Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sistem kardiovaskuler meliputi 3 komponen yaitu: jantung,


pembuluh darah, dan darah. Salah satu keainan pada sistem ini
adalah IMA. Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal
dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai
darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung
mengalami kematian. Infark miokard sangat mencemaskan karena
sering berupa serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55
tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.
Pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut merupakan
penyebab kematian utama di dunia. Diperkirakan lebih dari 1 juta
orang menderita infark miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600
orang meninggal akibat penyakit ini. Di Indonesia pada tahun 2002,
penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian
pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%).

Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi


Unstable Angina (UA), ST-segment Elevation Myocardial Infarct
(STEMI) dan Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct
(NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawat daruratan yang
membutuhkan tindakan medis secepatnya. Tahun 2013, ± 478.000
pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung Koroner. Saat ini,
prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi
Infark Miokard (Depkes, 2013).

1
a.2Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain:

a.2.1 Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait salah


satu gangguan pada sistem kardiovaskuler yaitu STEMI (ST
Elevasi Myocard Infarct).
a.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah:
1. Untukmemahami definisi STEMI.
2. Untuk mengetahui epidemiologi STEMI.

3. Untuk mengetahui etiologi STEMI.

4. Untuk mengetahui patofisiologi STEMI.

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis STEMI.

6. Untuk mengetahui faktor resiko STEMI.

7. Untuk mengerti apasaja komplikasi STEMI.

8. Untuk mengerti apasaja pemeriksaan penunjang STEMI.

9. Untuk mengerti bagaimana prognosis dari STEMI.

10. Untuk mengerti apasaja penatalaksanaan STEMI.

a.3Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup penulisan makalah ini antara lain mengenai


penyakit STEMI, antaralain; definisi, etiologi, faktor resiko,
patofisiologi, tanda gejala, pemeriksaan diagnostik, dan
penatalaksanaan medis yang ada pada STEMI.

2
a.4Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan


metode perpustakaan (library research) yakni pengutipan dan
pengumpulan data-data pada buku, artikel jurnal, dan internet yang
berkaitan dengan STEMI.

a.5Sistematika Penulisan

Sistematikan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:

i. BAB I: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan,


ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
ii. BAB II: Pembahasan, yang terdiri dari definisi STEMI, etiologi,
faktor resiko, patofisiologi, tanda gejala, pemeriksaan diagnostik,
dan penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien
dengan gangguan STEMI.

iii. BAB III: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, dan saran.

iv. Daftar Pustaka

3
BAB II
Pembahasan

2.1. Definisi
Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah
ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di
pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak
dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark (Guyton, 2007).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST
Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark
miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,
dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).

2.2. Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat
inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada
IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi

4
sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI
lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007).
Tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa
Penyakit Jantung Koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat
dari 25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard (Depkes, 2013).

2.3. Etiologi
2.3.1. Coronary Arteri Disease: aterosklerosis, artritis, trauma pada
koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau
desecting aorta dan arteri koroner.
2.3.2. Coronary artery emboli: infektive endokarditis, cardiac
mycxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography
koroner.
2.3.3. Keleinan konginetal: anomali koronaria.
2.3.4. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard:
tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon
monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
2.3.5. Gangguan hematologi: anemia, hypercoagulabity, trombosis,
trombositosis.

5
6
2.4. Patofisiologi

7
8
2.5. Manifestasi klinis
2.5.1. Nyeri dada: Nyeri dada merupakan gejala kardinal STEMI.
Nyeri sering digambarkan oleh pasien sebagai sesak, berat
atau penyempitan di dada. Hal ini biasanya terletak di tengah
dada, tetapi dapat menyebar ke leher, rahang, bahu,
punggung, dan lengan (paling sering meninggalkan lengan).
Kadang-kadang, nyeri dapat dirasakan hanya pada situs
radiasi.
2.5.2. Kesulitan bernapas: Kadang-kadang kesulitan bernapas
berkembang karena disfungsi ventrikel kiri atau regurgitasi
mitral yang dinamis.
2.5.3. Berkeringat banyak, mual dan muntah dapat terjadi karena
kerusakan saraf.
2.5.4. Sinkop (tiba-tiba kehilangan kesadaran): Kadang-kadang
pasien mungkin hadir dengan sinkop, biasanya karena
aritmia atau hipotensi berat.
2.5.5. Takikardia (denyut nadi tinggi): Karena aktivasi saraf
simpatis.
2.5.6. Bradikardia (denyut nadi rendah): Pasien dengan STEMI
rendah dapat hadir dengan bradikardia karena aktivasi saraf
vagus.
2.5.7. Syok kardiogenik: Beberapa pasien mungkin hadir dengan
syok akibat gangguan fungsi miokard.

2.6. Faktor resiko


2.6.1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa dan warna kulit
d. Genitik
2.6.2. Faktor yang dapat dimodifikasi:
a. Hipertensi
b. Hiperlipidemia

9
c. Merokok
d. Diabetes mellitus
e. Kegemukan
f. Kurang gerak dan kurang olahraga
g. Konsumsi kontrasepsi oral

2.7. Komplikasi
2.7.1. Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan
serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen
yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran
dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada
apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung
dan prognosis lebih buruk.
2.7.2. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure)
merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada
STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal
(10 hari infark) dan sesudahnya.
2.7.3. Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditemukan pada saat
masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan.
Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
2.7.4. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan
tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena
jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.
2.7.5. Aritmia paska STEMI Mekanisme aritmia terkait infark
mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,

10
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di
zona iskemi miokard.
2.7.6. Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel
sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak
memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
2.7.7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi
ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya
dalam 24 jam pertama.
2.7.8. Fibrilasi atrium
2.7.9. Aritmia supraventricular
2.7.10.Asistol ventrikel
2.7.11.Bradiaritmia dan Blok
2.7.12.Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, ruptur
septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel

2.8. Pemeriksaan penunjang


2.8.1. Electrocardiography (ECG)

Temuan EKG khas pada STEMI adalah ST-segmen


elevasi dengan formasi gelombang Q patologis. Kadang-
kadang inversi gelombang T dapat ditemukan tetapi merupakan
bagian yang non-spesifik. Elevasi segmen ST menunjukkan
ketebalan penuh cedera otot jantung, gelombang Q patologis
menunjukkan nekrosis otot dan inversi gelombang T
menunjukkan iskemia otot.

11
2.8.2. Cardiac markers
Pada STEMI Troponin T dan troponin I, dan CK-MB
(creatine kinase Band miokard) yang meningkat dalam darah.
Troponin T dan troponin I mulai meningkat pada 4-6 jam dan
tetap tinggi sampai dua minggu. CK-MB mulai naik di 4-6 jam
dan kembali ke normal dalam 48-72 jam. Cardiac marker harus
naik di atas dua kali batas atas dari kisaran normal.
2.8.3. Hitung Darah Lengkap
Peningkatan sel darah putih (WBC) dari nilai normal.
Laju endap darah (ESR) dan protein C-reaktif (CRP) dapat
meningkatkan.
2.8.4. Chest X-ray
Hal ini dilakukan untuk menilai atau melihat edema paru.
2.8.5. Echocardiography
Echocardiography merupakan hal yang tidak terlalu
penting, tapi sangat membantu jika EKG tidak dapat
mengevaluasi diagnosis STEMI. Ecokardiography juga dapat
menilai fungsi ventrikel dan dapat mendeteksi komplikasi
penting.

2.9. Prognosis
Sekitar 25% dari pasien meninggal dalam waktu beberapa
menit setelah serangan tanpa perawatan medis. Prognosis jauh
lebih baik pada mereka yang dapat mencapai rumah sakit, dengan
kelangsungan hidup lebih dari 85% selama 28 hari. Pada episode
akut pasien yang bertahan hidup, lebih dari 80% bertahan hidup
selama 1 tahun, sekitar 75% selama 5 tahun, 50% selama 10 tahun
dan 25% selama 20 tahun.

2.10. Penatalaksanaan medis


Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien
STEMI yaitu:
1. Istirahat total denganpemantauan EKG secara teratur.

