Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Anatomi dan fisiologi Anak
1. Anatomi Paru-paru
Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di
samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan
satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-
struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus
dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga
pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks
pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul,
menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di
pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan
tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk
membentuk radiks pulmonalis.
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh
fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior,
medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua
menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.
Setiap bronkus lobaris, yang berjalan ke lobus paru-paru,
mempercabangkan bronkus segmentalis. Setiap bronkus segmentalis yang
masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional adalah
independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk
piramid, mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya
mengarah ke permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan
ikat, dan selain bronkus juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf
otonom.
Asinus adalah unit respiratori fungsional dasar, meliputi semua struktur
dari bronkhiolus respiratorius sampai ke alveolus. Dalam paru-paru manusia,

6
7

terdapat kira-kira 130.000 asini, yang masing-masing terdiri dari tiga


bronkhiolus respiratorius, tiga duktus alveolaris dan 17 sakus alveolaris.
Alveolus adalah kantong udara terminal yang berhubungan erat dengan
jejaring kaya pembuluh darah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi
anatomisnya, semakin negatif tekanan intrapleura di apeks, ukuran alveolus
akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I berukuran besar,
datar dan berbentuk skuamosa, bertanggungjawab untuk pertukaran udara.
Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta dalam pertukaran
udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang melapisi
alveolus dan mencegah kolapnya alveolus.
Sirkulasi pulmonal memiliki aliran yang tinggi dengan tekanan yang
rendah (kira-kira 50 mmHg). Paru-paru dapat menampung sampai 20%
volume darah total tubuh, walaupun hanya 10% dari volume tersebut yang
tertampung dalam kapiler. Sebagai respon terhadap aktivitas, terjadi
peningkatan sirkulasi pulmonal. Yang paling penting dari sistem ventilasi
paru-paru adalah upaya terus menerus untuk memperbarui udara dalam area
pertukaran gas paru-paru. Antara alveoli dan pembuluh kapiler paru-paru
terjadi difusi gas yang terjadi berdasarkan prinsip perbedaan tekanan parsial
gas yang bersangkutan.
Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah sampai pada
daerah pertukaran gas, tetapi tetap berada dalam saluran napas di mana pada
tempat ini tidak terjadi pertukaran gas, seperti pada hidung, faring dan trakea.
Udara ini disebut udara ruang rugi, sebab tidak berguna dalam proses
pertukaran gas. Pada waktu ekspirasi, yang pertama kali dikeluarkan adalah
udara ruang rugi, sebelum udara di alveoli sampai ke udara luar. Oleh karena
itu, ruang rugi merupakan kerugian dari gas ekspirasi paru-paru. Ruang rugi
dibedakan lagi menjadi ruang rugi anatomik dan ruang rugi fisiologik. Ruang
rugi anatomik meliputi volume seluruh ruang sistem pernapasan selain alveoli
dan daerah pertukaran gas lain yang berkaitan erat. Kadang-kadang sebagian
alveoli sendiri tidak berungsi atau hanya sebagian berfungsi karena tidak
adanya atau buruknya aliran darah yang melewati kapiler paru-paru yang
8

berdekatan. Oleh karena itu, dari segi fungsional, alveoli ini harus juga
dianggap sebagai ruang rugi dan disebut sebagai ruang rugi fisiologis.

Gambar 1. Anatomi Paru-paru

Sumber: yadikustiyadi, (2013); anatomi fisiologi TB paru

2. Fisiologi Paru-paru
Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan
darah di dalam kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler,
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini
dipompa ke dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-
paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95
persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar
melalui hidung dan mulut.
9

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau


pernafasan eksterna :
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat
dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh
d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2
lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih
banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan
terlampau sedikit O2. Jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka
konsentrasinya dalam arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan
dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan, dengan
penambahan ventilasi maka terjadi pengeluaran CO2 dan memungut lebih
banyak O2.

B. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang


penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2014).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-
paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2013).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI,
2013).
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah
10

terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalensi


tuberkulosis anak tidak mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat
diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak.
Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif
per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang
bebas tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu
penderita TB dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV
maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan. Anak biasanya
tertular TB, atau juga disebut mendapat infeksi primer TB, akan membentuk
imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi positif, tidak semua anak yang
terinfeksi TB primer ini akan sakit TB.

C. Etiologi
1. Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak,
sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah
fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup
dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters
Health, 2007 dalam Arwinda, 2015).
2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007 dalam Arwinda, 2015)
1) Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa
dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang
dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang
dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai
BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau
kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta
terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara
yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak
lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang
infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan
11

pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat


batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun,
kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah
pada sektret endobrokial anak.
2) Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas
selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit
TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada
bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC,
sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%,
pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki
resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal
ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah,
penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan
pendidikan yang rendah.

D. Manifestasi Klinis

Menurut Wirjodiardjo (2008) dalam Arwinda, 2015; gejala TBC pada


anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah
infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian,
gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap
berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang
gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di
leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu,
kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar
atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak
kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan
berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru
lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya
dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
12

Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab


TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk
mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa
dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau
dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa
dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk
mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat
diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak
anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC
(Wirjodiardjo, 2008 dalam Arwinda, 2015).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008 dalam
Arwinda, 2015):
1) Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi
BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi
BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2) Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan
setiap bulan berkurang.
3) Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun
ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4) Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi.
Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh
curiga kemungkinan anak terkena TBC.
5) Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai
sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah
adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan,
ketiak, dan sebagainya.
6) Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan
yang khas.
7) Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin
(Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika
hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang,
13

meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan


reaksi terhadap MT.
Menurut Supriyatno (2009) dalam Arwinda, 2015; skrining tuberkulosis
pada anak antara lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak,
terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat
TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan
adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam
tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling
mudah adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak
sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi
yang masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya,
diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
a. Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak
spesifik (khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai
pengidap TB, padahal sebenarnya tidak. Atau underdiagnosed,
maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga
tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak
tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus
komprehensif. Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit
dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh
kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux
ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk menegakkan
diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi
kuman TB lalu menjadi sakit TB.
b. Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu
setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai
bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut
sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam
tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif
tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan
14

gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang
tersebut menjadi sakit TB.
c. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml)
kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas
(lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam
kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang
diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk,
bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam
milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi,
hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
d. Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter
indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk
bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB,
dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir,
masih kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk
atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya
5 mm atau lebih.
e. Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu
(anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman
TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau
gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun
tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat
tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi
virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang
kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.

E. Patofisiologi

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak
menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru.
Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC
dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar
15

melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung
kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru
(Wirjodiardjo, 2008 dalam Arwinda, 2015).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung,
seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantara-
nya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post
primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai
dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya
partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan
terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi
dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar
fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer,
dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui
terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel
dari seseorang yang terinfeksi. Tuberculosisadalah penyakit yang
dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel
elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel
imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada
bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa
reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit
digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan
timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat
sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel
(Price dan Wilson, 2006 dalam Arwinda, 2015).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening
regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis
gaseosa), jaringan granulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan
fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa,
16

menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru


dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang
terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada
seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006 dalam Arwinda, 2015).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat
badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya
mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan
sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai
manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan
status mental, demam, anorexia dan penurunan berat badan. Basil
tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman
(Smeltzer dan Bare, 2002 dalam Arwinda, 2015).
Menurut Admin (2007) dalam Arwinda 2015 patogenesis penyakit
tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70%
terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan
sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
17

umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan


perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang
kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi
penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura.

