Anda di halaman 1dari 25

SMF/Lab Ilmu Penyakit Mata Referat

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

DEFISIENSI VITAMIN A DI BIDANG MATA DAN


PENATALAKSANAANNYA

Oleh :
Amaliaturrahmah
NIM. 06.55372.00315.09

Pembimbing :
dr. Manfred, Sp.M

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2012

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Vitamin A berperan pada fungsi mencakup 3 golongan besar yaitu
penglihatan, fungsi dalam metabolisme umum seperti integritas epitel, stabilisais
membran, respon imun, perkembangan tulang rangka dan pertumbuhan gigi serta
fungsi berikutnya adalah dalam proses reproduksi.1,2
Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh
dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama
pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis
penyakit yang merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai
macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan system kekebalan
tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A
adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun
yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang.3
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk
zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali
terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan
infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat
juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena
kurangnya pengetahuan orang tua/ ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan
pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi.
Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan
menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan,
dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup. 4
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992
menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima

1
tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun
1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat
pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.
Berdasarkan laporan dari beberapa propinsi antara lain dari NTB dan
Sumatera Selatan menunjukkan munculnya kembali kasus Xeroftalmia mulai dari
tingkat ringan sampai berat bahkan menyebabkan kebutaan. Data laporan baik dari
SP2TP maupun data dari survei tidak mendukung, karena selama ini kasus
xeroftalmia tidak dilaporkan secara khusus dan dianggap sudah bukan menjadi
prioritas masalah kesehatan di Indonesia.4,5 Ibarat fenomena gunung es dikhawatirkan
kasus xeroftalmia masih banyak di masyarakat yang belum ditemukan dan dilaporkan
oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, penting sekali untuk mendeteksi secara dini
dan menangani kasus xeroftalmia ini dengan cepat dan tepat agar tidak terjadi
kebutaan seumur hidup yang berakibat menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan defisiensi vitamin A
khususnya di bidang mata, sehingga nantinya jika menemui kasus di tempat praktek
dapat melakukan penatalaksanaan yang baik bagi penyakit tersebut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 VITAMIN A
A. Defenisi vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang
berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata.
Vitamin A didapat dalam 2 bentuk yaitu preformed vitamin A ( retinol, retinal, asam
retinoid dan derivatnya) dan provitamin A (karotenoid) yang merupakan prekursor
vitamin A. Preformed vitamin A terdapat khusus dalam makanan hewani manakala
bahan nabati memiliki provitamin A. Vitamin A sensitif terhadap oksigen dan sinar
UV. Vitamin A relatif stabil terhadap panas dan bioavailabilitasnya diperkuat dengan
adanya vitamin E dan antioksida lain.6,7,8
Vitamin A dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk prekusor (provitamin).
Provitamin A terdiri dari α, β, dan γ- karoten. β – karoten merupakan pigmen kuning
dan salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting dalam mengurangi
reaksi berantai radikal bebas dalam jaringan.
B. Struktur Kimia Vitamin A
Vitamin A terdiri dari 3 biomolekul aktif, yaitu retinol, retinal (retinaldehyde)
dan retinoic acid (Gambar 2.1)9

3
Gambar 2.1. Tiga biomolekul aktif vitamin A
C. Sifat-sifat Vitamin A
Tumbuh-tumbuhan tidak mensintesis vitamin A, akan tetapi manusia dan
hewan mempunyai enzim di dalam mukosa usus yang sanggup merubah karotenoid
provitamin A menjadi vitamin A. Dikenal bentuk-bentuk vitamin A, yaitu bentuk
alkohol, dikenal sebagai retinol, bentuk aldehid disebut retinal, dan berbentuk asam,
yaitu asam retinoat.
Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas
dan lembab dan bila berhubungan dengan mineral mikro atau dengan lemak/minyak
yang tengik. Retinol tidak akan berubah dalam gelap, sehingga bisa disimpan dalam
bentuk ampul, di tempat gelap, pada suhu di bawah nol. Retinol juga sukar berubah,
jika disimpan dalam tempat tertutup rapat, apalagi disediakan antioksidan yang
cocok. Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat lebih stabil dibanding
bentuk alkohol maupun aldehid. 9
Secara kimia, penambahan vitamin E dan antioksidan alami dari tanaman bisa
melindungi vitamin A dalam bahan makanan. Di dalam praktek, terutama dalam
penyimpanan, vitamin A bersifat tidak stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka
dapat diambil langkah-langkah, yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan
dan secara mekanis dengan melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil,
gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiran-butiran kecil.
D. Manfaat Vitamin A
Vitamin A essensial untuk pertumbuhan, karena merupakan senyawa penting
yang menciptakan tubuh tahan terhadap infeksi dan memelihara jaringan epithel

4
berfungsi normal. Jaringan epithel yang dimaksud adalah terutama pada mata, alat
pernapasan, alat pencernaan, alat reproduksi, syaraf dan sistem pembuangan urine.
Hubungan antara vitamin A dengan fungsi mata yang normal, perlu mendapat
perhatian khusus. Vitamin A berperan dalam sintesis stereoisomer dari retinal yang
disebut retinen, yang berkombinasi dengan protein membentuk grup prostetik yang
disebut “visual purple”, yang lebih dikenal dengan istilah rodopsin. Jadi vitamin A
diperlukan untuk mensintesis rodopsin, yang selalu pecah atau dirusak oleh proses
fotokimiawi sebagai salah satu proses fisiologis dalam sistem melihat. Apabila
vitamin A pada suatu saat kurang dalam tubuh, maka sintesis ”visual purple” akan
terganggu, sehingga terjadi kelainan-kelainan melihat.
Vitamin A berperan dalam berbagai proses tubuh, antara lain, stereoisomer dari
retinal yang disebut retinen, memainkan peranan penting dalam penglihatan. Vitamin
A diperlukan juga dalam pencegahan ataxia, pertumbuhan dan perkembangan sel,
pemeliharaan kesempurnaan selaput lendir (mukosa), reproduksi, pertumbuhan
tulang rawan yang baik dan cairan serebrospinal yang normal, mampu meningkatkan
sistem imun, berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan terbukti bisa
melawan ketuaan. 9
Secara metabolik, vitamin A berperan dalam memacu sintesis kortikosteroid,
yaitu pada proses hidroksilasi pregnenolon menjadi progesteron, memacu perubahan
mevalonat menjadi squalen, yang selanjutnya dirubah menjadi kolesterol dan sebagai
pengemban (carrier) pada sintesis glikoprotein membran.
E. Sumber Vitamin A
Vitamin A banyak terkandung dalam minyak ikan. Vitamin A1 (retinal),
terutama banyak terkandung dalam hati ikan laut. Vitamin A2 (retinol) atau 3-dehidro
retinol, terutama terkandung dalam hati ikan tawar. Vitamin A yang berasal dari
minyak ikan, sebagian besar ada dalam bentuk ester.
Vitamin A juga terkandung dalam bahan pangan, seperti mentega (lemak
susu), kuning telur, keju, hati, hijauan dan wortel. Warna hijau tumbuh-tumbuhan
merupakan petunjuk yang baik tingginya kadar karoten. Buah-buahan berwarna

5
merah dan kuning, seperti cabe merah, wortel, pisang, pepaya, banyak mengandung
provitamin A, ß-karoten. Untuk makanan, biasanya vitamin A terdapat dalam
makanan yang sudah difortifikasi (ditambahkan nilai gizinya).
F. Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dalam makanan sebagian besar berbentuk ester retinil. Di dalam
sel mukosa usus halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pankreas (esterase)
menjadi retinol yang lebih mudah diabsopsi. Untuk penyerapan karotin, diperlukan
adanya empedu sedangkan untuk preformed vitamin A, empedu hanya dapat
membantu meningkatkan penyerapannya.2,10
Retinol bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester, diangkut oleh
kilomikron dan LDL melalui sistem limfe ke dalam aliran darah menuju ke hati. Hati
berperan menyimpan vitamin A yang dapat bertahan sehingga 6 bulan. Bila tubuh
memerlukan, vitamin A dimobilisasi dari hati dalam bentuk retinol yang diangkut
oleh Retinol binding protein (RBP) yang dihasilkan oleh hati. Di dalam plasma
kompleks ini diikat lagi oleh prealbumin dan ditranspor ke sel-sel target yang
memerlukan vitamin A di seluruh jaringan tubuh. Metabolisme vitamin A
memerlukan Zn kerana Zn memacu pergerakan vitamin A dari hati.2,11,12

