Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau sering disebut KJDR atau
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) masih menjadi masalah yang serius terutama
dampak psikologis bagi ibu dan keluarga. Kematian janin dalam kandungan adalah
keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin
dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal death (IUFD) sering dijumpai, baik
pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu. Definisi
menurut WHO, kematian janin (fetal death) adalah kematian yang lebih dulu terjadi
sebelum ekspulsi komplit atau ekstensi dari ibu, dengan tanpa melihat umur
kehamilan.
Di negara-negara bagian Amerika Serikat, dilaporkan bahwa kematian janin
banyak terjadi 20 minggu setelah gestasi dengan atau tanpa kelainan perubahan berat
badan. Pada negara lain terutama negara berkembang, kematian janin dalam rahim
banyak terjadi setelah umur kehamilan 28 minggu gestasi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

IUFD atau kematian janin dalam rahim (KJDR) adalah kematian janin tanpa alasan
yang jelas pada kehamilan normal tanpa komplikasi yang terjadi saat umur kehamilan
lebih dari 20 minggu. Definisi menurut WHO, kematian janin (fetal death) adalah
kematian yang lebih dulu terjadi sebelum ekspulsi komplit atau ekstensi dari ibu,
dengan tanpa melihat umur kehamilan.
Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal death
(IUFD) sering dijumpai, baik pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah
kehamilan 20 minggu.
Sebelum 20 minggu: kematian janin dapat terjadi dan biasa berakhir dengan
abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam
rahim disebut missed abortion.
Sesudah 20 minggu: biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak
kehamilan 20 minggu dan seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin
dapat disangka terjadi kematian janin dalam rahim.

2.2 Etiologi

Penyebab kematian janin dalam kandungan masih belum jelas dan sebagian besar
memiliki faktor predisposisi pada kehamilan multipel. Menurut Zalud terdapat
beberapa etiologi yang patut dipertimbangkan yaitu :
1. Genetik : terjadi abnormalitas kromosom sekitar 5-6% dari IUFD dan
diketahui lewat pemeriksaan sitogenetika memakai spesimen darah atau kulit
janin, fascia lata, tendon patella, cairan amnion.
2. Infeksi : dapat ditelusuri lewat foto Rontgen, kultur virus dan bakteri.
3. Perdarahan fetomaternal : menyumbang sekitar 3-5 % kejadian IUFD,
biasanya diketahui lewat uji Rhesus dan tes Kleinhauer-Betke.

2
4. Proses patologis plasenta : autopsy mayat bayi, pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik plasenta perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab
kematian janin dalam kandungan berkaitan dengan plasenta.
5. Antibodi fosfolipid : diduga terkait dengan IUFD dan abortus spontan.
Memiliki kecenderungan kuat meningkatkan risiko koagulopati dan dari
pemeriksaan penunjang ditemukan titer Lupus Anticoagulant (LAC) dan
antibodi anticardiolipin (IgG, IgM) yang tinggi dalam darah.

2.3 Epidemiologi

Insiden kematian janin dalam kandungan berkisar 1% tiap kehamilan. Kematian janin
di USA pada tahun 1988 sekitar 7,5% (setengah dari kematian perinatal). Pada
penduduk Caucasian sekitar 6% sedangkan pada Negara lainnya rata-rata insiden
kematian janin dalam kandungan sekitar 11%. Dari berbagai penelitian didapatkan
kematian janin dalam kandungan lebih banyak terjadi pada :
 Umur ibu yang terlalu tua
 Ibu yang tidak menikah
 Janin laki-laki
 Gestasi multipel
 Penyakit ibu (HTN, preeklamsi, eklamsi, diabetes mellitus yang tidak
terkontrol, TORCH)
 Kompikasi plasenta dan tali pusat (prolaps tali pusat, previa, abruption)
 Malformasi congenital (> 35% dari semua IUFD)

2.4 Etiopatogenesis

Fetal demise pada trimester II dan III bisa disebabkan oleh suatu keadaan akut
(gangguan atau komplikasi tali pusat), subakut (infeksi, insufisiensi uteroplasental)
dan kronik (insufiensi plasental lama, DM, reaksi imunologis).
Menurut Naeye, sebagian besar kematian janin umur kehamilan 14-20 minggu adalah
karena korioamnionitis akut, rendahnya aliran darah uteroplasental yang kronis, atau

