Anda di halaman 1dari 12

A.

Diagnosis Banding
1. Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian.
a. Stroke Non Hemoragik
1) Berdasarkan Kausal:
a) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang.
Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
b) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung
atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran


darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut
adalah:

1) Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.


a) Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
c) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
2) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
a) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
b) Gangguan mental.
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e) Bisa terjadi kejang-kejang.
3) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
b) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
c) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4) Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
b) Meningkatnya refleks tendon.
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepalaberputar (vertigo).
e) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
f) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria).
g) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
h) Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan
setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata
(hemianopia homonim).
i) Gangguan pendengaran.
j) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
5) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
a) Koma
b) Hemiparesis kontra lateral.
c) Ketidakmampuan membaca (aleksia).
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
b. Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1) Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular.
2) Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV
(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
3) Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

Gejala stroke hemorargik:

1) Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)


Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri
kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid
pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas.
Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat
emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%
terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi
setelah 3 jam).
2) Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di
leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik
dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig
untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka
telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf
otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus
pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar
gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
3) Gejala Perdarahan Subdural
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala,
tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda
defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.
2. Pneumonia
i. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis, dan alveoli yang dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri, virus, parasit, dan jamur. Pneumonia menjadi bentuk infeksi saluran
napas bawah yang paling sering dijumpai (Stoppler, 2013).
ii. Patogenesis
Pneumonia dapat ditularkan melalui droplet yang mengandung
organisme penyebab pneumonia. Patogen yang paling sering dijumpai
adalah kuman Streptococcus pneumonia. Patogen dapat masuk ke trakea
terutama dari aspirasi bahan orofaring dan menyebabkan infeksi pada
parenkim paru setelah melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya
tahan mekanik (epitel silia dan mukus), humoral (antibodi dan komplemen),
dan seluler (makrofag, limfosit, dan sitokinnya). Mekanisme lain
penyebaran adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru dan secara hematogen
(Sudoyo et al, 2009). Patogen yang masuk ke paru-paru akan berkolonisasi
di alveoli sehingga terjadi akumulasi cairan dan pus pada area ini sebagai
bentuk mekanisme perlawanan tubuh terhadap infeksi (Stoppler, 2013).
iii. Gejala dan Diagnosis
Gejala klinis yang timbul antara lain sesak napas, demam,
menggigil, batuk berdahak, malaise, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Pneumonia virus ditandai dengan batuk kering dan non produktif, mialgia,
dan malaise (Sudoyo et al, 2009).
Diagnosis pneumonia berdasarkan gejala-gejala klinis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tanda fisis pada pneumonia yaitu tanda
konsolidasi paru yang meliputi perkusi paru pekak, suara napas tambahan
ronki nyaring, dan suara napas bronkial. Sedangkan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan adalah pemeriksaan radiologis, laboratorium, dan kultur
kuman dari sputum bila patogen kausa adalah bakteri. Pada pemeriksaan
radiologis didapatkan kesuraman homogen pada lobus paru akibat adanya
infiltrat. Distribusi infiltrat pada lobus inferior sugestif untuk kuman
aspirasi seperti Staphylococcus. Infiltrat pada lobus superior sering
ditimbulkan Klebsiella spp. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis yang menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit yang normal/
rendah disebabkan infeksi virus atau pada infeksi berat sehingga tidak
terjadi respons leukosit seperti pada orang tua (Sudoyo et al, 2009).
iv. Pneumonia pada usia lanjut
Usia lanjut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pneumonia
karena adanya imobilitas pada lansia. Retensi sputum dan aspirasi mudah
terjadi pada pasien geriatri akibat imobilisasi. Pada posisi berbaring, otot
diafragma dan interkostal tidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan
dinding dada terbatas sehingga sputum sulit keluar. Selain itu, daya pegas
elastik alveoli pada lansia menurun sehingga terjadi perubahan tekanan
penutup saluran udara kecil. Kondisi tersebut memudahkan lansia
mengalami pneumonia (Sudoyo et al, 2009).
v. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah pemberian obat untuk
menghilangkan agen infeksi. Bakteri menjadi penyebab tersering
pneumonia sehingga biasanya pemberian antibiotik dilakukan sambil
menunggu hasil pemeriksaan penunjang keluar. Antibiotik yang diberikan
biasanya adalah kombinasi golongan beta laktam dan macrolide. Golongan
beta laktam (penisilin G, amoxicillin, dan lain-lain) merupakan antibiotik
spektrum luas yang akan mengganggu proses sintesis dinding sel kuman.
Golongan macrolide (azitromisin, eritromisin, dan sebagainya) memiliki
mekanisme pengikatan dengan subunit ribosom 50s dan menghambat
disosiasi peptidil tRNA dari ribosom sehingga sintesis protein tergantung
RNA terganggu (Kamangar, 2011).
vi. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumonia
ekstrapulmoner seperti meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis,
peritonitis, dan empiema (Sudoyo et al, 2009).
3. Malnutrisi
Orang berusia lanjut ternyata seringkali mengalami masalah
malnutrisi walaupun mereka tidak kelihatan kurus. Semakin bertambah
umur seseorang, semakin tinggi risiko menderita malnutrisi. Menderita
penyakit tertentu, menurunnya fungsi fisiologis, pola makan yang salah,
faktor ekonomi, berkurangnya kontak sosial, serta mengkonsumsi banyak
obat adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada usia
lanjut. Bila malnutrisi tidak ditangani dengan baik akan membawa
konsekuensi defisiensi energi, protein dan nutrisi lainnya yang dapat
berakibat pada meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan serta
menurunnya kualitas hidup seseorang. Hal ini sebenarnya dapat dihindari
dengan asupan nutrisi tepat dan menerapkan pola hidup sehat sejak dini
(Setiati, 2000).
Menurut dr. Nina Kemala Sari, SpPDKGer, FINASIM, Malnutrisi
pada usia lanjut merupakan konsekuensi dari berbagai masalah sosial,
ekonomi, fisik-somatik, dan lingkungan. Pada pasien usia lanjut yang
sedang sakit, malnutrisi meningkatkan komplikasi penyakit, membutuhkan
waktu penyembuhan lebih lama serta menyebabkan biaya pengobatan
membengkak. Dengan demikian, nutrisi harus dianggap sebagai bagian dari
pengobatan itu sendiri agar penanganan penyakit lebih baik dan efesien.
Adanya gangguan mobilisasi (artritis dan stroke), gangguan kapasitas
aerobik, gangguan indra (mencium, merasakan, dan penglihatan), gangguan
gigi geligi/kemampuan mengunyah, malabsorbsi, penyakit kronik
(anoreksia, gangguan metabolisme), alkohol, dan obat-obatan
menyebabkan usia lanjut mudah mengalami malnutrisi. Faktor psikologis
seperti depresi dan dimensia serta faktor sosial ekonomi (keterbatasan
keuangan, pengetahuan gizi yang kurang, fasilitas memasak yang kurang
dan ketergantungan dengan orang lain) juga dapat menyebabkan usia lanjut
mengalami malnutrisi. Malnutrisi berhubungan dengan gangguan imunitas,
menghambat penyembuhan luka, penurunan kualitas hidup, peningkatan
biaya penggunaan fasilitas kesehatan, dan peningkatan mortalitas (Setiati,
2000).
Keluhan pasien usia lanjut yang datang ke RS seringkali ternyata
disebabkan karena mereka tidak mengkonsumsi nutrisi dengan baik. Oleh
karena itu, penting untuk dilakukan perbaikan asupan nutrisi agar orang tua
dapat mengkonsumsi makanan yang berimbang dan memenuhi kebutuhan
tubuh. Namun demikian, konsumsi nutrisi yang baik tidak hanya dilakukan
pada saat masa tua. Menabung cadangan nutrisi sejak dini perlu dilakukan
untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit degeneratif serta menurunnya
kualitas hidup (Setiati, 2000).
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya menjaga kebutuhan
nutrisi sejak usia tengah baya diharapkan dapat memiliki masa tua yang
sehat baik secara fisik dan mental. Manusia Lanjut Usia (MANULA) atau
yang sering disebut Lansia dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi,
meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan , bahkan
sebaliknya sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-selnya.
Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi fisik, baik
anatomis maupun fungsionalnya (Setiati, 2000).
Gigi-geligi pada Lansia mungkin sudah banyak yang rusak bahkan
copot, sehingga memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka
makanan harus diolah sehingga makanan tidak perlu digigit atau dikunyah
keras-keras. Makanan yang dipotong kecil-kecil, lunak dan mudah ditelan
akan sangat membantu para Lansia dalam mengkonsumsi makanannya.
Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun,
sehingga makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan fungsi
kelenjar pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung lemak, pada
umumnya lebih mudah dicerna, tetapi harus cukup mengandung protein dan
karbohidrat. Kadar serat yang tidak dicerna jangan terlalu banyak, tetapi
harus cukup tersedia untuk melancarkan peristalsis dan dengan demikian
melancarkan pula defaecatie, dan menghindarkan obstipasi (Setiati, 2000).
B. Terapi Kasus Pada Skenario
1. Oksigenasi
Indikasi pemberian O2 adalah adanya hipoksemia, yang dilihat dari:
a. Tanda klinis: Peningkatan frekuensi nafas, tarikan dinding dada yang dalam, napas
cuping hidung, bunyi napas abnormal, kejang lama, letargi atau koma.
b. Oksimeter denyut (Pulse oxymeter)
c. Analisis gas darah: pada lansia saturasi oksigen sudah mulai menurun
2. Pemberian Antibiotik pada Lansia

Kebanyakan pengobatan penyakit pada usia lanjut atau manula dilakukan dengan
pendekatan secara empiris yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dengan
tujuan agar antibiotik yang dipilih dapat melawan beberapa kemungkinan antibiotik
penyebab infeksi. Padahal tanpa disadari penggunaan antibiotik spektrum luas secara tidak
terkendali sangat memungkinkan timbulnya masalah yang tidak diinginkan seperti
timbulnya efek samping obat maupun potensi terjadinya resistensi. Alasan penggunaan
antibiotik sprektrum luas ini disebabkan oleh penyakit penyerta yang banyak diderita oleh
para lansia dan kondisi tertentu seperti diabetes melitus, payah jantung kronik, penyakit
vaskuler, penyakit paruobstruksi kronik (PPOK), peminum alkohol dan penyakit penyakit
lainnya. Penyakit-penyakit tersebut di atas umumnya terdapat pada usia lanjut. Faktor
predesposisi lain antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, keadaan
imunodefisiensi, kelainan ataukelemahan stuktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga ada
tindakan invasive sepertiinfuse, trakeotomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor
lingkungan khususnyatempat kediaman misalnya di rumah jompo, penggunaan antibiotik
dan obat suntik iv, sertaalkoholik yang meningkatkan terjadinya kuman gram negative
(Khairudin, 2009).
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan dapat membahayakan
kesehatan. Misalnya, mengakibatkan gangguan saluran pencernaan (diare, mual,
muntah).Khawatir masyarakat awam yang tidak paham, mempergunakan dosis antibiotik untuk
segala jenis penyakit. Penderita dapat mengalami reaksi alergi8. Mulai yang ringan seperti
ruam dangatal hingga berat seperti pembengkakan bibir, kelopak mata, sampai gangguan
napas. Sebab,bisa jadi penderita alergi dengan antibiotik tersebut. Efek yang terjadi dari
ringan hinggaberat. Pasien bisa mengalami anafilaktik shock atau shock karena
penggunaan antibiotik tersebut. Lebih berbahaya lagi, antibiotik juga bisa mengakibatkan
kelainan hati. Sepertidiketahui, antibiotik memiliki bahan dasar kimia. Selain berfungsi
membunuh kuman, bahankimia tersebut harus dinetralkan tubuh supaya aman. Caranya
adalah dengan memecah bahankimia tersebut (Katzung, 1986).
Pertimbangan pemberian obat terutama antibiotik pada usia lanjut, tidak saja
diambil berdasarkan ketentuan dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti dosis dan
perhatian lebih besar pada kemungkinan efek samping, karena adanya perbedaan fungsi
organorgan tubuh, dan lebih rentannya usia lanjut terhadap efek samping/efek toksik obat.
Prinsip-prinsip dasar pemakaian antibiotika pada usia lanjut tidak berbeda dengan
kelompok usia lainnya.Yang perlu diwaspadai adalah pemakaian antibiotika golongan
aminoglikosida dan laktam,yang ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi
ginjal karena usia lanjut akanmempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu
paruh obat menjadi lebihpanjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat
meningkat sampai dua kalilipat) dan memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik),
maupun organ lain (misalnyaototoksisitas) ( Katzung, 1986).

3. Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medik ialah meningkatkan kemampuan fungsional seseorang sesuai
dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan atau meningkatkan Kualitas
hidup dengan cara mencegah atau mengurangi Impairment, Disability dan handicap
semaksimal mungkin.
Geriatri dalam hal ini perlu dikonsulkan ke RM untuk mengetahui kemampuan
aktivitas pasien yang selanjutnya ditentukan apakah perlu di ikutkan program dalam RM
atau tidak. Jika perlu, selanjutnya rencanakan program-program yang mendukung sesuai
keluhan dan keterbatasan kemampuan beraktivitas.
a. “IMPAIRMENT” (tingkat organ)
dimana penderita masih memerlukan / tergantung pada perawatan dan terapi secara
aktif, sehingga tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari (ADL), “temporary
disability”.
b. “DISABILITY” (tingkat manusia):
disebut juga “recovery period” dimana penderita mulai dapat melaksanakan
pekerjaan sesuai keadaan kesembuhan penyakitnya.
c. “HANDICAP” (tingkat sosial):
cacat menetap, keterbatasan kemampuan, dan melaksanakan tugas pekerjaan.
C. Pengaturan Nutrisi pada Lansia
1. Status gizi pada usia lanjut
a. Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia cenderung
mengalami kegemukan/obesitas
b. Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
c. Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
d. Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu
makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein yang
kronis
e. Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat (sayur,
daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi klaori), hal ini
menyebabkan lansia cenderung kegemukan/obesitas
f. Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu
penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro
g. Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia
menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia
h. Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu makan
yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati
i. Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan
makanan sendiri dan menjadi kurang gizi
j. Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan
menurun dan menjadi kurang gizi
k. Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya
menjadi kurang gizi
l. Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat
menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.
10 Langkah agar dapat hidup lebih lama, sehat, dan berarti untuk lansia
1. Menciptakan pola makan yang baik, kemudian bersahabat dengannya.
Cobalah menciptakan suasana yang menyenangkan di meja makan semenarik
mungkin sehingga dapat menimbulkan selera
2. Memperkuat daya tahan tubuh.
Makanlah makanan yang mengandung zat gizi yang mengandung zat gizi yang penting
untuk kekebalan, seperti : biji-bijian utuh, sayuran berdaun hijau, makanan laut.
3. Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut Santaplah makanan yang
mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium
menurun, vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan
sumber vitamin D adalah susu
4. Memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan teratur Karena itu harus
makan sedikitnya 20 gram makanan yang mengandung serat, seperti biji-bijian, jeruk
dan sayuran yang berdaun hijau tua
5. Menyelamatkan penglihatan dan mencegah terjadinya katarak Santaplah makanan
yang mengandung vitamin C, E dan B karoten (antioksidan), seperti : sayuran
berwarna kuning dan hijau, jeruk sitrun dan buah lain
6. Mengurangi resiko penyakit jantung Yaitu dengan membatasi makanan berlemak yang
banyak mengandung kolesterol dan natrium dan harus banyak makan makanan yang
kaya vitamin B6, B12, asam folat, serat yang larut, kalsium dan aklium, seperti biji-
bijian utuh, susu tanpa lemak, kacang kering daging tidak berlemak, buah, termasuk
nanas dan sayuran.
7. Agar ingatan tetap baik dan sistem syaraf tetap bagus, harus banyak makan vitamin
B6, B 12 dan asam folat
8. Mempertahankan berat badan ideal dengan jalan tetap aktif secara fisik, makan rendah
lemak dan kaya akan karbohidrat kompleks
9. Menjaga agar nafsu makan tetap baik dan otot tetap lentur Dengan jalan melakukan
olah raga aerobik (berjalan atau berenang). Olah raga dilakukan menurut porsi masing-
masing usia serta tingkat kebugaran setiap orang
10. Tetaplah berlatih.

C. INDIKASI PEMASANGAN NGT


Indikasi pasien yang di pasang NGT adalah diantaranya sebagai berikut:
1. Pasien tidak sadar (koma)
2. Pasien karena kesulitan menelan
3. pasien yang keracunan

4. pasien yang muntah darah

5. Pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut

6. Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas : stenosis esofagus, tumor mulut atau faring atau
esofagus, dll
7. Pasien pasca operasi pada mulut atau faring atau esophagus
8. Bayi prematur atau bayi yang tidak dapat menghisap.
D. TUJUAN PEMASANGAN NGT
Tujuan dan Manfaat Tindakan Naso Gastric Tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam
lambung(cairan,udara,darah,racun)
2. Memberikan nutrisi pada pasien yang tidak sadar dan pasien yang mengalami kesulitan menelan (
memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Mencegah terjadinya atropi esophagus/lambung pada pasien tidak sadar
4. Untuk mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah darah atau pendarahan pada
lambung
5. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung
6. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
7. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk
mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general
anaesthesia)

E. KONTRAINDIKASI PEMASANGAN NGT


1. Pada pasien yang memliki tumor di rongga hidung atau esophagus

2. Pasien yang mengalami cidera serebrospinal

3. Pasien dengan trauma cervical

4. Pasien dengan fraktur facialis

Anda mungkin juga menyukai