Anda di halaman 1dari 11

LI.1.

Memahami dan menjelaskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan


Kaidah Dasar Bioetik beneficence, autonomy dan justice.

LO.1.1. Memahami dan menjelaskan Etika Kedokteran

1.1.1. Pengertian Etika Kedokteran

Etik berasal dari kata Yunani ethos yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap
yang baik dan yang layak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (1988), etika adalah :

1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.

2. Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Etika kedokteran atau etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan
dokter gigi dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra
kerja. Tujuan pendidikan etika dalam pendidikan dokter adalah untuk menjadikan calon dokter
lebih manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan emosional.

Etika dalam kedokteran tidak hanya diperlukan dalam membuat keputusan tapi diperlukan juga
dalam memandu sikap dan perilaku dokter yang mengemban kewajiban pada pasien.

1.1.2. Landasan etik kedokteran

Landasan yang digunakan dalam etik kedokteran adalah :

1. Sumpah Hippokrates (460-377 SM)


2. Deklarasi Geneva (1948)
3. International Code of Medical Ethics (1949)
4. Lafal Sumpah Dokter Indonesia (1960)
5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (1983)
6. Pernyataan-pernyataan (Deklarasi) Ikatan Dokter Sedunia (World Medical
Association, WMA), yaitu antara lain :
a. Deklarasi Geneva (1948) tentang Lafal Sumpah Dokter
b. Deklarasi Helsinki (1964) tentang Riset Klinik
c. Deklarasi Sydney (1968) tentang Saat Kematian
d. Deklarasi Oslo (1970) tentang Pengguguran Kandungan atas Indikasi Medik.
e. Deklarasi Tokyo (1975) tentang Penyiksaan
1.1.3. Sifat etika kedokteran

1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)


2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed, zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali
mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri, umum,
teman sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)
5. Etika profesi (biasa):

 Bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab profesi


 Bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-
kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral
 Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia
pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht)
 Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.
 Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori); karena telah berabad-
abad, yang-baik & yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma
atau moralitas profesi)
 Isi : 2 norma pokok :
a. sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang
lain;
b. bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).

6. Etika profesi luhur/mulia :

Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :

 Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter


 Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita luhur/etos profesi = l’esprit de
corpse pour officium nobile

7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh
teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran.

1.1.3. Etika Klinis

Dalam mengambil kepuutsan untuk tindakan medic di klinik, dari segi etik dianjurkan untuk
mengamalkan etika klinis yang merupakan etika terapan untuk mengenal, menganalisis dan
menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan klinik.
Setiap kasus di klinik terutama yang menonjol aspek etiknya dianjurkan pendekatan praktis
dalam mengambil keputusan dengan menggunakan 4 topik, yaitu :

1. Medical Indications

Prinsip-prinsip terbaik dan tidak merugikan dengan kata lain sesuai untuk pasien.

a. Apa masalah medic pasien? Anamnesis,diagnosis, prognosis?

b. Apakah masalahnya akut, kronik, gawat, darurat, reversible?

c. Apa tujuan pengobatan?

d. Bagaimana tentang kemungkinan berhasil?

e. Apa rencana berikutnya jika pengobatan gagal?

f. Sebagai simpulan, bagaimana pasien ini dapat memanfaatkan asuhan kedokteran dan
perawatan dan bagaimana menghindari kerugian bagi pasien?

2. Patient preference

Prinsip menghormati otonomi pasien. Serta penilaian pasien terhadap manfaat dan beban yang
diterima.

a. Apakah pasien secara mental mampu dan kompeten? Adakah bukti-bukti tidak mampu?

b. Kalau mampu apa kata pasien tentang pengobatan yang dipilihnya?

c. Apakah kepada pasien telah dijelaskan manfaat dan resiko dan memahami penjelasan
tersebut dan apakah telah mengerti tentang penjelasan ini dan telah memberikan
persetujuan tindakan mediknya (PTM)?

d. Kalau tidak mampu siapa yang layak mewakilinya? Apakah wakilnya menggunakan
standar yang tepat untuk mengambil keputusan?

e. Apakah pasien sebelumnya telah mengemukakan pilihannya dan ke arah mana


penanganannya?

f. Apakah pasien tidak mau atau tidak mampu menerima pengobatan? Kalau ya, kenapa?

g. Sebagai simpulan, apakah dari segi etik dan hukum hak pasien memilih telah dihormati?

3. Quality of life
Prinsip-prinsip terbaik, tidak merugikan dan menghormati otonomi pasien. Dengan kata lain
menjaga, memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup insani.

a. Bagaimana prospeknya dengan atau tanpa pengobatan untuk kembali ke kehidupan


normal?

b. Apa kekurangan fisik, mental dan social yang mungkin dialami pasien kalau pengobatan
berhasil?

c. Adakah bias terhadap penilaian yang diberikan penyelenggara pelayanan kesehatan


terhadap kualitas hidup pasien?

d. Apakah kondisi pasien sekarang dan yang akan dating sebegitu rupa sehingga kehidupan
selanjutnya tidak perlu dipertimbangkan lagi?

e. Apakah rasional untuk merencanakan pengobatan selanjutnya?

f. Adakah rencana untuk membuat hidupnya pasien nyaman dan apakah perlu diberikan
asuhan paliatif?

4. Contextual features

Prinsip-prinsip kesetiaan dan keadilan. Dimana disini menjelaskan tentang etik seputar aspek non
medis yang mempengaruhi keputusan. Dan didalamnya terdapat faktor keluarga, ekonomi,
budaya, agama, alokasi sumber daya dan hukum.

a. Adakah hal-hal dalam keluarga yang memengaruhi keputusan akan pengobatan?

b. Adakah hal-hal yang menyangkut penyelenggara pelayanan kesehatan (dokter, perawat)


yang mungkin memengaruhi keputusan akan pengobatan?

c. Adakah faktor biaya dan ekonomi?

d. Adakah faktor agama dan budaya?

e. Adakah batas-batas kerahasiaan?

f. Adakah masalah alokasi sumber daya?

g. Adakah peraturan perundangundangan yang memengaruhi keputusan akan pengobatan?

h. Apakah penelitian klinis atau pendidikan klinis terlibat?

i. Adakah konflik kepentingan dari penyelenggara pelayanan kesehatan atau lembaga?


1.1.4. 4 kebutuhan dasar manusia

Pertimbangan dalam mengambil keputusan klinis harus meliputi pertimbangan ke-4 kebutuhan
dasar manusia, yaitu :

1. Kebutuhan Fisiologis

Menurut Abraham Maslow kebutuhan fisiologis terdiri dari :

a. Oksigen

b. Cairan

c. Nutrisi

d. Temperature

e. Eliminasi

f. Tempat tinggal

g. Istirahat

h. Kebutuhan seks

2. Kebutuhan Psikologis

Menurut Abraham Maslow, Virginia Henderson dan Jean Watson kebutuhan psikologis meliputi
:

a. Kebutuhan keselamatan dan keamanan

b. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki dan dimiliki

c. Belajar

d. Berkomunikasi

e. Kebutuhan berprestasi

3. Kebutuhan social dan kreatif


Menurut Abraham Maslow, Virginia Henderson dan Jean Watson kebutuhan social dan kreatif
meliputi :

a. Kebutuhan aktualisasi diri

b. Kebutuhan harga diri

c. Bekerja

d. Bermain dan rekreasi

e. Kebutuhan berorganisasi

4. Kebutuhan spiritual

Menurut Virginia Henderson yang termasuk dalam kebutuhan spiritual adalah beribadah.

1.1.5. Etik dalam penyelenggaraan kegiatan

1. Tradisional

Fungsi tradisional yang dikenakan tanggung jawab untuk praktek kedokteran yang rasional.
Untuk menggunakan hanya modalitas diagnostic dan terapi yang bermanfaat dan efektif bagi
pasien. Pelaksanaan yang tepat dari tradisional gatekeeping tidak hanya secara modal tetapi juga
ekonomi.

2. Negative gatekeeping

Biasanya terjadi dalam beberapa bentuk sistem prabayar dimana dokter diharapkan untuk
membatasi akses ke pelayanan perawatan kesehatan. Untuk seorang dokter untuk mengambil
peran ini secara moral meragukan, karena menghasilkan konflik antara tanggung jawab dokter
tradisional sebagai advokat utama pasien dan tanggung jawab barunya sebagai penjaga sumber
daya masyarakat.

3. Positive gatekeeping

Dokter mendorong penggunaan fasilitas perawatan kesehatan dan layanan untuk keuntungan
pribadi atau perusahaan. Ini adalah bentuk gatekeeping yang tidak dapat dipertahankan yang
dimana tidak ada pembenaran moral yang dapat dikerahkan.

{F.Monagle, J and C.Thomasma, D( 2005). Health Care Ethics: Critical Issues for the 21st Century.
“Rationing health care : The Ethics of Medical Gatekeeping” chapter 38 : 413}
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Kaidah Dasar Bioetik beneficence, autonomy dan justice.

Prinsip-prinsip moral / kaidah dasar moral merupakan hirarki kedua (di bawah teori) dalam
menentukan benar salahnya suatu tindakan. Kaidah dasar moral dibagi menjadi 4 yaitu :

a. Autonomy

b. Beneficence

c. Justice

A. Autonomy

Prinsip autonomy adalah menghormati hak pasien untuk menentukan apa yang boleh dilakukan
terhadap dirinya. Prinsip dasar autonomy adalah dasar dari doktrin informed consent dimana
tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut,
setelah ia diberi informasi dan memahaminya.

Masalah yang dapat timbul dalam prinsip autonomy ini adalah :

a. Nonacceptance : menolak informasi sebagai suatu kebenaran

b. False belief : keyakinan yang salah atau irrasional

c. Bahasa atau istilah

d. Waiver

B. Beneficence

Prinsip beneficence berarti setiap sikap atau tindakan harus berorientasikan kepada kebaikan
pasien. Prinsip beneficence dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Prinsip positive beneficence

 Mencegah kejahatan atau penderitaan

 Menghilangkan kejahatan atau penderitaan

 Melakukan atau mempromosikan kebaikan


b. Prinsip balancing of utility / proportionality

 Balancing of benefit and harm

Prinsip beneficence-2

a. Prinsip of utility = balancing of cost-risk-benefit

 Cost benefit analysis : diperhitungkan dalam hitungan uang

 Cost effectiveness analysis : diperhitungkan bukan dalam uang

 Risk assessment : probabilitas (peluang) dan besarnya resiko

Beneficence ada yang general beneficence dan specific beneficence.

a. General beneficence : berbuat baik kepada siapapun termasuk yang tak kita
kenal ( impartially)

b. Specific beneficence : bermoral bila tindakan baik yang ditujukan kepada pihak
khusus yang kita kenal missal pasien, anak-anak, teman-teman. Hal ini menimbulkan
kewajiban mutlak profesi khususnya secara psikologis.

C. Justice

Prinsip justice berarti keadilan, keterbukaan dan kejujuran. Terdapat 2 istilah yaitu :

a. Justice ; fairness : seseorang menerima yang selayaknya dia terima

b. Distributive justice : distribusi sumber daya dalam masyarakat

Prinsip justice tertuju pada pihak ketiga selain individu pasien/klien, wakil/kluster
populasi/komunitas, pihak penyandang dana /ikut penanggung jawab, pihak berpotensi
dirugikan/paling kurang diuntungkan. Prinsip justice memberikan perlakuan yang sama kepada
pasien untuk kebahagiaan pasien dan umat manusia yakni :

 Memberi sumbangan relative sama dengan kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan


sesuai kebutuhan pasien)

 Menuntut pengorbanan mereka secara relative sama dengan kemampuan mereka


(kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien)
Tujuan dari prinsip justice ini adalah menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk
berakal budi (bermartabat), khususnya yang-hak dan yang-baik.

Jenis keadilan :

a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)

b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan


dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat
perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :

 Setiap orang andil yang sama

 Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya

 Setiap orang sesuai upayanya.

 Setiap orang sesuai kontribusinya

 Setiap orang sesuai jasanya

 Setiap orang sesuai bursa pasar bebas

c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan


bersama :

 Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi


social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.

 Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi (mementingkan prosedur


adil > hasil substantif/materiil).

 Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu

 Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh
setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).

d. Hukum (umum) :

 Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.

 pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum.
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Hubungan Etika dengan Hukum Kedokteran

Hukum Kesehatan mencakup komponen-komponen hukum bidang kesehatan yang


bersinggungan satu dengan lainnya, yaitu Hukum Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum
Keperawatan, Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat,
Hukum Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993).

Persamaan etik dan hukum adalah:

1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.


2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat, agar tidak sating merugikan.
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.

Perbedaan etik dan hukum adalah :

1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum.


2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum disusun oleh badan
pemerintahan.
3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-undang
dan lembaran/berita negara.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan. Sanksi terhadap pelanggaran hukum
berupa tuntutan.
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), yang
dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kalau perlu diteruskan kepada Panitia
Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kcdokteran (P3EK), yang dibentuk oleh Departemen
Kesehatan (DEPKES). Pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Penyelesaian pelanggaran
hukum memerlukan bukti fisik.

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan. Hukum
kesehatan adalah peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan.
Pelanggaran etik kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaliknya
pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etik kedokteran. Pelanggaran etik
kedokteran diproses melalui MKEK-IDI dan kalau perlu diteruskan ke P3EK-DEPKES,
sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai