Multiple Fraktur
Oleh:
Kelompok 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KEDIRI
2016
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “ Multiple Fraktur ” dengan
lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Ns.
M. Fathoni, S.Kep, MNS. selaku dosen pembimbing, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata kami sampaikan terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Etiologi
1) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang danterjadi fraktur
pada daerah tekanan. Frakur yang terjadi biasanya bersifatkomunitif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan. Misalnya karenatrauma yang tiba
tibamengenaii tulang dengan kekuatan dengan kekuatanyang besar dan tulang
tidak mampu menahan trauma tersebut sehinggaterjadi patah
2) Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerahyang lebih
jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensidapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringanlunak tetap utuh,
2
tekanan membengok yang menyebabkan frakturtransversal, tekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiralatau oblik.
3) Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karenaproses patologis.
Contonya :Osteoporosis, Osteomilitis, Ostheoartritis(Arif Muttaqin, 2008).
2.3. Patofisiologi
Tanda dan gejala dari multiple fraktur antara lain sebagai berikut :
3
membandingkan dengan ekstremitas yang normal, ekstermitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnyakarena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antra fragmen satu dengan yang
lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal, pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera. ( Thomas M Schaller. 2012).
2.6. Penatalaksanaan
4
3. Retensi adalah metode untuk mempertahankan fragmen
selamapenyembuhan, dengan fiksasi internal maupun fiksasi eksternal,contohnya
GIPS yaitu alat immobilisasi eksternal yang kaku dandicetak sesuai bentuk tubuh
yang dipasang.
4. Rehabilitasi dimulai segera dan sesudah dilakukan pengobatan
untukmenghindari kontraktur sendi dan atrofi otot. Tujuannya adalahmengurangi
oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkankekuatan otot, dan
memandu pasien kembali ke aktivitas normal.
5. ORIF yaitu pembedahan untuk memperbaiki fungsi denganmengembalikan
stabilitas dan mengurangi nyeri tulang yang patahyang telah direduksi dengan
skrap, paku, dan pin logam.
6. Traksi yaitu pemasangan tarikan ke bagian tubuh, beratnya traksidisesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi. ( Smeltzer, Suzanne C.2001)
5
BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
a. Primary survey
A (airway):
Tidak terdapat gangguan pada jalan nafas, ditunjukkan dengan tidak adanya
sumbatan berupa benda asing, darah, bronkospasme, sputum, ataupun lender
B (Breathing):
Pernafasan cepat dan dangkal, tidak mengalami sesak, RR 25x/menit
C (Circulation):
Nadi: 120x/menit, reguler, TD: 130/80 mmHg, terdapat perdarahan pada
ekstremitas bawah sebelah kanan, akral hangat,
D (Disability): tingkat kesadaran: compos mentis, GCS: 15, pupil: reflek
cahaya (+),E (Eksposure): klien mengalami trauma pada bagian ekstremitas
sebalah kanan karena tertabrak truk.
b. Secondary survey
Hasil pemeriksaan head to toe:
a. Kepala
Palpasi : Tidak terdapat massa/benjolan.
Inspeksi : Rambut merata
b. Mata
Inspeksi : konjungtiva anemis (kiri/kanan), reflek cahaya positif,
c. Telinga
Inspeksi:
6
Tidak ada terdapat lesi, bentuk simetris
Palpasi:
Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri
d. Hidung
Inspeksi:
Tidak ada secret, pernafasan menggunakan cuping hidung
Palpasi:
Benjolan tidak ada, nyeri tidak ada.
e. Mulut dan faring
Inspeksi: Mukosa lembab, gigi lengkap, tidak ada caries,
f. Leher
Inspeksi: Tidak terdapat deviasi trakea, tidak ada distensi vena jugularis.
Palpasi: Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
g. Thoraks
Inspeksi:
Bentuk dada normal dan simetris, tidak ada lesi
Auskultasi:
Suara nafas normal, suara ucapan (vocal resonans) normal, tidak ada suara
tambahan,
Pada jantung tidak ada ictus cordis, perkusi jantung normal, bunyi jantung
normal
Pada payudara ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara normal, tidak ada
massa
h. Abdomen
Bentuk abdomen datar dan simetris, tidak ada jaringan parut dan lesi, tidak ada
edema, bising usus 10x permenit, tidak terdapat nyeri tekan.
