Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Dg R
Jenis Kelamin :Perempuan
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Bangsa : Indonesia
Nomor Rekam Medis : 007157
Alamat : Takalar
Tanggal Pemeriksaan : 12 Januari 2017

II. ANAMNESIS

Keluhan utama: Penglihatan kabur pada kedua mata.


Anamnesis terpimpin
Dialami sejak 1 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan, awalnya
penglihatan di rasakan kabur pada dirasakan pada mata kiri saja, kemudian
beberapa bulan kemudian mata kanan di rasakan ikut kabur, awalnya pasien
mengaku penglihatannya kabur dan terasa seperti berkabut kemudian semakin
memburuk. Riwayat Mata merah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih
(-), silau saat melihat cahaya (+), nyeri (-), rasa berpasir (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu


Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya (-).
Riwayat trauma (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat Hipertensi(+)

1
Riwayat Pengobatan

Riwayat berobat di dokter dengan keluhan penglihatan kabur (+).


Riwayat pengobatan hipertensi tapi tidak teratur

III. STATUS GENERALIS


KeadaanUmum : Sakitsedang, Gizicukup, Composmentis
Tanda vital : TekananDarah : 180/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 19 x/menit
Suhu :36,5 C

IV. FOTO KLINIS

Oculus Dextra Oculus Sinista

V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Inspeksi
Pemeriksaan OD OS

Palpebra edema (-) edema (-)

Apparatus lakrimalis lakrimasi (-) lakrimasi (-)

Silia sekret (-) sekret (-)

Konjungtiva hiperemis (-) hiperemis (-)

2
Mekanismemuscular

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral

Lensa Kesan keruh Kesan keruh

Palpasi
Palpasi OD OS

TensiOkuler Tn Tn

NyeriTekan (-) (-)

Massa Tumor (-) (-)

GlandulaPreaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

VI. Contact Tonometri:


 TOD : 7,5/5.5 =11,2 mmHg (kesan normal)
 TOS : 7,0/5,5 = 12,2 mmHg (kesan normal)
VII. PemeriksaanVisus :
 VOD : 1/300  tidak dapat dikoreksi
 VOS : 1/300  tidak dapat dikoreksi

VIII. PenyinaranOblik
Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Jernih Jernih

3
Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

Lensa Kesan keruh Kesan keruh

IX. Color Sense


Tidak dilakukan pemeriksaan

X. Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan

XI. Slit Lamp


 SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa kesan keruh pada
nucleus bagian kortikal
 SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), korneajernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa keruh pada bagian
nucleus dan kortikal

XII. Funduskopi :

 FOD : Refleks fundus (-), terhalang oleh kekeruhan lensa

 FOS : Refleks fundus (-) terhalang oleh kekeruhan lensa

4
XIV. Keratometri
Oculi Sinistra
K1 : 45.62D
K2 : 45.70D
Oculi Sinistra
K1 : 44,75D
K2 : 45.20D
XVI.Laboratorium

GDS : 130 mg/dl

XVII. Resume :
Seorang wanita umur 56 tahun datang keluhan penurunan visus pada
kedua mata yang dialami sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu secara perlahan-
lahan. kemudian beberapa bulan kemudian mata kanan di rasakan ikut kabur,
awalnya pasien mengaku penglihatannya kabur dan terasa seperti berkabut
kemudian semakin memburuk. Penglihatan kabur pada saat melihat jauh dan
dekat,fotofobia(+).
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup,
composmentis dengan tanda vital TD. 180/100, Nadi :88x/ menit, pernapasan
:19x/ menit, suhu : 36,5 derajat celcius.
PemeriksaanOculi Dextra , visus VOD 1/300 (tidak dapat dikoreksi). OD
lensa keruh di bagian kortikal nucleus
Pemeriksaan Oculi Sinistra, visus VOS 1/ 300 (tidak dapat dikoreksi). OS
lensa keruh di bagian nucleus dan kortikal.
Pemeriksaan funduskopi VOD, Refleks fundus (-), terhalang oleh
kekeruhan lensa, VOS Refleks fundus (-), terhalang oleh kekeruhan lensa

5
XVIII. Diagnosis kerja
ODS Katarak Senil matur
XIX. Pemeriksaan penunjang
Cek lab darah rutin dan kimia darah, pemeriksaan biometri , USG –B-
Scan OSD
XX. Penatalaksanaan :
OS Ekstraksi katarak + Implantasi IOL

