Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.L
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Alamat : Bayan, KLU
Pekerjaan : -
MRS : 6 Februari 2018
B. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Tidak bisa melihat
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tidak bisa melihat sejak 9 bulan sebelum MRS. Awalnya pasien merasa
penglihatan mulai kabur di mata kanan, lalu penglihatan kiri mulai kabur sejak 4
bulan sebelum MRS. Pasien tidak bisa melihat total di penglihatan kanan sejak 4
bulan yang lalu dan tidak bisa melihat total di penglihatan kiri sejak 2 bulan sebelum
MRS. Pasien juga merasakan nyeri kepala sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu dan
memberat sejak 9 bulan yang lalu sebelum MRS. Nyeri dirasakan di ubun-ubun,
samping kanan-kiri kepala hingga tengkuk. Pasien juga sering berhalusinasi dan
bicara tidak nyambung sejak kurang lebih 8 bulan yang lalu. Pasien juga merasakan
penciuman langsung berkurang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien mengaku
tidak pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan luka di kepala. Pasien
mengaku tidak pernah mengalami kejang dan demam sebelumnya.
d. Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat tumor pada keluarga. Tidak ada keluarga yang mengalami
keluhan serupa pada keluarga. Tidak ada pula keluarga dengan gangguan kejiwaan.
Tidak ada riwayat penyakit tekanan darah tinggi, tidak ada riwayat kencing manis,
tidak ada riwayat sakit jantung, tidak ada riwayat perdarahan yang sulit sembuh, tidak
ada riwayat epilepsi.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah menjalani rawat jalan di puskesmas 5 bulan sebelum MRS
untuk mengobati matanya, pernah dirawat di RS Jiwa 3 bulan sebelum MRS, dan
pernah berobat ke poli mata RSUD Provinsi 3 bulan sebelum MRS. Pasien juga
pernah menggunakan suntikan KB selama 1 tahun sebelum kena tumor. Pasien tidak
pernah menggunakan pengobatan radiasi.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit, teratur, kuat angkat
 Frekuensi napas : 20 x/menit, teratur, tipe pernapasan torako-abdominal
 Temperatur axila : 36.9°C
Pemeriksaan Fisik Umum
a. Kepala
 Kepala : jejas (-), deformitas (-), scar bekas operasi (-)
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya -/-, pupil
midriasis, exophtalmus -/-
 Hidung : deformitas (-), rhinorrhea -/-
 Telinga : otorrhea -/-, battle sign (-)
b. Leher
 Jejas (-), deformitas tulang belakang leher (-), pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
 Inspeksi : bentuk dan ukuran thorax normal, pergerakan dinding dada kanan
dan kiri simetris, iktus kordis tidak tampak, jejas (-)
 Palpasi : pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-),
krepitasi (-)
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : cor S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-), pulmo suara
napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
d. Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), jejas (-), pergerakan aktif (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel (+), massa (-), hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen
e. Ekstremitas atas
 Kanan : tremor (-), deformitas (-),pergerakan kurang aktif (-), edema (-), akral
hangat (+)
 Kiri : tremor (-) deformitas (-), pergerakan kurang aktif (-), edema (-), akral
hangat (+)
f. Ekstremitas bawah :
 Kanan : jejas (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (-), edema (-), akral
hangat (+).
 Kiri : jejas (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (-), edema (-), akral
hangat (+).
Pemeriksaan Neurologis
GCS : E4V5M6
Kesadaran : Compos mentis
a. Pemeriksaan Saraf kranialis
 Nervus kranialis I: Anosmia pada hidung sebelah kiri dan kanan
 Nervus kranialis II : Visus OD lp(-) – OS lp(-),
 Nervus kranialis III, IV, VI : Ptosis -/-, retraksi -/-, Posisi bola mata tepat
ditengah, refleks cahaya langsung dan tidak langsung-/-, pupil midriasis,
nystagmus -/-. Pergerakan bola mata tidak diperiksa.
 Nervus kranialis V : motorik dalam batas normal, sensorik dalam batas
normal, reflek kornea +/+, reflek maseter normal
 Nervus kranialis VII : Motorik otot fasialis dalam batas normal. Sensorik
tidak dinilai. Parasimpatik, tidak ada peningkatan produksi air mata
 Nervus kranialis IX, X : uvula di tengah, arkus faringeus simetris, reflex
