,11000* ,26084 ,000 2,4395 3,7805
EA 0,030 mg/mikro L 4,55000* ,26084 ,000 3,8795 5,2205
EA 0,020 mg/mikro L 5,18000* ,26084 ,000 4,5095 5,8505
EA 0,010 mg/mikro L 6,87000* ,26084 ,000 6,1995 7,5405
EA 0,050 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -3,11000* ,26084 ,000 -3,7805 -2,4395
EA 0,030 mg/mikro L 1,44000* ,26084 ,003 ,7695 2,1105
EA 0,020 mg/mikro L 2,07000* ,26084 ,001 1,3995 2,7405
EA 0,010 mg/mikro L 3,76000* ,26084 ,000 3,0895 4,4305
EA 0,030 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -4,55000* ,26084 ,000 -5,2205 -3,8795
EA 0,050 mg/mikro L -1,44000* ,26084 ,003 -2,1105 -,7695
EA 0,020 mg/mikro L ,63000 ,26084 ,060 -,0405 1,3005
EA 0,010 mg/mikro L 2,32000* ,26084 ,000 1,6495 2,9905
EA 0,020 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -5,18000* ,26084 ,000 -5,8505 -4,5095
EA 0,050 mg/mikro L -2,07000* ,26084 ,001 -2,7405 -1,3995
EA 0,030 mg/mikro L -,63000 ,26084 ,060 -1,3005 ,0405
EA 0,010 mg/mikro L 1,69000* ,26084 ,001 1,0195 2,3605
EA 0,010 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -6,87000* ,26084 ,000 -7,5405 -6,1995
EA 0,050 mg/mikro L -3,76000* ,26084 ,000 -4,4305 -3,0895
EA 0,030 mg/mikro L -2,32000* ,26084 ,000 -2,9905 -1,6495
EA 0,020 mg/mikro L -1,69000* ,26084 ,001 -2,3605 -1,0195
*. The mean difference is significant at the .05 level.
106

Multiple Comparisons

LSD

Mean
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi Difference 95% Confidence Interval
Dependent Variable (mg/mikro L) (mg/mikro L) (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
DH E.coli EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L 1,63500* ,33839 ,005 ,7651 2,5049
EA 0,030 mg/mikro L 2,56000* ,33839 ,001 1,6901 3,4299
EA 0,020 mg/mikro L 3,25000* ,33839 ,000 2,3801 4,1199
EA 0,010 mg/mikro L 4,13500* ,33839 ,000 3,2651 5,0049
EA 0,050 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -1,63500* ,33839 ,005 -2,5049 -,7651
EA 0,030 mg/mikro L ,92500* ,33839 ,041 ,0551 1,7949
EA 0,020 mg/mikro L 1,61500* ,33839 ,005 ,7451 2,4849
EA 0,010 mg/mikro L 2,50000* ,33839 ,001 1,6301 3,3699
EA 0,030 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -2,56000* ,33839 ,001 -3,4299 -1,6901
EA 0,050 mg/mikro L -,92500* ,33839 ,041 -1,7949 -,0551
EA 0,020 mg/mikro L ,69000 ,33839 ,097 -,1799 1,5599
EA 0,010 mg/mikro L 1,57500* ,33839 ,006 ,7051 2,4449
EA 0,020 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -3,25000* ,33839 ,000 -4,1199 -2,3801
EA 0,050 mg/mikro L -1,61500* ,33839 ,005 -2,4849 -,7451
EA 0,030 mg/mikro L -,69000 ,33839 ,097 -1,5599 ,1799
EA 0,010 mg/mikro L ,88500* ,33839 ,047 ,0151 1,7549
EA 0,010 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -4,13500* ,33839 ,000 -5,0049 -3,2651
EA 0,050 mg/mikro L -2,50000* ,33839 ,001 -3,3699 -1,6301
EA 0,030 mg/mikro L -1,57500* ,33839 ,006 -2,4449 -,7051
EA 0,020 mg/mikro L -,88500* ,33839 ,047 -1,7549 -,0151
DH B.subtilis EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L 1,59500* ,32014 ,004 ,7721 2,4179
EA 0,030 mg/mikro L 1,82500* ,32014 ,002 1,0021 2,6479
EA 0,020 mg/mikro L 2,53500* ,32014 ,001 1,7121 3,3579
EA 0,010 mg/mikro L 3,78500* ,32014 ,000 2,9621 4,6079
EA 0,050 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -1,59500* ,32014 ,004 -2,4179 -,7721
EA 0,030 mg/mikro L ,23000 ,32014 ,505 -,5929 1,0529
EA 0,020 mg/mikro L ,94000* ,32014 ,032 ,1171 1,7629
EA 0,010 mg/mikro L 2,19000* ,32014 ,001 1,3671 3,0129
EA 0,030 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -1,82500* ,32014 ,002 -2,6479 -1,0021
EA 0,050 mg/mikro L -,23000 ,32014 ,505 -1,0529 ,5929
EA 0,020 mg/mikro L ,71000 ,32014 ,077 -,1129 1,5329
EA 0,010 mg/mikro L 1,96000* ,32014 ,002 1,1371 2,7829
EA 0,020 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -2,53500* ,32014 ,001 -3,3579 -1,7121
EA 0,050 mg/mikro L -,94000* ,32014 ,032 -1,7629 -,1171
EA 0,030 mg/mikro L -,71000 ,32014 ,077 -1,5329 ,1129
EA 0,010 mg/mikro L 1,25000* ,32014 ,011 ,4271 2,0729
EA 0,010 mg/mikro L EA 0,10 mg/mikro L -3,78500* ,32014 ,000 -4,6079 -2,9621
EA 0,050 mg/mikro L -2,19000* ,32014 ,001 -3,0129 -1,3671
EA 0,030 mg/mikro L -1,96000* ,32014 ,002 -2,7829 -1,1371
EA 0,020 mg/mikro L -1,25000* ,32014 ,011 -2,0729 -,4271
*. The mean difference is significant at the .05 level.
107

Lampiran 14. Hasil Uji KHM dan Penentuan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat
terhadap Ampisilin

Untuk menentukan KHM Ampisilin dan nilai banding maka dilakukan


uji antibakteri ampisilin dengan berbagai konsentrasi dan hasil uji sebagai berikut

Tabel 1. Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin

Konsentrasi Diameter hambat (mm)


mg/μL
E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa
1,5 .10-5 13,01 13,29 12,03 12,46 13,30 13,10 13,49 13,03
7,6.10-6 10,92 10,25 10,16 10,54 10,30 9,94 10,22 10,02
3,8.10-6 9,94 9,86 9,89 10,03 8,64 9,03 9,11 9,48
1,9.10-6 8,08 8,38 8,89 8,75 7,94 8,15 7,51 7,16
1,0.10-6 7,68 7,84 7,79 8,07 7,17 7,30 6,00 6,00
5,0.10-7 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00
2,5.10-7 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
1,2.10-7 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
Keterangan Gambar 1 Gambar 3 Gambar 5 dan Gambar 7 dan
dan gambar 2 dan gambar 4 gambar 6 gambar 8

Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin


(pada gambar tertera konsentrasi 15 ppm yang sama dengan 1,5 .10-5 mg/μL dan
berlaku untuk semua konsentrasi)
a. Bakteri E. coli.

Gambar 1 Gambar 2
108

b. Bakteri B. subtilis.

Gambar 3 Gambar 4

Keterangan Gambar :
6. Pada gambar tertera konsentrasi 0,125 ppm yang sama dengan 1,2.10-7
mg/μL dan berlaku untuk semua konsentrasi.
7. konsentrasi yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah
(gambar kiri) 0,125 ppm, 3,8 ppm, 0,25 ppm, 15 ppm dan tengah diisi
DMSO dan (gambar kanan) 1 ppm, 1,9 ppm, 0,5 ppm,7,6 ppm dan
ditengah diisi DMSO.

c. Bakteri S. auerus.

Gambar 5 Gambar 6
109

d. Bakteri P. aeruginosa.

Gambar 7 Gambar 8

Uji penentuan nilai banding dilakukan bersamaan dengan ekstrak etil


asetat dengan konsentrasi 0,1 mg/μL. Hasil pengujian sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat

Konsentrasi Diameter hambat (mm)


Ekstrak etil E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa
asetat
0,10 mg/μL 10,39 9,93 9,81 9,68 10,88 11,13 11,68 11,96
10,16±0,23 9,74±0,06 11,01±0,12 11,32±0,38
110

Lampiran 15. Penentuan KHM Ampisilin

Dari Tabel 1 Lampiran 14 didapatkan data sebagai berikut

Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin


Konsentrasi Diameter hambat (mm)
mg/μL
E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa
1,5 .10-5 13,01 13,29 12,03 12,46 13,30 13,10 13,49 13,03
7,6.10-6 10,92 10,25 10,16 10,54 10,30 9,94 10,22 10,02
3,8.10-6 9,94 9,86 9,89 10,03 8,64 9,03 9,11 9,48
1,9.10-6 8,08 8,38 8,89 8,75 7,94 8,15 7,51 7,16
1,0.10-6 7,68 7,84 7,79 8,07 7,17 7,30 6,00 6,00
5,0.10-7 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00
2,5.10-7 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
1,2.10-7 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00

KHM ditentukan dengan memilih konsentrasi terkecil ekstrak yang


masih menghambat pertumbuhan bakteri uji, contoh pada bakteri B. subtilis
konsentrasi 5.10-7 mg/μL merupakan konsentrasi terkecil ampisilin yang masih
dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditandai pada konsentrasi dibawahnya
yaitu konsentrasi 2,5.10-7 mg/μL dan 1,25.10-7 mg/μL ampisilin sudah tidak
menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis lagi. KHM ampisilin untuk bakteri
B. subtilis adalah 5.10-7 mg/μL dan KHM ampisilin untuk semua bakteri uji
adalah sebagai berikut sebagai berikut : E.coli 5,0.10-7 mg/μL, B.subtilis 5,0.10-
7
mg/μL, S.aureus 1,0.10-6mg/μL, P.aeruginosa 1,9.10-6mg/μL
111

Lampiran 16. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi Ampisilin
pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri
Ampisilin.

Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh
variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5)
dan data dari tabel 1 Lampiran 14 dimasukan sebagai berikut :

IN PUT DATA
Variable View
No Name Type Label variabel Label value
1. DHSaur Numeric 8.2 DH (S.aureus)
2. DHpaeru Numeric 8.2 DH (P.aeruginosa)
3. DHecol Numeric 8.2 DH (E.coli)
4. DHBsubtil Numeric 8.2 DH (B.subtilis)
5. Konsentrasi Numeric 8.2 Konsentrasi 1,00 = “1,5.10^ -5”
2,00 = “7,6.10^ -6”
3,00 = “3,8.10^ -6”
4,00 = “1,9.10^ -6”
5,00 = “1,0.10^ -6”
6,00 = “5,0.10^ -7”
7,00 = “2,5.10^ -7”
8,00 = “1,2.10^ -7”

Data View
DHSaur DHpaeru DHecol DHBsubtil Konsentrasi
13,30 13,49 13,01 12,03 1,00
13,10 13,03 13,29 12,46 1,00
10,30 10,22 10,92 10,16 2,00
9,94 10,03 10,25 10,54 2,00
8,64 9,11 9,94 9,89 3,00
9,03 9,48 9,86 10,03 3,00
7,94 7,16 8,08 8,89 4,00
8,15 7,51 8,38 8,75 4,00
7,17 6,00 7,68 7,79 5,00
7,30 6,00 7,84 8,07 5,00
6,00 6,00 7,17 7,18 6,00
6,00 6,00 7,30 7,27 6,00
6,00 6,00 6,00 6,00 7,00
6,00 6,00 6,00 6,00 7,00
6,00 6,00 6,00 6,00 8,00
6,00 6,00 6,00 6,00 8,00
112