12
2. Terapi oksigen.

3. Aspirin

Aspirin300 mg diberikan secara oral sedini mungkin. Hal ini


dapat diberikan secara intravena untuk pasien yang tidak
dapat menelan atau yang tidak sadar. Aspirin mengurangi
angka kematian STEMI sekitar25%.
4. Pemberian obat analgesik dengan pemberian opiatanalgesik
Intravena morfin 10 mg atau diamorfin 5 mg biasanya
digunakan bersama dengan obat anti-muntah dan mungkin
harus diulang untuk menghilangkan rasa sakit yang parah.
5. Terapi reperfusi
Menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar
dengan melakukan tindakan kateterisasi (tindakan
invasive)/PCI.

Penatalaksanaan untuk mempertahankan patensi arteri:


Oklusi lebih lanjut dapat terjadi pada arteri koroner setelah
terapi reperfusi dilakukan, ditandai dengan adanya elevasi ST-
segmen infark miokard. Oleh karena itu, menjaga patensi arteri
penting untuk dillakukan setelah dilakukan terapi reperfusi.
1. Terapi Antiplatelet
Aspirin 75 mg setiap hari harus diambil tanpa batas waktu
jika tidak ada efek samping terjadi. Aspirin menghambat
agregasi platelet dan mencegah oklusi lanjut.

2. Terapi Antikoagulan

Secara umum, terapi antikoagulan tidak diperlukan setelah


PCI. Biasanya, terapi antikoagulan diberikan selama 48 jam
setelah terapi trombolitik. Jika pasien dengan STEMI tidak
diobati dengan PCI atau terapi trombolitik, terapi
antikoagulan harus diberikan selama 5-8 hari. Obat ini

13
mencegah reinfarction dan mengurangi risiko komplikasi
tromboemboli.
 Enoxaparin: 1 mg / kg berat badan dua kali sehari
dengan injeksi subkutan.
 Dalteparin: 120 unit / kg berat badan dua kali sehari
dengan injeksi subkutan.
 Fondaparinux: 2,5 mg setiap hari oleh injeksi
subkutan.
3. Beta-blockers

Beta-blocker dapat mengurangi aritmia, dan mengurangi


serangan lebih lanjut. Atenolol 25-50 mg dua kali sehari,
bisoprolol 5 mg sekali sehari atau metoprolol 25-50 mg dua
kali sehari dapat diberikan secara oral.

4. ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitor atau ARB


(receptor blockers angiotensive).
ACE inhibitor seperti enalapril, ramipril, lisinopril atau
kaptopril dimulai 1 atau 2 hari setelah serangan. ACE
inhibitor mengurangi remodeling ventrikel, mengurangi infark
berulang dan mencegah timbulnya gagal jantung. ARB
seperti valsartan, candesartan olmesartan, atau losartan
adalah alternatif yang cocok pada pasien yang tidak toleran
terhadap inhibitor ACE.

14
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner
akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan
elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi total trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa
Penyakit Jantung Koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari
25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard. Beberapa hal yang
menyebabkannya antara lain: Coronary Arteri Disease, Coronary
Arteri Emboli, Keleinan Konginetal, Ketidakseimbangan suplai oksigen
dan kebutuhan miokard, Gangguan Hematologi. Keluhan yang paling
sering muncul yaitu nyeri dada sebelah kiri dan menjalar. Faktor resiko
dari STEMI ada dua hal yaitu yang dapat diubah dan yang tidak dapat
diubah. Pemeriksaan penunjang yang utama dilakukan yaitu ECG dan
uji laboraturium. Apabila tidak segera diberikan tindakan medis dapat
menjadi semakin parah dan mengakibatkan kematian.

1.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan, hendaknya kita mengetahui
dan memahami gangguan pada sistem kardiovaskuler mengenai
STEMI agar mampu melakukan tindakan keperawatan dengan tepat
pada pasien dengan gangguan tersebut serta memahami proses
perjalan penyakit danjuga konsep dari STEMI.

15
Daftar Pustaka

http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf
http://nstemi.org/
Santoso M, Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. 147: 6-9.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. .Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai