Anda di halaman 1dari 20

A.

Konsep Anak, Remaja Dan Psikogeriatri


1. Konsep Anak
Manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari
lahir, bayi tumbuh menjadi anak, remaja, melalui masa dewasa, tua sampai
akhirnya meninggal dunia. Selama perjalanan dari bayi, seorang anak akan
melalui titik kritis perkembangan yang timbul di setiap tahap
perkembangannya. Titik kritis akan menentukan berhasil tidaknya anak
mencapai tugas perkembangan pada tahap yang bersangkutan. Titik kritis ini
menentukan apakah anak mampu bertahan dan melanjutkan perkembangan
secara progresif atau anak akan mengalami stagnasi perkembangan prekoks.
Lima tahap dasar yang akan dilalui oleh seorang anak adalah sebagai berikut
(Yusuf, 2015):.
a. Dasar kepercayaan (basic trust) vs ketidak percayaan (mistrust) (0–1,5
tahun).
Bayi sejak dilahirkan dan mulai kontak dengan dunia luar sangat
bergantung pada orang lain dan lingkungannya. Ia mengharapkan
mendapatkan rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan, terutama
ibunya sebagai perantara dengan lingkungan luar. Apabila hubungan orang
tua dengan bayi berjalan dengan baik, maka rasa percaya (trust) terhadap
lingkungan dapat berkembang dengan baik, dan sebaliknya. Bayi
menggunakan mulut dan panca inderasebagai alat untuk berhubungan
dengan dunia luar. Gangguan yang mungkin timbul pada anak usia ini
antara lain seperti sulit makan(setelah usia 6 bulan), iritabilitas,
takut/cemas, dan ingin selalu melekat pada ibu. Adanya tingkat bergantung
yang kuat dapat diinterpretasikan sebagai kurang berkembangnya dasar
kepercayaan dan menjadi faktor predisposisi dalam menimbulkan kelainan
jiwa sepertidepresi, skizofrenia, dan adiksi.
b. Otonomi (autonomy) vs malu dan ragu (shame and doubt) (1,5 tahun).
Anak pada usia 1,5 tahun tumbuh dan berkembang sejalan dengan
kemampuan alat gerak, dan didukung rasa kepercayaan dari ibu dan
lingkungan, maka tumbuh kesadaran bahwa dirinya dapat bergerak dan
ingin mendapatkan kepuasan gerak sehingga anak berbuat sesuai
dengankemauannya. Pada usia ini berkembang rasa otonomi diri bahwa
dirinya dapat menolakataupun memberi sesuatu pada lingkungannya
sesuai dengan keinginannya tanpa dipengaruhiorang lain. Kemampuan ini
penting sebagai dasar membentuk keyakinan yang kuat dan hargadiri
seorang anak di kemudian hari. Saat berhubungan dengan orang lain, anak
cenderung egosentrik. Lingkunganpun berperan dalam membentuk
kepribadian anak, sehingga gangguan pada masa ini menyebabkan anak
menjadi pemalu, ragu-ragu, dan cenderung memberipengekangan pada
diri. Gangguan jiwa yang mungkin timbul yaitu kemarahan, sadistik, keras
kepala, menentang, agrasi, enkopersis, enuresis, obsesi kompulsif, dan
paranoid.
c. Inisiatif (initiative) vs rasa bersalah (guilt) (3–6 tahun).
Tahap ketiga anak belajar cara mengendalikan diri dan
memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatifmulai timbul menguasai anak,
tetapi lingkungan mulai menuntut anak untuk melakukantugas tertentu.
Anak akan merasa bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungannya
daningin diikutsertakan sebagai seorang individu yang mempunyai peran.
Adanya keterbatasanseorang anak dalam memenuhi tuntutan lingkungan
akan menimbulkan rasa kecewa danrasa bersalah. Hubungan ibu, ayah,
dan anak sangat penting karena akan menjadi dasarkemantapan identitas
diri. Selain itu, anak mulai membentuk peran sesuai jenis kelamin
yangwajar, serta mencoba berlatih mengintegrasikan peran sosial dan
tanggung jawab. Hubungandengan teman sebaya atau saudara akan
cenderung untuk menang sendiri. Gangguan yang mungkin timbul pada
masa ini adalah kesulitan belajar, masalah disekolah, pergaulan dengan
teman-teman, serta anak menjadi pasif, takut, dan mungkinterjadi neurosis
d. Kerja keras (industry) vs inferioritas (inferiority) (7–11 tahun).
Anak mulai mengenal lingkungan yang lebih luas, yaitu sekolah.
Anak dihadapkan pada keadaan yang menuntut untuk mampu
menyelesaikan suatu tugas dan perbuatan hingga menghasilkan sesuatu.
Hubungan ibu-ayah-anak mulai berakhir dan anak siap meninggalkan
rumah dan orang tua dalam waktu terbatas untuk pergi ke sekolah. Anak
mulai merasakansifat kompetitif, mengembangkan sikap saling memberi
dan menerima, serta setia kawan danberpegangan pada aturan yang
berlalu. Gangguan yang mungkin timbul pada masa ini adalah rasa
kekurangan pada diri,merasa tidak mampu, rasa inferior, gangguan pada
prestasi belajar, dan takut berkompetisi.
e. Identitas (identity) vs difusi peran (role diffusion) (12–18 tahun).
Anak mengalami banyak perubahan dan perkembangan dalam berbagai
aspek. Secara fisik,anak merasa sudah dewasa karena pertumbuhan badan
yang pesat, tetapi secara psikososialanak belum memiliki hak-hak seperti
orang dewasa. Pada masa ini juga dikenal sebagai masastandardisasi diri
karena anak berusaha mencari identitas diri dalam hal seksual, umur,
danjenis kegiatan.Lingkungan memberikan pengaruh utama dalam
pembentukan jiwa anak remaja.Peran orang tua sebagai sumber
perlindungan dan sumber nilai utama mulai berkurang dananak lebih
senang mendapatkannya dari lingkungan luar. Anak lebih memilih
berkelompokuntuk bereksperimen dengan peranannya untuk menyalurkan
ekspresi. Anak akancenderung memilih orang dewasa yang lebih penting
untuk mereka jadikan sebagai bantuandi saat yang kritis.