OUT PUT DATA


Descriptives

95% Confidence Interval for


Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
DH (S.aureus) 1,5.10^-5 2 13,2000 ,14142 ,10000 11,9294 14,4706 13,10 13,30
7,9.10^-6 2 10,1200 ,25456 ,18000 7,8329 12,4071 9,94 10,30
3,6.10^-5 2 8,8350 ,27577 ,19500 6,3573 11,3127 8,64 9,03
1,9.10^-5 2 8,0450 ,14849 ,10500 6,7108 9,3792 7,94 8,15
1,0.10^-6 2 7,2350 ,09192 ,06500 6,4091 8,0609 7,17 7,30
5,0.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
2,5.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
1,2.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 16 8,1794 2,44014 ,61004 6,8791 9,4796 6,00 13,30
DH (P.aeruginosa) 1,5.10^-5 2 13,2600 ,32527 ,23000 10,3376 16,1824 13,03 13,49
7,9.10^-6 2 10,1250 ,13435 ,09500 8,9179 11,3321 10,03 10,22
3,6.10^-5 2 9,2950 ,26163 ,18500 6,9444 11,6456 9,11 9,48
1,9.10^-5 2 7,3350 ,24749 ,17500 5,1114 9,5586 7,16 7,51
1,0.10^-6 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
5,0.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
2,5.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
1,2.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 16 8,0019 2,59305 ,64826 6,6201 9,3836 6,00 13,49
DH (E.coli) 1,5.10^-5 2 13,1500 ,19799 ,14000 11,3711 14,9289 13,01 13,29
7,9.10^-6 2 10,5850 ,47376 ,33500 6,3284 14,8416 10,25 10,92
3,6.10^-5 2 9,9000 ,05657 ,04000 9,3918 10,4082 9,86 9,94
1,9.10^-5 2 8,2300 ,21213 ,15000 6,3241 10,1359 8,08 8,38
1,0.10^-6 2 7,7600 ,11314 ,08000 6,7435 8,7765 7,68 7,84
5,0.10^-7 2 7,2350 ,09192 ,06500 6,4091 8,0609 7,17 7,30
2,5.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
1,2.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 16 8,6075 2,38676 ,59669 7,3357 9,8793 6,00 13,29
DH (B.subtilis) 1,5.10^-5 2 12,2450 ,30406 ,21500 9,5132 14,9768 12,03 12,46
7,9.10^-6 2 10,3500 ,26870 ,19000 7,9358 12,7642 10,16 10,54
3,6.10^-5 2 9,9600 ,09899 ,07000 9,0706 10,8494 9,89 10,03
1,9.10^-5 2 8,8200 ,09899 ,07000 7,9306 9,7094 8,75 8,89
1,0.10^-6 2 7,9300 ,19799 ,14000 6,1511 9,7089 7,79 8,07
5,0.10^-7 2 7,2250 ,06364 ,04500 6,6532 7,7968 7,18 7,27
2,5.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
1,2.10^-7 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 16 8,5663 2,13575 ,53394 7,4282 9,7043 6,00 12,46

ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
DH (S.aureus) Between Groups 89,123 7 12,732 532,296 ,000
Within Groups ,191 8 ,024
Total 89,314 15
DH (P.aeruginosa) Between Groups 100,605 7 14,372 453,469 ,000
Within Groups ,254 8 ,032
Total 100,858 15
DH (E.coli) Between Groups 85,116 7 12,159 292,031 ,000
Within Groups ,333 8 ,042
Total 85,449 15
DH (B.subtilis) Between Groups 68,194 7 9,742 342,575 ,000
Within Groups ,228 8 ,028
Total 68,421 15
113

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH (S.aureus)


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,08000* ,15466 ,000 2,7234 3,4366
3,6.10^-5 4,36500* ,15466 ,000 4,0084 4,7216
1,9.10^-5 5,15500* ,15466 ,000 4,7984 5,5116
1,0.10^-6 5,96500* ,15466 ,000 5,6084 6,3216
5,0.10^-7 7,20000* ,15466 ,000 6,8434 7,5566
2,5.10^-7 7,20000* ,15466 ,000 6,8434 7,5566
1,2.10^-7 7,20000* ,15466 ,000 6,8434 7,5566
7,9.10^-6 1,5.10^-5 -3,08000* ,15466 ,000 -3,4366 -2,7234
3,6.10^-5 1,28500* ,15466 ,000 ,9284 1,6416
1,9.10^-5 2,07500* ,15466 ,000 1,7184 2,4316
1,0.10^-6 2,88500* ,15466 ,000 2,5284 3,2416
5,0.10^-7 4,12000* ,15466 ,000 3,7634 4,4766
2,5.10^-7 4,12000* ,15466 ,000 3,7634 4,4766
1,2.10^-7 4,12000* ,15466 ,000 3,7634 4,4766
3,6.10^-5 1,5.10^-5 -4,36500* ,15466 ,000 -4,7216 -4,0084
7,9.10^-6 -1,28500* ,15466 ,000 -1,6416 -,9284
1,9.10^-5 ,79000* ,15466 ,001 ,4334 1,1466
1,0.10^-6 1,60000* ,15466 ,000 1,2434 1,9566
5,0.10^-7 2,83500* ,15466 ,000 2,4784 3,1916
2,5.10^-7 2,83500* ,15466 ,000 2,4784 3,1916
1,2.10^-7 2,83500* ,15466 ,000 2,4784 3,1916
1,9.10^-5 1,5.10^-5 -5,15500* ,15466 ,000 -5,5116 -4,7984
7,9.10^-6 -2,07500* ,15466 ,000 -2,4316 -1,7184
3,6.10^-5 -,79000* ,15466 ,001 -1,1466 -,4334
1,0.10^-6 ,81000* ,15466 ,001 ,4534 1,1666
5,0.10^-7 2,04500* ,15466 ,000 1,6884 2,4016
2,5.10^-7 2,04500* ,15466 ,000 1,6884 2,4016
1,2.10^-7 2,04500* ,15466 ,000 1,6884 2,4016
1,0.10^-6 1,5.10^-5 -5,96500* ,15466 ,000 -6,3216 -5,6084
7,9.10^-6 -2,88500* ,15466 ,000 -3,2416 -2,5284
3,6.10^-5 -1,60000* ,15466 ,000 -1,9566 -1,2434
1,9.10^-5 -,81000* ,15466 ,001 -1,1666 -,4534
5,0.10^-7 1,23500* ,15466 ,000 ,8784 1,5916
2,5.10^-7 1,23500* ,15466 ,000 ,8784 1,5916
1,2.10^-7 1,23500* ,15466 ,000 ,8784 1,5916
5,0.10^-7 1,5.10^-5 -7,20000* ,15466 ,000 -7,5566 -6,8434
7,9.10^-6 -4,12000* ,15466 ,000 -4,4766 -3,7634
3,6.10^-5 -2,83500* ,15466 ,000 -3,1916 -2,4784
1,9.10^-5 -2,04500* ,15466 ,000 -2,4016 -1,6884
1,0.10^-6 -1,23500* ,15466 ,000 -1,5916 -,8784
2,5.10^-7 ,00000 ,15466 1,000 -,3566 ,3566
1,2.10^-7 ,00000 ,15466 1,000 -,3566 ,3566
2,5.10^-7 1,5.10^-5 -7,20000* ,15466 ,000 -7,5566 -6,8434
7,9.10^-6 -4,12000* ,15466 ,000 -4,4766 -3,7634
3,6.10^-5 -2,83500* ,15466 ,000 -3,1916 -2,4784
1,9.10^-5 -2,04500* ,15466 ,000 -2,4016 -1,6884
1,0.10^-6 -1,23500* ,15466 ,000 -1,5916 -,8784
5,0.10^-7 ,00000 ,15466 1,000 -,3566 ,3566
1,2.10^-7 ,00000 ,15466 1,000 -,3566 ,3566
1,2.10^-7 1,5.10^-5 -7,20000* ,15466 ,000 -7,5566 -6,8434
7,9.10^-6 -4,12000* ,15466 ,000 -4,4766 -3,7634
3,6.10^-5 -2,83500* ,15466 ,000 -3,1916 -2,4784
1,9.10^-5 -2,04500* ,15466 ,000 -2,4016 -1,6884
1,0.10^-6 -1,23500* ,15466 ,000 -1,5916 -,8784
5,0.10^-7 ,00000 ,15466 1,000 -,3566 ,3566
2,5.10^-7 ,00000 ,15466 1,000 -,3566 ,3566
*. The mean difference is significant at the .05 level.
114

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH (P.aeruginosa)


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,13500* ,17803 ,000 2,7245 3,5455
3,6.10^-5 3,96500* ,17803 ,000 3,5545 4,3755
1,9.10^-5 5,92500* ,17803 ,000 5,5145 6,3355
1,0.10^-6 7,26000* ,17803 ,000 6,8495 7,6705
5,0.10^-7 7,26000* ,17803 ,000 6,8495 7,6705
2,5.10^-7 7,26000* ,17803 ,000 6,8495 7,6705
1,2.10^-7 7,26000* ,17803 ,000 6,8495 7,6705
7,9.10^-6 1,5.10^-5 -3,13500* ,17803 ,000 -3,5455 -2,7245
3,6.10^-5 ,83000* ,17803 ,002 ,4195 1,2405
1,9.10^-5 2,79000* ,17803 ,000 2,3795 3,2005
1,0.10^-6 4,12500* ,17803 ,000 3,7145 4,5355
5,0.10^-7 4,12500* ,17803 ,000 3,7145 4,5355
2,5.10^-7 4,12500* ,17803 ,000 3,7145 4,5355
1,2.10^-7 4,12500* ,17803 ,000 3,7145 4,5355
3,6.10^-5 1,5.10^-5 -3,96500* ,17803 ,000 -4,3755 -3,5545
7,9.10^-6 -,83000* ,17803 ,002 -1,2405 -,4195
1,9.10^-5 1,96000* ,17803 ,000 1,5495 2,3705
1,0.10^-6 3,29500* ,17803 ,000 2,8845 3,7055
5,0.10^-7 3,29500* ,17803 ,000 2,8845 3,7055
2,5.10^-7 3,29500* ,17803 ,000 2,8845 3,7055
1,2.10^-7 3,29500* ,17803 ,000 2,8845 3,7055
1,9.10^-5 1,5.10^-5 -5,92500* ,17803 ,000 -6,3355 -5,5145
7,9.10^-6 -2,79000* ,17803 ,000 -3,2005 -2,3795
3,6.10^-5 -1,96000* ,17803 ,000 -2,3705 -1,5495
1,0.10^-6 1,33500* ,17803 ,000 ,9245 1,7455
5,0.10^-7 1,33500* ,17803 ,000 ,9245 1,7455
2,5.10^-7 1,33500* ,17803 ,000 ,9245 1,7455
1,2.10^-7 1,33500* ,17803 ,000 ,9245 1,7455
1,0.10^-6 1,5.10^-5 -7,26000* ,17803 ,000 -7,6705 -6,8495
7,9.10^-6 -4,12500* ,17803 ,000 -4,5355 -3,7145
3,6.10^-5 -3,29500* ,17803 ,000 -3,7055 -2,8845
1,9.10^-5 -1,33500* ,17803 ,000 -1,7455 -,9245
5,0.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
2,5.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
1,2.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
5,0.10^-7 1,5.10^-5 -7,26000* ,17803 ,000 -7,6705 -6,8495
7,9.10^-6 -4,12500* ,17803 ,000 -4,5355 -3,7145
3,6.10^-5 -3,29500* ,17803 ,000 -3,7055 -2,8845
1,9.10^-5 -1,33500* ,17803 ,000 -1,7455 -,9245
1,0.10^-6 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
2,5.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
1,2.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
2,5.10^-7 1,5.10^-5 -7,26000* ,17803 ,000 -7,6705 -6,8495
7,9.10^-6 -4,12500* ,17803 ,000 -4,5355 -3,7145
3,6.10^-5 -3,29500* ,17803 ,000 -3,7055 -2,8845
1,9.10^-5 -1,33500* ,17803 ,000 -1,7455 -,9245
1,0.10^-6 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
5,0.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
1,2.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
1,2.10^-7 1,5.10^-5 -7,26000* ,17803 ,000 -7,6705 -6,8495
7,9.10^-6 -4,12500* ,17803 ,000 -4,5355 -3,7145
3,6.10^-5 -3,29500* ,17803 ,000 -3,7055 -2,8845
1,9.10^-5 -1,33500* ,17803 ,000 -1,7455 -,9245
1,0.10^-6 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
5,0.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
2,5.10^-7 ,00000 ,17803 1,000 -,4105 ,4105
*. The mean difference is significant at the .05 level.
115

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH (B.subtilis)


