Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KEGIATAN

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN


LINGKUNGAN (P2PL)
PENEMUAN KASUS DIARE
PUSKESMAS KANDANGHAUR

DisusunOleh :
dr. Desi Natalia

Pendamping:
dr.H. Rudi Nardoyo

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS KANDANGHAUR
INDRAMAYU
2017

A. LATAR BELAKANG

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di


negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya
yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada
tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,
kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) 1
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada
2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas
dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih
menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama
kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun
di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata
laksana yang cepat dan tepat.1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peran Puskesmas dalam upaya kesehatan berbasis masyarakat
untuk membantu pencegahan dan menurunkan angka kejadian diare pada
balita?
C. TINJAUAN TEORI

Diare Akut
Definisi
Diare akut adakah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang
minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari,
keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, al tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya oerkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI
secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi
buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadnag pada seorang anak
buang air besar jurang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.2
Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya, dapat
dikatakan melalui “4F” yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan
field (lingkungan). 2
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
Tidak memberikan ASI penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh
tinja,kurangnya sarana kebersihan (MCK) ,kebersihan lingkungan dan
pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis,gizi buruk, Imunodefisiensi ,berkurangnya asam
lambung,menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu
terakhir, faktor genetik
Faktor lainnya:
-Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI.
-Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik
ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas
aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari
atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa
yang infeksius.
-Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjasi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin.
-Epidemi dan pandemic
Vibrio cholera dan Shigella dysentriae dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia

Patofisiologi / Patogenesis
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbs
atau sekresi.Terdapat beberapa pembagian diare: 3
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan
gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

Manifestasi / Gejala Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologic. Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat. 3
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen
antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis,
osteomielitis, meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, dan septic
trombophlebitis. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa berupa paresthesia
(akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan
otot (C. botulinum).Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses
peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita
dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang
terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus
besar. Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi
saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi
enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada
non-inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya
subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan
bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.3

Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah.
Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,
jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman
yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya. 3
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen
dan tanda-tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa
mulut, dan lidah kering atau basah. Pernafasan yang cepat dan dalam
indikasi adanya asidosis metabolic. Bisingusus yang lemah atau tidak ada
bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian
beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan
subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria
MMWR, dan lainnya.3
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan
darah lengkap, kultur urin, dan tinha pada sepsis atu infeksi saluran kemih. 3
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare akut:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Tinja 3

Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semuakasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu: 4
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi


TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-
sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau untuk anak
usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12 tahun
adalah 200-300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau
gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama
10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain
cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus
diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6
kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang.
Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlaly banyak lemak) jangan
diberikan dulukarena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan
keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-
sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.4

2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang

TRO (Terapi Rehidrasi Oral)


Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harud dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak
diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan
dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur <
1 tahun adalah 300ml, 1-5 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml
dan dewasa adalah 2400ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah
perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai
rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan bolume di atas kelopak nata menjadi bengkak,
pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih
atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan
secara per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume
yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan
penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan
penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di
rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada
pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam
keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.4

3. Pengobatan diare dehidrasi berat


TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infuse terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi
oralit selama pemberian cairan intravena (± 5ml/kgBB/jam), apabila dapat
minum dengan baik, biasanya dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2jam (untuk
anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk member
tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup
dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral digunakan
cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk
<1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya 70cc/kgBB.
Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2½ jam berikutnya
70cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan
IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih
besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu
pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare
tanpa dehidrasi.4

Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara: 5


1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-


oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif, meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang
air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga

f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)


Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak .

D. METODE DAN PELAKSANAAN


Metode : Metode yang dilakukan adalah intervensi langsung pada pasien
Tanggal : 6 juni 2017
Tempat:Perawatan Puskesmas Kandanghaur
Pelaksana : dr. Desi Natalia
Bu Aan

I. Identitas Pasien
• Nama : An. S
• Umur : 7tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Agama : islam
• Alamat : Parean Girang

II. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny. F
Umur 28 thn 24 thn
Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga
Agama Islam Islam
Perkawinan 1 1

Riwayat Penyakit Dahulu :


Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini. Selain itu keluarga pasien tidak ada
yang memiliki riwayat penyakit alergi, asma, TB paru, hipertensi dan DM.

Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya kebidan, namun tidak setiap bulan.
kencing manis (-), dan darah tinggi (-).
Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : Rumah bidan desa
Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 3100 gr
Panjang lahir : 49 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)
Kelainan bawaan :
(-)
Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Riwayat tumbuh kembang:
• Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
• Psikomotor :

* Duduk : 9 bulan
* Berdiri : 11 bulan
* Berjalan : 15 bulan
Riwayat Pemberian ASI :
 ASI sejak lahir sampai 10 bulan

Riwayat Gizi :
Pasien makan makanan utama 3x sehari namun diseling jajan yang dibeli sembarangan
di luar yang kurang bersih.

Data Perumahan

Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah
tembok, kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih dari sumur pompa. Terdapat
jamban keluarga. Limbah buangan ke saluran atau selokan yang ada. Keadaan
lingkungan jarak antara rumah berdekatan, cukup padat. Penyinaran matahari,
pertukaran udara dan kebersihan rumah kurang.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal 6 Juni 2017
Status Present
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
Status Gizi
BB 18 kg
TB 125cm
Tanda-tanda vital
 Frekuensi Nadi : 80 x/menit (reguler,kuat angkat, isi dan tegangan cukup)
 Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 36,8°C

 Kepala
• Kepala : bulat, normocephal
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Tidak terlalu cekung, pupil isokor, simetris,


refleks cahaya +/+, air mata (+)
• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,

sekret -/-
• Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),

pernafasan cuping hidung (-)


• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
• Gigi geligi : tidak ada kelainan
• Lidah : tidak hiperemis
• Tonsil : T1 – T1, tenang : tenang, tidak hiperemis

• Faring : tidak hiperemis


• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Toraks
Dada :
Paru : I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-)
P: Krepitasi (-), massa (-), Fremitus paru kiri=kanan.
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Nafas Vesikuler , Rhonki-/-, Wheezing-/-
Jantung: I : Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba di RIC 5 2jari medial linea midklavikulakiri
P: Batas jantung kiri di RIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri,
batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.
A : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).

Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) meningkat : 25x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)

Kulit : ikterik (-), petechie (-)


Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat,
sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik
Diagnosa Banding
Diare akut non disentriform e.c virus dengan tanpa dehidrasi
Diare akut non disentriform e.c jamur dengan tanpa dehidrasi

Diagnosa Kerja
Diare akut non disentriform e.c bakteri dengan tanpa dehidrasi

Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : biasa
• IVFD : Ringer laktat 15 tetes/menit makrodrip
• - paracetamol 250 mg 3x1
- cotrimoxazole syr 2x 2 cth
- Zinc 20 mg per hari (PO)
- Probiotik 3 x 1 sachet (PO)
- Edukasi kepada orang tua

PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur tinja

PROGNOSIS
 Ad Vitam :ad bonam
 Ad Fungsionam :ad bonam
 Ad Sanationam : ad bonam

E. MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring
1) Pengetahuan masyarakat tentang diare masih sangat kurang.
2) Perilaku dan kesadaran masyarakat tentang kebersihan masih sangat kurang.
3) Kurangnya peran kader atau pamong desa dalam upaya kesehatan berbasis
masyarakat untuk program pencegahan dan penanggulangan diare.

Evaluasi

1) Sebaiknya lebih sering dilakukan kegiatan penyuluhan tentang Diare ke


masyarakat.
2) Sebaiknya lebih sering dilakukan kegiatan penyuluhan tentang kebersihan
lingkungan ke masyarakat dan perlu digalakkan lagi kegiatan gotongroyong
untukmembersihkan lingkungan rumah masyarakat.
3) Peran para kader dan pamong desa perlu ditingkatkan lagi dalampemberantasan
dan penaggulangan diare.
.

Indramayu, 28 Juli 2017

Peserta Pendamping

dr. Desi Natalia dr. H. Rudi Nardoyo


LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Pustaka

Referensi
1. Kementrian Kesehatan RI.Situasi Diare di Indonesia, Dalam : . Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. Jakarta:Bakti Husada;1-2
2. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.
Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120
3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson
textbook of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6
4. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva. 2006
5. Buku Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya – Rumah Sakit Mohammad Hoesin, 2010.

Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai