Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di


dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang
terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 %
dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk, terdapat
182 kasus per 100.000 penduduk.
Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asiatenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun
2002. Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000
orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti
tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV
yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian
kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB
merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa
tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi.
Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen
Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari
jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15
– 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115
orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap
100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk
jumlah kasus TB setelah India dan China.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi TB
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.2

2.2 Definisi Kasus TB


Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.Gejala umum TB
paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan
(sesak napas, nyeri dada, hemoptisis) dan/atau gejala tambahan (tidak nafsu
makan, penurunan berat badan, keringat malam dan mudah lelah). Dalam
menentukan suspek TB harus dipertimbangkan factor seperti usia pasien,
imunitas pasien, status HIV atau prevalens HIV dalam populasi.2
Kasus TB adalah kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan
Mycobacterium tuberculosis complex yang diidentifikasi dari specimen klinik
(jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok dll) dan kultur. Pada Negara dengan
keterbatasan kapasitas laboratorium dalam mengidentifikasi M.tuberculosis
maka kasus TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan satu atau lebih dahak
BTA positif. Atau seorang pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk TB sehingga didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan dan
diobati dengan paduan dan lama pengobatan yang lengkap.2

2.3 Epidemiologi TB
Epidemiologi global yaitu pada bulan maret 1993 WHO mendeklarasikan
tuberkulosis sebagai global health emergency. Diantara mereka 75% berada pada
usia produktif yaitu 20-49 tahun. Adapun alasan utama muncul atau
meningkatnya sebab tuberkulosis global yaitu : (a) Kemiskinan pada berbagai
penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada

2
penduduk perkotaan tertentu dinegara maju. (b) Adanya perubahan demografik
dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia
yang hidup. (c) Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk
dikelompok yang rentan terutama dinegeri-negeri miskin. (d) Tidak memadainya
pendidikan mengenai TB di antara para dokter. (e) Terlantar dan kurangnya
biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi
deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat. (f) Adanya epidemi HIV
terutama di Afrika dan Asia.1
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah
China dan India. Perkiraan kejadian BTA sputum yang positif di Indonesia
adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan departemen kesehatan tahun 1995
bahwasanya TB adalah penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit infeksi saluran pernafasan.

2.4 Etiologi TB
Penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosis complex adalah :
1).M.tuberculosae, 2).Varian Asian, 3).Varian African I, 4).Varian African II,
5).M.bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara
epidemiologi.1
Kelompok kuman Mycobacterium Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
1.M.kansasi, 2.M.avium, 3.M.intracellulare, 4.M.scrofulaceum, 5.M.malmacerse,
6.M.xenopi.1
2.5 Patogenesis TB
a. Tuberkulosis Primer1
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi menetap dalam udara bebas selama
1-2 jam. Tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan

3
menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel kuman masuk
kealveolar bila ukuran < 5 mikrometer. Kuman pertama kali akan dihadapi
oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kuman akan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag.1
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang TB
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang
(fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru.
Bila menjalar sampai kepleura maka akan terjadi efusi pleura. Kuman dapat
masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit.
Maka terjadi limfadenopati regional, kemudian bakteri masuk kedalam vena
dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal dan tulang.1
Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalarna keseluruh
bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti
pembesran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer
limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua
proses tersebut memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya akan menjadi:
 Sembuh tanpa cacat.
 Sembuh dengan bekas berupa garis-garis fibrotik.
 Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Perkontinuitatum yakni
menyebar kesekitarnya, b). secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru disebelahnya, c). Kuman dapat juga tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar keusus, d). Secara
limfogen, keorgan tubuh lain-lainnya, e). Secara hematogen, keorgan
tubuh lainnya.
b. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)1
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB post primer = TB
pasca primer = TB sekunder). TB sekunder terjadi karena imunitas menurun,