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,89500* ,16863 ,000 1,5061 2,2839
3,6.10^-5 2,28500* ,16863 ,000 1,8961 2,6739
1,9.10^-5 3,42500* ,16863 ,000 3,0361 3,8139
1,0.10^-6 4,31500* ,16863 ,000 3,9261 4,7039
5,0.10^-7 5,02000* ,16863 ,000 4,6311 5,4089
2,5.10^-7 6,24500* ,16863 ,000 5,8561 6,6339
1,2.10^-7 6,24500* ,16863 ,000 5,8561 6,6339
7,9.10^-6 1,5.10^-5 -1,89500* ,16863 ,000 -2,2839 -1,5061
3,6.10^-5 ,39000* ,16863 ,049 ,0011 ,7789
1,9.10^-5 1,53000* ,16863 ,000 1,1411 1,9189
1,0.10^-6 2,42000* ,16863 ,000 2,0311 2,8089
5,0.10^-7 3,12500* ,16863 ,000 2,7361 3,5139
2,5.10^-7 4,35000* ,16863 ,000 3,9611 4,7389
1,2.10^-7 4,35000* ,16863 ,000 3,9611 4,7389
3,6.10^-5 1,5.10^-5 -2,28500* ,16863 ,000 -2,6739 -1,8961
7,9.10^-6 -,39000* ,16863 ,049 -,7789 -,0011
1,9.10^-5 1,14000* ,16863 ,000 ,7511 1,5289
1,0.10^-6 2,03000* ,16863 ,000 1,6411 2,4189
5,0.10^-7 2,73500* ,16863 ,000 2,3461 3,1239
2,5.10^-7 3,96000* ,16863 ,000 3,5711 4,3489
1,2.10^-7 3,96000* ,16863 ,000 3,5711 4,3489
1,9.10^-5 1,5.10^-5 -3,42500* ,16863 ,000 -3,8139 -3,0361
7,9.10^-6 -1,53000* ,16863 ,000 -1,9189 -1,1411
3,6.10^-5 -1,14000* ,16863 ,000 -1,5289 -,7511
1,0.10^-6 ,89000* ,16863 ,001 ,5011 1,2789
5,0.10^-7 1,59500* ,16863 ,000 1,2061 1,9839
2,5.10^-7 2,82000* ,16863 ,000 2,4311 3,2089
1,2.10^-7 2,82000* ,16863 ,000 2,4311 3,2089
1,0.10^-6 1,5.10^-5 -4,31500* ,16863 ,000 -4,7039 -3,9261
7,9.10^-6 -2,42000* ,16863 ,000 -2,8089 -2,0311
3,6.10^-5 -2,03000* ,16863 ,000 -2,4189 -1,6411
1,9.10^-5 -,89000* ,16863 ,001 -1,2789 -,5011
5,0.10^-7 ,70500* ,16863 ,003 ,3161 1,0939
2,5.10^-7 1,93000* ,16863 ,000 1,5411 2,3189
1,2.10^-7 1,93000* ,16863 ,000 1,5411 2,3189
5,0.10^-7 1,5.10^-5 -5,02000* ,16863 ,000 -5,4089 -4,6311
7,9.10^-6 -3,12500* ,16863 ,000 -3,5139 -2,7361
3,6.10^-5 -2,73500* ,16863 ,000 -3,1239 -2,3461
1,9.10^-5 -1,59500* ,16863 ,000 -1,9839 -1,2061
1,0.10^-6 -,70500* ,16863 ,003 -1,0939 -,3161
2,5.10^-7 1,22500* ,16863 ,000 ,8361 1,6139
1,2.10^-7 1,22500* ,16863 ,000 ,8361 1,6139
2,5.10^-7 1,5.10^-5 -6,24500* ,16863 ,000 -6,6339 -5,8561
7,9.10^-6 -4,35000* ,16863 ,000 -4,7389 -3,9611
3,6.10^-5 -3,96000* ,16863 ,000 -4,3489 -3,5711
1,9.10^-5 -2,82000* ,16863 ,000 -3,2089 -2,4311
1,0.10^-6 -1,93000* ,16863 ,000 -2,3189 -1,5411
5,0.10^-7 -1,22500* ,16863 ,000 -1,6139 -,8361
1,2.10^-7 ,00000 ,16863 1,000 -,3889 ,3889
1,2.10^-7 1,5.10^-5 -6,24500* ,16863 ,000 -6,6339 -5,8561
7,9.10^-6 -4,35000* ,16863 ,000 -4,7389 -3,9611
3,6.10^-5 -3,96000* ,16863 ,000 -4,3489 -3,5711
1,9.10^-5 -2,82000* ,16863 ,000 -3,2089 -2,4311
1,0.10^-6 -1,93000* ,16863 ,000 -2,3189 -1,5411
5,0.10^-7 -1,22500* ,16863 ,000 -1,6139 -,8361
2,5.10^-7 ,00000 ,16863 1,000 -,3889 ,3889
*. The mean difference is significant at the .05 level.
116

Kesimpulan

Secara umum dengan analisa ANOVA menunjukkan bahwa pada


keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi mempunyai pengaruh
dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut dengan LSD
menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi
secara umum mempunyai pengaruh yang beda, kecuali pada :
1. Bakteri S. aureus antara konsentrasi 5.10 -7 mg/μL dengan 2,5.10-7 mg/μL,
5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL dan 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7
mg/μL,
2. Bakteri P. aeruginosa antara konsentrasi 10-6 mg/μL dengan 5.10-7 mg/μL, 10-
6
mg/μL dengan 2,5.10-7mg/μL, 10-6 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL, 5.10-7
mg/μL dengan 2,5.10-7 mg/μL, 5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL dan
2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL,
3. Bakteri E. coli antara konsentrasi 1,9.10-6 mg/μL dengan 10-6 mg/μL dan
2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL,
4. Bakteri B. subtilis antara konsentrasi 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL,
dengan analisa LSD menunjukkan pengaruh yang sama.
117

Lampiran 17. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Ampisilin
pada Masing-Masing Konsentrasi pada Uji Aktivitas Antibakteri
Ampisilin.

Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh
variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5.)
dan data dari tabel 1. Lampiran 14 dimasukan sebagai berikut :

IN PUT DATA
Variable View
No Name Type Label variabel Label value
1. ampls15 Numeric 8.2 DH amp 1,5.10^ -5 None
2. ampls7.6 Numeric 8.2 DH amp 7,6.10^ -6 None
3. ampls3.8 Numeric 8.2 DH amp 3,8.10^ -6 None
4. ampls1.9 Numeric 8.2 DH amp 1,9.10^ -6 None
5. ampls1 Numeric 8.2 DH amp 1,0.10^ -6 None
6. ampls0.5 Numeric 8.2 DH amp 5,0.10^ -7 None
7. ampls0.25 Numeric 8.2 DH amp 2,5.10^ -7 None
8 Bakteri Numeric 8.2 Bakteri 1,00 = “ S. aureus”
2,00 = “ P. aeruginosa”
3,00 = “ E. coli”
4,00 = “ B. subtilis”
5,00 = “ S. thypi”
.9. ampls0.125 Numeric 8.2 DH amp 1,2.10^ -7

Data View
ampls ampls ampls ampls ampls ampls ampls Bakteri Ampls
15 7.6 3.8 1.9 1 0.5 0.25 0.125
13,01 10,92 9,94 8,08 8,08 7,17 6,00 3,00 6,00
13,29 10,25 9,86 8,38 8,38 7,30 6,00 3,00 6,00
12,03 10,16 9,89 8,89 7,79 7,18 6,00 4,00 6,00
12,46 10,54 10,03 8,75 8,07 7,27 6,00 4,00 6,00
13,30 10,30 8,64 7,94 7,17 6,00 6,00 1,00 6,00
13,10 9,94 9,03 8,15 7,30 6,00 6,00 1,00 6,00
13,49 10,22 9,11 7,51 6,00 6,00 6,00 2,00 6,00
13,03 10,02 9,48 7,16 6,00 6,00 6,00 2,00 6,00
118

OUT PUT DATA

Descriptives

95% Confidence Interval for


Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
DH amp 1,5.10^ -5 S.aureus 2 13,2000 ,14142 ,10000 11,9294 14,4706 13,10 13,30
P.aeruginosa 2 13,2600 ,32527 ,23000 10,3376 16,1824 13,03 13,49
E.coli 2 13,1500 ,19799 ,14000 11,3711 14,9289 13,01 13,29
B.subtilis 2 12,2450 ,30406 ,21500 9,5132 14,9768 12,03 12,46
Total 8 12,9638 ,48509 ,17151 12,5582 13,3693 12,03 13,49
DH amp 7,6.10^ -6 S.aureus 2 10,1200 ,25456 ,18000 7,8329 12,4071 9,94 10,30
P.aeruginosa 2 10,1200 ,14142 ,10000 8,8494 11,3906 10,02 10,22
E.coli 2 10,5850 ,47376 ,33500 6,3284 14,8416 10,25 10,92
B.subtilis 2 10,3500 ,26870 ,19000 7,9358 12,7642 10,16 10,54
Total 8 10,2938 ,31126 ,11005 10,0335 10,5540 9,94 10,92
DH amp 3,8.10^ -6 S.aureus 2 8,8350 ,27577 ,19500 6,3573 11,3127 8,64 9,03
P.aeruginosa 2 9,2950 ,26163 ,18500 6,9444 11,6456 9,11 9,48
E.coli 2 9,9000 ,05657 ,04000 9,3918 10,4082 9,86 9,94
B.subtilis 2 9,9600 ,09899 ,07000 9,0706 10,8494 9,89 10,03
Total 8 9,4975 ,51674 ,18270 9,0655 9,9295 8,64 10,03
DH amp 1,9.10^ -6 S.aureus 2 8,0450 ,14849 ,10500 6,7108 9,3792 7,94 8,15
P.aeruginosa 2 7,3350 ,24749 ,17500 5,1114 9,5586 7,16 7,51
E.coli 2 8,2300 ,21213 ,15000 6,3241 10,1359 8,08 8,38
B.subtilis 2 8,8200 ,09899 ,07000 7,9306 9,7094 8,75 8,89
Total 8 8,1075 ,58368 ,20636 7,6195 8,5955 7,16 8,89
DH amp 1,0.10^ -6S.aureus 2 7,2350 ,09192 ,06500 6,4091 8,0609 7,17 7,30
P.aeruginosa 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
E.coli 2 8,2300 ,21213 ,15000 6,3241 10,1359 8,08 8,38
B.subtilis 2 7,9300 ,19799 ,14000 6,1511 9,7089 7,79 8,07
Total 8 7,3488 ,92472 ,32694 6,5757 8,1218 6,00 8,38
DH amp 5,0.10^ -7 S.aureus 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
P.aeruginosa 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
E.coli 2 7,2350 ,09192 ,06500 6,4091 8,0609 7,17 7,30
B.subtilis 2 7,2250 ,06364 ,04500 6,6532 7,7968 7,18 7,27
Total 8 6,6150 ,65883 ,23293 6,0642 7,1658 6,00 7,30
DH amp 2,5.10^ -7 S.aureus 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
P.aeruginosa 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
E.coli 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
B.subtilis 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 8 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
DH amp 1,2.10^ -7 S.aureus 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
P.aeruginosa 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
E.coli 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
B.subtilis 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
Total 8 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00
119

ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
DH amp 1,5.10^ -5 Between Groups 1,390 3 ,463 7,197 ,043
Within Groups ,257 4 ,064
Total 1,647 7
DH amp 7,6.10^ -6 Between Groups ,297 3 ,099 1,037 ,466
Within Groups ,381 4 ,095
Total ,678 7
DH amp 3,8.10^ -6 Between Groups 1,712 3 ,571 14,490 ,013
Within Groups ,157 4 ,039
Total 1,869 7
DH amp 1,9.10^ -6 Between Groups 2,247 3 ,749 21,691 ,006
Within Groups ,138 4 ,035
Total 2,385 7
DH amp 1,0.10^ -6 Between Groups 5,893 3 1,964 84,807 ,000
Within Groups ,093 4 ,023
Total 5,986 7
DH amp 5,0.10^ -7 Between Groups 3,026 3 1,009 322,763 ,000
Within Groups ,012 4 ,003
Total 3,038 7
DH amp 2,5.10^ -7 Between Groups ,000 3 ,000 . .
Within Groups ,000 4 ,000
Total ,000 7
DH amp 1,2.10^ -7 Between Groups ,000 3 ,000 . .
Within Groups ,000 4 ,000
Total ,000 7

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH amp 1,5.10^ -5


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S.aureus P.aeruginosa -,06000 ,25370 ,825 -,7644 ,6444
E.coli ,05000 ,25370 ,853 -,6544 ,7544
B.subtilis ,95500* ,25370 ,020 ,2506 1,6594
P.aeruginosa S.aureus ,06000 ,25370 ,825 -,6444 ,7644
E.coli ,11000 ,25370 ,687 -,5944 ,8144
B.subtilis 1,01500* ,25370 ,016 ,3106 1,7194
E.coli S.aureus -,05000 ,25370 ,853 -,7544 ,6544
P.aeruginosa -,11000 ,25370 ,687 -,8144 ,5944
B.subtilis ,90500* ,25370 ,023 ,2006 1,6094
B.subtilis S.aureus -,95500* ,25370 ,020 -1,6594 -,2506
P.aeruginosa -1,01500* ,25370 ,016 -1,7194 -,3106
E.coli -,90500* ,25370 ,023 -1,6094 -,2006
*. The mean difference is significant at the .05 level.
120