3
gangguan perkembangan. Berikut akan diterangkan satu persatu penyebab fetal
demise yang telah diketahui :
1. Infeksi
Meupakan faktor risiko signifikan. Ramero et al. selama 15 tahun lebih telah
menunjukkan reperkusi berat infeksi bakteri intrauteri. Mereka mengemukakan
postulat bahwa infeksi bakteri ascenden (dimana bakteri bermigrasi dari vagina lewat
cervik ke dalam ruang amnion) memicu jalur sitokin yang berakibat gangguan janin
dalam kandungan (IUFD). Mayo et al memeriksa stillbirth di Zimbabwe memberikan
penegasan terhadap akibat infeksi ascenden dengan penemuan strain E coli berbeda di
dalam organ stillborn. Diantara studi terhadap 104 stillborn, pertumbuhan bakteri
yang sedang, ditemukan pada 17-33% specimen dari paru, hati, cairan jantung,
sedangkan yang lebih signifikan terdapat pada kultur tenggorokan, tali pusat dan
plasenta. Tidak semua infeksi intrauterine disebabkan oleh bakteri. Misalnya studi
terbaru di Swedia menunjukkan bahwa Paravirus B19 yang ditemukan pada 50-70%
dewasa yang asimtomatis ternyata terkait dengan anemia janin, hydrops fetalis,
abortus spontan dan IUFD.

2. Diabetes Mellitus
Sering menimbulkan komplikasi selama kehamilan baik untuk ibu maupun janinnya
Cundy et al menemukan bahwa dibandingkan populasi non diabetik, tingkat kematian
janin pada umur kehamilan 20-28 minggu meningkat dua kali lipat pada wanita
dengan DM tipe 2.

3. Berat badan sebelum hamil


BMI sebelum hamil telah diteliti kaitannya dengan hasil persalinan yang buruk.
Dalam penelitian tahun 1998, ditemukan bahwa wanita nulipara dengan BMI > 25,0
memiliki risiko empat kali lipat kematian janin dibaningkan dengan wanita ber-BMI <
20. Penelitian ini juga menyatakan bahwa wanita nulipara dengan BMI tinggi berisiko
lebih besar terhadap hipertensi.

4. Komplikasi tali pusat


Komplikasi tali pusat merupakan penyebab paling umum IUFD trimester III. Carey
dan Rayburn melaporkan bahwa selama 5 tahun lembaga mereka telah mengobservasi

4
adanya kejadian nuchal cord tunggal pada 23,6% persalinan, baik hidup maupun
stillborn, dan nuchal cord multipel pada 3,7% stillborn.
Pada penelitian lain, Sarnes menyatakan insiden simpul tali pusat sekitar 1%, dan
simpul tersebut menyebabkan angka kematian 2,7%. Hal yang terjadi justru
sebaliknya sekitar 0,48% pada populasi tanpa kejadian simpul tersebut. Namun
adanya simpul tidak menjadi tanda pasti akan terjadi kematian janin. Jika simpulnya
longgar dan sirkulasi janin dipertahankan, janin akan selamat, tetapi bila ketat, dapat
terjadi kontriksi pembuluh darah dan sirkulasi janin tidak dapat dipertahankan. Lebih
jauh, penurunan Wharton Jelly pada beberapa bagian tali pusat, khususnya pada
insersi plasenta dan janin, dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke janin jika
pembuluh darahnya terpuntir cukup keras.

5. Abnormalitas insersi tali pusat


Insersi marginal dan velamentosa dapat pula menyebabkan kematian janin. Insersi
marginal hanya terjadi 5-7%, tapi dapat rentan terhadap ruptur pembuluh darah atau
penekanan sehingga terjadi kematian janin. Insersi velamentosa, yang terjadi sekitar
1% kehamilan tunggal adalah insersi pembuluh darah tali pusat pada membran
eksternal sebelum masuk ke plasenta. Pembuluh darah ini tidak dilapisi Wharton
sehingga rentan tertekut, ruptur terpuntir dan meradang jika masuk ke ostium uteri
internum. Penemuan terbaru teknologi USG dapat membantu mengidentifikasi
masalah tali pusat termasuk insersi velamentosa, vasa previa, tali pusat pendek, tali
pusat panjang, dua pembuluh darah tali pusat, simpul sejati dan nuchal cord sehingga
membuat ahli kebidanan mengintervensi saat diperlukan.

6. Proses patologis plasenta


Penyebab kematian janin dapat ditentukan lewat pemeriksaan patologis pada plasenta.
Proses patologis utama dilihat pada plasenta dapat mempengaruhi hasil persalinan
termasuk infeksi bakteri intrauterine, penurunan aliran darah ke plasenta, dan reaksi
imunologis pada plasenta oleh sistem imun ibu.

7. Tidak diketahui
Meski sudah ada kemajuan di zaman sekarang, diperkirakan masih sekitar 12-50%
stillbirth dengan penyebab tidak diketahui

5
2.5 Diagnosis

Untuk menegakkan suatu diagnosa kematian janin dalam kandungan dapat dilihat
dari:
1. Anamesis : ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau
gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah
besar, bahkan bertambah kecil, atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau
wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan
sakit seperti mau melahirkan.
2. inspeksi: tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat
terutama ibu yang kurus.
3. palpasi
a. tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin
b. dengan palpasi yang lebih teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
4. Auskultasi: baik memakai stetoskop monoral maupun dengan deptone akan
terdengar denyut jantung janin.
5. reaksi kehamilan: reaksi kehamilan: reaksi kehamilan baru negatif setelah
beberapa minggu janin mati dalam kandungan
6. Rontgen foto abdomen:
a. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
b. Tanda Nojosk: adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
c. Tanda Gehard: adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
d. Tanda Spalding: operlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin
e. Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
f. Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat
7. Ultrasonografi: tidak terlihat denyut jantung janin dan gerakan-gerakan janin

8. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis IUFD
adalah :
 Golongan darah dan Rhesus

6
 Hematokrit
 Fibrinogen
 Waktu perdarahan
 Waktu pembekuan
 Hitung trombosit

2.6 Penatalaksanaan
Sesuai Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah
Denpasar 2004, maka penatalaksanaan terhadap pasien IUFD atau KJDK adalah :
1. Yang perlu diperhatikan :
 KJDR ini bisa terjadi saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu
(partus lama/partus kasep, belitan tali pusat, dll) dengan sebab yang
jelas dan bisa juga tidak diketahui sebabnya
 Kecuali terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk
mempersiapkan fisik dan mental penderita dan keluarganya serta
persiapan untuk terminasi (sebaiknya jangan lebih dari 2 minggu
setelah kematian janin).
 Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama
pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, bila
kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu, walaupun koagulopati
ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah KJDR.
2. KJDR saat inpartu :
 Pada KJDR yang disebabkan oleh partus kasep biasanya pasien berada
dalam keadaan kelelahan, dehidrasi dan kemungkinan infeksi.
 Prinsipnya melahirkan anak dengan sesedikit mungkin trauma pada ibu
dan kalau bisa lahirkan anak dengan utuh
 Pada KJDR kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan menunggu lahir
spontan biasa.
 Kalau tidak bisa spontan lakukan embriotomi dengan cara perforasi
dan kranioklasi, dekapitasi, eviserasi, bisection.
 Setelah kelahiran anak baru dicari penyebab kematiannya dan
dilakukan evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya.

7
3. Penanganan :
1. Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu
c. Pematangan serviks : misoprostol, estrogen
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit, dan fibrinogen tiap
minggu
2. Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
 Laminaria stiff
 Balon kateter (Foley catheter)
b. Induksi :
 Misoprostol
 Prostaglandin tablet vagina
 Oksitosin

3. Perawatan Rumah Sakit :


a. Bila harus segera ditangani
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (Koagulopati)
c. Bila ada penyulit infeksi berat

2.8 Komplikasi

Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-
fibrinogenemia) akan lebih besar, karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus
dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi
hipofibrinogenemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum. Terapinya adalah
dengan pemberian darah segar atau pemberian fibrinogen.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :
1. Koagulopati
2. Infeksi
3. Perforasi

8
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas penderita


Nama : KYA
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Status perkawinan : Menikah
Alamat : desa Tulang Nyuh, Klungkung
Tanggal MRS : 21 Februari 2007 (pk 20.30 wita)

3.2 Anamnesis
Keluhan utama: tidak merasakan gerak anak dalam kandunganya
Os datang dengan keluhan tidak merasakan gerak anak dalam kandungannya sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit (19 Februari 2007). Riwayat trauma disangkal
oleh penderita. Riwayat keluar air, darah dan sakit perut juga disangkal.
Riwayat menstruasi
 Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 3-4
hari tiap kali menstruasi
 Hari pertama haid terakhir 20 Agustus 2006
 Taksiran partus 27 Mei 2006
 Nyeri saat menstruasi kadang-kadang dirasakan oleh penderita
Riwayat perkawinan
Penderita menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 1 minggu
Riwayat persalinan
1. ini
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Ini untuk pertama kalinya
Riwayat KB
Penderita tidak memakai KB

