BAB 1. PENDAHULUAN
akan menyebabkan terjadinya demineralisasi lapisan email gigi sehingga struktur gigi
menjadi rapuh dan mudah berlubang. Toksin-toksin hasil metabolisme bakteri pun
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada jaringan penyangga gigi dan mukosa
mulut.Tahap ketiga terjadi kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan saliva dalam
mulut membentuk suatu substansi berwarna kekuningan yang melekat pada
permukaan gigi yang disebut plak (Putri, 2011). Pada Suatu massa plak sering
ditemukan aktivitas bakteri Gram negatif, salah satunya adalah Porphyromonas
gingivalis.
P. gingivalis adalah bakteri Gram negatif anaerobik yang merupakan etiologi
utama pada perkembangan dan peningkatan periodontitis, khususnya periodontitis
kronis. P. gingivalis berkontak langsung dengan epitelium pada poket periodontal dan
dapat menyerang berbagai bentuk sel, termasuk sel epitel, endotel, dan fibroblas. P.
gingivalis menghasilkan faktor virulensi yang terlibat dalam destruksi jaringan serta
gangguan pertahanan host. Faktor virulensi yang membantu perlekatan P. gingivalis
tersebut adalah fimbriae, protease, lipopolisakarida dan hemaglutinin (Andrian,
2006). Apabila jumlah koloni P. gingivalis meningkat maka kerusakan jaringan
periodontal juga meningkat. Oleh karena itu untuk mencegah bertambah parahnya
kerusakan jaringan periodontal maka pertumbuhan P. gingivalis harus dihambat
(Jandik dan Blenger, 2009).
Salah satu cara untuk menghambat mikroorganisme yaitu menggunakan
kontrol plak. Kontrol plak merupakan suatu tindakan menghilangkan dan mencegah
plak melekat pada permukaan gigi dan gingiva (Carranza, 2006). Kontrol plak secara
mekanis dengan menyikat gigi merupakan metode primer untuk mengurangi
akumulasi plak dan mencegah timbulnya penyakit periodontal. Akan tetapi semakin
berkembangnya pemahaman tentang infeksi penyakit mulut, kontrol plak secara
kimiawi mulai digunakan (Carranza, 2006).
Kontrol plak secara kimiawi adalah dengan menggunakan obat kumur yang
mengandung zat antibakteri (Prijantojo, 1996). Namun semakin lama obat kumur non
herbal berkontak dengan mukosa mulut, makin besar kemungkinan untuk timbulnya
3
reaksi alergi atau kelainan di rongga mulut (Gagari, 1995). Contohnya adalah bila
digunakan obat kumur yang mengandung chlorhexidin dalam jangka waktu lama
akan menimbulkan efek samping berupa timbulnya noda kuning atau coklat pada
gigi, deskuamasi mukosa mulut, hingga perubahan keseimbangan flora mulut (Kidd
et al., 1992). Oleh sebab itu perlu diadakan upaya dalam mengurangi resiko efek
samping tersebut dengan menggunakan alternatif obat kumur dari herbal. Salah satu
bahan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar obat kumur herbal adalah tanaman
kersen (Muntingia Calabura L).
Tanaman kersen merupakan tanaman yang mudah dalam budidaya dan
perawatannya. Daun kersen mengandung senyawa flavonoid,saponin, dan tanin yang
mempunyai aktifitas antibakteri dan antiinflamasi. Flavonoid mampu melepaskan
energi transduksi terhadap membran sitoplasma bakteri serta menghambat motilitas
bakteri. Sementara itu tanin dapat bekerja langsung pada metabolisme bakteri dengan
cara menghambat fosforilasi oksidasi (Rina et al., 2013). Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Rina et al. (2013) menyebutkan ekstrak daun kersen menghambat
aktivitas glucosyltranferase pada Streptococcus mutans. Namun belum ada peneliti
yang menguji tentang daya hambat ekstrak daun kersen terhadap P. gingivalis.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti daya
antibakteri ekstrak daun kersen terhadap pertumbuhan P. gingivalis.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak daum kersen terhadap pertumbuhan P.
gingivalis.
4