muntah (+)
 Nervus kranialis XI : motorik m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius
normal
 Nervus kranialis XII : atrofi lidah (-), deviasi lidah saat diam (-), deviasi lidah
saat menjulur (-)
b. Pemeriksaan refleks fisiologis
 Refleks patella : +/+
 Refleks biseps : +/+
 Refleks triseps : +/+
 Refleks tendon achilles : +/+
c. Refleks Patologis
 Babinski : -
 Chaddock : -
 Schaefer : -
 Gordon : -
 Oppenheim : -
 Gonda : -
 Hoffman tromner : -
d. Koordinasi
 Gait : tidak dilakukan
 Tes Romberg : tidak dilakukan
 Disdiadokokinesis : normal
 Tes Telunjuk-Hidung : normal
 Tes Tumit lutut : normal
e. Rangsangan meningeal
 Kaku Kuduk : -
 Kernig sign : -
 Brudzinski I : -
 Brudzinski II : -
 Brudzinski III : -
 Brudzinski IV : -
f. Motorik
Motorik Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Pergerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 5 5 5 5
Motorik
Tonus Otot Dbn Dbn Dbn Dbn
Bentuk Otot Atrofi (-) Atrofi (-) Atrofi (-) Atrofi(-)
D. RESUME
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa melihat sejak 9 bulan sebelum MRS.
Pasien tidak bisa melihat total di mata kiri dan kanan. Pasien juga merasakan nyeri
kepala sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu dan memberat sejak 9 bulan yang lalu
sebelum MRS. Nyeri dirasakan di ubun-ubun, samping kanan-kiri kepala hingga
tengkuk. Pasien juga sering berhalusinasi dan sering melantur sejak kurang lebih 8
bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan penciuman berkurang.
Pemeriksaan fisik: keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, GCS
E4V5M6, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 90 x/menit, teratur, kuat angkat,
frekuensi napas 20x/menit, teratur, tipe pernapasan torako-abdominal, suhu 36.9°C.
Tidak didapatkan adanya deformitas pada kepala, refleks cahaya -/-, pupil midriasis,
dengan dilatasi maksimal, visus pasien Visus OD LP(-) – OS LP(-), anosmia pada
hidung kiri dan kanan. Pemeriksaan refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-,
rangsang meningeal (-).
E. ASSESSMENT
Diagnosis klinis : Cefalgia kronis, kebutaan, frontal lobe syndrome, anosmia
Diagnosis topis : Lobus frontalis
Diagnosis etiologis : Neoplasma
F. DIAGNOSIS BANDING
Stroke iskemik
Abses otak
G. PLANNING
1. Diagnostik
- CT-scan kepala
2. Terapi
Bedah - reseksi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil CT-scan kepala
Kesan CT-Scan:
Tumor solid intracranial lobus frontalis bilateral
Sugestif sinusitis kronis maksilaris dekstra
I. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Meningioma adalah tumor yang berasal dari jaringan meningen yang berupa
tiga lapisan utama yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang. Tumor ini
paling sering tumbuh ke dalam menyebabkan tekanan pada otak atau sumsum tulang
belakang, tapi mungkin juga tumbuh ke arah luar ke arah tengkorak, menyebabkan
penebalan. Kebanyakan meningioma adalah tumor jinak dan lambat tumbuh.
Beberapa mengandung kista (kantong cairan), kalsifikasi (deposit mineral), atau
kumpulan pembuluh darah yang rapat. Klasifikasi meninigoma berdasarkan lokasi,
oleh karena pada laporan kasus ini yang dibahas adalah meningioma olfactory
groove, maka yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka adalah meningioma
olfactory groove 1,2
ETIOLOGI
Penyebab utama meningioma pada dasarnya tidak diketahui, tapi dicurigai
faktor utama meningioma adalah radiasi. Dalam studi kohort pada 10.834 anak-anak
yang diobati untuk tinea kapitis dengan terapi radiasi dosis rendah (rata-rata 1,5 Gy)
di Israel, terdapat risiko relatif untuk meningioma 9,5 (95% CI: 3,5-25,7)
dibandingkan dengan anak yang tidak diradiasi. Anak-anak ini memerlukan follow-up
jangka panjang karena risiko meningioma mulai meningkat 10 tahun setelah
penyinaran.1,3
Trauma kepala diduga memiliki pengaruh pada risiko meningioma, namun
subjeknya masih kontroversial. Diduga bahwa peradangan kronis atau pembentukan
granuloma daerah luka dapat menyebabkan iritasi meningeal dan perkembangan
tumor.3
Peran paparan kerja dalam etiologi meningioma telah diteliti dalam berbagai
penelitian epidemiologi. Salah satu bahan yang mempunyai risiko adalah timbal, dan
herbisida. 3
Wanita dengan riwayat kanker payudara memiliki risiko meningioma lebih
tinggi dibandingkan wanita tanpa kanker payudara. Selain itu, pasien meningioma
perempuan mengalami risiko kanker payudara yang lebih tinggi. Dalam sebuah
penelitian berbasis populasi yang besar, tingkat kumulatif yang diamati pada
meningioma pada wanita dengan diagnosis kanker payudara sebelumnya adalah 58
kali lipat dari tingkat yang diharapkan. Pada pria tidak ditemukan adanya hubungan.
Selain itu, kondisi terkait hormon seks lainnya, seperti fibroid uterus dan
endometriosis, lebih sering terjadi pada wanita dengan meningioma daripada pasien
kontrol. Dilaporkan juga wanita dengan kanker ovarium dan kanker endometrium
mempunyai risiko yang sedikit lebih besar.3
Faktor imunologi mungkin terlibat dalam menghambat pengembangan
meningioma. Ditemukan hubungan yang terbalik antara kondisi alergi dan
meningioma. Diduga bahwa responsif yang berlebih terhadap antigen juga dapat
menyebabkan efek imunosurveillance tumor yang lebih efektif di otak.3
Genetik juga mempunyai pengaruh pada meningioma. Neurofibromatosis tipe
2 (NF2), kelainan dominan autosomal yang paling berpengaruh. Hal ini disebabkan
oleh inaktivasi mutasi gen supresor tumor NF2. Penetrasi hampir 100% pada usia 60
tahun. Sekitar 50% pasien dengan NF2 hadir dengan meningioma. Meskipun NF2
mempengaruhi kedua jenis kelamin secara setara, dominasi perempuan pada kejadian
meningioma masih terlihat pada NF2. Dari meningioma yang terkait dengan NF2, 8-
10% bersifat intraspinal. Meningioma pada pasien NF2 cenderung timbul di awal
kehidupan dibandingkan dengan meningioma sporadis dan lebih sering berupa
subtipe fibroblastik dan multipel. Meningioma multipel terjadi pada 5-15% pasien.
Multiple endocrine neoplasia Type 1 (MEN1) juga telah dilaporkan meningkatkan
risiko terjadinya meningioma, walaupun dengan kemungkinan penyimpangan yang
lebih sedikit pada lokus gen NF2.1,3,4
Riwayat keluarga dengan meningioma dapat meningkatkan risiko
meningioma pada keluarga tingkat pertama. Risiko dua kali lipat ditemukan oleh
Malmer dkk. (2003), dan Hemminki dkk. (2009) menggunakan data dari the Swedish
and Norwegian Registry Database dan menemukan peningkatan risiko meningioma
dengan meningkatnya jumlah kerabat tingkat pertama yang terkena dampak dengan
orang-orang yang memiliki satu atau dua anggota keluarga tingkat pertama dengan
meningioma. Dalam studi terbaru Claus dkk. (2011) riwayat keluarga meningioma
tingkat pertama dikaitkan dengan peningkatan risiko meningioma (OR 4,4 CI 95%
1,6-11,5). Risikonya pun semakin tinggi jika diagnosis meningioma relatif ditemukan
pada usia muda. Diperkirakan terdapat risiko kecil yang tidak signifikan dengan
riwayat keluarga meningioma tingkat dua.3
Penggunaan Menopause Hormonal Therapy (MHT) dapat meningkatkan
risiko meningioma. Dalam sebuah studi kohort Eropa pada 276.212 wanita,
penggunaan MHT, terutama penggunaan saat ini, meningkatkan risiko meningioma.3
Efek dari paritas, usia saat kelahiran pertama, menarche dan menopause pada
risiko meningioma tidak jelas. Meningioma tampak membesar selama kehamilan dan
fase luteal siklus menstruasi, yang menunjukkan bahwa riwayat reproduksi mungkin
terkait dengan risiko meningioma. Meningkatnya risiko meningioma dengan
bertambahnya usia saat menarche ditemukan dalam penelitian prospektif Jhawar dkk.
(2003). Sebelumnya, hasil serupa dengan menarche dilaporkan oleh Preston-Martin
dkk. (1995) dalam penelitian mereka tentang meningioma tulang belakang.3
EPIDEMIOLOGI
Meningioma merupakan 38% dari semua tumor intrakranial primer pada
wanita dan 20% pada pria. Insiden meningkat seiring bertambahnya usia dan median
usia pasien saat didiagnosis adalah 64 tahun. Dari usia 35 tahun, meningioma adalah
tumor otak primer dan tumor SSP yang paling umum. Sebaliknya, pada anak-anak,
meningioma hanya terdapat 1,9% pada tumor otak primer dan tumor SSP. Kejadian
meningioma dengan spesifik usia adalah kurang dari 8/100 000 orang pada pasien
berusia antara 45-54 tahun dan hampir 40/100.000 orang berusia berabad 85 tahun ke
atas. Meningioma lebih sering didapatkan pada wanita daripada pria dengan rasio
jenis kelamin 2.2: 1.3
KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasinya, meningioma dibagi menjadi beberapa jenis,
diantaranya:
1. Meningioma Konveksitas, berada di permukaan otak jauh dari garis tengah,
paling sering berada di area sutura coronaria dan dekat parasagital.5

Gambar 1: Meningioma Konveksitas6


2. Meningioma Spheno-Orbita, adalah meningioma yang tumbuh dari duramater
di sphenoid wing dan bisa meluas ke sinus cavernosus, fissura orbitalis
superior, atap orbita, dan konveksitas.5

Gambar 2: Meningioma spheno orbita7


3. Meningioma Supra Sella dan Anterior Skull Base: 5
1. Meningioma Olfactory Groove, adalah meningioma yang berasal dari
daerah sutura frontosphenoid sampai dengan crista gali dan lamina
cribriformis

Gambar 3: Meningioma olfactory groove8


2. Meningioma Tuberculum Sellae, adalah meningioma yang tumbuh dari
daerah limbus sphenoidale, sulcus chiasmatikus dan diaphragma5

Gambar 4: Meningioma Tuberculum Sellae9


4. Meningioma Parasagital, berasal dari sudut parasagital tanpa adanya jaringan
otak yang membatasi tumor dan Sinus Sagitalis Superior5
Gambar 5: Meningioma parasagital10
5. Meningioma Falx, berasal dari falx cerebri, terlingkupi penuh dengan jaringan
otak5

Gambar 6: Meningioma Falx11


6. Meningioma Clinoid, berasal dari area processus anterior clinoid5
Gambar 7: Meningioma clinoid12
7. Meningioma Cavernous, berasal dari sinus cavernosus dan bisa meluas
sampai area meckel’s cave, anterior,medial dan infra temporal fossa 5

Gambar 8: Meningioma sinus cavernosus13


8. Meningioma Cerebello-Pontine Angle, berasal dari permukaan posterior
tulang temporal, di sebelah lateral dari nervus trigeminus 5
Gambar 9: Meningioma cerebello-pontine angle yang meluas hingga foramen
jugular14
9. Meningioma Foramen Magnum, tumbuh secara terbatas di foramen magnum,
atau sekunder dari perkembangan meningioma di regio lain 5

Gambar 10: Meningioma pada sisi kanan foramen magnum15


10. Meningioma Petroclival, berasal dari permukaan posterior tulang temporal,
di sebelah medial dari nervus trigeminus 5
Gambar 11: Meningioma Petroclival16
11. Meningioma Tentorial, berasal dari tentorium dan bagian posterior 5

Gambar 12: Meningioma tentorial 16

Berdasarkan grade dari meningioma, dibagi menjadi 3:


 Meningioma benigna
Meningioma diklasifikasikan secara histologis sesuai kriteria WHO.
Meningioma dapat dibedakan secara histologis menjadi 15 subtipe yang
berbeda dan mayoritas merupakan meningioma jinak (grade I). Meningioma
jinak memiliki beragam subtipe histologis, yang tidak berbeda dalam perilaku
atau prognosis. Subtipe yang paling umum adalah mengiothelial, fibrous, dan
transisional. Subtipe lainnya termasuk psammomatous, angiomatous,
microcystic, secretory, limphoplasmocyte rich dan metaplastic meningioma.3
 Meningioma atipikal
Meningioma atipikal ditandai dengan meningkatnya aktivitas mitosis (=4
mitosis/10 high power fields). Tumor dengan aktivitas mitosis yang kurang
harus memiliki tiga atau lebih dari tanda berikut: peningkatan seluleritas, sel
kecil dengan rasio inti terhadap sitoplasma tinggi, nukleolis menonjol,
pertumbuhan tanpa pola, dan nekrosis. Dalam klasifikasi WHO yang baru,
invasi otak juga merupakan kriteria independen untuk meningioma atipikal.
Meningioma clear cell adalah subkelompok meningioma atipikal langka yang
cenderung mudah untuk kambuh secara lokal. Varian meningioma atipikal
lainnya adalah meningioma choroid, yang menyerupai chordoma secara
histologis dan dianggap kelas II karena tingkat kekambuhan yang lebih
tinggi.3
 Meningioma maligna
Meningioma maligna atau anaplastik (grade III) merupakan 1-3% dari semua
meningioma. Laki-laki lebih sering terkenap meningioma ganas dan tumor ini
cenderung muncul lebih awal dalam hidup. Meningioma ganas memiliki
indeks mitosis tinggi atau hilangnya diferensiasi meningothelial yang
mengakibatkan munculnya sarkoma, karsinoma atau melanoma. Meningioma
papiler dan rhabdoid adalah sub kelompok histologis langka yang termasuk
dalam meningioma kelas III. Mereka dikaitkan dengan peningkatan risiko
kekambuhan dan metastasis jauh. Meningioma papiler banyak terjadi pada
anak-anak.3
PATOLOGI
Jenis histologi pada meningioma adalah:2
 Syncytial atau meningotheliomatous, lembaran sel dengan jumlah stroma yang
bervariasi
 Tipe transisi dicirikan oleh sekelompok sel yang dapat mengalami degenerasi
hialin dilanjutkan dengan deposisi garam kalsium . Terdapat tubuh
psammoma konsentrat kalsifikasi yang menjadi ciri khas dari banyak
meningioma transisional namun mungkin juga ada pada jenis sinsitial atau
fibroblastik.
 Jenis fibroblastik mengandung serat retikulin dan kolagen yang melimpah.
 Meningioma angiomatosa jauh lebih jarang terjadi dan ciri khasnya adalah
dominasi saluran vaskular yang dipisahkan oleh sel-sel. Secara histologis,
tumor ini menyerupai hemangioblastoma serebelum.
 Meningioma ganas jarang terjadi. Indikasi keganasan meliputi pleomorfisma
seluler, nekrosis, peningkatan angka mitosis dan invasi otak lokal.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda umum meliputi:2,5

a. Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, silent area, tumbuh


lambat dan tumor dengan diameter <3 cm).
b. Gejala atau tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) berupa nyeri
kepala, mual muntah, kejang/epilepsi, penurunan visus sampai kebutaan.
Keluhan bersifat intermiten dan progresif.
c. Gejala dan tanda akibat kompresi atau kerusakan struktur otak, berupa defisit
neurologis yang berupa kelemahan ekstremitas, kelumpuhan saraf kranial,
penurunan visus, gangguan afektif dan perubahan perilaku serta penurunan
kesadaran (bradipsike, depresi, letargi, apatis, confusion, koma) dan kejang.
Gejala menyerupai “TIA” atau stroke
d. false localizing sign, karena adanya kompresi saraf kranialis terutama yang ke
6.

Gejala dan tanda khusus pada meningioma timbul berdasarkan posisi tumor berada,
meliputi:2,5
Lokasi Gejala Khusus
Konveksitas
Frontal Gangguan afektif.
Parietal Kejang, gangguan motorik dan
sensoris, hemiparesis dan hemiestesia.
Temporal Gangguan bicara, gangguan memori.
Parasagital Paresis biasanya pada kaki berlawanan
bila korteks motor pada aspek medial
lobus frontalis posterior terpengaruh.
Epilepsi fokal
Olfaktorius Anosmia, gangguan penglihatan,
sindrom Foster Kennedy, masalah
psikiatrik dan intelegensi
Tubercullum sellae Gangguan lapang pandang, visus, dan
bitemporal hemianopia, gangguan
hormonal
Prosesus clinoideus Gangguan lapang pandang, visus, dan
gangguan hormonal.
Sinus cavernous Diplopia, anisokor, ptosis,
ofthalmoplegia, penurunan visus,
facial pain, rasa tebal pada wajah,
occular venous congestion.
Optic sheath meningioma Gangguan penglihatan
Meningioma orbita Exophthalmos
Sphenoid wing medial meningioma Gangguan penglihatan, diplopia,
kejang psikomotor
Sphenoid wing lateral meningioma Gangguan bicara, gangguan lapang
pandang.
Tentorial Peningkatan TIK, kejang, gangguan
lapang pandang.
Cerebelar Ataksia, vertigo, hidrosefalus.
Foramen magnum Gejala penekanan batang otak
Cerebellopontine angle meningioma Gangguan fungsi saraf kranial
unilateral terutama no 7,8,9
Petroclivalatau clivus Gangguan saraf kranial unilateral atau
bilateral, penekanan batang otak
Intraventrikel Peningkatan TIK, homonimus
hemianopia

DIAGNOSIS
Diagnosis diawali dengan anamnesis. Pada anamnesis pada meningioma
olfactory groove didapatkan keluhan berupa nyeri kepala, gangguan penglihatan
bahkan bisa sampai buta total, gangguan penciuman, bicara sering tidak nyambung,
dan kejang. Terkadang pasien juga mengeluh kaki lemas biasanya di satu sisi,
inkontinensia, dan mimisan. Pada pemeriksaan fisik biasanya tersering didapatkan
visus menurun, bila buta total ditemukan refleks cahaya pupil negatif, dan gangguan
penciuman.8
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan menggunakan CT Scan kepala
dengan dan tanpa kontras, oleh karena alat ini lebih tersedia. Tampilan CT scan
menunjukkan tumor dengan kepadatan sedikit meningkat sebelum menggunakan
kontras. CT Scan lebih berguna dalam menilai adanya jenis meningioma seperti
destruksi tulang pada tipe atipikal atau malignant dan hiperostosis pada tipe
meningioma jinak. CT Scan dapat menggambarkan edema di sekitar tumor. MRI
akan menunjukkan pencitraan meningioma setelah injeksi kontras gadolinium. MRI
sangat bagus untuk menunjukkan edema di sekitar tumor (peritumoral edema),
kompresi saraf kranial, kompresi otak dan pembuluh darah otak. Pemeriksaan
angiografi saat ini jarang dilakukan, tapi bisa berguna untuk mengetahui posisi
pembuluh serebral sebelum operasi. Angiografi akan menunjukkan suplai arteri
karotis eksternal ke tumor dengan ciri khas tumour blush, yang membedakannya dari
tumor glioma atau metastasis. Angiografi juga memungkinkan embolisasi tumor
sebelum operasi, jika perlu.2,5
TATALAKSANA
Tatalaksana definitive meningioma adalah dengan operasi. Meningioma
sering dikelilingi oleh edema serebral parah dan pasien harus diobati dengan steroid
dosis tinggi (deksametason) sebelum operasi jika memungkinkan. Dosis
dexamethason:2,5
a.Pasien yang belum mendapat steroid sebelumnya
Dewasa: 10 mg loading intravena (IV), setelah dosis rumatan 6 mg peroral
atau IV tiap 6 jam. Pada kasus dengan edema vasogenik yang berat maka dosis dapat
ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam.
Anak: 0,5 - 1 mg / kg loading IV, dosis rumatan 0,25 - 0,5 mg / kg / hari
(peroral / IV) dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Pemulihan jangka panjang.
b. Pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya:
Pada kondisi penurunan kesadaran akut, diberikan dosis dua kali lipat dari
dosis yang biasa diberikan.
Indikasi operasi adalah adanya massa tumor yang menimbulkan gejala klinis
atau tanda penekanan dan dekstruksi parenkim otak serta bisa dilakukan pembedahan;
Pada pemeriksaan imaging serial ditemukan tanda pertumbuhan tumor dan atau
ditemukan gejala akibat lesi tumor yang tidak terkontrol dengan medikamentosa.
Faktor prediktif yang paling andal untuk menilai rekurensi meningioma adalah
tingkat reseksi bedah. Reseksi lengkap meningioma tidak selalu memungkinkan
dilakukan di lokasi yang sulit seperti olfactory groove, daerah supracellar, foramen
magnum, atau ventrikel lateral. Tingkat reseksi bedah dinilai dengan sistem penilaian
lima tingkat Simpson di mana kelas I tumor dieksisi total. Pada grade II tumor secara
makroskopis benar-benar dieksisi dengan koagulasi duramater dengan bovie atau
laser. Grade III dilakukan eksisi secara makroskopis, tanpa reseksi atau koaglasi
duramater atau ekstensi ekstradural. Grade IV adalah reseksi parsial dan grade V
berupa biopsi.2,3,5
Dalam penelitian berbasis populasi Cahill dkk. (2011), melibatkan lebih dari
12.000 pasien dengan meningioma jinak, survival rates selama 1 dan 3 tahun setelah
reseksi adalah 95,4% dan 92,4%. Tingkat kekambuhan setelah reseksi yang inkomplit
pada meningioma jinak adalah 30%, 60%, dan 90% pada 5, 10, dan 15 tahun. Dalam
penelitian Jääskeläinen (1986), setelah reseksi tumor yang tampaknya lengkap,
tingkat rekuren keseluruhan setelah 20 tahun adalah 19%. Dalam studi yang sama,
faktor risiko yang kuat untuk rekuren adalah koagulasi penyisipan dural, invasi
tulang, dan konsistensi tumor yang lembut. Tingkat histologis tumor memprediksi
kemungkinan kekambuhan. Meningioma jinak memiliki tingkat kekambuhan 7-20%
setelah reseksi total kasar. Meningioma atipikal dan ganas memiliki risiko rekuran
40% dan 50-80%, masing-masing.3
Pada meningioma olfactory groove terdapat tiga pendekatan operasi, yaitu
pendekatan bifrontal, pendekatan frontotemporal, dan kombinasi bilateral subfrontal
dengan osteotomi bilateral orbital. Pendekatan bifrontal adalah sebagai berikut:
Setelah insisi kulit kepala bicoronal dan diseksi periosteum, lipatan tulang bifrontal
diturunkan sampai ke tepi orbital. Sinus frontal dibuka, dinding posterior dan
mukosanya dilepas, dan duktus frontonasal ditutup dengan otot. Dura dibuka secara
bilateral. Kemudian, sinus sagital superior dijahit pada anterior dan dipotong
bersamaan dengan falx. Lobus frontal nondominan dilepaskan dengan lembut, dan
reseksi tumor dilakukan sebagian besar dari satu sisi. Pencabutan lobus frontal
dominan direduksi sebanyak mungkin.8
Pendekatan frontotemporal adalah sebagai berikut: Insisi kulit frontotemporal
dilakukan, dan skin flap dan otot temporalis diangkat. Lalu dilakukan kraniotomi.
Setelah dura diangkat, fissura silvian terbuka dan sisterna karotid optic masuk ke otak
untuk menenangkan otak dan mengekspos tumor. 8
Pendekatan kombinasi bilateral subfrontal dengan osteotomi bilateral orbital
adalah sebagai berikut: Setelah dilakukan pelepasan saraf supraorbita, dilakukan
kraniotomi bifrontal, lalu dilakukan orbitotomi bilateral yang mencakup 2 x 2,5 cm
dari orbital roof grossing yang melintang di garis tengah yang berada di anterior
krista galli. Pada akhir prosedur, basis tengkorak anterior direkonstruksi dengan
peduncolated flap dari galea dan lemak perut untuk mengisi area mati.8
Tidak semua meningioma bisa dioperasi karena ukurannya, atau lokasinya
yang susah untuk dieksisi, sehingga dilakukan radioterapi sebagai alternatif lain
seperti meningioma sinus kavernosa, tumor yang tidak bisa diatasi, subtotal reseksi
atau tumor yang kambuh.2,5
PEMBAHASAN

Pasien mengeluh tidak bisa melihat. Hal ini karena ada dua penyebab.
Pertama karena adanya lesi nervus optikus karena penekanan langsung dari tumor.
Kedua karena adanya peningkatan TIK pada pasien karena pengaruh tumor yang
mengakibatkan edema papil. Pasien juga mengeluh sakit kepala. Nyeri dirasakan di
ubun-ubun, samping kanan-kiri kepala hingga tengkuk hal ini penyebabnya juga
karena peningkatan TIK. Umumnya nyeri kepala pada meningioma tidak terlokalisir
di tempat tertentu.2,18
Pasien juga dikatakan suka melantur dan berhalusinasi sehingga keluarga
pernah membawa pasien ke RSJ. Hal ini mungkin karena adanya kompresi dari tumor
pada lobus frontal yang berfungsi untuk kecerdasan dan psikiatrik.2
Pada waktu pemeriksaan ditemukan refleks cahaya negatif pada kedua mata
yang menginterpretasikan pasien sudah buta total. Pada tes penciuman ditemukan
pasien sudah tidak bisa mencium pada kiri dan kanan. Hal ini karena diduga adanya
lesi pada saraf olfaktorius karena pengaruh tumor pada pasien.2
Pada CT Scan ditemukan tumor solid intracranial lobus frontalis bilateral.
Tumor berada di posisi lobus frontalis, yang berarti tumor menekan nervus optikus
dan nervus olfaktorius sehingga menyebabkan pasien mengalami buta dan anosmia.
Letaknya yang berada di lobus frontalis bisa mempengaruhi kecerdasan dan psikiatrik
pasien sehingga pasien sering mengalami halusinasi, dan bicara sering tidak
nyambung.2
Untuk tatalaksana tumor satu-satunya yang bisa dilakukan adalah dengan
operasi untuk mengeksisi tumor.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Brain Tumor Association .Meningioma [internet]. 2017. Available