Pathway
Mycobacterium tuberculosis

Masuk traktus respiratorius

Tinggal di alveoli

MK : Resiko Pertahanan primer


tinggi infeksi tidak adekuat

reaksi Rrespon Gangguan


inflamasi imun termoregulasi

Pembentukan
Kerusakan membran sputum dan
alveolar kapiler MK :
sekret
Hipertermi

Penumpukan
Gangguan secret
respirasi

MK : Bersihan
jalan nafas tidak
efektif
18

Ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan Sesak
oksigen nafas

Sianosis
MK : Intoleransi
aktivitas

Hipoksia

MK : Gangguan pertukaran
gas

Pelepasan mediator kimia seperti


histamin, bradikinin dan Respon tubuh
prostaglandidn menurun

MK : Nyeri Batuk refleks muntah

Obstruksi

Anoreksia

MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi

F. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2013) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
19

4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps


spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu – pagi – sewaktu (SPS).
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jaringan paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
20

penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis,


kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

H. Collaborative Care Manajement


1. Penatalaksananaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1) Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka
waktu 1 – 3 bulan.
a. Streptomisin inj 750 mg.
b. Pas 10 mg.
c. Ethambutol 1000 mg.
d. Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru
dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis :
a. INH.
b. Rifampicin.
c. Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
21

2) Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan


dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
a. Rifampicin.
b. Isoniazid (INH).
c. Ethambutol.
d. Pyridoxin (B6).

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) dalam Arwinda, 2015; perawatan anak
dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan melakukan :
1) Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2) Pemberian oksigen yang adekuat
3) Latihan batuk efektif
4) Fisioterapi dada
5) Pemberian nutrisi yang adekuat
6) Kolaburasi pemberian obat antituberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7) Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001 dalam Arwinda, 2015) :
a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus
yang bervariasi bagi anak
c. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih
aktivitas yang diinginkan
d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah
sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui
telepon jika memungkinkan.
22

I. Pencegahan

1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan
tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan
untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

II. Rencana Asuhan Keperawatan Anak dengan Tuberkulosis


A. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan
1) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain.
2) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk,
nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
23

3) Riwayat penyakit dahulu


Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara
lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
Riwayat imunisasi BCG.
4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain
6) Pola fungsi kesehatan
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak
(nafas pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
24

pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris


(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran.
2. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a. Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b. Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c. Perkusi : Suara ketok redup.
a. Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
25

3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang
sumber informasi.
3. Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan pengobatan dalam jangka
waktu lama.
4. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang
berhubungan dengan isolasi pasien.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
26

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan Rencana Keperawatan
Rasional
NOC NIC
Anak akan 1. Berikan oksigen 1. Dispnea masih dapat
mengalami humidifier bagi anak terjadi, hingga pemberian
pengurangan dengan dyspnea obat kemoterapetik
batuk dan 2. Tinggikan bagian kepala dimulai untuk
dyspnea. tempat tidur mendapatkan efeknya,
3. Berikan obat batuk oksigen humidifier
ekspektoran sesuai mengurangi dispnea dan
dengan kebutuhan meningkatkan oksigenasi
2. Peninggian kepala
menyebabkan otot
diagframa mengembang.
3. Ekspektoran membantu
melepaskan mucus.

2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang


sumber informasi.
Tujuan Rencana Keperawatan
Rasional
NOC NIC
Keluarga dapat 1. Ajarkan orang tua dan 1. Pemahaman bagaimana
mengekspresikan anak tentang penularan penularan TBC dan
pemahamannya dan pengobatan TBC, penanganannya membantu
tentang proses misalnya buat orang tua, mengurangi kecemasan
penyakit dan hendaknya menghindari dan peningkatan
pengobatan. anak dekat dengan orang kepatuhan terhadap
dewasa yang terkena pengobatan, prosedur
tuberkulosa sedangkan isolasi dan pengobatan
buat anak sarankan untuk yang diberikan.
melakukan pengobatan 2. Pemahaman bagaimana
sampai selesai dan patuh memberikan pengobatan
dalam minum obat dan risiko bila pengobatan
2. Ajarkan orang tua dan dihentikan di awal akan
anak (jika tepat) meningkatkan kepatuhan.
bagaimana memberikan 3. Pemahaman teradap
pengobatan (contoh: penangan penyakit saat
antibiotik), berapa lama dirumah
terapi pengobatan harus
dijalani, dan apa yang
terjadi jira anak tidak
manjelani tuntas
pengobatannya.
27