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH amp 7,6.10^ -6


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S.aureus P.aeruginosa ,00000 ,30881 1,000 -,8574 ,8574
E.coli -,46500 ,30881 ,207 -1,3224 ,3924
B.subtilis -,23000 ,30881 ,498 -1,0874 ,6274
P.aeruginosa S.aureus ,00000 ,30881 1,000 -,8574 ,8574
E.coli -,46500 ,30881 ,207 -1,3224 ,3924
B.subtilis -,23000 ,30881 ,498 -1,0874 ,6274
E.coli S.aureus ,46500 ,30881 ,207 -,3924 1,3224
P.aeruginosa ,46500 ,30881 ,207 -,3924 1,3224
B.subtilis ,23500 ,30881 ,489 -,6224 1,0924
B.subtilis S.aureus ,23000 ,30881 ,498 -,6274 1,0874
P.aeruginosa ,23000 ,30881 ,498 -,6274 1,0874
E.coli -,23500 ,30881 ,489 -1,0924 ,6224

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH amp 3,8.10^ -6


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S.aureus P.aeruginosa -,46000 ,19843 ,081 -1,0109 ,0909
E.coli -1,06500* ,19843 ,006 -1,6159 -,5141
B.subtilis -1,12500* ,19843 ,005 -1,6759 -,5741
P.aeruginosa S.aureus ,46000 ,19843 ,081 -,0909 1,0109
E.coli -,60500* ,19843 ,038 -1,1559 -,0541
B.subtilis -,66500* ,19843 ,029 -1,2159 -,1141
E.coli S.aureus 1,06500* ,19843 ,006 ,5141 1,6159
P.aeruginosa ,60500* ,19843 ,038 ,0541 1,1559
B.subtilis -,06000 ,19843 ,777 -,6109 ,4909
B.subtilis S.aureus 1,12500* ,19843 ,005 ,5741 1,6759
P.aeruginosa ,66500* ,19843 ,029 ,1141 1,2159
E.coli ,06000 ,19843 ,777 -,4909 ,6109
*. The mean difference is significant at the .05 level.
121

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH amp 1,9.10^ -6


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S.aureus P.aeruginosa ,71000* ,18581 ,019 ,1941 1,2259
E.coli -,18500 ,18581 ,376 -,7009 ,3309
B.subtilis -,77500* ,18581 ,014 -1,2909 -,2591
P.aeruginosa S.aureus -,71000* ,18581 ,019 -1,2259 -,1941
E.coli -,89500* ,18581 ,009 -1,4109 -,3791
B.subtilis -1,48500* ,18581 ,001 -2,0009 -,9691
E.coli S.aureus ,18500 ,18581 ,376 -,3309 ,7009
P.aeruginosa ,89500* ,18581 ,009 ,3791 1,4109
B.subtilis -,59000* ,18581 ,034 -1,1059 -,0741
B.subtilis S.aureus ,77500* ,18581 ,014 ,2591 1,2909
P.aeruginosa 1,48500* ,18581 ,001 ,9691 2,0009
E.coli ,59000* ,18581 ,034 ,0741 1,1059
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH amp 1,0.10^ -6


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S.aureus P.aeruginosa 1,23500* ,15219 ,001 ,8124 1,6576
E.coli -,99500* ,15219 ,003 -1,4176 -,5724
B.subtilis -,69500* ,15219 ,010 -1,1176 -,2724
P.aeruginosa S.aureus -1,23500* ,15219 ,001 -1,6576 -,8124
E.coli -2,23000* ,15219 ,000 -2,6526 -1,8074
B.subtilis -1,93000* ,15219 ,000 -2,3526 -1,5074
E.coli S.aureus ,99500* ,15219 ,003 ,5724 1,4176
P.aeruginosa 2,23000* ,15219 ,000 1,8074 2,6526
B.subtilis ,30000 ,15219 ,120 -,1226 ,7226
B.subtilis S.aureus ,69500* ,15219 ,010 ,2724 1,1176
P.aeruginosa 1,93000* ,15219 ,000 1,5074 2,3526
E.coli -,30000 ,15219 ,120 -,7226 ,1226
*. The mean difference is significant at the .05 level.
122

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DH amp 5,0.10^ -7


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
S.aureus P.aeruginosa ,00000 ,05590 1,000 -,1552 ,1552
E.coli -1,23500* ,05590 ,000 -1,3902 -1,0798
B.subtilis -1,22500* ,05590 ,000 -1,3802 -1,0698
P.aeruginosa S.aureus ,00000 ,05590 1,000 -,1552 ,1552
E.coli -1,23500* ,05590 ,000 -1,3902 -1,0798
B.subtilis -1,22500* ,05590 ,000 -1,3802 -1,0698
E.coli S.aureus 1,23500* ,05590 ,000 1,0798 1,3902
P.aeruginosa 1,23500* ,05590 ,000 1,0798 1,3902
B.subtilis ,01000 ,05590 ,867 -,1452 ,1652
B.subtilis S.aureus 1,22500* ,05590 ,000 1,0698 1,3802
P.aeruginosa 1,22500* ,05590 ,000 1,0698 1,3802
E.coli -,01000 ,05590 ,867 -,1652 ,1452
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Kesimpulan

Hasil Analisa ANOVA secara umum menunjukkan konsentrasi 1,5 10-5


mg/μL, 3,8.10-6 mg/μL, 1,9.10-6 mg/μL, 10-6 mg/μL dan 5.10-7 mg/μL dengan
adanya variasi bakteri mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan
bakteri uji dan pada konsentrasi 7,6.10-6 mg/μL adanya variasi bakteri
menunjukkan tidak berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.
Analisa lebih lanjut dengan LSD menunjukkan pada :
1. konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa,
S. aureus dengan E. coli, dan E. coli dengan P. aeruginosa,
2. konsentrasi 3,8.10-6 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa dan
bakteri B. subtilis dengan E. coli,
3. Konsentrasi 1,9.10-6 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan E. coli,
4. konsentrasi 10-6mg/μL antara bakteri E. coli dengan B. subtilis, dan
5. konsentrasi 5.10-7 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa dan
bakteri B. subtilis dengan E. coli
dengan adanya variasi bakteri menunjukkan pengaruh yang sama
123

Lampiran 18. Perhitungan Nilai Banding


Untuk menghitung nilai banding ekstrak terlebih dahulu dilakukan
perhitungan rata-rata diameter hambat dan logaritma konsentrasi sampel dari
pengujian aktivitas antibakteri ampisilin (data dari Tabel 1. Lampiran 14.). Hasil
perhitungan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Perhitungan Rata-Rata Diameter Hambat dan Logaritma