Faktor Predisposisi dan Presipitasi


a. Faktor Mikrokosmos
Faktor mikrokosmos adalah faktor yang ada dalam diri anak, seperti
kondisi genetika danberbagai masalah intrauterin.
1) Genetik
a. Komposisi kromosom: Komposisi kromosom XX akan menjadi
seorang pria. Stimulasi pertumbuhan dan perkembanganpun
disesuaikan dengan sifat gender yang ada. XY akan menjadi sorang
wanita, dan jarang kromosom ZZY atau XYY. Jadi operasi
kejelasan kelamin (pria atau wanita) ditentukan berdasarkan organ
reproduksi dominan yang dimiliki, sehingga identitas gender dapat
ditentukan.
b. Identitas gender: adalah ciri sifat yang ditentukan oleh komposisi
kromosom pria atau wanita. pria harus maskulin, tidak boleh
cengeng, harus bertanggung jawab, bertugas mencari nafkah,
mengayomi, dan melindungi seluruh anggota keluarganya.
Pembelajaran ini ditampilkan melalui jenis permainan (bola, robot,
mobil- mobilan, atau sejenisnya) dan imitasi peran ayah. Wanita
dituntut lebih feminim, memperhatikan penampilan, tidak boleh
bicara keras, berjalan harus lemah lembut, serta bertugas
memelihara anak dan seluruh anggota keluarganya. Pembelajaran
ini ditampilkan melalui jenis permainan (boneka, bunga, alat
masak) dan imitasi peran ibu.
c. Kecenderungan perlakuan: adalah bentuk perlakuan yang
ditampilkan orang tua dan anggota keluarganya terkait kondisi
anak. Lingkungan sekitarnya, dibandingkan anak yang jelek,
bawel, dan tidak bisa diatur. Kecenderungan perlakuan orang tua
dan lingkungan sekitar ini akan membentuk Citra anak sebagai
anak yang baik atau buruk. Keadaan ini akan memberikan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan berikutnya.
d. Mewariskan sifat: Pewarisan sifat orang tua kepada anak
disampaikan melalui komposisi kromosom kedua orang tua mulai
saat pembuahan sampai perkembangan pembelahan berikutnya.
Cara pewarisan sifat ini melalui proses canalisasi, nice picking, dan
range reaction yatitu: Canalisasi, Nice picking, Range reaction.
2) Masalah Intrauteri
Masalah dalam kandungan juga akan memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Berbagai masalah dalam kandungan antara lain
usia baik ibu maupun usia janin, nutrisi ibu selama hamil, berbagai
obat yang konsumsi ibu selama hamil, radiasi, atau berbagai
komplikasi kehamilan lainnya. Usia ibu yang paling ideal untuk hamil
dan siap melahirkan anak adalah umur 25 sampai 35 tahun. Sebelum
atau sesudah itu perlu dipertimbangkan kesiapan fisik organ reproduksi
dan kesiapan mental untuk mengandung, melahirkan, serta mengasuh
anak.
3) Nutrisi

Berbagai obat yang dikonsumsi ibu selama hamil, kesehatan ibu saat
hamil, adanya radiasi, dan berbagai komplikasi kehamilan atau
persalinan juga merupakan faktor mikrokosmos yang akan
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
b. Faktor Makrokosmos
Faktor makrokosmos merupakan faktor luar dari anak yang juga
akan memengaruhipertumbuhan perkembangan. Faktor tersebut meliputi
pola asuh yang dilakukan ayah, ibu,saudara, atau teman di lingkungannya
(Yusuf, 2015).
1) Asuhan Lingkungan

Ayah, ibu, saudara, dan teman lebih sering mendidik anak seperti
keinginannya. Menginginkan anak menjadi seperti dirinya, pola asuh
yang diberikan, cara hidup, dan strategi menghadapi kehidupan
diajarkan sesuai pengalaman mereka. Padahal zaman orang tua dengan
zamannya anak berbeda. Beda zaman, beda tantangan, maka berbeda
strategi menghadapi kehidupan. Dengan demikian, pola asuh orang tua
harus tetap mengajarkan strategi kehidupan yang akurat untuk
menghadapi tantangan pada zamannya anak. Berikan gambaran (figur)
orang tua dalam menghadapi kehidupan. Contohnya, Figur ibu (mother
figure) merupakan gambaran sosok seorang ibu dalam kehidupan.

2) Lingkungan
Lingkungan dengan berbagai macam keadaannya menuntut anak
mampu beradaptasi,serta membandingkan dengan ajaran yang telah
diperoleh atau dipelajari dari rumah untukdikembangkan dalam
lingkungan sosial. Lingkungan adalah mediator dan fasilitator
dalampembentukan perilaku anak. Anak dapat belajar kehidupan
melalui asosiasi, konsekuensi, atau observasi.
1. Belajar dari pergaulan
2. Belajar dari konsekuensi atau sebab akibat

3. Belajar dari observasi/melihat atau mencontoh.

Masalah Kesehatan Mental Pada Anak: Retardasi Mental


Retardasi mental (RM) adalah fungsi intelektual di bawah angka 7,
yang muncul bersamaan dengan kurangnya perilaku adaptif, serta kemampuan
beradaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat perkembangan dan budaya.
Menurut Maslim (2004), RM adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap yang terutama ditandai oleh terjadinya kendala
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik, dan sosial.
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi akibat tingkat
kecerdasan yang rendah. Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan
sangat dipengaruhi oleh kecerdasan. Anak RM dengan tingkat kecerdasan di
bawah normal dan mengalami hambatan dalam bersosialisasi. Faktor lain
adalah kecenderungan mereka diisolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. Anak
sering tidak diakui secara penuh sebagai individu dan hal tersebut
memengaruhi proses pembentukan pribadi. Anak akan berkembang menjadi
individu dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap tuntutan
sekolah, keluarga, masyarakat, dan terhadap dirinya sendiri (Yusuf, 2015).
Klasifikasi didasarkan pada tingkat kecerdasan terdiri atas
keterbelakangan ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Kemampuan
kecerdasan anak RM kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan
Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) (Somantri, 2007). Menurut
Somantri (2007), klasifikasi anak RM adalah sebagai berikut.
1. RM ringan: RM ringan disebut juga moron atau debil, memiliki
Intelligence Quotient (IQ) antara 52–68, sedangkan menurut WISC, IQ
antara 55–69. Perkembangan motorik anak tunagrahita mengalami
keterlambatan, Semakin rendah kemampuan intelektual seseorang anak,
maka akan semakin rendah pula kemampuan motoriknya, demikian pula
sebaliknya.
2. RM sedang: RM sedang disebut juga imbesil yang memiliki IQ 36–51
berdasarkan skala Binet, sedangkan menurut WISC memiliki IQ 40–54.
Anak ini bisa mencapai perkembangan kemampuan mental (Mental Age
MA) sampai kurang lebih 7 tahun, dapat mengurus dirinya sendiri,
melindungi dirinya sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di jalan
raya, dan berlindung dari hujan.
3. RM berat: RM berat atau disebut idiot, menurut Binet memiliki IQ antara
20–32 dan menurut WISC antara 25–39.
4. RM sangat berat: Level RM ini memiliki IQ di bawah 19 menurut Binet
dan IQ di bawah 24 menurut WISC. Kemampuan mental atau MA
maksimal yang dapat diukur kurang dari tiga tahun. Anak yang mengalami
hal ini memerlukan bantuan perawatan secara total dalam berpakaian,
mandi, dan makan, bahkan memerlukan perlindungan diri sepanjang
hidupnya.

Menurut Somantri (2007), karakteristik anak retardasi mental yaitu:


keterbatasan kecerdasan, keterbatasan social, keterbatasan fungsi mental
lainnya. Karakteristika lainnya yaitu perkembangan perilaku yang tidak sesuai
dengan usianya, mempunyai kelainan perilaku yang berkaitan dengan sifat
agresif secara verbal atau fisik, perilaku menyakiti dirinya sendiri, mnghindar
dari orang lain, suka menyendiri, ganggua pada otak sejak lahir dan
mengalami beberapa gangguan dalam perkembangan social. Tanda dan gejala
RM menurut Yuuf (2015) sebagai berikut:
1. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat
lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus-menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi
mental berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak
dapat berjalan, tidak dapat berdiri, atau bangun tanpa bantuan. Mereka
lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit
menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak
retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti
berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu
memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan
dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai
retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin
disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan
perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi
mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka
seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari didepan wajahnya dan
melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya menggigit
diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-lain.

Masalah Keperawatan yang timbul pada anak dengan Retardasi mental


sebagai berikut:
1. Risiko mutilasi diri sendiri berhubungan dengan gangguan neurologis.
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan neurologis.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan stimulasi sensor yang
kurang,menarik diri.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan stimulasi sensori yang
kurang.

Penanganan keperawatan yang dapat dilakukan untuk anak


denganretardasi mental meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier
(Yusuf.2015):
1. Pencegahan Primer: Dengan dilakukan pendidikan kesehatan pada
masyarakat, perbaikan keadaan sosial ekonomi, konseling genetik, dan
tindakan kedokteran, misalnya perawatan prenatal, pertolongan persalinan,
pengurangan kehamilan pada wanita adolesen dan di atas usia 40 tahun,
serta pencegahan radang otak pada anak-anak.
2. Pencegahan Sekunder: Meliputi diagnosis dan pengobatan dini pada
keadaan yang menyebabkan terjadinya retardasi mental.