XXI. Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Visam : Dubia et bonam
Quo ad Sanationam : Dubia et bonam
Quo ad Comesticam : Bonam

XXII. Diskusi
- Katarak adalah kekeruhan pada lensa
- Disebabkan oleh proses agregasi dan denaturasi protein lensa, dimana
dalam keadaan normal molekul protein ini berukuran sangat kecil
sehingga tidak mengganggu proses transmisi cahaya
- Data WHO  katarak adalah penyebab utama dari kebutaan dan
gangguan penglihatan di seluruh dunia
- Normalnya lensa memusatkan arah sinar. Kekeruhan pada lensa akan
menyebabkan sinar menjadi menyebar atau terhalang. Jika kekeruhan
lensa berukuran kecil dan berada pada daerah perifer lensa, hanya akan
sedikit atau tidak ada gangguan pada penglihatan. Sebaliknya, ketika
kekeruhan terletak di tengah lensa dan bersifat padat atau tebal, arah sinar
akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
- Pada umumnya sebagian besar penyebab katarak adalah usia tua atau
penuaan dan disebut jug asebagaikatarak senil. Banyak juga faktor lain
yang terlibat, mencakup: trauma, toksisitasobat (steroid),

6
penyakitmetabolik (diabetes danhiperparatiroidisme) danpenyakit mata
(uveitis danablasio retina).
- Tidakada obat-obatan yang efektif terhadap penanganan katarak.
Penaganannya adalah dengan pembedahan.

7
KATARAK SENIL

I. PENDAHULUAN
Katarak adalah penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling
sering ditemukan. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa angka kebutaan
yang reversible akibat katarak terjadi pada lebih dari 17 juta (47,8%) dari 37 juta
populasi yang menderita kebutaan, dan diperkirakan akan mencapai angka 40 juta
pada tahun 2020.1
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga
merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,
uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan
proses penyakit intraokular lainnya.2,3
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu katarak
kongenital, katarak juvenil, dan katarak senil. Selain itu, klsifikasi katarak senil
berdasarkan lokasinya dalam tiga zona lensa dibagi menjadi tiga yaitu kapsul,
korteks, dan nukleus. Patogenesis katarak senil bersifat multifaktorial dan belum
sepenuhnya dimengerti. Seiring pertambahan usia lensa, terjadi peningkatan berat
dan ketebalan lensa serta menurunnya kemampuan akomodasi.1,4
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika
gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala
cukup dengan mengganti kacamata. Hingga saat ini belum ada obat-obatan,
makanan, atau kegiatan olah raga yang dapat menghindari atau menyembuhkan
seseorang dari gangguan katarak.1

II. DEFINISI
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan
Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi

8
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-
duanya. Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.3

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA

Gambar 1: Anatomi Lensa


( Dikutip dari kepustakaan 5)

Lensa berasal dari lapisan ektoderm, merupakan struktur yang transparan


berbentuk cakram bikonveks. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi
setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada aquous humor untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa
terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreus. Posisinya
dipertahankan oleh zonula zinnia yang terdiri dari serat-serat kuat yang
menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar.4
Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir,
ukurannya sekitar 6,3 mm pada bidang ekuator dan 3,5 mm anteroposterior serta
memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring
usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga
semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah.
Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin
dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka lensa yang

9
menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan
faktor-faktor yang berperan.2,4
Lensa berfungsi untuk merefraksikan sinar, mempertahankan
kejelasannya, serta untuk akomodasi. Lensa dapat merefraksikan sinar karena
indeks refraksinya berbeda dari aquous dan vitreus yang ada disekelilingnya
(normalnya sekitar 1,3 secara sentral dan 1,36 secara perifer). Pada posisi ketika
lensa tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi sebesar 10-20 Dioptri dari
kira-kira 60 Dioptri dari kekuatan refraksi konvergen rata-rata mata manusia. 5

Gambar 2: Struktur Lensa


(Dikutip dari kepustakaan 5)

Bagian–bagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan


nukleus.1
a. Kapsul
Kapsul lensa memiliki sifat elastis, terdiri dari substansia lensa yang dapat
mengkerut selama proses akomodasi. Lapis terluar dari kapsul lensa adalah
lamella zonularis yang berperan dalam perlengketan serat-serat zonula. Kapsul
lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya
selama kehidupan. Bagian paling tebal dari kapsul lensa terdapat pada bagian

10
anterior dan pre-ekuator posterior dan yang paling tipis pada daerah kutub
posterior sentral yaitu sekitar 2-4 mm. Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu
bagian yang dibentuk oleh gabungan kapsul anterior dan posterior yang
merupakan insersi dari zonula.1
b. Serat Zonula
Serat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari
lamina basalis dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus
siliar. Serat-serat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara
kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan
lapis anterior dan posterior.1
c. Epitel lensa
Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri dari
sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara
metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk
biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid sehingga dapat menghasilkan ATP
untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel akan mengalami
perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat
lensa yang sering disertai dengan peningkatan masa protein dan pada waktu yang
sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan
ribosom. Hilangnya organel-organel ini dapat menguntungkan karena cahaya
dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi
dengan hilangnya organel maka fungsi metabolik pun akan hilang sedangkan serat
lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.1
d. Korteks dan nukleus
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa
perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang. Garis-garis persambungan
(suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak
seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik
di posterior.2

11
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Na,
K). Kedua kation ini berasal dari humor aquous dan vitreus. Kadar kalium di
bagian anterior lebih tinggi dibandingkan posterior sedangkan kadar natrium lebih
tinggi di posterior. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor
vitreus, dan ion Na bergerak ke anterior untuk menggantikan ion K dan keluar
melalui pompa aktif Na-K ATP-ase. Transpor aktif asam-asam amino mengambil
tempat pada lensa dengan mekanisme tergantung pada gradient natrium yang
dibawa oleh pompa natrium. Aspek fisiologis terpenting dari lensa adalah
mekanisme yang mengatur keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat
penting untuk menjaga kejernihan lensa. Karena kejernihan lensa sangat
tergantung pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi
lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditemukan bahwa gangguan
keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi pada katarak kortikal, dimana kadar
air meningkat secara bermakna.1
Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan
perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks
lensa menjadi lebih terhidrasi dari pada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa
adalah air yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraseluler.
Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada 20 mm dan konsentrasi
kalium sekitar 120 mm.1,2
Epithelium lensa sebagai tempat transpor aktif lensa bersifat dehidrasi dan
memiliki kadar ion Kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari humor
aquous dan vitreus disekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion
natrium (Na+), ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan
sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil
dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa
(Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epithelium lensa dan
setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion
natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini bergantung
dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini
mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase. Inhibisi dari Na+, K+,

12
ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatkan
kadar air dalam lensa. Pada perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah
menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktivitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang
lainnya tidak menunjukkan perubahan apapun. Dari studi-studi lain telah
diperkirakan bahwa permeabilitas membran sedikit meningkat seiring dengan
perkembangan katarak.1

IV. EPIDEMIOLOGI
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Sebagian besar
kasus katarak yaitu ± 90% adalah katarak senil. Pada penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat didapatkan prevalensi katarak sebesar 50% pada mereka yang
berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak
kongenital, katarak traumatik dan katarak jenis jenis lain lebih jarang
ditemukan.2,6
Di Indonesia sendiri, katarak merupakan penyebab utama kebutaan
dimana prevalensi buta katarak 0,78% dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun
katarak umumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah
dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria
Biro Pusat Sattistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. Berbeda
dengan kebutaan lainnya, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat
direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun pelayanan bedah katarak di
Indonesia belum tersedia secara merata yang mengakibatkan timbunan buta
katarak mencapai 1,5 juta, terutama diderita oleh penduduk berpenghasilan
rendah.7

V. ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dari katarak terkait usia bersifat multifaktorial dan belum
sepenuhnya dimengerti. Seiring pertambahan usia lensa, terjadi peningkatan berat
dan ketebalan serta menurunnya kemampuan akomodasi. Sebagai lapisan baru,
serat kortikal berbentuk konsentris, akibatnya nukleus dari lensa mengalami

13
penekanan dan pergeseran (sklerosis nuklear). Kristalisasi protein lensa adalah
perubahan yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi
high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba-tiba
menyebabkan fluktuasi index refraktif pada lensa, disperse cahaya, dan penurunan
penglihatan. Modifikasi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan
pigmentasi progressif. Perubahan lain pada katarak terkait usia pada lensa yaitu
peningkatan konsentrasi sodium dan kalsium.1,4

VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 3
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau
nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak
juvenil adalah katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit lainnya seperti katarak
metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik,
dan katarak komplikata.2
Katarak senil dapat dibedakan menjadi 4 stadium yaitu insipien, imatur,
matur dan hipermatur.4,8
a. Katarak Insipient  Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak
subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks, berisi jaringan
degeneratif (benda morgagni). Kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.3,6

14
b. Katarak imatur  Sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan
katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa
bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif
lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.6
Katarak intumesen  Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat
terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya
biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi.2

Gambar 3. Katarak senil imatur

c. Katarak matur  Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan


terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegritas melalui
kapsul. Di dalam stadium ini lensa akan berukuran normal kembali.
Sehingga iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan
mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini
terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh
karena deposit kalium. Bila dilakukan test bayangan iris atau “shadow
test” akan terlihat negatif.3,6

15
Gambar 4. Katarak senil matur
d. Katarak Hipermatur  Merupakan proses degenerasi lanjut lensa
sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa.
Lensa mengeriput dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa
dan mencairnya korteks nukleus lensa tenggelam ke arah bawah
(katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik
mata menjadi dalam. “Shadow test” memberikan gambaran
pseudopositif. Akibat massa lensa yang keluar melalui kapsul lensa
dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom
fakolitik.3,6

Gambar 5. Katarak senil hipermatur Morgagnian


Perbedaan stadium katarak senil berdasarkan gambaran klinisnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:3

16
Berdasarkan morfologinya, ada 3 tipe umum katarak senil yaitu nuklear,
kortikal, dan subkapsular posterior. Pada banyak pasien, dapat ditemukan lebih
dari satu tipe.5
1. Nuklear sklerosis
Perubahan lensa secara perlahan-lahan menjadi keras dan berwarna
kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi dari pada pandangan
dekat (pandangan baca). Pada tahap awal, hardening yang progresif
dari lensa nukleus sering mnyebabkan meningkatkan indeks refraksi
lensa sehingga menyebabkan miop (lenticular myopia). Pada mata
yang hyperopic, the myopic shift memungkinkan penderita yang
presbiopi untuk membaca tanpa kacamata, suatu keadaan yang disebut
“penglihatan kedua”.

Gambar 6. Katarak Nuklear


(Dikutip dari kepustakaan 6)
2. Kortikal
Yaitu kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa
menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial di sekeliling
daerah ekuator. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi. Gejala

17
pertama dari katarak kortikal adalah adanya celah vakuol dan air pada
korteks anterior atau posterior. Lamella kortikal mungkin dipisahkan
oleh cairan.1

Gambar 7. Katarak Kortikal


(Dikutip dari kepustakaan 5)

3. Subcapsular posterior
Yaitu terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini
menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta
penglihatan dekat menurun. Beberapa penderita mengeluhkan
monokular diplopia.1

Gambar 8. Katarak Posterior Kapsuler


(Dikutip dari kepustakaan 5)
Klasifikasi katarak yang paling luas penggunaannya adalah LOCS versi III (Lens
Opacities Classification System) yang dikemukakan oleh Chylack LT et.al., pada tahun
1993. Klasifikasi ini melihat gambaran nukleus yang disebut nuclear opalesence (NO),
nuclear color (NC), cortical cataract C) serta posterios subscapular cataract (P) pada

18
pasien dan membandingkannya dengan foto yang dipublikasikan oleh Chylack dan
kawan-kawan.

Gambar 9. Lens Opacities Classification System (LOCS) III

VI. DIAGNOSIS
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan
yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita
mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit
membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second
sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa
pada stadium insipient.3,4
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan.
Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum
dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp.5
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis
pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen.2

19
VII. TERAPI
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil,
seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum
matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan
penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit
seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.3,8,9
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE
ICCE merupakan teknik pembedahan dengan cara mengeluarkan seluruh
lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinnia yang telah
rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Teknik ini telah jarang
digunakan. Indikasi utama yaitu jika terjadi subluksasi atau dislokasi
lensa. Kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligament hialoidea kapsular.3,9
Kurangnya instrumen yang digunakan memungkinkan ICCE
untuk digunakan dalam berbagai kondisi. Rehabilitasi visual, dengan
menggunakan kacamata afakik sementara dapat dilakukan segera setelah
operasi. Masalah yang ditemui setelah ICC adalah karena ukuran
insisinya, menyebabkan penyembuhan yang lebih lambat dan
astigmatisma, hilangnya barrier antara segmen anterior dan posterior,
serta terbatasnya pilihan dan posisi IOL. 1
2. ECCE
ECCE yaitu tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa (korteks dan nucleus) melalui kapsul anterior yang
dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior.
Lensa intraokuler kemudian diletakkan pada kapsul posterior.
Pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien dengan katarak imatur,
kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior,
implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan bedah glaucoma,
predisposisi prolaps vitreus, ablasi retina, dan sitoid makular edema.

20
Teknik ini memiliki beberapa kelebihan dibanding ICCE, antara lain:
a) Trauma yang minimal pada endotel kornea
b) Kurangnya astigmatisma
c) Insisi yang lebih stabil dan aman
Selain itu, kapsul posterior masih intak sehingga mengurangi resiko
hilangnya vitreus selama operasi memungkinkan fixasi IOL, adanya
barrier yang mencegh pertukaran molekul antara aquous dan vitreus,
mengurangi kemungkinan infeksi pada vitreus, mencegah komplikasi
terkait perlekatan vitreus terhadap iris, kornea, dan insisi. 1
3. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan getaran ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat
diaspirasi melalui insisi ± 3 mm.9
Fakoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang
pernah ada saat ini. Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman
menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang
menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi
yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang
rendah.8

Gambar 10. Fakoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik


( Dikutip dari kepustakaan 8)

21
4. SICS
Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan salah satu teknik
pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa
intraokuler. Teknik ini dilakukan dengan adanya tunnel sklerokorneal
untuk mengeluarkan lensa yang katarak. Teknik ini lebih menjanjikan
dengan insisi konvensional karena astigmatisme yang rendah, dan tajam
penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.9
Berikut ini adalah komplikasi intraoperatif yang ditemukan selama operasi
katarak, yaitu :10
a. Kamera okuli anterior dangkal atau datar
b. Ruptur kapsul
c. Edem kornea
d. Perdarahan atau efusi suprakoroid
e. Perdarahan koroid yang ekspulsif
f. Tertahannya material lensa
g. Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
h. Iridodialisis

Berikut ini merupakan komplikasi post operatif yang ditemukan segera


selama operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu
setelah operasi, yaitu:9
a. Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek
b. Terlepasnya koroid
c. Hambatan pupil
d. Hambatan korpus siliar
e. Perdarahan suprakoroid
f. Edem stroma dan epitel
g. Hipotoni
h. Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral
jernih sangat sering terlihat mengikuti ICCE)
i. Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten

22
j. Perdarahan koroid yang lambat
k. Hifema
l. Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya
viskoelastis)
m. Edem makular kistoid
n. Terlepasnya retina
o. Endoptalmitis akut
p. Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Zorab AR, Straus H, Dondrea LC, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all.


Lens and Cataract. San Francisco: American Academy of Oftalmology.
2006.p.45-69.
2. Harper RA, Shock JP. Lensa. Dalam: Raurdan P, Whitcher JP. Vaughan
dan Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.hal.169-83.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta:Balai Penerbit
FKUI; 2011. 204-16.
4. Galloway NR, Galloway PH, Browning AC, editors. Common Eye
Disease and Their management. 3rd Edition. London: Springer; 2006.p.81-
90.
5. Lang GK. Lens. In: Lang GK. Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas.
2nd Edition. New York: Thieme Stuttgart; 2006.p.169-98.
6. Lang, Gerhard K. Opthalnology. A Short Textbook. Thieme Stuttgart :
New York. 2000.p.173-185
7. Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Katarak Senilis. Tesis Magister. Semarang: Universitas Diponegoro; 2004.
8. Khaw PT, Shah P, Elkinhton AR, editors. ABC of Eyes. 4th Edition.
London: BMJ Books; 2004.p.42-51.
9. Khurana AK, editor. Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New
Delhi: New Age International; 2007.p.175-202.
10. Sundaram V, Barsam A, Alwitry A, Khaw PT, editors. Training in
Ophthalmology. New York: Oxford University Press; 2009.p.244-54.

24

Anda mungkin juga menyukai