4
seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal
ginjal. TB sekunder dimulai dengan sarang dini yang berlokasi diregio atas
paru (bagian apikal posterior atau lobus superior atau inferior).1
Invasi keparenkim paru dan tidak kenodus hiler paru. Sarang ini mula-
mula berbentuk sarang pneumonia kecil, dalam 3-10 minggu sarang ini akan
membentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit
dan sel datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB sekunder juga dapat berasal
dari infeksi eksogen, tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan
imunitas pasien. Sarang dini dapat menjadi direabsorbsi kembali dan sembuh
tanpa cacat dan sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh
dengan serbukan jaringan fibrosis.1
Kavitas dapat : a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia
baru, bila isi kavitas masuk keperedaran darah arteri maka akan terjadi TB
milier. Dapat juga masuk keparu sebelahnya atau tertelan masuk lambung
dan selanjutnya keusus jadi TB usus, bisa juga terjadi TB endobronkial dan
TB endotrakeal atau empiema bila ruptur kepleura; b. Memadat dan
membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma yang dapat mengapur dan
menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus
dan kemudian menjadi mycetoma; c. Bersih dan menyembuh, disebut open
healed cavity. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.1
Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang yaitu : 1). Sarang yang
sudah sembuh, tidak perlu pengobatan lagi; 2). Sarang aktif eksudatif, perlu
pengobatan lengkap dan sempurna; 3). Sarang yang berada antara aktif dan
sembuh, dapat sembuh spontan, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna
karena dikhawatirkan terjadinya eksaserbasi kembali.1

5
2.6 Klasifikasi TB
a. Pembagian secara patologis1
- Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
- Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
b. Pembagian secara aktivitas radiologis1
- Tuberkulosis paru (Koch pulmonum) aktif
- Tuberkulosis paru nonaktif
- Quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)1,2
- Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada
satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus
paru.

6
- Moderately advenced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian
paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
- Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
d. Pada tahun 1974 American Thoracic society memberikan klasifikasi baru
yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat1
- Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negatif, tes tuberkulin negatif.
- Kategori I : Terpajan tuberkulosis, tapi terbukti tidak ada infeksi. Disini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
- Kategori II : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin
positif, radiologis dan sputum negatif.
- Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
e. Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan
kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis1,2
- Tuberkulosis paru BTA positif, apabila:
- Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak
menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat
quality external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan
dahak tersebut berasal dari dahak pagi hari. Saat ini Indonesia sudah
memiliki beberapa laboratorium yang memenuhi syarat EQA.2
- Pada Negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan
syarat EQA, maka TB paru BTA positif adalah:2
 Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau
 Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil
pemeriksaan foto torak sesuai dengan gambaran TB yang
ditetapkan oleh klinisi, atau
 Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil
kulturM.tuberculosis positif.

7
- Tuberkulosis BTA negatif, apabila:2
- Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif.
 Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium
yang memenuhi syarat EQA
 Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA
negatif untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan
prevalens HIV > 1% atau pasien TB dengan kehamilan ≥ 5%
ATAU
- Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang
belum memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis
- Memenuhi criteria sebagai berikut:2
 Hasil foto torak sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai
salah satu dibawah ini:
a. Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai
HIV, atau
b. Jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui atau
prevalens HIV rendah), tidak menunjukkan perbaikan setelah
pemberian antibiotik spectrum luas (kecuali antibiotik yang
mempunyai efek anti TB seperti fluorokuinolon dan
aminoglikosida)
- Bekas tuberkulosis paru1,2
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung2
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto torak ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi2
- Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam : a). Tuberkulosis paru
tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain

8
positif; b). Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum
BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.1
f. WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni:1
- Kategori I, ditujukan terhadap :
 Kasus baru dengan sputum positif.
 Kasus baru dengan bentuk TB berat.
- Kategori II, ditujukan terhadap :
 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan sputum BTA positif
- Kategori III, ditujukan terhadap :
 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
 Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
- Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik.
g. Berdasarkan letak anatomi penyakit2
- Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang
terletak dalam paru.2
- Tuberkulosis ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain
paru seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau
hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput
otak.2
h. Status HIV2
Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan pengobatan.2

2.7 Faktor Risiko TB3,4,5


1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup
maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan

9
sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
jenis pekerjaannya.3
2. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel
debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran
pernafasan.3
3. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko
untuk mendapatkan kanker paru-p ru, penyakit jantung koroner, bronchitis
kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko
untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.4
4. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak
sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain.3
5. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 20% luas lantai.Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. 5
6. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban

10
udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari
kulit dan penyerapan.4
7. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
kuman.4
8. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,
dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar
22°-30°C.3
9. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan
dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. 5
10. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan
sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. 4
11. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit
dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekeliling.4

11
“Faktor Risiko”

2.8 Diagnosis TB
a. Manifestasi klinis1,2,6
1. Dewasa
Keluhan yang dirasakan pasien TB Paru dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien TB Paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan.1 Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu lokal
dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala local
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).2
1. Gejala respiratori:2
 Batuk ≥ 2 minggu2
 Batuk Darah1,2
Gejala ini banyak ditemukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap batuk tidak
sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang

12
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-
bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah,
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada TB Paru terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.1
 Sesak napas1,2
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
nafas. Sesak nafas baru ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah paru-paru.1
 Nyeri dada1,2
Gejala ini agak jarang ditemukan.Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi karena gesekan kedua pleura sewaktu pasienmenarik atau
melepaskan nafas.1,2
2. Gejala sistemik:2
 Demam1,2
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi panas
badan dapat mencapai 40-41oC.Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. 1
 Malaise1,2
Penyakit TB Paru bersifat radang yang menahun.Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam.1
 Keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun.2
3. Gejala TB ekstraparu2
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri

13
dari kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala
meningitis. Pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Pemeriksaan fisik1,3
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan pun terutama kasus dini atau sudah terinfeksi secara
asimptomatik.3Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama bagian apex (puncak)
dan segmen posterior (S1 dan S2),2,3 serta daerah apeks lobus inferior
(S6).2 Perkusi redup dan auskultasi suara nafas bronkial2,3 ini dicurigai
adanya infiltrat yang agak luas.3 Juga dapat ditemukan amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.2 Dapat ditemukan tacypneu, tacycardi, sianosis, efusi pleura
jika TBmengenai pleura, perkusi redup atau pekak, auskultasi suara nafas
lemah atau tidak terdengar sama sekali.2,3
Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikiran kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess.2
c. Pemeriksaan bakteriologi2
1. Bahan pemeriksaan
Berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)2
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek, atau untuk kepentingan kultur dan uji kepekaan dapat ditambahkan
NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan
patologi anatomi.2

14
3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
a. Mikroskopis2
- Mikroskopis biasa: pewarnaan Ziehl-Nielsen
- Mikroskopis fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis
dibaca dengan skala International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease (IUATLD).2
1. Skala IUATLD:2
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
b. Pemeriksaan biakan kuman2
Pemeriksaan identifikasi M.tuberculosis dengan cara:2
a. Biakan:2
 Egg base media:
- Lowenstein-Jensen
Adalah media padat yang menggunakan media basa telur.
Media ini digunakan untuk isolasi dan pembiakan
Mycobacterium species. Pemeriksaan identifikasi
M.tuberculosis dengan media ini memberikan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dan dipakai sebagai alat diagnostic
pada program penanggulangan TB.2
- Ogawa dan Kudoh
 Agar base media: Middle brook
 Mycobacteria growth indicator tube test (MGITT)
Adalah metode yang relatif baru.Metode tersebut menggunakan
sensor fluorescent yang ditanam dalam bahan dasar silikon

15
sebagai indikator pertumbuhan mikobakterium tersebut. Tabung
tersebut mengandung 4 ml kaldu 7H9 Middlebrook yang
ditambahkan 0,5 ml suplemen nutrisi dan 0,1 ml campuran
antibiotik untuk supresi pertumbuhan kuman kontaminasi.
Mikobakterium yang tumbuh akan mengkonsumsi oksigen
sehingga sensor akan menyala. Sensor tersebut akan dilihat
menggunakan lampu ultraviolet dengan panjang 365 nm. Dari
beberapa pustakaan didapatkan rerata waktu yang dibutuhkan
untuk mendeteksi pertumbuhan kuman dengan menggunakan
metode MGITT adalah 21.2 hari (kisaran 4-53 hari) sedangkan
dengan metode konvensional Lowenstein-Jensen membutuhkan
rerata waktu 40.4 hari (kisaran 30-56 hari). Dari beberapa
penelitian juga didapatkan bahwa metode MGIT merupakan
cara yang mudah, praktis dan cost-effective untuk biakan
M.tuberculosis.2
 BACTEC
b. Uji molekular:2
 PCR-Based Methods of IS6110 Genotyping
 Spoligotyping
 Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
 MIRU / VNTR Analysis
 PGRS RFLP
 Genomic Deletion Analysis
Identifikasi M.tuberculosis dan uji kepekaan:2
 Hain test (uji kepekaan untuk R dan H)
Uji ini dapat mendeteksi mutasi pada gen ropB, katG dan inhA
yang bertanggung jawab atas terjadinya resistensi Rifampisin
dan INH. Uji ini memiliki sensitivitas antara 92-100% untuk
resistensi Rifampisin dan 67-88% untuk resistensi Isoniazid.Hain
test merupakan uji yang tercepat saat ini. Mampu

16
mengidentifikasi resistensi terhadap Rifampisin dengan cara
mendeteksi mutasi bagian penting (core region) dari rpoBgene.
Mutasi tersebut diidentifikasi melalui metode amplifikasi dan
hibridisasi terbalik pada uji strip.2
 Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R)
 Gene X-pert (uji kepekaan untuk R)
Adalah uji diagnostik cartridge-based, otomatis, yang dapat
mengidentifikasi M.tuberculosis dan resistensi terhadap
Rifampisin.Xpert MTB/RIF berbasis Cephied GeneXPert
platform, cukup sensitive, mudah digunakan dengan metode
nucleic acid amplification test (NAAT). Metode ini
mempurifikasi, membuat konsentrat dan amplifikasi (dengan real
time PCR) dan mengidentifikasi sekuens asam nukleat pada
genom TB. Lama pengelolaan uji sampai selesai memakan
waktu 1-2 jam. Metode ini akan bermanfaat untuk menyaring
kasus suspek TB MDR secara cepat dengan bahan pemeriksaan
dahak. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas
sekitar 99%.2
 Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs)
Merupakan alat untuk mendiagnosis infeksi M.tuberculosis
termasuk infeksi TB dan TB laten. Metode pemeriksaan ini
mengukur reaktivitas imunitas tubuh terhadap M.tuberculosis.
Leukosit pasien yang terinfeksi TB akan menghasilkan
interferon-gamma (IFN-g) apabila berkontak dengan antigen dari
M.tuberculosis.2
T-SPOT TB adalah alat diagnostik in-vitro dengan metode
berbasis enzyme-linkedimmunospot yang menggunakan sejumlah
T-cells efector.Efektor tersebut berespons terhadap rangsangan
dengan peptide antigen ESAT-6 dan CFP-10. Antigen tersebut
tidak ditemui pada semua strain BCG dan mikobakteria non-TB

17
kecuali M.Kansasii, M.Szulgai dan M.Marinum. Sebaliknya
individu yang terinfeksi dengan organisme M.tuberculosis
kompleks memiliki T-cells dalam darahnya sehingga dapat
mengenali antigen mikobakteria tersebut.2

d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standard adalah foto torak PA. Pemeriksaan lain atas indikasi
yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik atau CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
torak, TB dapat memberi gambaran barmacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:2
 Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:2
 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed lung):2
 Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas
proses penyakit

18
e. Pemeriksaan penunjang lain
1. Analisis cairan pleura
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis TB adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.2
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.Pemeriksaan
yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsy atau otopsi, yaitu:2
 Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB)
 Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope
dan Veen Silverman)
 Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration (TTNA), biopsi paru
terbuka
 Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai TB
 Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.2
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat
digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi LED yang normal tidak menyingkirkan TB.
Limfosit juga kurang spesifik.2

19
Gambar 1. Alur diagnosis TB pada dewasa3

20
2.9 Penatalaksanaan TB1
a.Farmakologi1,9,10
1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Jenis OAT Sifat Dosis harian Dosis 3x seminggu


(mg/kg) (mg/kg)
Isoniasid/INH Bakterisid 5(4-6) 10(8-12)
(H)
Rifampisin (R) Bakterisid 10(8-12) 10(8-12)
Pirasinamid (Z) Bakterisid 25(20-30) 35(30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15(12-18) -
Etambutol (E) bakteriostatik 15(15-20) 30(20-35)

2. Prinsip Pengobatan1,9
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalamjumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
3. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia1,9,10
 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
PenanggulanganTuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

21
3) Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE).
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Paduan OAT ini diberikan untuk:
 Pasien baru TB paru BTA positif
 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
 Pasien TB ekstra paru
Dosis paduan OAT KDT kategori-1: 2(HRZE)/4(HR)3

Berat badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali


selama 56 hari RHZE seminggu selama 16 minggu
(150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
≥71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Dosis paduan OAT Kombipak kategori-1: 2HRZE/4H3R3

Jenis obat Dosis per hari/kali Dosis per hari/kali


menelan obat Tahap menelan obat Tahap
Intensif 2 bulan, 56 Lanjutan 4 bulan, 48 hari
hari
Tablet Isoniasid @ 1 2
300mg
Kaplet Rifampisin 1 1
@ 450mg
Tablet Pirazinamid 3 -
@ 500mg
Tablet Etambutol 3 -
@ 250mg