3. Pencegahan Tertier: Meliputi latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa,


obat-obatan neuroleptika, serta obat yang dapat memperbaiki
mikrosirkulasi dan metabolisme otak.

2. Konsep Pada Remaja


Secara umum, definisi remaja berdasarkan penjelasan tersebut yaitu
seseorang dengan usia antara 10 – 19 tahun yang sedang dalam proses
pematangan baik itu kematangan mental, emosional, sosial, maupun
kematangan secara fisik. Adolesence merupakan istilah dalam bahasa Latin
yang menggambarkan remaja, yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk
mencapai kematangan”. Adolescence sebenarnya merupakan istilah yang
memiliki arti yang luas yang mencakup kematangan mental, sosial, emosional,
dan fisik (Hurlock, 2010). Perubahan sosial yang penting dalam masa remaja
yaitu meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, pola perilaku sosial yang
lebih matang, pengelompokan sosial baru dan nilai-nilai baru dalam pemilihan
teman dan pemimpin serta dukungan social. Teori yang menjadi landasan
utama untuk memahami tentang perkembangan remaja ialah (Muhith, 2015):
a. Teori perkembangan: Memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi
penyimpangan yang terjadi pada proses tumbuh kembang remaja. Proses
perkembangan identitas diri remaja memerlukan self image (citra diri) juga
hubungan antar peran yang akan datang dengan pengalaman masa lalu.
Untuk mendapatkan kesinambungan remaja harus mengulangi
penyelesaian krisismasa lalu dengan mengintegrasikan elemen masa lalu
dan membina identitas akhir.
b. Teori interaksi humanistic: Perawat perlu memperhatikan dampak tahapan
perkembangan, factor social budaya, pengaruh keluarga dan konflik
psikodinamika yang dimanifestasikan melalui perilaku remaja.
c. Tugas-tugas perkembangan remaja: menerima keadaan fisik dirinya
sendiri dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif , mencapai
kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya,
mencapai suatu hubungan dan pergaulan yang lebih matang antara lawan
jenis yang sebaya sehingga remaja akan mampu bergaul dengan baik
dengan laki-laki maupun perempuan, dapat menjalankan peran sosial
maskulin dan feminism, berperilaku sosial yang bertanggung jawab,
mempersiapkan diri untuk memiliki karier atau pekerjaan yang
mempunyai konsekuensi ekonomi dan finansial, mempersiapkan
perkawinan dan membentuk keluarga dan terakhir yaitu memperoleh
perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku sesuai
dengan norma yang ada di masyarakat.

Masalah mental yang mucul pada remaja kebnyakan karena


lingkungan keluarga dan social serta riwayat perkembangan masala lau.
Beberapa masalah mental yang sering muncul yaitu kesepian, tuntutan dari
lingkungan untuk beradaptasi sangat tinggi, kemudian menghindar dari
kehidupan sosisal, depresif dan juga bunuh diri (WHO. 2019)
1. Gangguan emosi: Gangguan emosi umumnya muncul selama masa remaja.
Selain depresi atau kegelisahan, remaja dengan gangguan emosional juga
cepat marah, frustrasi, atau kemarahan yang berlebihan.
2. Gangguan perilaku anak: Gangguan perilaku anak-anak dapat
memengaruhi pendidikan remaja dan dapat mengakibatkan perilaku
kriminal.
3. Gangguan Makan: Gangguan makan umumnya muncul selama masa
remaja dan dewasa muda. Gangguan makan mempengaruhi perempuan
lebih sering daripada laki-laki.
4. Psikosis: Gejalanya dapat berupa halusinasi atau delusi
5. Bunuh diri dan melukai diri sendiri: Diperkirakan 62.000 remaja
meninggal pada tahun 2016 sebagai akibat dari melukai diri sendiri.
Faktor-faktor risiko untuk bunuh diri beragam, termasuk penggunaan
alkohol yang berbahaya, penyalahgunaan di masa kanak-kanak, stigma
terhadap pencarian bantuan, hambatan untuk mengakses perawatan dan
akses ke sarana.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk masalah kesehatan
mental pada remaja meluouti bebrapa aspek. Pengumpulan data tentang status
kesehatan remaja melalui observasi dan interpretasi pola perilaku yang
mencakup informasi sebagai berikut: pertumbuhan dan perkembangan,
keadaan biofisik (penyakit/ kecelakaan), keadaan emosi, latar belakang social
budaya, ekonomi dan agama, penampilan kegiatan kehidupan sehari-hari, pola
penyelesaian masalah, pola interaksi, tujuan kesehatan remaja, lingkungan
(fisik, emosi), sumber materi dan narasumber yang tersedia bagi remaja
(sahabat, sekolah, dan keterlibatan dalam masyarakat (Yusuf & Fitryasari,
2015). Komponen pengkajian pada remaja terdiri dari masalah yanga da pada
remaja, penampilan, pertumbuhan dan perkembangan, penggunaan alcohol,
obat-obatan dan zat adiktif lainnya, pola interaksi antara teman sebaya,
keluarga dan masyarakat, lingkungan fisik, social dan ekologi, perilaku
seksual, kesehatan orang tua dan keluarga, pola koping seperti pertahanan ego
(Stuart, 2013).
3. Pada Psikogeriatri
Usia lanjut adalah seseorang yang usianya sudah tua yang merupakan
tahap lanjut dari suatuproses kehidupan (Yusuf & Fitriyasari, 2015). Usia
lanjut adalah seseorang yang usianya sudah tua yang merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan. Ada berbagai kriteria umur bagi seseorang yang
dikatakan tua. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998, lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia60 (enam puluh) tahun ke atas.
Perkembangan psikososial lanjut usiaadalah tercapainya integritas diri yang
utuh. Pemahaman terhadap makna hidup secarakeseluruhan membuat lansia
berusaha menuntun generasi berikutnya (anak dan cucunya)bedasarkan sudut
pandangnya. lansia yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putusasa
dan menyesali masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna (FIK
UI, 2016). World Health Organization (WHO) memberikan klasifikasiusia
lanjut sebagai berikut.
a. Usia pertengahan (middle age): 45–59 tahun
b. Lanjut usia (elderly): 60–74 tahun
b. Lanjut usia tua (old): 75–90 tahun
c. Usia sangat tua (very old): di atas 90 tahun
Teori-teori yang berkaitan dengan proses menua menurut Yusuf (2015)
sebagai berikut:
1. Teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi: Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekulmolekul (DNA) dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutase.
b. Teori nongenetik: Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri atas
berbagai teori, di antaranya sebagai berikut: Teori rantai silang yang
menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia mengubah
fungsijaringan, mengakibatkan jaringan yang kaku pada proses
penuaan, Pemakaian dan rusak yaitu kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai), Teori immunology slow
virus yang berkitan dengan sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh, dan terakir teori radikal bebas
yaitu terbentuk di alam bebas, seperti asap kendaraan bermotor
danrokok, zat pengawet makanan, radiasi, dan sinar ultraviolet, yang
mengakibatkanterjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses
penuaan.
2. Teori sosial
a. Teori interaksi social: mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia
bertindak pada situasi tertentu yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat.
b. Teori penarikan diri: Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan
menurunnya derajat kesehatan mengakibatkanseseorang lanjut usia
secara perlahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
c. Teori aktivitas: bahwa penuaan yang sukses bergantung pada
bagaimana seseorang lanjut usia merasakan: kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut
selamamungkin.
d. Teori kesinambungan: mengemukakan adanya kesinambungan di
dalam siklus kehidupan lanjut usia,sehingga pengalaman hidup
seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelakpada saat
menjadi lanjut usia.

e. Teori perkembangan: menekankan pentingnya mempelajari apa yang


telah dialami oleh lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut
Havighurst dan Duval, terdapat tujuh tugasperkembangan selama
hidup yang harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu sebagai berikut:
Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis; Penyesuaian
terhadap pensiun dan penurunan pendapatan; Menemukan makna
kehidupan.; Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.;
Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.; Penyesuaian diri
terhadap kenyataan akan meninggal dunia; Menerima dirinya sebagai
seorang lanjut usia.

3. Teori psikologis: Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons


pada tugas perkembangannya. Padadasarnya perkembangan seseorang
akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow: lima tingkatan
mulaidari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang,
harga diri sampaipada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.Menurut
Maslow, semakin tua usia individu maka individu akanmulai berusaha
mencapai aktualisasi dirinya.
b. Teori individualisme Jung: sifat dasar manusia terbagi menjadi dua
yaitu ekstrovert dan introvert. Menua yang sukses adalah jikadia bisa
menyeimbangkan antara sisi introvert dan ekstrovertnya, tetapi lebih
condongke arah introvert.

c. Teori delapan tingkat perkembangan Erikson: tugas perkembangan


terakhir yang harus dicapai individu adalah integritas ego vs
menghilang (ego integrity vs disappear). Jika sukses mencapai tugas
ini maka lansia akan menjadi arif dan bijaksana, namun jika tidak bisa
mencapai ini maka akan hidup penuh dengan keputusasaan.

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi aspek fisik maupun


psikologis. Aspek fisik pada orang yang telah lanjut usia akan mengalami
penurunan fungsi panca indra, penurunan kemampuan kognitif, penurunan
system gastrointestinal seperti sering konstipasi, peningkatan asam lambung,
penurunan fungsi dan mengalami gangguan saluran kemih, Otot dan tulang:
osteoporosis, atrofi otot, kram, tremor, tendon mengerut, penurunan pada
system kardiovaskuler dan juga endokrin. Aspek psikologis yang mengalami
perubahan antara lain: menjadi paranoid, curiga, agresif dan menarik diri dari
lingkungan social; perubahan tingkah laku seperti kehilangan harga diri,
peran, merasa tidak berguna, tidak berdaya, sepi,pelupa, kurang
percaya diri; keluyuran (wandering); kecemasan meningkat terus
mengeluh,gelisah dan teriak teriak, depresi, demensia atau
penurunan kognitif dan perubahan emosi, gangguan pola tidur,
alzeimer (Yusuf, 2015). Walaupun orang lanjut usia mengalami berbagai
masalah gangguan jiwa, diagnosis keperawatan yang berdampak sangat besar
terhadap hasil terapeutik terhadap hubungan perawat dan klien adalah
gangguan proses piker (Stuar, 2013).
Tindakan keperawatan yang dapat digunakan untuk merawat
perubahan mental pada lansia dimulai dari tahap pengkajian.
Komponen utama dalam pengkajian menurut Stuart, Keliat & Pasaribu (2016)
terdiri dari: Ketrampilan komunikasi terapeutik, nyaman, tempat yang tenang;
pengkajian status kesehatan jiwa depresi, ansietas, psikosis; Pemaparan
perilaku dan pencetus perilaku, pengkajian perubahan perilaku, sering diamati
perilaku menantang; Mobilitas, aktifitas hidup sehari-hari, risiko untuk jatuh;
Status kesehatan umum, status nutrisi, penyalahgunaan zat dan System
dukungan social yang ada saat ini dan lampau, interaksi klien keluarga ,
perhatian pemberi asuhan.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk penanganan
psikogeriatri antara lain:
a. Penanggulangan masalah akibat perubahan fungsi tubuh terdiri dari:
Perawatan diri sehari-hari, Senam atau latihan pergerakan secara teratur,
Pemeriksaan kesehatan secara rutin, Mengikuti kegiatan yang masih
mampu dilakukan, Minum obat secara teratur jika sakit, Memakan
makanan bergizi, Minum paling sedikit delapan gelas setiap hari.
b. Penanggulangan masalah akibat perubahan psikologis: Mengenal masalah
yang sedang dihadapi, Memiliki keyakinan dalam memandang masalah,
Menerima proses penuaan, Memberi nasihat dan pandangan, Beribadah
secara teratur, Terlibat dalam kegiatan sosial dan keagamaan, Sabar dan
tawakal, Mempertahankan kehidupan seksual.
c. Penanggulangan masalah akibat perubahan sosial/masyarakat: Saling
mengunjungi, Memiliki pandangan atau wawasan dan Melakukan kegiatan
rekreasi.

B. Terapi Spesialis Pada Kelompok Khusus Yang Dapat dilakukan Antara lain
1. Terapi Individu : CBT (Cognitive Behavior Therapy)
CBT merupakan kombinasi dari terapi cognitive dan behaviour, dan
memiliki pengaruh untuk mengatasi gangguan mood dan ansietas. CBT adalah
salah satu bentuk terapi komunikasi (Kassel & Rais, 2010), Sehingga dapat
dikatakan bahwa CBT merupakan terapi yang menggunakan pendekatan
penyelesaian masalah dengan mempelajari cara pengontrolan pikiran melalui
perubahan persepsi terhadap orang dan situasi tertentu. CBT adalah intervensi
terapeutik yang bertujuan untuk mengurangi tingkah laku mengganggu dan
maladaptif dengan mengembangkan proses kognitif. CBT didasarkan pada
asumsi bahwa afek dan tingkah laku adalah produk dari kognitif oleh karena
itu intervensi kognitif dan tingkah laku dapat membawa perubahan dalam
pikiran, perasaan, dan tingkah laku. CBT pada dasarnya bertujuan untuk
mengubah keadaan atau status emosi individu, akan tetapi emosi tidak dapat
diintervensi secara langsung. Emosi dihasilkan dari adanya stimulasi internal
dan eksternal dan dipengaruhi oleh adanya perubahan pola pikir dan perilaku.
Tujuan CBT untuk menstabilkan emosi dicapai menggunakan CBT dengan
merubah pikiran dan perilaku yang berkontribusi menyebabkan distress emosi.
Tujuan lainnya yaitu untuk menciptakan ketrampilan yang memungkinkan
individu untuk meningkatkan kesadaran akan pikiran dan perasaannya,
mengidentifikasi bagaimana situasi, pikiran dan perilaku mempengaruhi
perasaan dan meningkatkan kemampuan untuk merubah pikiran dan perilaku
maladaptif (Cully & Teten, 2008).
Penerapan terapi perilaku kognitif akan mengubah status pikiran dan
perilaku klien, sehingga perilaku negatif yang muncul akan menjadi perilaku
yang positif. Diharapkan putusnya hubungan antara pikiran dan perilaku yang
negatif pada klien, secara keseluruhan akan mengubah cara berpikir dan
berperilaku individu tersebut tidak mengarah pada perilaku yang maladaptif,
sehingga akan meningkatan kemampuan klien isolasi sosial untuk melakukan
interaksi sosial dan pada akhirnya akan meningkatnya kepercayaan klien
dalam melakukan interaksi klien dengan orang lain dan mengurangi pikiran
negatif yang muncul pada klien. Selain itu juga merubah perilaku negative
klien seperti marah marah membahayakan diri sendiri dan orang lain. Pada
proses pelaksanaan terapi perilaku kognitif dibagi dalam 5 sesi, setiap sesi
dilaksanakan selama 30-45 menit untuk setiap klien. Pada sesi satu adalah
pengkajian, sesi dua adalah terapi kognitif klien, sesi tiga terapi perilaku klien,
sesi ke empat adalah evaluasi terapi kognitif dan terapi perilaku dan sesi ke
lima adalah kemampuan merubah pikiran dan perilaku maladaptive untuk
mencegah kekambuhan klien (Workshop Keperawatan Jiwa FIK UI ke-X,
Depok. 23 Agustus 2016).