Tujuan Rencana Keperawatan


Rasional
NOC NIC
3. Pada saat anak
diperbolehkan pulang,
berikan discharge
planning atau perencanaan
pulang mengenai :
a. Jelaskan terapi yang
diberikan, dosis, efek
camping, lama
pemberian terapi dan
cara minum obat.
b. Melakukan immunisasi
jika immunisasi Belem
lengkap sesuai dengan
prosedur.
c. Menekankan
pentingnya control
ulang sesuai jadual.
d. Informasikan jika
terdapat tanda-tanda
terjadinya kekambuhan.

3. Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu


lama.
Tujuan Rencana Keperawatan
Rasional
NOC NIC
Orang tua dan 1. Kaji seberapa banyak 1. Pengkajian membantu
anak akan pengetahuan yang dimiliki menentukan apa yang
mengikuti orang tua dan anak, orang tua dan anak
pedoman terapi tentang TBC dan hal butuhkan untuk relajar agar
ketidakpahaman yang dapat membantu mereka
dimiliki memenuhi pengobatan
2. Ajarkan orang tua dan jangka panjang.
anak (jika tepat) tentang 2. Pendidikan dan penguatan
program pengobatan dan diberikan pada orang tua
alasan menjalani dan anak dengan informasu
pengobatan dengan tuntas, perlunya mengikuti
dan yakinkan tentang program pengobatan
pendidikan yang dengan tuntas dan
diperlukan. . menurunkan risiko
3. Identifikasi alternatif kegagalan akibat déficit
pemberi layanan yang pengetahuan.
dapat memberikan 3. Hal ini akan menurunkan
pengobatan anak jira risiko pengabaian dosis
diperlukan. yang dilakukan anak
selama pengobatan.
28

4. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang


berhubungan dengan isolasi pasien
Tujuan Rencana Keperawatan
Rasional
NOC NIC
Anak tidak akan 1. Ajarkan orang tua 1. Pemahaman dan
mengalami tentang teknik isolasi mengikuti teknik isolasi
kecemasan karena dengan benar. membantu mencegah
perpisahan 2. Motivasi orang tua dan penularan TBC yang
berhubungan anggota keluarga lainnya memungkinkan orang tua
dengan penurunan untuk mengunjungi bersama selama mungkin
kontak parental. secara teratur. dengan anaknya, akan
mengurangi perpisahan.
2. Seringnya keluarga kontak
akan mengurangi
kecemasan akibat
perpisahan.

5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.


Tujuan Rencana Keperawatan
Rasional
NOC NIC
Anak menunjukkan 1. Auskultasi area paru, 1. Penurunan aliran udara
jalan nafas yang catat area terjadi pada area
efektif. penurunan/tidak ada konsolidasi dengan cairan.
aliran udara dan bunyi Bunyi napas bronkhial
napas adventisius, misal dapat juga terjadi pada
krekels, mengi. area konsolidasi. Krekels,
2. Mengkaji ulang tanda- ronkhi dan mengi
tanda vital (irama dan terdengar pada inspirasi
frekuensi,s erta gerakan dan atau ekspirasi pada
dinding dada) respons terhadap
3. Bantu pasien latihan pengumpulan
napas sering dengan cara cairan/sputum.
meniup balon atau terapi 2. Takipnea, pernapasan
benam. Tunjukkan/bantu dangkal dan gerakan dada
pasien mempelajari tidak simetris terjadi
melakukan batuk, karena ketidaknyaman
misalnya menekan dada gerakan dinding dada dan
dan batuk efektif atau cairan paru-paru
sementara posisi duduk 3. Napas dalam
tinggi. memudahkan ekspansi
4. Penghisapan sesuai maksimum paru/jalan
indikasi napas lebih kecil. Batuk
5. Berikan cairan adalah mekanisme
sedikitnya 2500 ml/hari pembersihan jalan napas
(kecuali kontraindikasi). alami membantu silia
29

