Anda di halaman 1dari 25

SATUAN ACARA PENYULUHAN

KEHAMILAN RESIKO TINGGI

Disusun oleh :

NAMA : RANY IRMA RAHMADILA

KELAS : IIIA. KEBIDANAN

NIM : 15211718

PRODI DIII.KEBIDANAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

TAHUN AJARAN 2017/2018


SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Kehamilan

Sub Pokok Bahasan : Kehamilan risiko tinggi

Sasaran : ibu hamil (Kasnawati)

Tempat : RT 05 RW 02 Kurao Pagang, wilayah


kerja Puskesmas Nanggalo

Tanggal : Selasa, 1 Mai 2018

Waktu : Pukul 09.00-09.30 WIB

Waktu Penyampaian :1 X 30 menit

Penyuluh : Rany Irma Rahmadila

1. Tujuan

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukannya penyuluhan selama 30 menit, diharapkan


masyarakat paham faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan menjadi
berrisiko.

B. Tujuan Instruksional Khusus

a) Dapat memahami minimal 6 hal yang menjadikan berisiko dalam


kehamilan.
b) Dapat menghindari faktor-faktor yang mengakibatkan kehamilan
berrisiko.
c) Mengerti penyebab dan akibat hal-hal yang berisiko dalam kehamilan.
d) Mampu menyebutkan 6 faktor yang menjadi penyebab kegagalan dalam
persalinan.

2. Materi

a) Pengertian Kehamilan Risiko Tinggi.


b) Faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan berisiko tinggi.
c) Risiko-risiko yang dihadapi bila terjadi gangguan kehamilan dan
persalinan.

3. Media dan Alat

Leaflet

4. Metode

Ceramah dan Diskusi

5. Susunan Acara

No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Media Metoda


Peserta

1 Pembukaan 5 menit 1) Salam Menjawab Leaflet Ceramah


Salam,
2) Perkenalan
Memperhatikan
3) Penjelasan Kegiatan
Memperhatikan

2 Pembahasan 20 menit 1) Menjelaskan Memperhatikan Leaflet Ceramah


Faktor Risiko Sebelum
Kehamilan
Faktor Risiko Selama
Kehamilan
Komplikasi Kesehatan
2) Memberi
kesempatan bagi
peserta untuk bertanya Mengajukan
pertanyaan
3) Menjawab
pertanyaan dari para
peserta
Memperhatikan

3 Penutup 5 menit 1) Menyimpulkan hasil Memperhatikan leaflet Ceramah


penyuluhan
2) Memberikan
motivasi untuk Memperhatikan
menurunkan kehamilan
risiko tinggi
3) Menyampaikan
harapan yang di
inginkan pemateri
dengan Memperhatikan
dilaksanakannya
penyuluhan
4) Penutup

Menjawab
Salam
Lampiran Materi

Kehamilan Risiko Tinggi

A. Definisi Kehamilan

Menurut Sarwono (2009), Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai

lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan

yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi 3 bulan, triwulan kedua dari bulan

keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.

Kehamilan merupakan suatu perubahan dalam rangka melanjutkan keturunan

yang terjadi secara alami, menghasilkan janin yang tumbuh didalam rahim ibu.

Menurut Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, untuk tiap kehamilan harus

ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi.

Umumnya nidasi terjadi di dinding depan da belakang uterus, dekat fundus uteri.

Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut terjadi adanya kehamilan.Masa

kehamilan dimulai dan konsepsi sampai lahirnya janin.Lamanya hamil normal

adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid

terahir (Sarwono Prawirohardjo, 2007).

Kehamilan dimulai dari ovulasi sampai partus lamanya kira-kira 280 hari

(40minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).Kehamilan 40 minggu ini

disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu

disebut kehamilan post matur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut


kehamilan premature. Kehamilan post matur akan mempengaruhi viabilitas

(kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda

mempunyai prognosis buruk. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu trimester pertama (antara 0-12 minggu), kehamilan

trimester dua (antara 12-28 minggu), dan kehamilan trimester tiga (antara 28-40

minggu). Bila hasil konsepsi dikeluarkan dari kavum uteri pada kehamilan

dibawah 20 minggu, disebut abortus (keguguran).Bila hal ini terjadi di bawah 36

minggu disebut partus prematurus (persalinan premature).Kelahiran dari 38-40

minggu disebut partus aterm. (Hanifa Wiknjosastro, 2007 : 125)

B. Definisi Kehamilan Resiko Tinggi

Kehamilan risiko tinggi (KRT) adalah keadaan yang dapat

mempengaruhi keadaan optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang

dihadapi (Manuaba, 1998). Menurut Rustam (1998) kehamilan risiko tinggi

adalah beberapa situasi dan kondisi serta keadaan umum seorang selama masa

kehamilan, persalinan, nifas akan memberikan ancaman pada kesehatan jiwa ibu

maupun janin yang dikandungnya.

Sedangan menurut Depkes RI (1999) yang dimaksud faktor risiko tinggi

adalah keadaan pada ibu, baik berupa faktor biologis maupun non-biologis,

yang biasanya sudah dimiliki ibu sejak sebelum hamil dan dalam kehamilan

mungkin memudahkan timbulnya gangguan lain.


C. Faktor Resiko

Secara garis besar, kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada

keadaan dan kesehatan ibu, plasenta dan keadaan janin. Jika ibu sehat dan

didalam darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan organis dalam

jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam

kandungan akan berjalan baik. Dalam kehamilan, plasenta akan befungsi sebagai

alat respiratorik, metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan

pengeluaran dari tubuh ibu ke tubuh janin atau sebaliknya. Jika salah satu atau

beberapa fungsi di atas terganggu, maka pertumbuhan janin akan terganggu.

Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan janin baik berupa kelainan

bawaan ataupun kelainan karena pengaruh lingkungan, maka pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam kandungan dapat mengalami gangguan.

Sebelum hamil, seorang wanita bisa memiliki suatu keadaan yang

menyebabkan meningkatnya resiko selama kehamilan. Selain itu, jika seorang

wanita mengalami masalah pada kehamilan yang lalu, maka resikonya untuk

mengalami hal yang sama pada kehamilan yang akan datang adalah lebih besar.

Untuk menentukan suatu kehamilan resiko tinggi, dilakukan penilaian terhadap

wanita hamil untuk menentukan apakah dia memiliki keadaan yang menyebabkan

dia ataupun janinnya lebih rentan terhadap penyakit atau kematian.

Faktor itu bisa digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor medis dan

faktor non medis. Faktor medis meliputi, usia, paritas, graviditas, jarak
kehamilan, riwayat kehamilan dan persalinan, dan faktor non medis adalah

pengawasan antenatal (Manuaba, 1998)

Menurut Rustam (1998) faktor non-medis dan faktor medis yang dapat

mempengaruhi kehamilan adalah :

1. Faktor non medis antara lain :

Status gizi buruk, sosial ekonomi yang rendah, kemiskinan,

ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebersihan lingkungan, kesadaran

untuk memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitator dan sarana

kesehatan yang serba kekurangan merupakan faktor non medis yang banyak

terjadi terutama dinegara-negara berkembang yang berdasarkan penelitian

ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

2. Faktor medis antara lain :

Penyakit - penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan

plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan.

D. Cara Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi

Cara menentukan pengelompokkan kehamilan resiko tinggi, yaitu

dengan menggunakan cara kriteria. Kriteria ini diperoleh dari anamnesa tentang

umur, paritas, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, dan pemeriksaan

lengkap kehamilan sekarang serta pemeriksaan laboratorium penunjang bila

diperlukan.
Kriteria kehamilan beresiko yaitu primi muda, primi tua, primi tua

sekunder, tinggi badan kurang dari 145 cm, grandemulti, riwayat persalinan

buruk, bekas seksio sesarea, pre-eklampsi, hamil serotinus, perdarahan

antepartum, kelainan letak, kelainan medis. (Rochjati, 2005)

