Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN NAPZA

A. PENGERTIAN
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainya. NAPZA berupa zat bila masuk kedalam tubuh, dapat
mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan
gangguan fisik, psikis dan fungsi sosial (Stuart & Sundeen, 2016).
Ketergantungan fisik adalah suatu keadaan bila pasien mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA yang biasa digunakan, akan mengalami
gejala putus zat, seperti nyeri dan sulit tidur. Selain itu, pasien mengalami
efek toleransi terhadap zat yaitu suatu keadaan bila pasien memperoleh efek
zat seperti semula, memerlukan jumlah (dosis) yang semakin lama semakin
banyak. Ketergantugan psikologis adalah suatu keadaan bila pasien sudah
berhenti menggunakan NAPZA dalam waktu singkat atau lama, akan
mengalami kerinduan yang kuat sekali utnuk menggunakanya kembali.
Pasien akan mencari-cari dan menggunakan segala cara untuk mendapatkan
NAPZA tersebut, walaupun tidak mengalami gejala putus zat atau sedang di
bawah tekanan sesorang (Stuart & Sundeen, 2016).
NAPZA terdiri atas opiat, ganja, kokain, sedatif hipnotik, amfetamin,
halusinogen, alkohol, inhalansia, nikotin, dan kafein. Jenis NAPZA yang
mejadi masalah di Indonesia adalah opiat (misalnya heroin atau putau), ganja
(cimeng, gelek), sedatif hipnotik (benzodiazepine, misalnya lexo, pil BK),
alcohol (minuman keras, misalnya whisky, arak), dan amfetamin (misalnya,
ekstasi dan shabu-shabu).
Penyalahgunaan zat adalah pengunaan zat secara terus-menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah.ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang
parah dan sering diangap sebagal penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada
perilaku psikosasial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala
putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah
peningkatan jumlah zat untuk memperuleh efek yang diharapkan. Gejala
1
putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart &
Sundeen, 2016).

B. RENTANG RESPONS GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA


Rentang respon penggunaan NAPZA berfluktuasi dari kondisi yang
yang ringan sampal yang berat. indikator ini berdasarkan perilaku yang
ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Eksperimental Rekreasional Situasional (Sumber: Yosep, 2017)


Penyalahgunaan Ketergantungan

1. Eksperimental
Kondisi pengguna taraf awal. yang disebabkan rasa ingin tahu dari
remaja. Sesuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, biasanya ingin
mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
2. Rekreasional
Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya,
misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun.
Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-temannya.
3. Situsional
Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan
bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk
elarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu
menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stress dan
frustasi.

4. Penyalahgunaan
Pengguuaan zat yang sudah cukup patologis. sudah mulai digunakan
secara rutin, minimal selama I bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku
mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan social, pendidikan, dan
pekerjaan.
5. Ketergantungan

2
Penggunaan zat yang sudah cukup berat. Telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikalogis. Ketergantungan fisik ditandai dengan
adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu
yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu
menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga
menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.
Sedangkan toleransi adalah suatu kondisidari individu yang mengalami
peningkatan dosisi (jumlah zat) untuk mencapai tujuan yang biasa
diinginkan.

C. JENIS DAN GOLONGAN NAPZA


Berdasarkan Undang-undang RI, NAPZA dapat dibagi kedalam
beberapa golongan yaitu:
1. Narkotika, menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (“UU 35/2009”).
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.

Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagai berikut :


Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contoh: heroin, putauw,
kokain, ganja.
Narkotika Golongan II

3
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan. Digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
menimbulkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidine.
Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
kodein.
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
a. Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isalasi dan proses lain
terlebih dahulu karana bisa langsung dipakai dengan sedikit proses
sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh dlutamakan
untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu beresiko.
Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
b. Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai
pengnhilang rasa sakit analgesik. Contonnya yaitu seperti amfetamin,
metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:
1) Depresi: membuat pemakaian tertidur atau tidak sadar
2) Stimulan: membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja
dan merasa badan lebih segar.
3) Halusinogen: dapat membuat si pemakai berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran.
c. Narkotika semi sintetis yaltu zat/obat yang diproduksi dengan cara
isolasi. ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein,
dan lain-lain.

2. Psikotropika (menurut UU RI no.5 tahun 1997 tentang psikotropika)

4
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-
golongan sebagai berikut:
Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : ekstasi,
shabu-shabu, Lysergic Acid Dyethylamide (LSD).
Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : amfetamin,
metilfenidat atau ritalin).
Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi obat-obatan dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang untuk menimbulkan
sindroma ketergantungan. Contoh : pentobarbital, flunitrazepam.
Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan sindroma ketergantungan.
Contoh: diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonazepam,
klordiazepoxide, nitrazepam (seperti pil BK, pil Koplo, rohip, dum, MG).

3. Zat adaptif lainnya

5
Zat adiktif lainnya adalah zat bahan kimia, dan bialogi dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan
lingkunqan hidup secara langsung dan tidak lansung yang mempunyai sifat
karsinogenik, teratogenik, mutagenic, kurasif, dan iritasi. Bahan-bahan
berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika
dan psikotropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik
seseorang jika disalahgunakan (Wrasniworo dkk, 1999) yang termasuk zat
adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohal) yang meliputi
minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir,
green san minuman keras golangan B (kadar ethanol labih dari 5% sampai
20%) seperti anggur malaga; dan minuman. keras goloangan C (kadar
ethanol lebih dari 20% sanipai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat
dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam
darah mencapai 11.5% dan hampir semua akan mengalami gangguan
koordinasi bila kadarnya dalam darah 0.11% (Marviana dkk. 2016). Zat
adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

4. Zat Psikoaktif
Zat psikoaktif adalah golongan zat yang bekerja secara selektif
terutama pada otak, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada
perilaku, emosi, kognitif, persepsi dan kesadaran seseorang. Ada 2 jenis
psikoaktif, yaitu:
Psikoaktif Bersifat Adiksi
a. Golongan Opioida : morfin, heroin (putauw), candu, kodein, petidine.
b. Golongan Cannabis : ganja (mariyuana), minyak hassish.
c. Golongan Kokain : serbuk kokain dan daun koka.
d. Golongan Alkohol : semua minuman yang mengandung ethyl alcohol
seperti brandy, bir, wine, cognac, brem, tuak, anggur orangtua (AO),
dan sebagainya.
e. Golongan Sedatif Hipnotik : BK, rohypnol, magadon, dumolid, nipam,
madrax.

6
f. Golongan Methylene Dioxy Ampethamine (MDA) : amphetamine
benzedrine, dexedrine.
g. Golongan Methylene Dioxy Meth Ampetahamine (MDMA) : ekstasi.
h. Golongan Halusinogen : LSD, meskaloin, mushroom, kecubung.
i. Golongan Solven dan inhalansia : aica aibon (glue), aceton, thiner,
N2O.
j. Nikotin : tembakau
k. Kafein : kopi dan teh.
l. Golongan lainnya.
Psikoaktif Bersifat Non Adiksi
Obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa psikotik, obat anti
depresi. Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan, NAPZA
dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :
Golongan Depressan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional
tubuh. Jenis ini membuat pemakainya merasa tenang, pendiam dan bahkan
membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk
opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), sedatif (penenang), hipnotik
(obat tidur), tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.

Golongan Stimulan (Upper)


Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi
aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah amphetamine (shabu-shabu, ekstasi), kafein, kokain.
Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda, sehingga seluruh perasaan dapat terganggu.
Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.

D. FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA


1. Faktor internal
a. Faktor kepribadian

7
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini
lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi
pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang
rendah. Perkembangan emosi yang tarhambat. dengen ditandai oleh
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah
cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi. juga turut mempengaruhi.
Selain itu. Kamampuan untuk memecahkan masaleh secara adakuat
berpengaruh terhadap bagaimana ía mudah mencari pemecahan
masalah dengan cara melarikan diri.
b. Intelegensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intelegensia pecandu yang
datang untuk melekukan kanseling di klinik rehabilitasi pada umumnya
berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.

c. Usia
Mayoritas Pecandu Narkoba adalah ramaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kandisi social psikalogis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi, sementara
pada usia yang lebih tua narkoba digunakan sebagai obat penenang,
d. Dorongan kenikmatan dan perasaan ingin tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu
atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman
sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi atau kebutuhan yang utama.
e. Pencegahan masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba
untuk menyelasaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh
narkoha dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa
pada permasalahan yang ada.

2. Faktor eksternal
a. Keluarga

8
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menyjadi
penyabab seeorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil
penelitian tim UKM Atma Jaya dan perguruan Tinggi Kepolisian
Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko
tinggi anggota keluargannya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kcau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan
ibunya (Misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak)
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyalesaian yang memuaskan samua pihak yang berkonflik.
Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah den anak, ibu dan
anak, maupun antar seudara.
4) Keluarga dangan orang tua yang atoriter. Dalam hal ini, peran orang
tua sangat dominan, dangan anak yang hanya sakadar harus menuruti
apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat. atau
demi kemajuan dan masa dapan anak itu sendiri tanpa diberi
kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis. yaitu ketuarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang
harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaltu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

b. Faktor kelompok teman sebaya (Peer Group)


Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok,
yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi
seseorang agar banyak dalam delinquet dan penggunaan obat-abatan.
Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor spsial tersebut memiliki dampak
yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-
9
obatan yang kemudian mengakibatkan timbulnya katengantungan fisik
dan psikologis. Sinaga (2017) melaporkan bahwa faktor penyebab
penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya {78,1%)
Hal nii meninjukkan betapa besarnya pengarub teman klompoknya
sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan
dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (2015) yang memperlihatkan
bahwa teman kelompak yang menyebabkan remaja memakai NAPZA
mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan.

c. Faktor kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat
disebut sebagai pamicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang
sudah manjadi tujuan pasar narkobaa internasianal. menyebabkan obat-
abatan ini muda diperaleh. Bahkan beberape media massa melaporkan
bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-
sekolah. termasuk di Sekalah Besar. Pengalaman feel goof mencoba
drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan
kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu. Saseorang dapat menjadi
pecandu karena disebabkan aleh beberapa faktar sekaligus atau secara
bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul beruntun akibat dari
sub faktor tententu.

E. TANDA DAN GEJALA


Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain inteksikasi,
ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat
penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi
dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

10
Sedative
Opiat Ganja Alkohol Amfetamin
Hipnotik
Tanda dan gelaja intoksikasi
1. Eforia 1. Eforia 1. Pengendalian 1. Mata merah 1. Selalu
2. Mengatuk 2. Mata diri berkurang 2. Bicara cadel terdorong
3. Berbicara merah 2. Jalan 3. Jalan untuk
kadel 3. Mulut sempoyang sempoyanga mendekat
4. Konstipasi kering 3. Mengatuk n 2. Berkeringat
5. Penurunan 4. Banyak 4. Memperpanjan 4. Perubahan 3. Bergetar
kesadaran bicara dan g tidur persepsi 4. Cemas
tertawa 5. Hilang 5. Penurunan 5. Depresi
5. Nafsu kesadaran kemampuan 6. Paranoid
makan menilai
meningkat
6. Gangguan
persepsi
Tanda dan gejala putus zat
1. Nyeri Jarang 1. Cemas 1. Cemas 1. Cemas
2. Mata dan dikemukan 2. Tangan 2.Depresi 2. Depresi
hidung gemetar 3.Muka merah 3. Kelelahan
berair 3. Perubahan 4.Mudah marah 4. Energi
perasaan persepsi 5.Tangan berkurang
pans dingin 4. Gangguan gemetaran 5. Kebutuhan
3. Diare daya ingat 6.Mulai muntah tidur
4. Gelisah 5. Sulit tidur 7.Sulit tidur meningkat
5. Sulit tidur

F. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA


Martono (2016) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA
mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri),
keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa dan negara.
1. Bagi diri sendiri
Penyalahguaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi
otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan),
overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya
pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental
sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai dan masalah ekonomi

11
dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan
pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
golongan/jenis:
a. Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif
seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin
b. Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang
memakai jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang
menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa
cemas.
c. Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat
racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.

2. Bagi keluarga
Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan
suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua
akan merasa malu karena memiliki anak pecandu, merasa bersalah, dan
berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stress keluarga meningkat,
merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian
narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau
bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga
permasyarakatan.

3. Bagi pendidikan atau sekolah


NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi
untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan
kejahatan dan perilaku asosiasi lain yang menganggu suasana tertib dan
aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
Bagi masyarakat, dan negara. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan
terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga
terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan
mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan
dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya negara mengalami
12
kerugian karena masyarakat tidak produktif, kejahatan meningkat serta
sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah
tersebut.

4. Dampak bagi fisik


a. Gangguan pada system syaraf (neurologis)
b. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)

c. Gangguan pada kulit (dermatologis)

d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner)

e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh


meningkat, pengecilan hati dan insomnia

f. Gangguan terhadap kesehatan reproduksi yaitu gangguan padaendokrin,


seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron,
testosteron), serta gangguan fungsi seksual.

g. Gangguan terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan


antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi,
dan amenorhoe (tidak haid)

h. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian


jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit
seperti hepatitis B, C, dan HIV

i. Bahaya narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis yaitu
konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya.
Over dosis bisa menyebabkan kematian.

13
5. Dampak bagi status ekonomi
a. Secara mikro, Penyalahgunaan narkoba menghabiskan biaya besar yang
membebani keluarga yang bersangkutan
b. Secara makro, menimbulkan kerugian yang amat sangat besar bagi
bangsa dan Negara seperti rendahnya mutu atau hancurnya SDM
generasi bangsa.

6. Dampak bagi psikologi


a. Kerja lamban dan seroboh, sering tegang dan gelisah
b. Hilang rasa percaya diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga

c. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal

d. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan

e. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri

7. Dampak bagi sosial


a. Gangguan mental
b. Anti-sosial dan asusila
c. Dikucilkan oleh lingkungan

d. Merepotkan dan menjadi beban keluarga

e. Pendidikan menjadi terganggu dan masa depan suram.

G. PENANGGULANGAN MASALAH NAPZA


Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan,
pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi).
1. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan :
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA.
b. Deteksi dini perubahan perilaku
c. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak
pada narkoba.
2. Pengobatan

14
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu :
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan
zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon, substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan
dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan
gejalasimptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan
obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut.

3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melaui pendekatan non medis, psikologis, social dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantunga dapat
mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memilikitenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2000). Sesudah klien
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi
(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan
dilanjutkan dengan program pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2
(dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program

15
berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003). Lama rawat di unit rehabiliasi
untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung pada jumlah dan
kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang
tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien
mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan
dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien
tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumsah sakit, pusat rehabilitasi,
dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit
rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6
bulan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawat di
ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang
detoksifikasi.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagian di bawah ini
Alur Perawatan Klien di Rumah Sakit

Klien datang ↑ Ke RS

Perawatan

Detoksifikasi

Perawatan rehabilitasi (ruang rehabilitasi)

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani


detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA oleh karena rasa rindu (crawing) terhadap NAPZA yang selalu
terjadi (DepKes, 2015). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA
dapat:
a. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalah gunakan NAPZA lagi
b. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
c. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
d. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
e. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja

16
f. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik alam pergaulan
dengan lingkungannya
Jenis program rehabilitasi :
a. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk
kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu
dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan
berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi.
Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program
rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.

b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi
yang semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau
dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun
personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah
menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum
hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craing
masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi
serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering
disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena
itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis
obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan
ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi
kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara
individumaupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi,
waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup,
oleh karena itu,perlu dilanjutkan dengan waktu 3-6 bulan (program
rehabilitasi).

17
Dengan demikia dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat
bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi
kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat
dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga broken home.
Gerber 2016 dikutip dari Hawari, 2013) menyatakan bahwa konsultasi
keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek
kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.

c. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal
dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan
memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan
pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai kansultan saja. Di sini
klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara
efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi
keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah
relaps. Dalam program ini semua kilen ikut aktif dalam proses terapi.
Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak
membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman
bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.

d. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu
detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-
masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau
keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada
diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin
terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin
menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-
18
kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama
sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.

DAFTAR PUSTAKA

Mario. (2012). Segi praktis psikiatri dan psikologi. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

The Indonesian Florence Nightingale Foundation. (2010). Kiat penanggulangan


dan penyalahgunaan ketergantungan NAPZA. Jakarta : EGC.

Tom, Kus, Tedi. (2013). Bahaya NAPZA bagi pelajar. Bandung :Yayasan Al-
Ghifari.

19

Anda mungkin juga menyukai