Tujuan Rencana Keperawatan


Rasional
NOC NIC
Tawarkan air hangat dari untuk mempertahankan
pada dingin. jalan napas paten.
6. Berikan cairan Penekanan menurunkan
tambahan, misalnya IV, ketidaknyamanan dada
oksigen humidifikasi . dan posisi duduk
7. Memberikan obat yang memungkinkan upaya
dapat meningkatkan napas lebih dalam dan
efektifnya jalan nafas lebih kuat.
(seperti bronchodilator) 4. Merangsang batuk atau
pembersihan jalan napas
secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu
melakukan karena batuk
tidak efektif atau
penurunan tingkat
kesadaran.
5. Cairan (khususnya yang
hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan secret.
6. Cairan diperlkukan untuk
menggantikan kehilangan
(termasuk yang tidak
tampak) dan
memobilisasikan sekret.
7. Alat untuk menurunkan
spasme bronkhus dengan
memobilisasi sekret, obat
bronchodilator dapat
membantu mengencerkan
sekret sehingga mudah
untuk dikeluarkan.
30

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia.
Tujuan Rencana Keperawatan
Rasional
NOC NIC
Anak menunjukkan 1. Kaji nafsu makan anak 1. Dapat menjadi dasar
tanda-tanda dan fasilitasi anak dalam melakukan
terpenuhnya dengan menyediakan pendekatan pada anak saat
kebutuhan nutrisi makanan yang menarik memberi makan sehingga
dan hangat. anak akan dapat
2. Ijinkan anak untuk meningkatkan nafsu
memperbaiki kualitas makannya.
gizi pada saat selera 2. Memungkinkan anak akan
makan anak meningkat. mengkomsumsi makanan
3. Berikan makanan yang ektra sebagai tambahan
disertai dengan suplemen suplay nutrisi.
nutrisi untuk 3. Dalam mengobati
meningkatkan kualitas penyakit tuberkulosis
intake nutrisi. diperlukan gizi yang
4. Kolaburasi untuk cukup sehingga pemberian
pemberian nutrisi makanan dengan diet
parenteral jika kebutuhan tinggi protein dan kalori
nutrisi melalui oral tidak sangan diperlukan.
mencukupi kebutuhan 4. Pemberian makanan
gizi anak. parenteral sangat perlu
5. Menilai indikator dilakukan jika anak tidak
terpenuhinya kebutuhan menelan makanan atau
nutrisi (berat badan, muntah yang terus
lingkar lengan dan menerus.
membran mukosa) 5. Indikator penilaian status
6. Menganjurkan kepada nutrisi dapat menentukan
orang tua untuk jumlah nutrisi yang
memberikan makanan dibutuhkan oleh anak.
dengan porsi kecil 6. Porsi kecil tetapi sering
tetapisering. memungkinkan anak
7. Menimbang berat badan dapat mengkomsumsi
setiap hari pada waktu makanan dengan cukup.
yang sama dan dengan 7. Untuk memantau status
skala yang sama. gizi atau perbaikan gizi
8. Mempertahankan anak.
kebersihan mulut anak. 8. Dapat meningkatkan nafsu
9. Menjelaskan pentingnya makan anak.
intake nutrsisi yanga 9. Pendidikan kesehatan
dekuat untuk tentang nutrisi akan
penyembuhan penyakit. membuat orang tua dapat
berpartisipasi dalam
memberikan gizi yang
baik bagi anaknya
31

Anda mungkin juga menyukai