2. Terapi Kelompok : Terapi Supportif


Terapi Suportif termasuk salah satu model psikoterapi yang biasanya
sering digunakan di masyarakat dan di Rumah sakit. Terapi ini merupakan
suatu terapi yang dikembangkan oleh Lawrence Rockland (1989) dengan
istilah Psychodynamically Oriented Psychotherapy or “POST”, namun ada
pula istilah lain yang diperkenalkan adalah Supportive Analytic Therapy or
“SAT”. Supportif group untuk memberikan support, focus untuk pemulihan,
aksi sosial termasuk kebijakan organisasi. Tujuan dan harapan dalam group
adalah pengalaman kelompok yang positif. Tujuan penting adalah resolusi
permasalahan dengan segera, memberikan motivasi dan perubahan prilaku
individu. Strategi dasar dalam Terapi Suportif adalah menciptakan suasana
yang aman dimana anggota dapat bekerja bersama terapis untuk mengatasi
rintangan baik dari dalam maupun dari luar yang hadir dalam mencapai
tujuannya.
Pemberiannya terapi suportif dapat dilakukan satu atau dua kali dalam
seminggu dengan durasi 50 menit setiap sesinya. namun menurut Holmes
(1995), di Inggris pelaksanaannya dapat kurang dari satu minggu yakni bisa
empat hari sekali, sebulan sekali, atau bahkan dua bulan sekali dengan durasi
20-50 menit untuk setiap sesinya. Jadi pemberian Terapi Suportif dapat
diberikan dengan mempertimbangkan waktu serta kondisi anggota yang akan
menerimanya. Supportif group hampir mirip dengan self help group, hanya
saja pada support group fasilitator kelompok merupakan orang professional
yang terlatih dalam pekerjaan sosial, psikologi, keperawatan dan lainnya yang
dapat memberikan arti dan aturan kepemimpinan yang benar dalam kelompok.
Terapi Suportif Keluarga (TSK) dilaksanakan dalam 4 (empat) sesi, yakni: sesi
pertama mengidentifikasi kemampuan keluarga dan sistem pendukung yang
ada, sesi kedua menggunakan sistem pendukung dalam keluarga, sesi ketiga
sistem menggunakan sistem pendukung di luar keluarga, dan sesi keempat
mengevaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber. Pelaksanaan Terapi
Suportif Keluarga ini menggunakan area di komunitas yang dapat dilakukan di
rumah kader atau di rumah salah satu keluarga dengan anggota keluarga
gangguan jiwa, balai pertemuan, atau sarana lainnya yang tersedia di
masyarakat. Metode yang dilakukan adalah dinamika kelompok, diskusi, tanya
jawab, dan role play dengan setting posisi klien-terapis dalam formasi
melingkar. Adapun alat dan bahan yang harus diperlukan meliputi: kursi,
meja, alat tulis, alat gambar, kertas/buku gambar terkait tujuan (Workshop
Keperawatan Jiwa FIK UI ke-X, Depok. 23 Agustus 2016).

4. Terapi Keluarga : Family Psikoedukasi Keluarga.


Keluarga dapat membantu klien untuk menetapkan tujuan realistik dan
memperoleh kembali kemampuan untuk berfungsi dalam kehidupan.
Pendidikan keluarga penting dilakukan agar keluarga mengenal tentang
masalah yang dialami klien dan bagaimana menangani masalah yang terjadi.
Terapi yang diberikan adalah terapi edukasi keluarga yang tujuannya adalah
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit, mengajarkan keluarga
tentang gejala-gejala penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan
bagi anggota keluarga tersebut. Dengan mengetahui hal ini diharapkan
keluarga mengerti bagaimana harus bersikap dalam menghadapai anggotanya
yang mengalami gangguan jiwa (Stuart, 2013). Pelaksanaan terapi
psikoedukasi keluarga terdiri dari 5 sesi. Setiap sesi dilakukan selama 45-60
menit. Adapun urutan dari terapi ini adalah sebagai berikut:sesi satu yaitu
pengkajian masalah keluarga, sesi dua yaitu perawatan klien gangguan jiwa,
sesi tiga yaitu manajemen stress keluarga, sesi empat yaitu manajemen beban
keluarga dan sesi lima adalah pemberdayaan komunitas untuk membantu
keluarga.
Terapi ini dapat memberikan dampak positif kepada keluarga dan
secara tidak langsung kepada klien. Bagi keluarga, dapat meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit yang dialami klien, meningkatkan kemampuan
merawat klien, memperbaiki koping keluarga, dan meningkatkan kemampuan
mengatasi masalah karena kondisi sakit klien. Bagi klien, akan mendapatkan
perawatan yang optimal oleh keluarga, mendapatkan dukungan yang adekuat
dari keluarga dan secara tidak langsung dapat meningkatkan kemandirian dan
menurunkan kekambuhan pada klien.

