Anda di halaman 1dari 11

Sasbel 3

Diagnosis Defferensial

1. Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat
alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis.
(Sandra M. Nettina, 2001)

Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai


pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis
pada sel-sel asinus dan pembuluh darah. Mortalitas dan gejala klinis
bervariasi sesuai derajat proses patologi. Bila hanya terdapat edema pankreas,
mortalitas mungkin berkisar dari 5% sampai 10%, sedangkan perdarahan
masif nekrotik mempunyai mortalitas 50% sampai 80%. Secara normal
pankreas mengalirkan getah pankreas melalui saluran pankreas (duktus
pankreatikus menuju ke usus dua belas jari (duodenum).

A. KLASIFIKASI PANKREATITIS AKUT

Pankreatis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang


relatif ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan
cepat menjadi fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi.

Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis


parenkim dapat dibedakan:
a. Pankreatitis akut tipe intersitial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan
tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada,
minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah intersitial melebar karena
adanya edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-
bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Meskipun bentuk ini
dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun pasien
berada dalam keadaan sakit yang akut dan berisiko mengalami syok,
gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis.

b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik,


Secara mikroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai
dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis
lemak pada jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan
pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan
dapat mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat
timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding, yang subur
untuk timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses yang
purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan
jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan
berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati.
Pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah yang nekrotik
menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi peri vaskular, vaskulitis
yang nyata sampai nekrosis dan trombosis pembuluh-pembuluh darah.

B. ETIOLOGI

Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh enzim-
enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin.
Delapan puluh persen penderita pankreatitis akut mengalami penyakit
pada duktus billiaris; meskipun demikian, hanya 5% penderita batu empedu
yang kemudian mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki duktus
koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri,
menyumbat- aliran getah pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks)
getah empedu dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreastikus dan
dengan demikian akan mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam pankreas.
Spasme dan edema pada ampula Vateri yang terjadi akibat duodenitis
kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis.

Penyebab Pankreatitis Akut :

1. Batu empedu
2. Alkoholisme
3. Obat-obat, seperti furosemide dan azathioprine
4. Gondongan (parotitis)
5. Kadar lemak darah yang tinggi, terutama trigliserida
6. Kerusakan pankreas karena pembedahan atau endoskopi
7. Kerusakan pankreas karena luka tusuk atau luka tembus
8. Kanker pankreas
9. Berkurangnya aliran darah ke pankreas, misalnya karena tekanan
darah yang sangat rendah
10. Pankreatitis bawaan
C. PATOFISIOLOGI

Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua


fase:
Pertama, fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator
inflamasi, disebut sindrom respons inflamasi sistemik atau systemic
inflamatory response syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar 72 jam.
Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada bukti-bukti infeksi.

Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami


yang menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang
biasanya dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu
organ merupakan penanda beratnya penyakit dan buruknya faktor
prognosis.

D. PATOLOGI
Terdapat dua bentuk anatomi utama yakni pankreatitis akut interstitial
dan pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik. Manifestasi klinisnya dapat
sama, pada bentuk kedua lebih sering fatal.
1. Pankreatitis interstitial
Secara makroskopik pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat.
Tidak didapatkan perdarahan atau nekrosis, atau bila ada minim sekali.
2. Pankreatitis tipe nekrosis hemoragik
Tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan per- darahan dan
inflamasi.

E. TANDA DAN GEJALA


1. nyeri
Hampir setiap penderita mengalami nyeri yang hebat di perut atas
bagian tengah, dibawah tulang dada (sternum).
Nyeri sering menjalar ke punggung. Kadang nyeri pertama bisa
dirasakan di perut bagian bawah. Nyeri ini biasanya timbul secara tiba-
tiba dan mencapai intensitas maksimumnya dalam beberapa menit. Nyeri
biasanya berat dan menetap selama berhari-hari. Bahkan dosis besar dari
suntikan narkotikpun sering tidak dapat mengurangi rasa nyeri ini.
Batuk, gerakan yang kasar dan pernafasan yang dalam, bisa membuat
nyeri semakin memburuk. Duduk tegak dan bersandar ke depan bisa
membantu meringankan rasa nyeri.
2. mual dan muntah
Sebagian besar penderita merasakan mual dan ingin muntah. Penderita
pankreatitis akut karena alkoholisme, bisa tidak menunjukkan gejala
lainnya, selain nyeri yang tidak terlalu hebat.
3. Sedangkan penderita lainnya akan terlihat sangat sakit, berkeringat
4. denyut nadinya cepat (100-140 denyut per menit) dan
5. pernafasannya cepat dan dangkal.
6. Pada awalnya, suhu tubuh bisa normal, namun meningkat dalam
beberapa jam sampai 37,8-38,8? Celsius.
7. Tekanan darah bisa tinggi atau rendah, namun cenderung turun jika
orang tersebut berdiri dan bisa menyebabkan pingsan.
8. Kadang-kadang bagian putih mata (sklera) tampak kekuningan.
9. 20% penderita pankreatitis akut mengalami beberapa pembengkakan
pada perut bagian atas. Pembengkakan ini bisa terjadi karena
terhentinya pergerakan isi lambung dan usus (keadaan yang disebut
ileus gastrointestina atau karena pankreas yang meradang tersebut
membesar dan mendorong lambung ke depan.
10. Bisa juga terjadi pengumpulan cairan dalam rongga perut (asites).
Pada pankreatitis akut yang berat (pankreatitis nekrotisasi), tekanan
darah bisa turun, mungkin menyebabkan syok. Pankreatitis akut yang
berat bisa berakibat fatal.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis


2. Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi
inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus
bilier.
3. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa
fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas.
Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.
4. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya
infeksi.
5. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar
berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang
lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau
pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
6. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran
pankreas/inflamasi.
7. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim
pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).
8. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
9. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi
lebih lama.
10. Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh
penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
11. Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh
penyakit bilier.
12. Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan
permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
13. Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah
timbul penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat
disertai nekrosis pankreas).
14. Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster;
hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan,
asidosis, insufisiensi ginjal.
15. Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen
penyebab pankreatitis akut.
16. LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena
gangguan bilier dalam hati.
17. Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb
mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat
(hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan
kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
18. Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama
serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya
kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk.
Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin
ada (kerusakan glomerolus).
19. Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal
pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pankreatitis akut bersifat simtomatik dan ditujukan


untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per oral harus
dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan
TPN (total parental nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi
bagian terapi yang penting, khusus pada pasien dengan keadaan umum yang
buruk, sebagai akibat dari stres metabolik yang menyertai pankreatitis akut.
Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan
untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen
yang nyeri dan ileus paralitik serta untuk mengeluarkan asam klorida.

a. Tindakan pada penatalaksanaan :

1. Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat


merupakan tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit
pankreatitis akut karena akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan
yang dapat menstimulasi sekresi pankreas.
2. Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah
dan kadar albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan
volume cairan serta mencegah gagal ginjal akut.
3. Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif
diperlukan karena risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi
serta efusi dalam paru dan atelektasis cenderung tinggi.
4. Drainase Bilier. Pemasangan drainase bilier dalam duktus
pankreatikus melalui endoskopi telah dilakukan dengan keberhasilan
yang terbatas. Terapi ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan
akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat badan.
5. Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala
akut pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan makanan per
oral yang rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap. Kafein dan
alkohol tidak boleh terdapat dalam makanan pasien.
6. Pertimbangan Gerontik. Pankreatitis akut dapat mengenai segala
usia; meskipun demikian, angka mortalitas pankreatitis akut meningkat
bersamaan dengan pertambahan usia.

b. Tindakan Bedah

Tindakan segera untuk eksplorasi bedah pada umumnya tidak


dilakukan, kecuali pada kasus-kasus berat di mana terdapat:

1. Perburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa hari


terapi intensif.
2. Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang disertai
dengan rejatan yang sukar diatasi.
3. Timbulnya sepsis.
4. Gangguan fungsi ginjal yang progresif.
5. Tanda-tanda peritonitis.
6. Bendungan dari infeksi saluran empedu.
7. Perdarahan intestinal yang berat.
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit
berjalan beberapa waktu (kebanyakan sesudah 2-3 minggu
perawatan intensif) bilamana timbul penyulit seperti pembentukan
pseudokista atau abses, pembentukan fistel, ileus karena obstruksi
pada duodenum atau kolon, pada perdarahan hebat retroperitoneal
atau intestinal.

H. KOMPLIKASI

1. Timbulnya Diabetes Mellitus

2. Tetani hebat

3. Efusi pleura (khususnya pada hemitoraks kiri)

4. Abses pankreas atau psedokista

Akibat lanut pankreatitis akut adalah di pankreas terbentuk pseudokista,


yang terisi dengan enzim pankreas, cairan dan jaringan sisa, yang
membesar seperti balon.
Bila pesudokista berkembang menjadi lebih besar dan menyebabkan
nyeri atau gejala lain, dilakukan dekompresi

5. Demam Typoid
6. Deman berdarah dengue
7. Gagal Ginjal Akut
8. Gagal Nafas Akut

2. Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan / atau kemampuannya hanya ada kalau
disertau peninggian volume diastolik secara abnormal.
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbukan
penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi,
kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung kongenital) dan
keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati, atau
penyakit perikardial). Faktor pencetus termasuk mieningkatnya asupan garam,
ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut
(mungkin yang tersembunyi), serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau
demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal
jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung
kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian
tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea d’effort , fatig, ortopnea, dispnea
nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular
heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikarsi, pulsus
alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul
fatig, edema, liver engorgement, anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik
bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap
atrium kanan, murmur, tanda – tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis
meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali, dan edema pitting. Sedang pada gagal jantung kongestif terjadi
manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas :
Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari – hari tanpa keluhan.
Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa
keluhan
Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan
harus tirah baring

Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham)


Kriteria mayor
1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronki basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. peningkatan tekanan vena >16 cm H2O
8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor
1. edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dyspnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor harus ada pada saat yang bersamaan.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular
paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua
paru, dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit
yang mendasari seprti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi
tiroid dilakukan atas indikasi.

Penatalaksanaan
1. Memperbaiki oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
- Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tiroktoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
- Digitalisasi :
a. Dosis digitalis :
1. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg
dalam 4 – 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x
0,5 mg selama 2 – 4 hari.
2. Digoksin iv 0,75 – 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
3. Cedilanid iv 1,2 – 1,6 mg dalam 24 jam
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung ; digoksin 0,25 mg
sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal jantung
disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema
pulmonal akut yang berat :
1. Digoksin : 1 – 1,5 mg iv perlahan – lahan
2. Cedilanid 0,4 – 0,8 mg iv perlahan – lahan

Cara pemberian digitalis


Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya
gagal jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak nafas
hebat dan takikardia lebih dari 120/menit, biasanya diberikan
digitalisasi cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan
digitalisasi lambat. Pemberian digitalisasi per oral paling
sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar
tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal
secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapid response.
Dengan pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan, kadar
terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari.
Pemberian secara intravena hanya dilakukan pada keadaan
darurat, harus dengan hati – hati, dan secara perlahan – lahan.

Kontraindikasi pemberian digitalis


- Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardia, gangguan
irama, dan konduksi jantung berupa AV blok derajat II dan
III atau ekstrasistolik ventrikular lebih dari 5 kali per
menit. Gejala lain yang ditemui pada intoksikasi digitalis
adalah anoreksia, mual, muntah, diare dan gangguan
penglihatan.
- Kontraindikasi relatif : penyakit kardiopulmonal, infark
miokard akut (hanya diberi per oral), idiopathic
hypertrophic subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis obat
lebih rendah), miokarditis hebat, hipokalemia, penyakit
paru obstruktif kronik, dan penyertaan obat yang
menghambat konduksi jantung.

3. Menurunkan beban jantung


- Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan
vasodilator
a. Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan
diuretik, digoksin dan penghambat angiotensin converting
enzyme (ACE) diperlukan mengingat usia harapan hidup
yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan III
diberikan :
1. Diuretik dalam dosis rendah atau menengah
(furosemid 40 – 80 mg)
2. Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun
kelainan irama sinus
3. Penghambat ACE (kaptopril mulai dosis 2 x 6,25 mg
atau setara penghambat ACE yang lain, dosis
ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan
tekanan darah pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada
pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu
atau adanya iskemia yang menetap, dosis dimulai 3 x
10 – 15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara
bertahap.

b. Diuretik
Yang digunakan furosemid 40 – 80 mg. Dosis penunjang
rata – rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat
diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan
spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara
lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid dan
asam etakrinat.
Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak
mengurangi curah jantung atau kelangsungan hidup, tapi
merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi
gejala dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan
penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium maupun
suplemen kalium harus berhati – hati karena
memungkinkan timbulnya hiperkalemia.

c. Vasodilator
- Nitrogliserin 0,4 – 0,6 mg sublingual atau 0,2 – 2
ug/kgBB/menit iv
- Nitroprusid 0,5 – 1 ug/kgBB/menit iv
- Prazosin per oral 2 – 5 mg
- Penghambat ACE : kaptopril 2 x 6,25 mg
Dosis ISDN adalah 10 – 40 mg peroral atau 5 – 15 mg
sublingual setiap 4 – 6 jam. Pemberian nitrogliserin secara
intravena pada keadaan akut harus dimonitor ketat dan
dilakukan di ICCU.
Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk
dosis awal ini perlu diperhatikan efek samping hipotensi
yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama setelah
pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda – tanda
hipotensi maka dosis dapat ditingkatkan secara bertahap
sampai 3 x 25 – 100 mg. Kaptopril dapat menimbulkan
hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal. Dosis awal
enalapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan perlahan – lahan sampai
2 x 10 mg.

Anda mungkin juga menyukai