Puji Rochjati (2005) mengemukakan batasan faktor risiko pada ibu hamil

ada 3 kelompok yaitu :

a. Kelompok Faktor risiko I (ada potensi gawat obstetri), seperti primipara

muda terlalu muda umur kurang dari 20 tahun, primi tua, terlalu tua, hamil

pertama umur 35 tahun atau lebih, primi tua sekunder, terlalu lama punya

anak lagi, terkecil 10 tahun lebih, anak terkecil < 2 tahun, grande multi,

hamil umur 35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm, riwayat

persalinan yang buruk, pernah keguguran, pernah persalinaan premature,

riwayat persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vakum, ekstraksi forcep,

operasi (seksio sesarea) ). Deteksi ibu hamil berisiko kelompok I ini dapat

ditemukan dengan mudah oleh petugas kesehatan melalui pemeriksaan

sederhana yaitu wawancara dan periksa pandang pada kehamilan muda atau

pada saat kontak.

b. Kelompok Faktor Risiko II ( ada gawat obstetri), ibu hamil dengan penyakit,

pre-eklamsia/eklamsia, hamil kembar atau gamelli, kembar air atau

hidramnion, bayi mati dalam kandungan, kehamilan dengan kelainan letak,

serta hamil lewat bulan. Pada kelompok faktor resiko II ada kemungkinan
masih membutuhkan pemeriksaan dengan alat yang lebih canggih (USG)

oleh dokter Spesialis di Rumah Sakit.

c. Kelompok Faktor Risiko III (ada gawat obstetri), perdarahan sebelum bayi

lahir, pre eklamsia berat atau eklampsia. Pada kelompok faktor risiko III, ini

harus segera di rujuk ke rumah sakit sebelum kondisi ibu dan janin

bertambah buruk/jelek yang membutuhkan penanganan dan tindakan pada

waktu itu juga dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya yang

terancam.

Jadmika (1997) menggunakan kriteria yaitu komplikasi obstetrik yaitu

usia yang terdiri dari usia 19 tahun atau kurang dan usia 35 tahun keatas resiko

tinggi, paritas yang terdiri dari primigravida dan grandemulti (para lebih dari

6), jarak kehamilan yang terdiri dari < 2 tahun dan > 4 tahun, riwayat

persalinan yang lalu yang terdiri dari l kali abortus atau lebih, 2 kali partus

prematus atau lebih, kematian janin dalam kandungan atau kematian

perinatal, perdarahan pasca persalinan, kehamilan mola, pernah di tolong

secara obstetri operatif, pernah operasi ginekologi, pernah inversio uteri :

disproporsi sefalo-pelviks, perdarahan antepartum, pre-eklampsi dan

eklamsi, kehamilan ganda, hidramnion, kelainan letak pada hamil tua,

dismaturitas, kehamilan pada infertilitas, persalinan terakhir 5 tahun atau lebih


Komplikasi medis yaitu anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes

melitus, obesitas, penyakit saluran kencing, penyakit hati, penyakit paru,

penyakit-penyakit lain dalam kehamilan.

E. Faktor Resiko Tinggi Yang Mempengaruhi Kehamilan

1. Usia

Bahaya dan risiko dalam kehamilan serta persalinan akan lebih besar

pada wanita yang hamil usia terlalu muda atau terlalu tua. Seiring dengan

semakin tua usia seorang wanita untuk hamil maka semakin tinggi pula

terjadinya hipertensi, toksemia, dan hipertensi esensial. Sedangkan umur ibu

yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun juga merupakan suatu

faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur. Walaupun wanita hamil

dengan usia tua lebih matang dalam berfikir, tetapi penurunan kesehatan dan

stamina secara alami mempengaruhi baik kehidupan janin maupun dalam

proses persalinan (Rochjati, 2005).

a. Usia < 20 tahun (terlalu muda untuk hamil)

Yang dimaksud dengan terlalu muda untuk hamil adalah hamil

pada usia< 20 tahun. Pada usia < 20 tahun secara fisik kondisi rahim dan

panggul belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan

resiko kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan

pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat karena apabila usia

ibu hamil kurang dari 20 tahun atau terlalu muda dapat terjadi kompetisi
makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa

pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama

kehamilan .

Dampak kehamilan resiko tinggi pada usia muda antara lain :

a. Keguguran

Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja.

Seperti karena terkejut, cemas, stres.Tetapi ada juga keguguran yang

sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat

menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka

kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat

menimbulkan kemandulan.

b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan

bawaan.

Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat

reproduksiterutama rahim yang belum siap dalam suatu proses

kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi

saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun.

Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang

kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan

kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. Selain

itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses

pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan


(gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya

sendiri.

Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan

gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat

yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan

mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir

rendah dan cacat bawaan.

c. Mudah terjadi infeksi

Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress

memudahkan terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.

d. Anemia kehamilan/kekurangan zat besi.

Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang

pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena

pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan

zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah

merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan

seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.

e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).

Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia

makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-

eklampsia atau eklampsia.Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan

perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.


f. Kematian ibu yang tinggi.

Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena

perdarahan dan infeksi.Selain itu angka kematian ibu karena gugur

kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga

non profesional (dukun). (Nurokhim, 1997)

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:

1. Resiko bagi ibunya :

a. Mengalami perdarahan

Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena

otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga

disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal

didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat

dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.

b. Kemungkinan keguguran/abortus

Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi

keguguran.hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga

abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai

alat.

c. Persalinan yang lama dan sulit

Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun

janin.penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh


kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan

mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.

d. Kematian ibu

Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan

dan infeksi.

2. Dari bayinya :

a. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.

Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259

hari).hal ini terjadi karena pada saat pertumbuhan janin zat yang

diperlukan berkurang.

b. Berat badan lahir rendah (BBLR)

Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500

gram.kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil,

umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi

penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.

c. Cacat bawaan

Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat

pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya


kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor

gizi dan kelainan hormon.

d. Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama

hidupnya atau kematian perinatal.yang disebabkan berat badan

kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259

hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan

asfiksia.(Manuaba,1998).

b. Usia 20 – 35 tahun (usia reproduksi)

Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam

kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun, dimana organ reproduksi

sudah sempurna dalam menjalani fungsinya (BKKBN, 1999).

c. Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil)

Yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35

tahun kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh

diantaranya otot, syaraf, endokrin, dan reproduksi mulai menurun. Bila

seorang wanita hamil setelah berumur 35 tahun ke atas, kesehatan tubuh

ibu sudah tidak sebaik pada umur 20-35 tahun dan kemungkinan

memperoleh anak cacat lebih besar. Pada usia lebih dari 35 tahun terjadi

penurunan curah jantung yang disebabkan kontraksi miokardium.

Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit lain yang melemahkan

kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi darah kejanin yang


berisiko meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan, antara lain :

keguguran, eklamsia, dan perdarahan.

Menurut Kloosterman (1973) dalam Wiknjosastro, et al (2007),

frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35

tahun 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang

berumur kurang dari 25 tahun. Ibu hamil yang dicurigai mengalami

perdarahan antenatal harus memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit

(RS) yang memiliki fasilitas operatif dan transfusi darah dan bersalin di

RS tersebut.

2. Paritas

Paritas merupakan faktor penting selama kehamilan. Angka kematian bayi

dari ibu hamil ketiga meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan kedua

dan kemungkinan terjadi akan semakin meningkat pada kehamilan kelima.

Paritas tinggi juga berhubungan dengan makin sering timbulnya kelainan-

kelainan ginekologis seperti prolapsus uteri, cervicitis, erosi cervix, dan

carcinoma cervix. Demikian juga masalah kesehatan yang sifatnya non-

obstetrik (Rochjati, 2005).

Klasifikasikan paritas adalah sebagai berikut :

A. Primipara

Adalah seorang yang telah melahirkan seorang anak matur atau prematur

B. Multipara

Adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu anak
C. Grandemulti

Adalah seorang wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau

lebih.Pada keadaan ini sering kali ditemukan perdarahan sesudah

persalinan akibat dari kemunduran kemampuan kontraksi uterus.Kontraksi

uterus diperlukan untuk menghentikan perdarahan sesudah

persalinan.Sering pula ditemukan inersia uteri (tidak cukupnya tenaga/HIS

untuk mengeluarkan janin).Penyulit lainnya yang juga sering ditemukan

yaitu kecenderungan untuk terjadinya kelainan letak janin, kelainan

plasenta, serta kelainanan pada perlekatan plasenta pada dinding uterus.

Paritas merupakan salah satu faktor resiko tinggi pada kehamilan, kehamilan

resiko tinggi lebih banyak terjadi pada multipara dan grandemultipara, keadaan

endometrium pada daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran dan

berkurangnya vaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi dan nekrosis pada

bekas luka implantasi plasenta pada kehamilan sebelumnya di dinding

endometrium. Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada

daerah endometrium menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak subur dan

tidak siap menerima hasil konsepsi, sehingga pemberian nutrisi dan

oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang maksimal dan mengganggu sirkulasi

darah ke janin. Hal ini akan beresiko pada kehamilan dan persalinan.

3. Jarak Kehamilan

Dalam pemanfaatan layanan antenatal, jumlah anak hidup

berhubungan dengan beban pengasuhan anak, diasumsikan bahwa semakin


banyak anak maka akan semakin sedikit kesempatan ibu untuk

meningggalkan rumah dan memeriksakan kehamilannya (Rochjati, 2005).

Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat juga menjadi faktor

predisposisi terjadinya kelahiran prematur, perdarahan antepartum, dan

hipertensi (Wiknjosastro, 2007).

Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang sebaiknya

diatas 2 tahun karena bila kurang dari 2 tahun akan bepengaruh pada

kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2001:28).

Jarak adalah selang waktu antara dua peristiwa, ruang antara dua objek

bagian. Jarak adalah masa antara dua kejadian yang berkaitan. Kehamilan

adalah keadaan dimana terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan janin

di dalam rahim mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan

persalinan.

a. Kehamilan dengan jarak < 3 tahun

Pada kehamilan dengan jarak< 3 tahun keadaan endometrium

mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan dengan persalinan

sebelumnya yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat

implantasi plasenta.

Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada

daerah endometrium pada bagian korpus uteri mengakibatkan daerah

tersebut kurang subur sehingga kehamilan dengan jarak< 3 tahun dapat


menimbulkan kelainan yang berhubungan dengan letak dan keadaan

plasenta.

b. Kehamilan dengan jarak > 3 tahun

Pada kehamilan dengan jarak> 3 tahun keadaan endometrium

yang semula mengalami trombosis dan nekrosis karena pelepasan plasenta

dari dinding endometrium (Korpus uteri) telah mengalami pertumbuhan

dan kemajuan endometrium.

Dinding-dinding endometrium mulai regenerasi dan sel epitel

kelenjar-kelenjar endometrium mulai berkembang, bila pada saat ini

terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima sel-sel memberikan

nutrisi bagi pertumbuhan sel telur.

c. Kehamilan dengan jarak > 4 tahun

Pada kehamilan dengan jarak> 4 tahun sel telur yang dihasilkan

sudah tidak baik, sehingga bisa menimbulkan kelainan-kelainan bawaan

seperti sindrom down, saat persalinan pun beresiko terjadi perdarahan post

partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat

harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang beresiko terjadi

hemoragic post partum (HPP), resiko terjadi pre-eklampsia dan eklampsi

juga sangat besar karena terjadi kerusakan sel-sel endotel. (Rochjati, 2005)

4. KEK ( Kekurangan Energi Kronik)

Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari

Kurang Energi Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus
dan lemah akibat kurang energi yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh

World Health Organization (WHO).Seseorang dikatakan menderita risiko

KEK bilamana LILA (Lingkar Lengan Atas) <23,5 cm.

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi

pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara

normal, dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan

dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya

(premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi

cenderung meningkat.( Lubis, 2003)

Kekurangan gizi kronis pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses

pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati,

kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati

dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).Bila BBLR

bayi mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan

gangguan perkembangan anak.( Lubis, 2003)

Program Puskesmas dalam penanggulangan KEK pada ibu hamil

merupakan kunci utama untuk menurunkan angka kelahiran bayi BBLR,

dengan didukung oleh dana besar pemerintah lewat paket Pemberian makanan

tambahan / PMT pemulihan Bumil KEK. Termasuk di dalamnya pemberian

penyuluhan kesehatan untuk ibu hamil serta program Desa Siaga, adalah

program nasional yang membutuhkan peran serta masyarakat untuk

menyukseskannya.
5. Riwayat obstetri

a) Jejas atau bekas luka dalam pada alat-alat kandungan, ataupun jalan lahir

yang ditimbulkan oleh persalinan terdahulu akan memberikan akibat

buruk pada pada kehamilan sekarang.

b) Pernah mengalami abortus (sengaja atau tidak, dengan atau tanpa tindakan

kerokan/kuretase), terlebih lagi bila mengalami abortus ulangan, makin

besar kemungkinan terjadi pada kehamilan berikut dan kemungkinan

perdarahan.

c) Pernah mengalami gangguan organik daerah panggul seperti adanya

peradangan, tumor ataupun kista.

d) Pernah mengalami penyulit kehamilan seperti hiperemesis gravidarum,

kematian janin, preeklampsia-eklampsia, hidramnion, kelainan letak janin,

kelainan janin bawaan, janin kembar (gemelli).

e) Pernah mengalami penyakit seperti gangguan endokrin (diabetes melitus,

hyperthyroid), penyakit jantung, penyakit paru (asthma, TBC), penyakit

ginjal, penyakit hati, sendi dan penyakit kelamin seperti siphilis serta

infeksi lainnya baik oleh virus, bakteri maupun parasit.

f) Pernah mengalami persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forcep

ataupun vakum, seksio sesar, pengeluaran plasenta dengan tangan (manual

plasenta).
F. Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi

Semakin dini masalah dideteksi, semakin baik penanganan yang dapat

diberikan bagi kesehatan ibu hamil maupun bayi.Juga harus diperhatikan bahwa

pada beberapa kehamilan dapat mulai dengan normal, tetapi mendapatkan

masalah kemudian.Oleh karenanya sangat penting bagi setiap ibu hamil untuk

melakukan ANC atau pemeriksaan kehamilan secara teratur, yang bermanfaat

untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga bila terdapat

permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin. Juga

hiduplah dengan cara yang sehat (hindari rokok, alcohol, dll),serta makan

makanan yang bergizi sesuai kebutuhan anda selama kehamilan.

Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan dan

pengawasan kehamilan yaitu deteksi dini ibu hamil risiko tinggi atau komplikasi

kebidanan yang lebih difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian

ibu.Pengawasan antenatal menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat

diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam persiapan

persalinan.Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu

kesatuan yang saling mengerti.Pengawasan antenatal sebaiknya dilakukan

secara teratur selama hamil. Oleh WHO dianjurkan pemeriksaan antenatal

minimal 4 kali dengan 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2

kali pada trimester III (Rumus l-l, 2-l, 3-2).


Adapun tujuan pengawasan antenatal adalah diketahuinya secara dini,

keadaan risiko tinggi ibu dan janin, sehingga dapat :

1. Melakukan pengawasan yang lebih intesif

2. Memberikan pengobatan sehingga risikonya dapat dikendalikan

3. Melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat

4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu. (Manuaba, 1998)

Tujuan Kunjungan Ulang :

a. Kunjungan 1, hingga usia kehamilan 16 minggu dilakukan untuk :

1. Penapisan dan pengobatan anemia

2. Perencanaan persalinan

3. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

b. Kunjungan II (24-28 minggu ) dan kunjungan III (32 minggu) dilakukan

untuk :

1. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

2. Penapisan pre-eklampsi; gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran

perkemihan

3. Mengulang perencanaan persalinan

c. Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir)

1. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III

2. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi

3. Memantapkan rencana persalinan


4. Mengenali tanda-tanda persalinan

Anda mungkin juga menyukai