PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1
a.2Tujuan Penulisan
2
a.4Metode Penulisan
a.5Sistematika Penulisan
iii. BAB III: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, dan saran.
3
BAB II
Pembahasan
2.1. Definisi
Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah
ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di
pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak
dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark (Guyton, 2007).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST
Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark
miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,
dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).
2.2. Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat
inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada
IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi
4
sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI
lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007).
Tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa
Penyakit Jantung Koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat
dari 25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard (Depkes, 2013).
2.3. Etiologi
2.3.1. Coronary Arteri Disease: aterosklerosis, artritis, trauma pada
koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau
desecting aorta dan arteri koroner.
2.3.2. Coronary artery emboli: infektive endokarditis, cardiac
mycxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography
koroner.
2.3.3. Keleinan konginetal: anomali koronaria.
2.3.4. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard:
tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon
monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
2.3.5. Gangguan hematologi: anemia, hypercoagulabity, trombosis,
trombositosis.
5
6
2.4. Patofisiologi
7
8
2.5. Manifestasi klinis
2.5.1. Nyeri dada: Nyeri dada merupakan gejala kardinal STEMI.
Nyeri sering digambarkan oleh pasien sebagai sesak, berat
atau penyempitan di dada. Hal ini biasanya terletak di tengah
dada, tetapi dapat menyebar ke leher, rahang, bahu,
punggung, dan lengan (paling sering meninggalkan lengan).
Kadang-kadang, nyeri dapat dirasakan hanya pada situs
radiasi.
2.5.2. Kesulitan bernapas: Kadang-kadang kesulitan bernapas
berkembang karena disfungsi ventrikel kiri atau regurgitasi
mitral yang dinamis.
2.5.3. Berkeringat banyak, mual dan muntah dapat terjadi karena
kerusakan saraf.
2.5.4. Sinkop (tiba-tiba kehilangan kesadaran): Kadang-kadang
pasien mungkin hadir dengan sinkop, biasanya karena
aritmia atau hipotensi berat.
2.5.5. Takikardia (denyut nadi tinggi): Karena aktivasi saraf
simpatis.
2.5.6. Bradikardia (denyut nadi rendah): Pasien dengan STEMI
rendah dapat hadir dengan bradikardia karena aktivasi saraf
vagus.
2.5.7. Syok kardiogenik: Beberapa pasien mungkin hadir dengan
syok akibat gangguan fungsi miokard.
9
c. Merokok
d. Diabetes mellitus
e. Kegemukan
f. Kurang gerak dan kurang olahraga
g. Konsumsi kontrasepsi oral
2.7. Komplikasi
2.7.1. Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan
serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen
yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran
dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada
apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung
dan prognosis lebih buruk.
2.7.2. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure)
merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada
STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal
(10 hari infark) dan sesudahnya.
2.7.3. Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditemukan pada saat
masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan.
Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
2.7.4. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan
tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena
jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.
2.7.5. Aritmia paska STEMI Mekanisme aritmia terkait infark
mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
10
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di
zona iskemi miokard.
2.7.6. Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel
sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak
memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
2.7.7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi
ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya
dalam 24 jam pertama.
2.7.8. Fibrilasi atrium
2.7.9. Aritmia supraventricular
2.7.10.Asistol ventrikel
2.7.11.Bradiaritmia dan Blok
2.7.12.Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, ruptur
septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
11
2.8.2. Cardiac markers
Pada STEMI Troponin T dan troponin I, dan CK-MB
(creatine kinase Band miokard) yang meningkat dalam darah.
Troponin T dan troponin I mulai meningkat pada 4-6 jam dan
tetap tinggi sampai dua minggu. CK-MB mulai naik di 4-6 jam
dan kembali ke normal dalam 48-72 jam. Cardiac marker harus
naik di atas dua kali batas atas dari kisaran normal.
2.8.3. Hitung Darah Lengkap
Peningkatan sel darah putih (WBC) dari nilai normal.
Laju endap darah (ESR) dan protein C-reaktif (CRP) dapat
meningkatkan.
2.8.4. Chest X-ray
Hal ini dilakukan untuk menilai atau melihat edema paru.
2.8.5. Echocardiography
Echocardiography merupakan hal yang tidak terlalu
penting, tapi sangat membantu jika EKG tidak dapat
mengevaluasi diagnosis STEMI. Ecokardiography juga dapat
menilai fungsi ventrikel dan dapat mendeteksi komplikasi
penting.
2.9. Prognosis
Sekitar 25% dari pasien meninggal dalam waktu beberapa
menit setelah serangan tanpa perawatan medis. Prognosis jauh
lebih baik pada mereka yang dapat mencapai rumah sakit, dengan
kelangsungan hidup lebih dari 85% selama 28 hari. Pada episode
akut pasien yang bertahan hidup, lebih dari 80% bertahan hidup
selama 1 tahun, sekitar 75% selama 5 tahun, 50% selama 10 tahun
dan 25% selama 20 tahun.
12
2. Terapi oksigen.
3. Aspirin
2. Terapi Antikoagulan
13
mencegah reinfarction dan mengurangi risiko komplikasi
tromboemboli.
Enoxaparin: 1 mg / kg berat badan dua kali sehari
dengan injeksi subkutan.
Dalteparin: 120 unit / kg berat badan dua kali sehari
dengan injeksi subkutan.
Fondaparinux: 2,5 mg setiap hari oleh injeksi
subkutan.
3. Beta-blockers
14
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner
akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan
elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi total trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa
Penyakit Jantung Koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari
25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard. Beberapa hal yang
menyebabkannya antara lain: Coronary Arteri Disease, Coronary
Arteri Emboli, Keleinan Konginetal, Ketidakseimbangan suplai oksigen
dan kebutuhan miokard, Gangguan Hematologi. Keluhan yang paling
sering muncul yaitu nyeri dada sebelah kiri dan menjalar. Faktor resiko
dari STEMI ada dua hal yaitu yang dapat diubah dan yang tidak dapat
diubah. Pemeriksaan penunjang yang utama dilakukan yaitu ECG dan
uji laboraturium. Apabila tidak segera diberikan tindakan medis dapat
menjadi semakin parah dan mengakibatkan kematian.
1.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan, hendaknya kita mengetahui
dan memahami gangguan pada sistem kardiovaskuler mengenai
STEMI agar mampu melakukan tindakan keperawatan dengan tepat
pada pasien dengan gangguan tersebut serta memahami proses
perjalan penyakit danjuga konsep dari STEMI.
15
Daftar Pustaka
http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf
http://nstemi.org/
Santoso M, Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. 147: 6-9.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. .Jakarta
16