2.2 KURANG VITAMIN A (KVA)


A. DEFINISI
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi
jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan
organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.
Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A, antara lain
rabun senja (night blindness), katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya
tahan tubuh, keratinisasi (sel epithel kering), kulit yang tidak sehat, bersisik dan
mengelupas. Kekurangan vitamin A terjadi ketika kegagalan kronis untuk
mengkonsumsi jumlah vitamin A yang cukup atau hasil beta-karoten dalam serum
darah yang berada di bawah kisaran yang ditetapkan. Beta-karoten adalah sebuah

6
bentuk provitamin A, yang siap dikonversi menjadi vitamin A dalam tubuh.
Kekurangan vitamin didapat hasil dari asupan yang tidak memadai, malabsorpsi
lemak, atau gangguan hati. Defisiensi merusak kekebalan dan hematopoiesis dan
menyebabkan ruam kulit dan efek okular khas (misalnya, xeroftalmia, kebutaan
malam). . Bersama-sama dengan penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit
tersebut merupakan penyakit yang sangat penting di antara penyakit gangguan gizi di
Indonesia dan di banyak negara yang sedang berkembang. Ia mempunyai peranan
yang penting sebagai penyebab kebutaan.2,10,12
B. PENYEBAB
Penyebab utama kekurangan vitamin A biasanya disebabkan oleh kekurangan
makanan berkepanjangan, khususnya di mana beras adalah makanan pokok (tidak
mengandung karoten). ASI dari ibu dengan kekurangan vitamin A mengandung
sedikit vitamin A , yang menyebabkan anaknya turut mengalami kekurangan vitamin
A. Kekurangan vitamin dapat juga terjadi dengan malnutrisi energi protein (
marasmus atau kwashiorkor ) terutama karena kekurangan makanan (penyimpanan
dan transportasi vitamin A juga terganggu). Xerophthalmia karena kekurangan
vitamin A adalah penyebab umum kebutaan di kalangan anak-anak di negara
berkembang.8,13
Risiko KVA meningkat pada pasien yang menderita malabsorpsi lemak,
cystic fibrosis, sariawan, insufisiensi pankreas, atau kolestasis, serta pada orang yang
telah menjalani operasi bypass usus kecil. Hal ini mungkin karena penurunan
bioavailabilitas provitamin A karotenoid atau gangguan dengan penyerapan,
penyimpanan, atau transportasi vitamin A. Kelebihan konsumsi alkohol dapat
mengurangkan vitamin Pada anak-anak dengan campak, vitamin A dapat
mempersingkat durasi gangguan dan mengurangi keparahan gejala dan risiko
kematian, serta tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare).1,6
C. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia (WHO, 1991), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan
terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10%

7
diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea
ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25%
menjadi buta dan 50-60% setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak 3
juta anak-anak buta karena kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20-40 juta menderita
kekurangan vitamin A pada tingkat lebih ringan. Perbedaan angka kematian antara
anak yang kekurangan dan tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30%
(Almatsier, 2003).1,6
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992
menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima
tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun
1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat
pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.
Kriteria WHO untuk masalah vitamin A kesehatan masyarakat saat ini tidak
hanya termasuk prevalensi defisiensi vitamin A yang berat dengan tanda dimata
(seperti Xerosis kornea, bitot’s spot) tetapi juga indikator sub-klinis (seperti retinol
serum yang rendah, retinol ASI yang rendah). Diperkirakan setiap tahun, 3 hingga 10
juta anak, kebanyakan tinggal di negara berkembang mengalami xeropthamia, dan
antara 250.000 hingga 500.000 menjadi buta. Program kesehatan masyarakat
internasional untuk menjadikan prioritas utama untuk mengatasi defisiensi vitamin A
dan xerothamia.
D. PATOFISIOLOGI
Gejala klinis defisiensi vitamin A akan tampak bila cadangan vitamin A
dalam hati dan organ-organ tubuh lain sudah menurun dan kadar vitamin A dalam
serum mencapai bawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik
mata. Deplesi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang memakan waktu lama.
Diawali dengan habisnya persediaan vitamin A di dalam hati, menurunnya kadar
vitamin A plasma (kelainan biokimia), kemudian terjadi disfungsi sel batang pada
retina (kelainan fungsional), dan akhirnya timbul perubahan jaringan epitel (kelainan

8
antomis). Penurunan vitamin A pada serum tidak menggambarkan defisiensi vitamin
A dini, karena deplesi telah terjadi jauh sebelumnya.8,13
Vitamin A merupakan “body regulators” dan berhubungan erat dengan
proses-proses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua (i) Yang
berhubungan dengan penglihatan dan (ii) Yang tidak berhubungan dengan
penglihatan. Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui
mekanisme Rods ( batang) yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan
intensitas yang rendah, sedang Cones (keruncut) untuk cahaya dengan intensitas yang
tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna. Pigment yang sensitif terhadap cahaya
dari Rods disebut sebagai Rhodopsin.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel
batang (sel basilus). Retinal adalah kelompok prostetik pigmen fotosensitif dalam
batang maupun kerucut. Perbedaan utama antara pigmen penglihatan dalam batang
(rhodopsin) dan dalam kerucut (iodopsin) adalah protein alami yang terikat pada
retina. Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam
mata, retinol (bentuk vitamin A yang terdapat di dalam darah) dioksidasi menjadi
retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk rhodopsin (suatu
pigmen penglihatan). Rhodopsin merupakan zat yang menerima rangsangan cahaya
dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indera
penglihatan. Beta karoten efektif dalam memperbaiki fotosenstivitas pada penderita
dengan protoporfiria erithropoetik. 2,8,12
Mata membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan dapat melihat dari ruangan
dengan cahaya terang ke ruangan dengan cahaya remang-remang. Bila seseorang
berpindah dari tempat terang ke tempat gelap, akan terjadi regenerasi rhodopsin
secara maksimal. Rhodopsin sangat penting dalam penglihatan di tempat gelap.
Kecepatan mata untuk beradaptasi, berhubungan langsung dengan vitamin A yang
tersedia di dalam darah untuk membentuk rhodopsin. Apabila kurang vitamin A,
rhodopsin tidak terbentuk dan menyebabkan timbulnya tanda pertama kekurangan
vitamin A yaitu rabun senja.2,8

9
Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel
termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut karena terjadinya
proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar tidak memproduksi cairan yang
dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata yang disebut xerosis
konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disebut bercak bitot (Bitot
Spot) yaitu suatu bercak putih, berbentuk segi tiga di bagian temporal dan diliputi
bahan seperti busa.2,3,5
Defisiensi lebih lanjut menyebabkan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi
kering dan kehilangan kejernihannya kerana terjadi pengeringan pada selaput yang
menutupi kornea. Pada stadium yang lanjut, kornea menjadi lebih keruh, terbentuk
infiltrat, berlaku pelepasan sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada pelunakan dan
pecahnya kornea. Mata juga dapat terkena infeksi. Tahap akhir dari gejala mata yang
terinfeksi adalah keratomalasia (kornea melunak dan dapat pecah), sehingga
menyebabkan kebutaan total.5,13
Mukus melindungi sel-sel epitel dari mikroorganisme dan partikel lain yang
berbahaya. Di bagian atas saluran pernapasan, sel-sel epitel secara terus-menerus
menyapu mukus keluar, sehingga benda-benda asing yang mungkin masuk akan
terbawa keluar. Bila terjadi infeksi, sel-sel goblet akan mengeluarkan lebih banyak
mukus yang akan mempercepat pengeluaran mikroorganisme tersebut.11,12,13
Kekurangan vitamin A menurunkan kemampuan sel-sel kelenjar
memproduksi mukus dan akan digantikan oleh sel-sel epitel yang bersisik dan kering.
Hal tersebut menyebabkan kulit menjadi kering dan kasar serta luka sukar sembuh.
Membran mukosa yang tidak dapat mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna
akan mudah terserang bakteri (infeksi).
Retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B, yaitu
leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral. Sel B adalah sel yang
dimatangkan oleh proses penciptaan sumsum tulang dan bekerja melalui hasil dari
molekul kimia yang kemudian dikenal dengan antibodi. Antibodi ini mencoba untuk
mengaitkan dirinya dengan antigen, dimana sel B akan mencoba mencari dan

10
memusnahkannya lalu menandainya untuk dihancurkan melalui proses kimia. Karena
itu, vitamin A disebut vitamin anti infeksi.4,8,9
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun,
sehingga mudah terserang infeksi. Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan sel
yang menutupi paru-paru tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki
mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi. Jika hal ini
terjadi pada permukaan dinding usus halus, akan menyebabkan diare.8,11,12
Vitamin A mempunyai peranan penting pada sintesis protein yaitu
pembentukan RNA sehingga berperan terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A
dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email gigi.
Pada orang yang kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk
tulang tidak normal. Pada anak-anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan
pertumbuhan.
Menurut Thurnham (1993), vitamin A dan besi masing-masing berikatan
dengan RBP dan transferrin. Jika terjadi infeksi, maka kedua jumlah protein ini akan
berkurang. Zat anti infeksi dari vitamin A bekerja untuk menekan infeksi dan
mengurangi penurunan protein. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin A berperan
dalam mobilisasi zat besi dari hepar menuju jaringan.3,10
Pada keadaan dimana terjadi defisiensi vitamin A akan terjadi gangguan
mobilisasi zat besi dari hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar ferritin.
Gangguan mobilisasi zat besi juga akan menyebabkan rendahnya kadar zat besi
dalam plasma,dimana hal ini akan mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga
akan menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah.3,11
Defisiensi vitamin A kronis mengakibatkan anemia serupa seperti yang
dijumpai pada defisiensi besi, ditandai dengan Mean Corpuscular Volume (MCV)
Dan Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration ( MCHC) Rendah, terdapat
anisositosis dan poikilositosis, kadar besi serum rendah tetapi cadangan besi (ferritin)
didalam hati dan sumsum tulang meningkat. KVA menghambat penggunaan kembali

11
besi untuk eritropoiesis, mengganggu pembentukan transferin dan mengganggu
mobilisasi besi.2,10,14
E. GEJALA KLINIS
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-
organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi
gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.10,12,13
Buta senja merupakan gejala awal dari KVA. Gejala klinis KVA pada mata
akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut
akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan
penyakit infeksi lainnya.5,13,14
Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO 1996 sebagai
berikut:5,15,16
 Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) - XN
 Xerosis Konjunctiva - XIA
 Xerosis Konjunctiva disertai bercak bitot - XIB
 Xerosis Kornea – X2
 Xerosis kornea dan ulserasi Kornea – X3A
 Keratomalasia – X3B
 Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar) - XS
 Fundus Xeroftalmia dengan gambaran seperti “cendol” - XF
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin
A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi
sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa latin) berarti “mata
kering”, karena terjadi kekeringan pada selaput selaput lendir (konjungtiva) dan
selaput bening (kornea) mata.4,5,16
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi keratomalasia.
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang

12
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas
sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
a) Buta senja – XN
 Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya terang 6,8
 Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat
di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
 Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur benda
didepannya, karena tidak dapt melihat
 Anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut
buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di
dudukkan di tempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau
makanan di depannya 4
b) Xerosis Konjungtiva = XIA

 Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam
 Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.

13
c) Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot = X1B

 bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata
sisi luar.
 Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva
 Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut
 Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik 4,16

d) Xerosis Kornea = X2

 Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea


 Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar
 Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)

14
e) Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3A, X3B

 Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus


 Tahap X3A: bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea
 Tanap X3B: bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan
kornea
 Keadaan umum penderita sangat buruk
 Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan peforasi dan prolaps
jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan.
Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus
kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.4,16
f) Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea

15
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka
pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan
parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan
operasi cangkok kornea.
g) Xeroftalmia Fundus (XF)

Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol


F. DIAGNOSIS 4,16
1. Anamnesis
 Keluhan Utama
Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau ada kelainan
pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak berhubungan dengan kelainan
pada mata seperti demam.
 Keluhan Tambahan
Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya ? Upaya apa yang
telah dilakukan untuk pengobatannya ?
 Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
Apakah pernah menderita Campak dalam waktu < 3 bulan ?, apakah anak sering
menderita diare dan atau ISPA ?, apakah anak pernah menderita pneumonia ?, apakah
anak pernah menderita infeksi cacingan ?, apakah anak pernah menderita
tuberculosis?

16
 Kontak dengan pelayanan kesehatan
Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi, mendapat
suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan kesehatan baik di
posyandu atau puskesmas (cek dalam buku KIA/KMS anak).
 Riwayat pola makan anak
Apakah anak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan?, Apakah anak
mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan ?, bagaimana cara memberikan makan
kepada anak : sendiri / disuapi?.
Selain itu, kita juga perlu menanyakan pada pasien perkara-perkara berikut:
Riwayat hidup: riwayat ibu yang pernah menderita kekurangan vitamin a., apakah ada
luka pada mata?, apakah pasien mengeluh mata kering?,8,16 adakah penglihatan
menjadi kabur bila malam hari?, apakah pasien sering tidak nafsu makan?, apakah
terjadi penurunan masukan diet?, adakah pasien pernah menjalan operasi bypass usus
kecil?, adakah pasien pernah menderita penyakit seperti cystic fibrosis?, apakah
pasien sering menderita penyakit infeksi?, apakah berlaku keterbelakangan
pertumbuhan pada pasien?, apakah pasien sering capek, susah konsentrasi, mata
berkunang-kunang?, apakah pasien mempunyai kelainan pada kulit seperti kulit
bersisik?
2. Pemeriksaan Fisik 4,16
Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan diagnosis
serta pengobatannya, terdiri dari :
a. Pemeriksaan umum
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk,
penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari :
 Antropometri : Pengukuran berat badan dan tinggi badan
 Penilaian Status gizi : Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk
 Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang
atau kurus

17
 Bila BB/TB : £ 3, anak menderita gizi buruk atau sangat
kurus.
 Kelainan pada kulit : kering, bersisik
b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan
senter yang terang.
 Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)
 Apakah ada bercak bitot (X1B)
 Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
 Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)
 Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
 Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan
opthalmoscope (XF).
c. Tes Adaptasi Gelap
Pemeriksaan didasarkan pada keadaan bila terdapat kekurangan gizi atau
kekurangan vitamin A. Akan terjadi gangguan pada adaptasi gelap. Dengan
ujian ini dilakukan penilaian fungsi sel batang retina pada pasien dengan
keluhan buta senja. Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat penyinaran
terang, dilihat kemampuan melihatnya sesudah sekitarnya digelapkan dengan
perlahan-lahan dinaikkan intensitas sumber sinar. Ambang rangsang mulai
terlihat menunjukkan kemampuan pasien beradaptasi gelap.8,12
3. Pemeriksaan Laboratorium 4,6
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnose kekurangan
vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil
pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita
KVA. Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila
ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.

18
Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang
dapat memperparah seperti pada :
 Pemeriksaan serum RBP (retinol binding protein) lebih mudah untuk
melakukan dan lebih murah dari studi retinol serum, karena RBP adalah
protein dan dapat dideteksi oleh tes imunologi. RBP juga merupakan
senyawa lebih stabil dari retinol yang berkaitan dengan cahaya dan suhu.
Namun, tingkat RBP kurang akurat, karena mereka dipengaruhi oleh
konsentrasi protein serum dan karena jenis RBP tidak dapat dibedakan.6,8,9
 Pemeriksaan albumin darah kerana tingkat albumin adalah ukuran
langsung dari kadar vitamin A
 pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kemungkinan anemia,
infeksi atau sepsis.
 pemeriksaan fungsi hati untuk mengevaluasi status gizi
 Pada anak-anak, pemeriksaan radiografi dari tulang panjang mungkin
berguna saat evaluasi sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk
deposisi tulang periosteal berlebihan.
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Retinitis Pigmentosa
Retinitis Pigmentosa adalah suatu kemunduran yang progresif pada retina
yang mempengaruhi penglihatan pada malam hari dan penglihatan tepi dan pada
akhirnya bisa menyebabkan kebutaan. Retinitis pigmentosa dengan tanda
karekteristik degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik,
menyebar tanpa gejala peradangan. Merupakan kelainan yang berjalan progresif yang
onset bermula sejak masa kanak-kanak.4 Gejala awal sering muncul pada masa
kanak-kanak tetapi masalah penglihatan yang parah biasanya tidak berkembang
sampai dewasa awal, retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam,
penurunan penglihatan pada malam hari atau cahaya rendah, mengenai kedua mata
dan progresif, lapangan penglihatan sempit.

19
2. Hipotiroidisme
Hipotiroid adalah keadaan di mana secara fungsional terjadi hipofungsi
kelenjar tiroid atau kadar hormon tiroid menurun atau sangat rendah.
Gejala Klinis : kelelahan, kehilangan energi, kelesuan, berat badan naik, kulit kering
dan kasar, rambut kering dan rontok , penglihatan kabur, kongjungtiva pucat,
penurunan pendengaran , nyeri otot, nyeri sendi, kelemahan pada ekstremitas ,
kelupaan, gangguan memori, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
Untuk mengatasi gejala defisiensi vitamin A,pemberian vitamin A palmitat
sebanyak 25.000 - 50.000 lU/hari per oral setiap sehari selama 2 hari dan dosis lebih
lanjut setalah 7 sampai 10 hari. Jika pasien muntah, pemberian secara IM dianjurkan.
Sebagai bentuk oral, suplemen vitamin A efektif untuk menurunkan resiko morbiditas
, terutama yang menderita diare hebat dan mengurangi kematian dari penyakit
campak dan semua penyebab kematian. Pemberian vitamin E bersama dengan
vitamin A nampaknya meningkatkan efektivitas vitamin A dan mencegah
kemungkinan terjadi hipervitaminosis A.4,5,8
Untuk mengobati anak dengan gejala buta senja (XN) hingga xerosis kornea
(X2), dimana penglihatan masih dapat disembuhkan, pengobatan dimulai sejak
penderita ditemukan (hari pertama) dengan memberikan kapsul vitamin A sesuai
dengan usia. Bayi kurang dari 5 bulan diberikan 1/2 kapsul biru (50.000 SI), bayi usia
6-11 bulan diberikan 1 kapsul biru (100.000 SI), dan anak usia 12-59 bulan diberikan
1 kapsul merah (200.000 SI). Lalu pada hari kedua berikan 1 kapsul vitamin A sesuai
dengan usia seperti ketentuan. Dua minggu kemudian, penderita kembali diberikan
kapsul vitamin A sesuai dengan usia seperti ketentuan.4,13

20
Pada keadaan xerosis corneae, keratomalacia, dan ulcus corneae, anak dapat
diberikan tetes mata antibiotik tanpa kortikosteroid oleh dokter dengan cara
diteteskan pada bagian kelopak mata. Pengobatan vitamin A juga harus disertai
dengan perbaikan gizi, serta pengobatan antibiotik sebagai pengobatan tambahan
untuk mencegah infeksi sekunder.
Sedangkan KVA pada stadium irreversible dapat dilakukan transplantasi
kornea (keratoplasti). Keratoplasti diindikasikan pada sejumla kondisi kornea yang
serius, misalnya parut, edem, penipisan dan distorsi.
2. Non medikamentosa
Pengobatan untuk KVA subklinis meliputi konsumsi makanan kaya vitamin
A, seperti hati, daging sapi, ayam, telur, susu yang diperkaya, wortel, mangga, ubi
jalar, dan sayuran berdaun hijau. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran per hari
dianjurkan untuk menyediakan distribusi komprehensif karotenoid. Berbagai
makanan, seperti sereal , kue, roti, biskut, dan bar sereal gandum, sering diperkaya
dengan 10-15% dari RDA vitamin A.4
I. RUJUKAN
 Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda kelainan XN,
X1A, X1B, X2
 Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata/BKMM bila
ditemukan tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS. 4
J. KOMPLIKASI
 Kebutaan
 Defisiensi zat besi et causa vitamin A
K. PENCEGAHAN
Kekurangan vitamin A dapat dicegah dengan diet makanan yang kaya akan
vitamin A atau beta-karoten sebagai komponen diet seharian. Diet harus mencakup
sayuran berdaun hijau, buah-buahan misalnya, pepaya, jeruk, wortel, dan sayuran
kuning (misalnya, labu, labu. Susu yang diperkaya vitamin A-diperkaya dan sereal,
hati, kuning telur, dan minyak ikan turut membantu. Karotenoid diserap lebih baik

21
bila dikonsumsi dengan beberapa makannan yang mengandungi lemak. Jika bayi
dicurigai alergi susu , mereka harus diberi vitamin A yang cukup dalam susu
formula.4,5,16
Di negara-negara berkembang, kekurangan vitamin A dicegah oleh program-
program kesehatan masyarakat dengan memberi profilaksis suplemen vitamin A
palmitat. Memperhatikan akibat kekurangan vitamin A seperti yang telah disebutkan
di atas maka untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin A, di Posyandu atau
Puskesmas pada setiap bulan Februari dan Agustus seluruh bayi usia 6-11 bulan,
harus mendapat 1 kapsul vitamin A biru dan seluruh anak balita usia 12-59 bulan
mendapat kapsul vitamin A warna merah. Sedangkan untuk ibu nifas sampai 30 hari
setelah melahirkan mendapat 1 kapsul vitamin A warna merah.1,2,4,5
Prinsip dasar lain untuk mencegah KVA adalah memenuhi kebutuhan vitamin
A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare dan
campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum.
L. PROGNOSIS 1,4,17
 Jika pasien masih tahap xerosis kornea (X2), pengobatan yang tepat dapat
menyembuhkan sepenuhnya dalam beberapa minggu. Penyembuhan sempurna
biasanya terjadi dengan pengobatan tiap hari.
 Gejala dan tanda KVA biasanya menghilang dalam waktu 1 minggu setelah
pemberian vitamin A dihentikan
 Lesi pada mata akan mengancam penglihatan (25% benar-benar buta, dan sisanya
sebagian buta).
 Mortalitas pada kasus-kasus yang berat mencapai 5O%atau lebih kerana sering
disertai oleh malnutrisi yang berat (PEM) 8,13

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Widiatmodjo, S. 2007. Defisiensi Vitamin A Pada Mata. diakses dari URL :


http://asic.lib.unair.ac.id/journals/ diakses pada 11 februari 2012
2. Lantin S. 2006. Hubungan Status Vitamin A dengan Feritin Serum dan
Hemoglobin Ibu. URL : http://eprints.undip.ac.id/ diakses pada 11 februari
2012
3. Departemen Kesehatan RI. 1992. Pedoman Kesehatan Mata Untuk Kader.
Jakarta
4. Departemen Kesehatan RI. 2003. Deteksi Dan Tatalaksana kasus Xeroftalmia
Pedoman bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta
5. Direktorat Gizi Masyarakat. 2002. Deteksi Dini Xeroftalmia serta Pedoman
Distribusi Kapsul Vitamin A. Jakarta
6. George, L. 2006. Vitamin A Deficiency and Inflammatory Markers Among
Preschool Children. URL :http://www.nutritionj.com/ diakses pada 11
februari 2012
7. Walker, B. 2010. Defeciency of Vitamin A. URL :
http://emedicine.medscape.com diakses pada 11 februari 2012
8. Sidarta Ilyas, Muzakkir Tanzil, Salamun, Zainal Azhar. Sari Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI; 2008.h.1,118-119,202-204
9. Murray, Robbert K, dkk. 2003. Biokimia Harper; Vitamin A. EGC : Jakarta.
10. Helen M. Barker. Nutrition and Diabetetics for Health Care. Tenth Edition.
United Kingdom : Churchill Livingstone; 2006.p.31-44
11. Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Balai
Penerbitan FKUI; 2008. h.769-783
12. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbitan
FKUI; 2009.h.141-142, 225

23
13. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Saviitri. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ke-3. Jakarta : Media Aesculapius; 2007. h.520-522
14. Steven, J. 2008. Vitamin A and Vitamin A Deficiency. URL :
http://www.cdc.gov/nutrition diakses pada 11 februari 2012
15. Instituto Helen Keller. 2008. Xerose, Mancha De Bitot. URL :
http://www.medscape/ vita_alteracao_ocular_sugestiva_de_xeroftalmia
diakses pada 11 februari 2012
16. Ali, AR. 2008. Pemberian Vitamin A pada Balita Di Polewali Mandar.
Sulawesi Barat. diakses pada 11 februari 2012
17. Sediaoetama, A.D. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di
Indonesia. Jilid I. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat;.105-11

24

Anda mungkin juga menyukai