i. Ekstremitas atas (Tangan)
Tidak ada edema, tidak ada lesi, bentuk simetris, dan akral hangat
j. Ekstremitas bawah (Kaki)
Inspeksi: Tidak ada edema, deformitas pada ekstremitas sebelah kanan, fraktur
terbuka pada femur, fraktur tertutup pada tibia sebelah kanan
7
3.3 Pengkajian Umum
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn A
Umur : 25 tahun
TTL : Bogor, 25 Desember 1991
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
No. Med. Rec : 13.06.17.84
Diagnosa Medis :-
Tanggal Masuk : 20 Agustus 2016
Tanggal Pengkajian : 20 Agustus 2016
Ruang Rawat : Seruni Km. 1
Golongan Darah :O
Alamat : Jl. Dr. Sitanala No.46 Neglasari Bogor
Nama : Nn U
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jl. Dr. Sitanala No.46 Neglasari Bogor
Hubungan dengan klien : Istri
8
2. Riwayat Keperawatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
3. Pemeriksaan Fisik
9
RR : 25x Permenit
c. Antropometri
Tinggi Badan : 170cm
BB : 65kg
1) Resiko syok
2) Nyeri akut berhubungan dengan injuri pada ekstremitas bawah sebelah kanan
11
NOC Cardiopulmonary Status 4) Kolaborasi 3) Untuk
dengan mengetahui
oksigen mengetahui
4) Berikan abnormal
oksigen 2) Untuk
tambahan mengetahui
5) Kolaborasi tingkat
dengan kesadaran
tenaga 3) Untuk
kesehatan mengetahui
12
darah jika 4) Untuk
diperlukan memenuhi
kebutuhan
oksigen tubuh
5) Untuk
mencegah
kemungkinan
terjadinya
syok dan
mengganti
darah yang
hilang
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakann Splinting Splinting
berhubungan keperawatan 2x24 jam diharapkan
dengan injuri nyeri yang di alami klien berkurang 1) Balut bidai 1) Untuk
pada kaki mengurangi
pada dan
ekstremitas Kriteria hasil : yang
meminimalkan
bawah sebelah mengalami pergerakan
NOC Pain Control fraktur pada bagian
kanan
tubuh yang
dengan posisi
Indikator 1 2 3 4 5 mengalami
ekstensi injuri
Mencegah √ 2) Untuk
2) Stabilisasi
timbulnya stabilisasi
sendi
penyebab sendi proximal
promixal dan dan distal
nyeri
distak dengan 3) Untuk
Menggunaka √ mengetahui
menggunakan
n teknik status
bidai sirkulasi dan
farmakologis
3) Monitor status mengevaluasi
untuk hasil
sirkulasi
menghilangk pembidaian
4) Monitor pada
4) Untuk
an nyeri
daerah yang mengetahui
(analgesik) kondisi bagian
mengalami
yang cedera
cedera
setelah
pemasangan
bidai
13
Pain management Pain Management
O:
O : skala nyeri 2
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan Tn. A dengan
multiple fraktur di IGD RS Mawar Bogor”. Asuhan keperawatan yang dilakukan
melalui tahap: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, dan evaluasi. Penulis
dalam bab ini membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara
teori dan hasil aplikasi pada kasus.
16
Resiko syok merupakan beresiko terhadap ketidakcukupan aliran darah
kejaringan tubuh yang dapat mengakibatkan disfungsi selluler yang mengancam jiwa.
Beberapa faktor resiko dalam diagnosa keperawatan resiko syok yaitu : hipotensi,
hipovolemi, hipoksemia, hipoksia, infeksi, sepsis dan sindrom respons inflamasi
sistemik.
Masalah keperawatan resiko syok lebih diprioritaskan menjadi masalah utama
dari beberapa masalah keperawatan yang muncul karena merupakan kondisi yang
dapat mengancam nyawa apabila tidak segera ditangani. Hal tersebut sesuai dengan
prosedur penanganan emergency yang berfokus pada Airways, Breathing, Circulation
yang dapat menyelamatkan nyawa manusia
2) Masalah keperawatan kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan injuri pada
ekstremitas bawah sebelah kanan yang ditandai dengan :
- Data subyektif : klien mengatakan mengeluh nyeri pada bagian ekstremitas
bawah sebelah kanan, dan klien mengatakan nyeri bertambah saat digerakkan
- Data objektif : Skala nyeri 7 dan deformitas pada ekstremitas bawah sebelah
kanan
Diagnosa keperawatan nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Menurut
International Association for the study of Pain yaitu awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan. Batasan karakteristik pada diagnosa
keperawatan nyeri akut yaitu : perubahan selera makan, perubahan tekanan darah,
perubahan nado, perubahan pernafasan, perilaku distraksi (misal. Berjalan, mondar-
mandir mencari orang lain dan atau aktivitas lainnya), pupil dilatasi, pola tidur
terganggu, perilaku ekspressive (gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan,
irritabilitas, mendesah)
17
2) Memonitor tanda-tanda vital meliputi : tekanan darah, nadi, frekuensi
pernafasan dan suhu tubuh
3) Memonitor tanda-tanda awal dari syok
4) Memonitor faktor-faktor penentu pengiriman oksigen (PaO2, SaO2, )
5) Memonitor inadekuat oksigenasi jaringan
6) Berikan oksigen tambahan
7) Berikan caira melalui IV line atau oral
8) Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemeriksaan laboratorium
(Hb, Ht)
9) Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk transfusi darah jika
diperlukan
Untuk intervensi penanganan nyeri yang dialami pasien serta stabilisasi bagian tubuh
yang mengalami injuri yaitu :
1) Balut bidai pada kaki yang mengalami fraktur dengan posisi ekstensi
2) Stabilisasi sendi promixal dan distak dengan menggunakan bidai
3) Monitor status sirkulasi
4) Monitor pada daerah yang mengalami cedera\\
5) Kaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor pencetus nyeri
6) Anjurkan klien untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menimbulkan nyeri.