22
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
 Pasien kambuh (relaps)
 Pasien gagal (failure)
 Pasien putus obat (default)

Dosis paduan OAT KDT kategori-2:2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


Berat tahap intensif tiap tahap sisipan tiap tahap lanjutan 3 kali
badan hari hari RHZE seminggu RH
(kg) RHZE(150/75/40 (150/75/400/275) (150/150)+E(400)
0/275)+S selama selama 28 hari selama 20 minggu
56 hari
30-37 2 tab 4 KDT + 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab
500mg Etambutol
Streptomisin inj.
38-54 3 tab 4 KDT + 3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab
750mg Etambutol
Streptomisin inj.
55-70 4 tab 4 KDT + 4 tab 4 KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab
1000mg Etambutol
Streptomisin inj.
≥71 5 tab 4 KDT + 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT + 5 tab
1000mg Etambutol
Streptomisn inj

Dosis paduan OAT Kombipak kategori-2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

jenis obat tahap intensif tahap sisipan tahap lanjutan 3 kali


tiap hari tiap hari selama seminggu selama 4
selama 2 1 bulan (28 bulan (60 hari/kali)
bulan (56 hari/kali)
hari/kali)
tablet 1 1 2
Isoniazid
@300mg

23
kaplet 1 1 1
Rifampisin
@450mg
tablet 3 3 -
Pirazinamid
@500mg
tablet 3 3 1
Etambutol
@250mg
tablet - - 2
Etambutol
@400mg
Streptomisin 0,75g - -
inj

b. Non-Farmakologi (Edukasi)3,9
Menjelaskan bahwa batuk berdahak yang dirasakan berasal dari
gangguan paru dan kekhawatiran mengenai komplikasi penyakitnya dapat
dicegah bila pasien berobat dan kontrol secara teratur, dan tidak putus
obatEdukasi tentang penyakit tuberkulosis (etiologi, gejala, terapi,
pencegahan, dan penularan).3 Juga dilakukan edukasi hal berikut ini:3
1) Bila batuk, mulut ditutup
2) Jangan sembarangan membuang dahak bila batuk
3) Gizi seimbang
4) Istirahat yang cukup
5) Hindari merokok dan narkoba
6) BCG
7) Kemoprofilaksis dengan diberikan isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari diberi
pada anak kontak TB aktif

24
2.10 Komplikasi TB1
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.1
 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy.1
 Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas yaitu SOPT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis,karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS),
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.1

2.12 Prognosis8
 Bila tidak menerima pengobatan spesifik 25 % akan meninggal dalam
18 bulan
 50 % akan meninggal dalam 5 tahun
 8-12,5 % akan menjadi chroni exeretor’s yang artinya mereka terus-
menerus mengeluarkan basil TB dalam sputumnya
 Sisanya akan mengalami kesembuhan spontan dengan bekas berupa
proses fibrotik dan perkapuran. Dapat pula kesembuhan berlangsung
melalui resolusi sempurna sehingga tidak meninggalkan bekas.
a) Bila diberikan pengobatan spesifik
 Bila pengobatan spesifik sesuai aturan sebenarnya (penyembuhan)
Pengobatan spesifik hanya bekerja membunuh basil TB saja, namun
kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai
(misal proses fibrotik, kavitas dan lain-lain), tidak akan hilang. Penting
diberikan pengobatan secara spesifik sedini mungkin yaitu sebelum
terjadi kerusakan paru yang bersifat irreversibel.
 Bila pengobatan spesifik tidak memenuhi syarat
Basil TB yang tadinya sensitif terhadap obat-obat yang dipakai
akan menjadi resisten. Dengan begitu penderita sukar sembuh dan akan

25
dapat menularkan basil-basil yang resisten pada sekelilingnya. Hasil
akhirnya, mereka yang ditulari akan mendapatkan penyakit TB dengan
basil-basil yang punya resistensi primer terhadap beberapa
tuberkulostatika yang semestinya masih relatif.

26
BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Selat guntung, Sabak Auh
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Masuk RS : 08 april 2018

B. Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis


1. Keluhan utama
Sesak nafas sejak 2 minggu yang lalu SMRS
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD atas rujukan dari PKM Sabak Auh dengan
keluhan sesak nafas sejak 2 minggu yang lalu SMRS. Sesak diawali saat
pasien sedang beraktivitas, sesak terus menerus baik saat melakukan aktifitas
ataupun saat istirahat. Pasien juga mengeluhkan batuk hilang timbul
beberapa minggu terakhir, tetapi semakin memberat sejak 2 minggu SMRS.
Batuk disertai dahak berwarna putih dan encer. Batuk berdahak disertai
bercak darah 1 x sekitar 2 minggu sebelum keluhan sesak napas muncul.
Keluhan lain berupa badan terasa lemas (+) sejak 1 minggu yang lalu,
mual (-), muntah (-), nyeri dada (-), demam (-), keringat malam (+),
penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan drastis (+) 11 kg, BAB
tidak lancar dan BAK normal.

27
3. Riwayat penyakit dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
- Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah yang tinggi.
- Pasien memiliki riwayat gula darah yang tinggi.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ayah pasien mengalami keluhan serupa dan riwayat penggunaan
OAT 6 bulan beberapa tahun yang lalu.
5. Riwayat pengobatan
 Pasien pernah berobat di PKM Sabak Auh 3 minggu yang lalu
 Pasien tidak tahu obat apa yang didapatkan di PKM
6. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan
 Selama ini pasien tidak memiliki pekerjaan
 Riwayat merokok (-)
 Sosial ekonomi: menengah
 Mengkonsumsi alkohol (-).
C. Pemeriksaan fisik
1. Status generalisata
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 120 kali/menit
 Suhu : 37,5o C
 Pernafasan : 48 kali/menit
2. Kepala dan leher
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-)
Mulut : Sianosis bibir (-), bibir kering (+)
Telinga : Nyeri tekan (-)

28
Leher : Nyeri (-), pembesaran kelenjer getah bening (-), spasme otot (-),
peningkatan JVP (-)
3. Thorax
a. Paru
Paru Anterior dan Posterior
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, pergerakan dinding dada
tidak tertinggal kanan dan kiri, retraksi dinding dada (-/-), ekspiresi
memanjang (-/-)
 Palpasi : Fokal fremitus menurun
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi
Kanan : ekspirasi memanjang (-), wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
Kiri : ekspirasi memanjang (-), wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
b. Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial di linea
midclavicularis sinistra di SIC V
 Perkusi
Batas atas : SIC II
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas kiri : 1 jari medial di linea midclavicularis sinistra
Batas bawah : SIC V
 Auskultasi : Sura jantung reguler (+), gallop (-), murmur (-).
c. Abdomen
 Inspeksi : Bentuk perut datar, scar (-), distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba
 Perkusi : Timpani seluruh lapang perut

29
d. Ekstremitas
Superior : Akral hangat (-), CRT < 2”, kelemahan (-), oedem (-).
Inferior : Akral hangat (-), CRT < 2”, kelemahan (-), oedem (-).

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium (08/04/2018)
 Hematologi
Hb : 9,3 g/dl
Lekosit : 21,5 K/uL
Eritrosit : 3,28 M/uL
Hematokrit : 29,5%
Trombosit : 555 K/uL
 Glukosa darah
Glukosa sewaktu : 116 mg/dL
 Protein plasma (09/04/2018)
Albumin : 3,1 g/dl
 Tes fungsi ginjal (09/04/2018)
Ureum : 37 mg/dL
Kreatinin : 10,4 mg/dL
 Tes fungsi hati (09/04/2018)
Bilirubin total : 0,6 mg/dL
Bilirubin direk : 0,5 mg/dL
Bilirubin indirek : 0,1 mg/dL
SGOT/AST : 30 mg/dL
SGPT/ALT : 13 mg/dL
 Analisis gas darah (08/04/2018)
pH : 7,42
PCO2 : 38 mmHg
PO2 : 84 mmHg
HCO3- : 24,1 mmol/1

30
BE : - 0,2
SaO2 : 93%
 Elektrolit
Na+ : 123 mEq/l
K+ : 2,8 mEq/l
Cl- :
96 mEq/1
2. EKG

31
3. Foto Thorak

RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu yang lalu SMRS.
Sesak diawali saat pasien sedang beraktivitas, sesak terus menerus baik saat
melakukan aktifitas ataupun saat istirahat. Pasien juga mengeluhkan batuk hilang
timbul beberapa minggu terakhir, tetapi semakin memberat sejak 2 minggu SMRS.
Batuk disertai dahak berwarna putih dan encer. Batuk berdahak disertai bercak darah
1 x sekitar 2 minggu sebelum keluhan sesak napas muncul. Pasien juga merasa lemas
(+) sejak 1 minggu yang lalu, mual (-), muntah (-), nyeri dada (-), demam (-), keringat
malam (+), penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan drastis (+), BAB
tidak lancar dan BAK normal.
Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan konjungtiva anemis (+/+) dan fisik
thorax didapatkan suara napas tambahan, yaitu rhonki (+/+) di seluruh lobus pulmo
kanan dan apek serta lobus inferior pulmo kiri pada saat auskultasi.