from: http://www.abta.org/secure/meningioma-brochure.pdf
2. Kaye AH. Essential neurosurgery. Third Edition. 2005. Blackwell Publishing.
3. Korhonen, K. Pathological and Epidemiological Aspects of Meningioma. 2012.
Finland: University of Tampere
4. Rogers L, Barani I, Chamberlain M, et al. Meningiomas: knowledge base,
treatment outcomes, and uncertainties. A RANO review. Journal
Neurosurgery.2015;122:4-23
5. Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia. Panduan Nasional Praktis Klinis
Ilmu Bedah Saraf [internet]. 2016. Available from:
http://www.perspebsi.org/doc/pnpk/2/PNPK%20Meningioma.pdf
6. Sanai N, Sughrue ME, Shangari G, et al. Risk profile associated with convexity
meningioma resection in the modern neurosurgical era. Journal Neurosurgery.
2010;112:113-119
7. Saeed P, van Furth WR, Tanck M, et al. Natural history of spheno-orbital
meningiomas. Acta Neurochirurgica. 2011;153:395-402
8 Pallini R, Fernandez E, Lauretti L, et al. Olfactory Groove Meningioma: Report
of 99 Cases Surgically Treated at the Catholic University School of Medicine,
Rome. World Neurosurgery. 2015;83(2):219-231.
9. Palani A, Panigrahi MK, Purohit AK. Tuberculum sellae meningiomas: A series
of 41 cases; surgical and ophthalmological outcomes with proposal of a new
prognostic scoring system (internet). Journal of Neuroscience in Rural Practice.
2012;3(3):286-293. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3505319/
10. Ricci A, Di Vitantonio H, Paulis DD, et al Parasagittal meningiomas: Our
surgical experience and the reconstruction technique of the superior sagittal
sinus (internet). Surgical Neurology International. 2017;8:1. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5288983/
11. Chung SB, Kim CY, Park CK, et al. Falx Meningiomas : Surgical Results and
Lessons Learned from 68 Cases. Journal of Korean Neurosurgical Society. 2007;
42: 276-280
12. Attia M, Umansky F, Paldor I, et al. Giant anterior clinoidal meningiomas:
surgical technique and outcomes. Journal Neurosurgery. 2011;117:654-665
13. Klinger DR, Flores BC, Lewis JJ, et al. The treatment of cavernous sinus
meningiomas: evolution of a modern approach. Neurosurgery Focus.
2013;35(6):1-8
14. Agarwal V, Babu R, Grier J, et al. Cerebellopontine angle meningiomas:
postoperative outcomes in a modern cohort. Neurosurgery Focus. 2013;35(6):1-
7
15. Jurinovic P, Bulicic AR, Marcic M, et al. Foramen Magnum Meningioma: a Case
Report and Review of Literature. Acta Informatica Medica. 2016;24(1):74-77
16. Xu F, Karampelas I, Megerian CF. Petroclival meningiomas: an update on
surgical approaches, decision making, and treatment results. Neurosurgery
Focus. 2013;35(6):1-10
17. Aguiar PH, Tahara A, Almeida AN, et al. Microsurgical treatment of tentorial
meningiomas: Report of 30 patients (internet). Surgical Neurology International.
2010;1:36. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2940096/
18. Lee JH. Meningiomas. Diagnosis, treatment, and outcome (internet). 2009.
London:Springer. Available at:
https://books.google.co.id/books?id=c_j9piinzy8C&pg=PA105&lpg=PA105&dq=
meningioma+papilledema&source=bl&ots=c_dO6xezw0&sig=GeKE3LqQGJ8m2
FTTf4X5sRwxG_4&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwibk8i6ysnZAhXMvo8KHc0pC
owQ6AEITzAE#v=onepage&q=anosmia&f=false

Anda mungkin juga menyukai