7) Kaji respon non verbal klien
8) Anjurkan klien untuk istirahat atau tidur yang cukup untuk menurunkan nyeri.
9) Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian analgesik.
18
BAB V
LESSON LEARN
1. Manajemen tepat waktu dan tepat penanganan p nyeri akut pada populasi
anak ini telah menjadi tantangan di banyak pengaturan, termasuk gawat darurat
(ED).
2. Penanganan nyeri pada pediatric saat di ED tidak hanya dilakukan dengan
menggunakan analgesik tapi juga dapat dilakukan penilaian dengan
menggunakan triase perawat dan pengobatan direktf medis untuk mengobati
nyeri ringan-sedang tanpa dokter.
3. Dalam penelitian ini terdapat pilihan yang berbeda antara metode penilaian
nyeri yang ditawarkannya pilihan perawat triase dengan tujuan memaksimalkan
serapan agar individu dapat lebih merasa nyaman.
1. Pada kasus fraktur anak di indonesia telah menggunakan triase perawat yaitu
dengan ESI karena lebih mudah dan tidak ada batas waktu spesifik yang
ditentukan secara ketat untuk masing-masing level. Selain itu, ESI tidak secara
spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase, dan satu hal
yang menarik dari sistem ini yaitu triase ESI mempergunakan skala nyeri 1-10,
sama dengan yang secara umum dipakai di Indonesia.
2. Penanganan kasus anak dengan nyeri fraktur yang masuk IGD di indonesia
sudah dilakukan penanganan dengan melakukan pengukuran skala nyeri 1-10,
selain itu perawat juga harus memahami terlebih dahulu kondisi atau situasi yang
memungkinkan pada penyakit-penyakit tertentu yang memiliki resiko tinggi untuk
mengalami lethargi/disorientasi, nyeri/distres dan lain-lain.
19
5.4. Rekomendasi Berdasarkan Jurnal
20
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma. Sedangkan multipel fraktur adalah fraktur yang
garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya
fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya. Multipel fraktur ini biasanya
disebabkan oleh ketidakmampuan tulang menopang atau menahan beban yang
diterima dan bisa juga karena benturan atau cedera trauma. Manifestasi yang biasa
muncul saat terjadi fraktur yang utama adalah nyeri, deformitas tulang dan bahkan
perdarahan. Sehingga untuk menangani masalah fraktur tersebut adalah dengan
melakukan reduksi, manajemen nyeri, dan bahkan harus melakukan resusitasi
cairan. Terkait diagnosa keperawatan pada fraktur sesuai dengan manifestasi utama
yang muncul yaitu nyeri dan perdarahan, maka dari beberapa kasus yang ada
diagnosa yang pasti muncul adalah Nyeri berhubungan dengan cedera dan trauma
yang terjadi, serta Risiko Syok berhubungan dengan adanya perdarahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penanganan dalam kasus multipel fraktur di
departemen emergency untuk perawat dapat dilakukan dengan melakukan triase
perawat yaitu melakukan pengukuran skala nyeri, memberi rasa nyaman terhadap
klien dengan menawarkan pilihan cara pengukuran skala nyeri dan melakukan
direktif medis (terpi yang berpusat pada klien) apabila skala nyeri klien berada pada
rentang ringan sampai sedang tanpa harus menunggu pemberian analgesik dari
dokter. Triase perawat yang dilakukan di Indonesia mengguanaknESI karena lebih
mudah diterapkan di Indonesia karena tidak ada batas waktu spesifik yang ditentukan
secara ketat untuk masing-masing level. Selain itu, ESI tidak secara spesifik
mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase, dan satu hal yang
menarik dari sistem ini yaitu triase ESI mempergunakan skala nyeri 1-10, sama
dengan yang secara umum dipakai di Indonesia.
6.2. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan bisa memahami dasar-dasar
terkait Multipel Fraktur agar bisa menangani permasalahan yang muncul dengan
mengedukasi masyarakat untuk selalu menjaga keselamatan diri dan dengan itu kita
juga dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan dengan baik, cepat
dan tepat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. YarsifWatampone. Makassar:
2007. pp. 352-489
22