32
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Dengan hasil laboratorium didapatkan kadar Hb yang
rendah, yaitu 9,3%, eritrosit 3,28 M/uL (rendah), hematokrit 29,5% (rendah),
peningkatan kadar leukosit, yaitu 21,5/mm3 dengan kadar gula darah sewaktu normal,
yaitu 116 mg/dl. Pada foto thorax didapatkan gambaran infiltrat di kedua lapang paru
dan terdapat kavitas pada apex paru kanan yang merupakan tanda khas TB.
A. Daftar Masalah
 Sesak nafas
 Batuk berdahak >2 minggu, batuk berdarah 1 kali
 Penurunan nafsu makan
 Keringat malam
 Badan lemas
B. Diagnosis
Diagnosis : TB paru kasus baru TCM(-) Rontgen (-) + suspek pneumonia +
hipoalbumin + hiponatremi + hipokalemia.
C. Penatalaksanaan
1. Terapi umum
 Mengurangi pejanan terhadap faktor risiko seperti asap rokok, debu,
bahan kimia dan polusi udara
 Berhenti merokok
 Menjaga keseimbangan nutrisi
2. Terapi khusus
 O2 6 l/menit
 IVFD NaCL 20 tpm
 Injeksi ceftriaxon 1gr IV / 12 jam
 Infus paracetamol i gr/ IV (K/P)
 Ambroxol 3 x 4mg
 KSR 2x1

33
FOLLOW UP

Tanggal S O A P
08/04/2018 Sesak (+), KU : sedang TB paru kasus
batuk (+), Kesadaran : baru TCM(-)  O2 6 l/menit
BAB (-) komposmentis Rontgen (-) +  IVFD NaCl 20 tpm
 Injeksi ceftriaxon 1gr/ 12
TD: 110/80 suspek
jam
HR : 120x/menit pneumonia +  Infus paracetamol i gr/ IV
RR : 30x/menit hipoalbumin + (K/P)
T : 37,5 0C hiponatremi +  Ambroxol 3 x 1
 KSR 2x1
hipokalemia

 O2 6 l/menit
09/04/2018 Sesak, KU : sedang TB paru kasus
 IVFD NaCl 20 tpm
batuk (+) Kesadaran: baru TCM(-)
 Aminofluid 1
sesekali, komposmentis Rontgen (-) +
 Curcuma 3x1
berkeringat TD: 110/80 suspek
 OATfdc 2tab
banyak, HR : 120x/menit pneumonia +
 B6 1x1
nafsu RR : 48x/menit hipoalbumin +
 Injeksi ceftriaxon 1gr/ 12
makan T : 37,5 0C hiponatremi +
jam
tidak ada, hipokalemia  Ambroxol 3 x 1
BAB (-)  KSR 2x1

10/04/2018 KU : sedang TB paru kasus Terapi lanjut


Kesadaran: baru TCM(-)
komposmentis Rontgen (-) +

34
Sesak (+), TD: 110/70 suspek
batuk (-) HR : 96x/menit pneumonia +
RR : 30x/menit hipoalbumin +
T : 36,6 0C hiponatremi +
hipokalemia

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Permenkes No. 67 tahun 2016. Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia.


2. Depkes RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaannya di Indonesia. 2011.
4. Kharisma, E.S., 2010. Hubungan Jarak Rumah, Tingkat Pendidikan, dan Lama
Pengobatan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Di RSUD
dr.Moewardi.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberculosis Paru dalam IPD’s
Compedium of Indonesia 2010. Medicine 1st Edition.
6. Reddel HK, Hurd SS, FitzGerald JM. The International Journal of Tuberculosis and
Lung Disease 2014;18:505-6
7. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2014. Switzerland.
2014.
8. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2015. Switzerland.
2015.

36

Anda mungkin juga menyukai