9
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat penyakit asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus disangkal
oleh penderita

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status present
Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M5 (CM)
Tekanan Darah : 110/70 Nadi : 84X/menit
Respirasi : 20X/menit Suhu tubuh : 36oC
Tinggi badan : 158 cm Berat badan : 53 kg
Status lokalis
Kepala : Mata: anemia -/-, ikterus -/-, isokor
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur(-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Ekstrimitas : oedema tidak ada pada keempat ekstrimitas
Status genikologi
Abdomen : Tinggi fundus uteri 2 jari di atas pusat
His(-)
DJJ (-)
VT : Fluksus (-), fluor (-), pembukaan porsio (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


USG (22 Februari 2007)
Fetus tunggal, letak kepala
FR (-), FUB (-)
Spalding sign (+)
Pasenta di fundus-korpus
Pemeriksaan Laboratorium (21 Februari 2007)
DL:
WBC : 13,0 x103/μL
HGB : 12,0 g/dL
Eritrosit: 3,8 x 106/mm3
HCT : 33 %
PLT : 243 x 103/μL

10
LED : 35 mm/jam
BT : 2 menit
CT : 8 menit 30 detik
Hitung jenis:
Segmen : 80%
Lymphosit: 16%
Monosit: 4%
RFT:
Ureum: 33,38 mg/dL
Creatinin: 0,91 mg/dL
LFT:
Bil. Direct: 0,18 mg/dL
Bil. Total: 0,42 mg/dL
SGOT: 15 U/L
SGPT: 13 U/L
Alk.Fosfatase: 160 U/L
Total Potein: 6,6 g/dL
Alb: 4,2 g/dL
Glob: 2,4 g/dL

3.5 Diagnose kerja


G1P0000 26-27 minggu dengan IUFD (Intra uterine fetal death)
3.6 Penatalaksanaan
Terapi : Misoprostol setengah tablet tiap 6 jam
Lacedim 2 X 1 tablet
Monitoring : pelvic score (PS), bila PS baik (>5) drip oxytosin
KIE : Pasien dan keluarga

Tanggal 23 Februari 2007


Pk 08.40 lahir bayi perempuan dengan BB 500 gram/PB 24 cm anus (+), kelainan
(-)

11
Pk. 08.44 lahir plasenta lengkap, terdapat hematome retroplasenter pada daerah
sentral plasenta dan tali pusat pendek kebiruan sampai pada dinding perut bayi.
Tidak tampak kelainan bentuk plasenta maupun kelainan pada tali pusat. Tidak
tampak lilitan dan simpul tali pusat.
Th/ Levocim 2X1
Methyl ergometrn 3X1
Mafenamid acid 3X1
Tindak lanjutan: bila dalam 24 jam os tidak ada keluhan, os dapat dipulangkan dan
kontrol ke poliklinik 1 minggu kemudian.

12
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Seorang pasien 19 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan tidak merasakan gerak
anak sejak 2 hari yang lalu. Riwayat trauma disangkal oleh penderita. Riwayat keluar
air, darah dan sakit perut juga disangkal
Hari pertama haid terakhir tanggal 20 Agustus 2006. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan status present dan general normal, pemeriksaan abdomen fundus uteri 2
jari di atas pusat, his (-), DJJ (-) pada VT didapatkan Fluksus (-), fluor (-), pembukaan
porsio (+), corpus uteri antefleksi dengan besar dan bentuk setara dengan kehamilan
26-27minggu, adneksa parametrium dan cavum douglasi dalam batas normal.
Berdasarkan data diatas pasien ini didiagnosa sebagai G1P0000 26-27 minggu dengan
Intra uterine fetal death (IUFD)

4.2 Faktor Predisposisi atau Etiologi

Yang menjadi faktor predisposisi pada pasien ini belum jelas mengingat pada pasien
ini primigravida, tidak ada riwayat obstetri buruk, tidak ada riwayat penyakit sistemik.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kematian janin dalam rahim, sangat
diperlukan autopsi bayi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
darah lengkap bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik
plasenta, cairan amnion, pemeriksaan golongan darah rhesus dan imunologis. Dari
pemeriksaan makroskopis plasenta didapat plasenta kesan lengkap terdapat hematome
retroplasenter dan tali pusat pendek serta perut bayi sekitar tali pusat tampak pucat
dan kebiruan. Dari pemeriksaan bayi didapat berat lahir 500 gram tidak terdapat
kelainan serta terdapat anus. Dilihat dari berat janin 500 gram pada umur kehamilan
26-27 minggu terkesan terjadi gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi
plasenta karena solusio plasenta sentralis derajat ringan. Solusio plasenta terjadi
diperkirakan akibat tali pusat pendek dan pergerakan bayi yang berlebihan.

Pada kasus ini tidak terlepas dari penyebab lainnya karena tidak dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya yang mendukung penyebab terjadinya kematian janin
dalam rahim. Sehingga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap

13
bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik plasenta, cairan
amnion, pemeriksaan golongan darah rhesus dan imunologis sangat diperlukan.

3.3 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah segera terminasi kehamilan bila sudah ada
kepastian diagnosis dan masih bisa menunggu 3 minggu sambil menunggu kepastian
diagnosis dan bila belum inpatu dilakukan induksi partus. Serta melahirkan anak
dengan sesedikit mungkin menyebabkan trauma pada ibunya. Pada kasus ini kepastian
diagnosis sudah ada dari USG maka dilakukan terminasi. Karena pasien belum dalam
keadaan inpartu maka dilakukan induksi partus dengan melakukan pematangan servix
dengan misoprostol dikombinasikan dengan oxytosin drip sebagai terapi pilihan untuk
mengeluarkan janin dari dalam kandungan. Tindakan konservatif atau pasif tidak
digunakan karena dengan menunggu anak lahir dengan sendirinya dalam waktu 1-2
minggu dapat menimbulkan penyulit berupa koagulopati, infeksi maupun perforasi.
Medikamentosa untuk menginduksi persalinan
1. Misoprostol setengah tablet tiap 6 jam
2. Lacedim 2 X 1 tablet (untuk mencegah terjadinya infeksi)

Medikamentosa setelah janin keluar


1. Levocim 2X1
2. Methyl ergometrn 3X1
3. Mafenamid acid 3X1

3.4 Prognosis
Prognosis pasien ini baik karena terminasi dilakukan sebelum lewat 3 minggu yaitu
setelah 2 hari gerak janin tidak dirasakan dan tidak terjadi komplikasi lanjut.
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-
fibrinogenemia) akan lebih besar, karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus
dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi
hipofibrinogenemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum

14
BAB 5
KESIMPULAN

IUFD atau kematian janin dalam rahim (KJDR) adalah kematian janin tanpa
alasan yang jelas pada kehamilan normal tanpa komplikasi yang terjadi saat umur
kehamilan lebih dari 20 minggu.
Menegakkan diagnosis kematian janin dalam kandungan (IUFD) pada pasien
ini dilihat dari anamnesis pasien berupa pergerakan bayi tidak ada, perut ibu tidak
membesar sesuai umur kehamilan, dari pemeriksaan fisik tidak terdapat denyut
jantung janin dan dari pemeriksaan diagnosis pasti USG.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kematian janin dalam rahim, sangat
diperlukan autopsi bayi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
darah lengkap bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik
plasenta, cairan amnion, pemeriksaan golongan darah rhesus dan imunologis. Pada
pasien ini diduga terjadi gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta
karena solusio plasenta sentralis derajat ringan.
Prinsip penatalaksanaannya adalah segera terminasi kehamilan bila sudah ada
kepastian diagnosis dan masih bisa menunggu 3 minggu sambil menunggu kepastian
diagnosis dan bila belum inpartu dilakukan induksi partus. Pada kasus ini kepastian
diagnosis sudah ada dari USG maka dilakukan terminasi.
Prognosis pasien ini baik karena terminasi dilakukan sebelum lewat 3 minggu
yaitu setelah 2 hari gerak janin tidak dirasakan dan tidak terjadi komplikasi lanjut

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar.


Kematian Janin Dalam Rahi. Dalam: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. 2004. hal. 32-35.
2. Harvey J Kliman et all. Intra Uterine Fetal Demise.
http://info.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/articles/up to date.html. Akses 25
Februari 2007.
3. Saifuddin, AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo. Jakarta. 2002.
4. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiradihardjo. Jakarta. 1989.
5. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D,
editor. Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.
6. Intra Uterine Fetal Demise.
http://www.moondragon.org/obgyn/pregnancy/iufd.htm. Akses 25 Februari 2007.

16

Anda mungkin juga menyukai