Konsentrasi Sampel

Bakteri Logaritma Rata-Rata Diameter


Konsentrasi (mg/μL) Hambat (mm)
E. coli -4,8 13,20
-5,1 10,60
-5,4 9,91
-5,7 8,23
-6,0 7,76
-6,3 7,24
-6,6 6,00
B. subtilis -4,8 12,20
-5,1 10,40
-5,4 9,96
-5,7 8,82
-6,0 7,93
-6,3 7,23
-6,6 6,00
S. aureus -4,8 13,20
-5,1 10,10
-5,4 8,84
-5,7 8,05
-6,0 7,24
-6,3 6,00
P. aeruginosa -4,8 13,30
-5,1 10,10
-5,4 9,30
-5,7 7,34
-6,0 6,00
Keterangan: Data yang diambil dari tabel 1 Lampiran 14 adalah data sampai rata-
rata diameter hambat 6 mm yang pertama pada masing-masing
bakteri uji.
124

Dari tabel 1 dibuat grafik standart konsentrasi ampisilin dengan rata-


rata diameter hambat untuk masing-masing bakteri dengan cara memplotkan
sumbu-X dengan logaritma konsentrasi Ampisilin dan sumbu-Y dengan rata-rata
diameter hambat, didapatkan grafik standart dan persamaan garis sebagai berikut :

Grafik 1. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter


Hambat (mm) untuk Bakteri E. coli

40
Rata-Rata Diameter Hambat (mm)

35

y = 3,66x + 29,90 30
2
R = 0,94
25

20

15

10

0
-8 -6 -4 -2 0
Log konsentrasi (mg/mikro L)

Grafik 2. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter


Hambat (mm) untuk Bakteri B. subtilis

35
Rata-Rata Diameter Hambat (mm)

30

25
y = 3,26x + 27,58
2 20
R = 0,98

15

10

0
-8 -6 -4 -2 0

Log Konse ntrasi (mg/mikro L)


]
125

Grafik 3. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter


Hambat (mm) untuk Bakteri S. aureus

Rata-Rata Diameter Hambat (mm) 40

35

30
y = 4,40x + 33,41
25
R2 = 0,93
20

15

10

0
-8 -6 -4 -2 0 2
Log Konsentrasi (mg/mikro L)

Grafik 4. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter


Hambat (mm) untuk Bakteri P. aeruginosa

45
Rata-Rata Diameter Hambat

40
35
y = 5,86x + 40,94
2
30
R = 0,96
(mm)

25
20
15
10
5
0
-8 -6 -4 -2 0 2
Log Konsentrasi (mg/mikro L)
126

Persamaan garis linear yang didapatkan dari grafik standart untuk


selanjutnya digunakan untuk menghitung konsentrasi ekstrak etil asetat yang
setara dengan konsentrasi ampisilin. Perhitungan dengan memplotkan rata-rata
diameter hambat ekstrak etil asetat konsentrasi 0,1 mg/μL ke persamaan garis
untuk masing-masing bakteri. Persamaan garis linear yang didapat dan rata-rata
diameter hambat ekstrak etil asetat didapatkan dari data uji banding ekstrak etil
asetat (data dari Tabel 2 Lampiran 14) nilainya sebagai berikut :

Tabel 2. Persamaan Garis dan Rata-rata Diameter Hambat Ekstrak Etil Asetat
Konsentrasi 0,10 mg/μL untuk Masing-masing Bakteri

Bakteri Persamaan Garis Rata-rata diameter


hambat ekstrak etil asetat
konsentrasi 0,10 mg/μL
E. coli y = 3,6x + 29,9 10,16±0,23
B. subtilis y = 3,2x + 27,6 9,74±0,06
S. aureus y = 4,4x + 33,4 11,01±0,12
P. aeruginosa y = 5,7x + 40,9 11,32±0,38

Perhitungan konsentrasi etil asetat yang setara dengan ampisilin


untuk masing-masing bakteri sebagai berikut :
Persamaam garis pada masing-masing bakteri secara umum adalah
y = Bx + A
Keterangan
x: Logaritma konsentrasi ampisilin
y: Rata-rata diameter hambat
Untuk menghitung konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan
ampisilin yaitu dengan menganti nilai y dengan rata-rata diameter hambat ekstrak
etil asetat dan nilai x dicari antilognya untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak
yang setara dengan ampisilin.
127

Contoh perhitungan untuk bakteri E. coli :


Persamaan garis untuk bakteri E. coli. : y = 3,6 x + 29,9
Rata-rata diameter hambat ekstrak etil asetat untuk bakteri E. coli : 10,16 mm
Sehingga perhitungannya sebagai berikut :
y = 3,6 x + 29,9
y − 29,9
x=
3,6
10,16 − 29,9
x=
3,6
x = −5,5
anti log x = 3,2.10 −6
Konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin3,2 .10-6 mg/μL.
Setelah didapatkan konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan
ampisilin maka dilakukan perhitungan nilai banding dengan rumus :
Konsentras i ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin
Nilai Banding = × 100 %
konsentrasi ekstrak etil asetat yang sebenarnya

Contoh perhitungan nilai banding untuk bakteri E. coli :


Konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin = 4,046.10-6 mg/μL
Konsentrasi ekstrak yang sebenarnya = 0,10 mg/μL
Perhitungan :

3,2.10 − 6 mg
µL
Nilai Banding = × 100 % = 0,0032 %
0,10 mg
µL
Dan Nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin untuk bakteri E. coli
adalah 0,0032 %.
Hasil perhitungan konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan
ampisilin dan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin untuk masing-
masing bakteri sebagai berikut :
128

Tabel 4. Konsentrasi Ekstrak Etil Asetat yang Setara dengan Ampisilin dan Nilai
Banding Ekstrak Etil Asetat terhadap Ampisilin

Bakteri Konsentrasi Konsentrasi Nilai banding


ekstrak etil asetat ekstrak terhadap
yang sebenarnya etil asetat ampisilin
yang setara
dengan ampisilin
E. coli 0,10 mg/μL 3,2.10-6 mg/μL 0,0032 %
B. subtilis 0,10 mg/μL 2,5.10-6 mg/μL 0,0025 %
S. aureus 0,10 mg/μL 7,9.10-6 mg/μL 0,0079 %
P. aeruginosa 0,10 mg/μL 6,3.10-6 mg/μL 0,0063 %

Anda mungkin juga menyukai