5. Interpersonal Therapy
Interpersonal Therapy (IPT) ini adalah terapi fokus singkat kepada
hubungan personal pasien dan interaksinya dengan yang lain. Pasien dan
terapis bersama-sama menemukan masalah interpersonal yang akan menjadi
focus utama pengobatan. IPT terdisi dari 3 fase yaitu fase inisiasi yaitu
menyediakan fokus untuk mengatasi masalah interpersonal yang terjadi. Fase
menengah yaitu tugas utama untuk memperbaiki masalah interpersonal. Fase
akhir yaitu diskusi langsung dan mengakhiri. IPT membantu pasien
menyelesaikan masalah interpersonal yang terjadi pada dirinya sendiri (Arini,
2016).

6. Psikodinamik Terapi
Psikodinamik terapi adalah terapi yang menggunakan penggambaran
ulang riwayat hidup klien yang meliputi riwayat masa lalu saat ini dan masa
depan. Terapi ini mengasumsikan bahwa perilaku dan perasaan manusia
dipengaruhi oleh alam bawah sadar (Stuart, 2013). Seperti peristiwa masa
kecil dapat berpengaruh terhadap perilaku yang tampak pada kepribadian dan
perilaku seseorang, termasuk kemampuan individu dalam hubungan sosial
(Townsen, 2018). Kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh id, ego dan
super ego. Id adalah insting seseorang yang mendorong individu untuk
melakukan suatu tindakan, super ego berkaitan dengan norma, nilai, etika
dalam kehidupan sosial, dan ego adalah penyeimbangkan antara id dan super
ego. Terapi psikodinamik terdiri dari lima tahap yaitu: aliansi terapeutik,
masalah psikodinamik inti, formulasi psikodinamik, strategi untuk
memfasilitasi perubahan dan terminasi (Summers, & Barber, 2015).

7. Acceptance and CommitmentTherapy (ACT)


ACT merupakan terapi yang membantu menolong klien dengan
menggunakan penerimaan psikologi sebagai strategi koping dalam situasi stres
baik internal maupun eksternal yang tidak mudah untuk dapat diatasi. ACT
membantu individu dalam mengurangi penderitaan yang dialami dengan
meningkatkan kesadaran dan kemampuan individu tersebut terhadap apa
yangdiinginkannya dalam hidup ini.ACT memil iki dua tujuan utama yaitu:
Mengajarkan penerimaan terhadap pikiran dan perasaan yang tidak
diinginkanyang tidak bisa dikontrol oleh klien membantu klien dalam
mencapai danmenjalani kehidupan yang lebih bermakna tanpa harus
menghilangkan pikiranpikiran kurang menyenangkan yang terjadi. Melatih
klien untuk komitmen dan berperilaku dalam hidupnya berdasarkannilai yang
dipilih oleh klien sendiri. Berdasarkan teori dan konsep yang dijelaskan
tentang Acceptance and Commitmen Therapy (ACT), psikoterapi
pada klien dengan Perilaku Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah
mempunyai 4 sesi dan masing-masing sesi dilaksanakan selama 30-45 menit
untuk setiap klien. Adapun uraian kegiatan tiap sesi adalah sebagai berikut:
1. Sesi I: Mengidentifikasi kejadian, pikiran danperasaan yang
muncul serta dampak perilaku yang muncul akibat
pikirandan perasaan.
2. Sesi II: Mengidentifikasi nilai berdasarkanpengalaman klien
3. Sesi III: Berlatih Menerima Kejadian dengannilai yang dipilih
4. Sesi IV : Komitmen dan Mencegah kekambuhan
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, N. K.(2016). Interpersonal Therapy (IPT) Pada Pasien Paliatif. Tinjauan


Pustaka Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kedokteran Jiwa FK
UDAYANA/RSUP Sanglah Bali.
FIK UI. (2016). Standart Asuhan Keperawatan Jiwa. Workshop Keperawatan Jiwa
ke-X, Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia

Maramis W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Kiwa: Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi

Summers, R. F., & Barber, J. P. (2015). Practicing psychodynamic therapy: A


casebook. New York: The guilford press.
Stuart, G.W& Laraia, M.T. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (7
th Ed) St. Louis: Mosby
Stuart, Gail W. & Keliat, B. A. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan
Kesehatan Jiwa StuartPhiladelphia:Elsevier Mosby

Townsend, M. (2018). Psychiatric mental health nursing: concept of care in


evidence-base practice. Philadelphia: F.A. Davix Company.
Wuryaningsih, E W., Windarwati, HD., Dewi, EI., Deviantony, F., Hadi, E. (2018).
Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember : UPT Percetakaan & penerbitan
Universitas Jember.
World Health Organization. (2019). Adolescent Menthal Health. Newsroom, fact
sheet, detail. Avaliable at: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/adolescent-mental-health

Word Health Organization. (2002). Proposed working definition of an older person in


Africa for the MDS Project. Health statistics and information systems.
Avaliable at: https://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/
Yusuf, A., Fitryasari, R & Nihayati, H. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai