Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

(Saleha, 2009).
Masa nifas, disebut juga masa postpartum atau puerperium

adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan,

penyembuhan, dan pengembalian alat-alat reproduksi, seperti

sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari

pascapersalinan (Nurul Janah, 2011).


Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah

melahirkan plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.

Puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous

artinya melahirkan. Jadi, puerperium berarti masa setelah

melahirkan bayi yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan

selesai sampai alat-alat kandung kembali seperti pra hamil (Susilo

Rini dan Feti Kumala.D, 2016).

b. Tujuan Asuhan Masa Nifas


Menurut Susilo Rini dan Feti Kumala D (2016), tujuan asuhan

masa nifas antara lain :


1) Mendeteksi adanya perdarahan pada masa nifas

1
2

Untuk mendeteksi adanya kemungkinan perdarahan post

partum, dan infeksi, penolong persalinan harus waspada,

sekurang-kurangnya satu jam post partum untuk mengatasi

kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. Umumnya

wanita sangat lemah setelah melahirkan, lebih-lebih bila partus

berlangsung lama.
2) Menjaga kesehatan ibu dan bayi
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun

psikologis harus diberikan oleh penolong persalinan.ibu

dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan, menhajarkan

bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air,

bersihkan daerah disekitar vulva dahulu dari depan ke belakang

dan baru sekitar anus. Sarankan ibu untuk mencuci tangan

dengan sabun sebelum dan sesudahnya, jika ibu memiliki luka

episiotomy hindari menyentuh daerah luka.


3) Melaksanakan skrining secara komprehensif
Melaksanakan skrining secara komprehensif dengan mendeteksi

masalah, mengobati, dan merujuk apabila terjadi komplikasi

pada ibu maupun bayi. Bidan bertugas melakukan pengawasan

kala IV yang meliputi pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU,

pengawasan PPV, pengawasan konsistensi rahim, dan

pengawasan KU ibu. Bila ditemukan masalah maka segera

melakukan tindakan sesuai standar pelayanan pada

penatalaksanaan masa nifas.


4) Memberikan pendidikan kesehatan diri
3

Memberikan pelayanan kesehatan tentang tentang perawatan

diri, nutrisi KB, menyusui, pemberian imunisasi, kepada

bayinya dan perawatan bayi sehat.


5) Memberikan pendidikan tentang laktasi dan perawatan payudara
Memberikan pendidikan tentang laktasi dan perawatan payudara

dengan memberitahu ibu tentang menjaga payudara tetap bersih

dan kering, menggunakan BH yang menopang payudara, apabila

putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada

sekitar putting dan aerola setiap kali selesai menyusui,

mengompres payudara bila payudara bengkak.


6) Konseling KB
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun

sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan

sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan

keluarganya dengan menjelaskan alat kontrasepsi untuk

mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.

7) Untuk memulihkan kesehatan umum penderita


Memulihkan kesehatan umum penderita dengan jalan

penyediaan makanan yang memenuhi kebutuhan,

menghilangkan terjadinya anemia, dan mencegah terjadinya

infeksi.
c. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Menurut Susilo Rini dan Feti Kumala D (2016), peran dan

tanggung jawab bidan dalam masa nifas antara lain:


1) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa

nifas sesuai kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik

dan psikologis pada masa nifas.


2) Sebagai promoter hubungan ibu dan bayi seta keluarga.
4

3) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan

rasa nyaman.
4) Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang

berkaitan ibu dan anak.


5) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya cara

mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga

gizi yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman.


7) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan

data, menetapkan diagnosa, dan rencana tindakan serta

melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,

mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi

selama periode nifas.


8) Memberikan asuhan secara professional.
d. Tahapan masa nifas
Menurut Marmi (2012), tahapan masa nifas antara lain:
1) Puerperium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan

serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya

(40 hari).
2) Puerperium intermediate
Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang

lamanya sekitar 6-8 minggu.


3) Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai

komplikasi.
e. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Menurut Susilo Rini dan Feti Kumala D (2016), pada kebijakan

program nasional masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan yang

dilakukan.
5

Hal ini untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta untuk

mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang

terjadi antara lain:


1) 6-8 jam setelah persalinan, tujuan:
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk bila

perdarahn berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota

keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena

atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal
e) Melakukan hubungan (bonding attachment) antara ibu dan

bayi baru lahir.


f) Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi
g) Jika petugas kesehatan menolong persalinan ibu, ia harus

tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama

atau sampai keadaan ibu dan bayinya stabil.


2) 6 hari setelah persalinan
a) Memastikan involusio uteri berjalan dengan normal
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, dan perdarahan

tidak normal.
c) Memastikan ibu cukup mendapatkan makanan, cairan, dan

istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak

memperlihatkan tanda-tanda pennyulit.


e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,

tali pusat, menjaga bayi agar tetap hangat, dan merawat bayi

sehari-hari
3) 2 minggu setelah persalinan
Memastikan rahim sudah kembali dengan normal dengan

mengukur dan meraba bagian rahim.


6

4) 6 minggu setelah persalinan


a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau

bayinya alami.
b) Memberikan konseling KB secara dini.
f. Perubahan fiologis masa nifas
1) Perubahan pada sistem reproduksi
a) Uterus
Perubahan pada uterus masa nifas disebut involusi uteri, yaitu

proses kembalinya uterus ke ukuran semula sebelum

hamil,sekitar kurang lebih 60 gram. Proses ini dimulai segera

setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus

(Nurul Jannah, 2011).


b) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas,

lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat

organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam

yang ada pada vagina normal (Marmi, 2012).


Macam-macam lochea menurut Marmi (2012) antara lain:
(1) Lochea rubra/ merah (kruenta)
Lochea ini mucul pada hari ke 1 hari ke 4 masa nifas.

Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah

segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak

bayi, lanugo, dan mekonium.


(2) Lochea sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecokelatan dan

berlendir. Berlangsung hari ke 4 sampai hari ke 7 masa

nifas.
(3) Lochea serosa
Lochea ini berwarna kuning kecokelatan karena

mengandung serum, leukosit, dan robekan/laserasi


7

plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 masa

nifas.
(4) Lochea alba
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput

lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lochea

alba bisa berlangsung selama 2 samapai 6 minggu masa

nifas.

c) Serviks
Serviks mengalama involusi bersama-sama dengan uterus,

konsistensinya lunak kadang terdapat laserasi/perlukaan kecil

akibat dilatasi pada proses persalinan, servik tidak pernah

kembali pada keadaan semula sebelum hamil (Nurul Jannah,

2011).
d) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan

yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali

secara bertahap dalam 6-8 jam minggu masa nifas. Penurunan

hormon estrogen pada masa nifas berperan dalam penipisan

mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan kembali

terlihat pada minggu ke 4 (Nurul Jannah, 2011).


e) Perineum
Setelah persalinan perineum menjadi kendur karena teregang

oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pulihnya tonus

otot perineum terjadi 5-6 minggu masa nifas (Nurul Jannah,

2011).
2) Perubahan sistem pencernaan
a) Nafsu makan
8

Pemulihan nafsu makan pasca melahirkan diperlukan waktu

3-4 hari sebelum faal usus kembali normal, asupan makanan

juga mengalami penurunan selama 1-2 hari (Marmi, 2012).

b) Motalitas
Secara khas, penurunan tonus otot dan motalitas otot traktus

cerna menetap selama waktu singkat setelah bayi lahir

(Marmi, 2012).
c) Defekasi
Buang air besar spontan bisa tertunda selama 2 sampai 3 hari

setelah ibu melahirkan. Buang air besar tidak lancar

disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan

dan awal masa pasca persalinan,diare sebelum

persalinan,kurang makan,atau dalam keadaan dehidrasi.

Kebiasaan buang air besar teratur perlu dicapai setelah tonus

otot kembali pada keadaan normal (Nurul Jannah, 2011).


3) Perubahan sistem urinarius
Saluran kencing dapat kembali normal dalam waktu 2 sampai 8

minggu tergantung pada keadaan sebelum persalinan. Efek

anastesi pada proses persalinan dapat menyebabkan keinginan

berkemih menurun. Bisa terjadi distensi kandung kemih yang

menyebabkan dieresis masa nifas serta penurunan berkemih,

yang dapat mempengaruhi hambatan padakontraksi pada uterus

(Nurul Jannah, 2011).


4) Perubahan pada sistem musculoskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah persalinan.

Pembuluh-pembuluh beada pada anyaman otot-otot uterus akan

terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah


9

plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta

fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur

menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh

ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum

rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi

pada 6-8 minggu setelah persalinan (Nurul Jannah, 2011).


5) Perubahan tanda-tanda vital
a) Suhu
Dalam 24 jam post partum suhu badan akan meningkat

sedikit (37,5oC-38oC) srbagai akibat kerja keras sewaktu

melahirkan,kehilangan cairan dan kelelahan (Nurul janah,

2011)
b) Nadi
Denyut nadi normal 60-80 x/menit. Denyut nadi pada masa

nifas biasanya akan lebih cepat bisa melebihi

100x/menit.keadaan ini menunjukan adanya infeksi (Nurul

Jannah, 2011).
c) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan akan

lebih rendah setelah melahirkan karena ada pendarahan atau

lainnya. Tekanan darah akan tinggi bila terjadi pre eklampsia

pada masa nifas (Nurul Jannah, 2011).


d) Respirasi
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan

nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga akan

mengikuti kecuali ada gangguan khusus pada saluran

pencernaan (Nurul Jannah, 2011).


g. Kebutuhan dasar pada masa nifas
10

Menurut Nurul Jannah (2011), kebutuhan dasar pada masa nifas

antara lain:
1) Nutrisi dan cairan
a) Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kkal.
b) Makanan diet berimbang, cukup protein, mineral, dan

vitamin.
c) Minum sedikitnya 3 liter/hari, terutama setelah menyusui.
d) Mengonsumsi tablet zat besi selama masa nifas
e) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar dapat

memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.


2) Ambulasi dini
ada masa lampau, perawatan puerperium sangat konservatif,

dimana puerperal harus tidur terlentang selama 40 hari, kini

perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk

mobilisasi dini. Mobilisasi dini diantaranya jalan, senam nifas

dll. Mobolisasi tidak dianjurkan bagi pasien anemia, jantung,

paru, dan keadaan yang masih membutuhkan istirahat (Nurul

Janah, 2012).
3) Eliminasi
a) Buang air kecil
Dalam 6 jam postpartum pasien sudah harus bisa buang air

kecil. Jika semakin lama urine tertahan dalam kandung

kemih, dapat mengakibatkan kesulitan pada organ

perkemihan misalnya infeksi (Nurul Jannah, 2011).


b) Buang air besar
Dalam 24 jam pertama postpartum, pasien harus sudah buang

air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus,

semakin sulit baginya untuk buang air besar secara lancar.

Dianjurkan ibu untuk makan makanan tinggi serta dan

banyak minum air putih (Nurul Jannah, 2011).


11

4) Kebersihan diri
Beberapa langkah penting dalam perwatan diri ibu nifas

menurut Nurul Jannah (2011):


a) Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan

alergi kulit pada bayi.


b) Bersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air dari arah

depan ke belakang baru kemudian bersihkan daerah anus.


c) Ganti pembalut setiap kali darah penuh atau minimal 2 kali

dalam sehari. Apabila dibiarkan dan tidak diganti akan

menyebabkan luka pada daerah vagina dan menjadi penyebab

infeksi.
d) Cuci tangan setiap kali selesai membersihkan daerah

kelamin.
e) Jika ada luka episiotomy untuk hindari menyentuh daerah

luka.
5) Istirahat
Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas

untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya (Nurul Jannah,

2011).
6) Senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya

latihan senam nifas dilakukan seawall mungkin dengan catatan

ibu menjalani persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit

postpartum (Nurul Jannah, 2011).


7) Seksualitas
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu

darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua

jari kedalam vagina tanpa rsa nyeri. Banyak budaya dan agama

yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa


12

waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan

tersebut tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Nurul

Jannah, 2011).
2. Pre Eklampsia
a. Pengertian
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu

hamil, bersalin, dan selama masa nifas yang terdiri atas trias gejala

yaitu hipertensi,protein urin, dan odema, kadang-kadang disertai

konvulsi sampai koma (Lily Yulaikhah, 2009).


Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada

wanita hamil, bersalin, dan nifas yang terdiri dari hipertensi,

odema, dan proteinuria tetapi tidak menunjukan tanda-tanda

kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejala

biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih

(Icesmi, 2014).
Pre eklampsia adalah tekanan darah tinggi yang disertai

proteinuria (protein dalam kemih) atau edema (penimbunan cairan),

yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu

pertama setelah persalinan (Icesmi, 2013).


b. Etiologi/faktor predisposisi
Menurut Icesmi (2014), penyebab pre eklampsia sampai

sekarang belum diketahui, tetapi ada teori yang dapat menjelaskan

tentang penyebab pre eklampsia, yaitu : bertambahnya frekuensi

pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola

hidatidosa, serta semakin tuanya kehamilan. Dapat terjadi

perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.

Timbulnya hipertensi, edema, kejang dan koma.


13

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari

kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan the

diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain: peran

prostaksiklin dan tromboksan (Icesmi, 2014).


1) Peran faktor imunologis. Beberapa studi juga mendapatkan

adanya aktivitas system komplemen pada pre

eklamsia/eklamsia.
2) Peran faktor geneti atau familial. Terdapatnya kecendrungan

meningkatnya frekuensi pre eklampsia/ eklampsia pada anak-

anak dari ibu yang menderita pre eklampsia/eklamsia.

kecenderungan meningkatnya frekuensi pre eklampsia/ eklamsia

dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre eklampsia dan bukan

pada ipar mereka. Peran rennin-anglotensin-aldosteron system

(RAAS).
c. Faktor resiko pre eklampsia
Menurut Bothamley (2012) dan Icesmi (2014), terdapat banyak

faktor risiko untuk terjadinya pre eklampsia:


1) Paritas
Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan

jumlah anak yang dilahirkan. Kehamilan pertama dianggap

berisiko karena belum adanya catatan medis tentang perjalanan

persalinan ibu. Pada usia rawan, risiko kehamilan anak pertama

tersebut meningkat karena ada beberapa faktor ancaman

tambahan. Wanita yang baru menjadi ibu dengan pasangan baru

ternyata lebih mudah terkena pre eklampsia daripada ibu

multipara. Berdasarkan teori imunologi, hal ini dikarenakan


14

pada kehamilan pertama terjadi pembentukan “blocking

antibodies” terhadap antigen tidak sempurna. Selain itu pada

kehamilan pertama terjadi pembentukan “Human Leucocyte

Antigen Protein G (HLA)” yang berperan penting dalam

modulasi respon immune, sehingga ibu menolak hasil konsepsi

(plasenta) atau terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta sehingga

terjadi pre eklampsia (Prawirohardjo, 2010).


2) Riwayat keluarga dengan pre eklampsia
Faktor keturunan dan familia dengan metode model gen

tunggal. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pre

eklampsia, 20% anak perempuannya akan mengalami pre

eklampsia pula. Sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami

pre eklampsia (Prawirohardjo, 2010).


3) Kehamilan kembar, molahodatidsa, dan diabetes
Plasentasi abnormal dan penurunan perfusi plasenta juga

dapat terjadi pada kondisi yang berhubungan dengan penyakit

mikrovaskular, misalnya diabetes atau hipertensi. Hal ini dapat

terjadi jika masa plasenta besar seperti pada kehamilan kembar,

molahidatidosa. Ibu yang menderita penyakit ini beresiko tinggi

mengalami pre eklampsia (Fraser dan Cooper, 2009).


4) Kondisi medis tertentu seperti hipertensi, penyakit ginjal
Hipertensi adalah kondisi medis yang paling sering

mempengaruhi wanita usia subur. Terdapat hubungan erat antara

ginjal dan tekanan darah tinggi. Penyakit ginjal menyebabkan

hipertensi dan hipertensi dapat dapat menyebabkan kerusakan

ginjal. Gangguan ginjal disertai hipertensi menghasilkan hasil


15

akhir yang lebih buruk pada ibu dan bayi. Wanita penderita

hipertensi memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami

pre eklampsia (Bothamley dan Boyle, 2012).


5) Usia
Wanita berusia kurang dari 20 tahun mempunyai insiden pre

eklampsia yang lebih tinggi secara bermakna. Keadaan ini

disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,

sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan

dan pertumbuhan janin, sedangkan umur lebih dari 35 tahun

tingkat kesuburan wanita menurun, rentan sekali untuk terjadi

komplikasi (Manuaba, 2010).


6) Obesitas
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi

dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh

karena jumlah darah yang berada dalam sekitar 15% dari berat

badan, maka makin gemuk seseorang makan banyak pula

jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin

berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat

menyumbang terjadinnya pre eklampsia (Icesmi, 2014).


d. Tanda dan gejala
Menurut Icesmi (2014) tanda dan gejala yang yang timbul pada pre

eklampsia yaitu :
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan pertambahan

berat badan yang berlebihan, diikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya

proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala

subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan nyeri epigastrium,

gangguan penglihatan,nyeri kepala, oedema paru, gangguan


16

kesadaran. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia

yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan

timbul.
e. Pemeriksaan penunjang
Menurut Taufan (2012), Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

pada pasien pre eklampsia adalah:


1) Pemeriksaan urine: untuk mengetahui adanya proteinuria.

2) Pemeriksaan darah yang dilakukan:


Tabel. 2.1. Pemeriksaan Darah
No Tes diagnostic Penjelasan
1 Hemoglobin peningkatan hemoglobin dan
dan hematokrit hematokrit berarti:
 Menunjukan adanya
hemokosentrasi yang
mendukung diagnosis pre
eklampsia
 Menggambarkan adanya
hipovolemia.
 Penurunan hemoglobin dan
hematokrit menunjukan
terjadinya hemolisis.
2 Trombosit trombositopenia menggambarkan
pre eklampsia berat.
3 Kreatinin peningkatannya menggambarkan :
beratnya hipovolemia,
serum, asam
tanda menurunya aliran darah ke
urat serum,
ginjal,
nitrogen urea oligouria,
tanda pre eklampsia berat.
darah (BUN)
4 Transaminasi peningkatan transaminase serum
serum (SGOT, menggambarkan pre eklampsia
SGPT) berat dengan gangguan fungsi
17

hepar.
5 Lactid acid menggambarkan adanya
dehydrogenase hemolisis.
6 Albumin serum menggambarkan kebocoran
dan faktor endotel, dan kemungkinan
koagulasi koagulopati
Sumber: Taufan, 2012

f.Klasifikasi pre eklampsia


Menurut Prawirohardjo (2010) klasifikasi pre eklampsia adalah :
1) Pre eklampsia ringan
Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai protein

urine dan odema setelah umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau

setelah persalinan.
Tanda dan gejala pre eklampsia ringan:
a). Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90

mmHg.
b). Proteinuria: didapatkan protein urine di dalam pemeriksaan

urin ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstick.


c). Odema pada bagian betis, lengan, muka, dan perut.
2) Pre eklampsia berat
a) Pengertian
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi yang ditandai

dengan kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastol

≥ 110 mmhg disertai protein urine dan odema pada kehamilan >

20 mg atau lebih (Prawirohardjo, 2010).


b) Tanda dan gejala
Menurut Prawirohardjo (2010) dan Lily Yulaikhah (2009), tanda

dan gejala pre eklampsia berat :


(1) Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastol ≥

110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang berjarak

minimal 6 jam.
18

(2) Proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam atau 4+ dalam

pemeriksaan kualitatif atau protein dipstick lebih dari 3+

pada 2 sampel yang berbeda dengan jarak 4 jam.


(3) Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500cc/24jam.
(4) Odema paru dan sianosis
(5) Kenaikan kadar keratin plasma
(6) Gangguan visum dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri

kepala, skotoma dan pandangan kabur.


(7) Nyeri epigastrium
(8) Hemolisis mikroangiopatik
(9) Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan

trombosit dengan cepat.


(10) Gangguan fungsi hepar.
(11) Sindrom HELLP.
Pemeriksaan:
(a) Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus dengan

pemeriksaan laboratorium
(b) Perdarahan pada retina dengan anamnesa tentang

anamnesa penglihatan kabur


(c) Trombosit kurang dari 100.000/mm3 pada pemeriksaan

laboratorium.
c) Gambaran klinis pre eklampsia berat
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan

pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti oedema,

hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan

tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada pre eklampsia

berat didapatkan nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri

kepala, oedema paru, gangguan kesadaran. Gejala-gejala ini

sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan

merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul tekanan


19

darah pun meningkat lebih tinggi, oedema menjadi lebih

umum, dan proteinuria bertambah banyak (Icesmi, 2014).


d) Patofisiologis
Pada Pre eklampsia berat terjadi spasme pembuluh darah

disertai dengan retensi garam dan air. Pada biobsi ginjal

ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa

kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya

dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola

dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik

dengan sendirinya, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan

tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan oedema yang disebabkan

oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial

belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan

garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola

sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Marmi, 2011).


Pada Ibu nifas dengan pre eklampsia berat sebaiknya di

anjurkan untuk banyak istirahat cukup, makan tinggi

protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak, dan

diet rendah garam, pantau pemeriksaan urin, kolaborasi dengan

dokter SpOG dalam memberikan terapi obat sedativa dan anti

hipertensi. Hal-hal tersebut apabila tidak ditangani akan terjadi

eklampsia (Wiknjosastro, 2010).


e) Pencegahan pre eklamia berat
Menurut Lily Yulaikhah (2009) dan Manuaba (2010)

pencegahan pre eklampsia berat yaitu:


20

(1) Pemeriksanaan antenatal yang teratur dan bermutu serta

teliti, mengenali tanda-tanda kemungkinan (pre eklampsia

ringan), lalu diberikan obat yang cukup supaya penyakit

tidak menjadi lebih berat.


(2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre

eklampsia kalau ada faktor-faktor predisposisi.


(3) Beriakan penyuluhan tentang manfaat istirahat, tidur,

ketenangan, diet rendah garam, lemak serta karbohidrat,

diet tinggi protein, menjaga kenaikan berat badan.


(4) Pengawasan postnatal, pengkajian yang cermat pada ibu

dengan hipertensi terus dilakukan sepanjang periode nifas.

Tekanan darah diperiksa setidaknya 4 jam selama 48 jam

atau lebih sesuai keadaan ibu, infus magnesium sulfat

dianjurkan 48 jam setelah melahirkan, pemeriksaan yang

sama terus dilanjutkan sampai obat dihentikan, ibu ini

memiliki resiko mengalami pembesaran dan jumlah lochea

yang banyak akibat tetapi magnesium sulfat. Oleh karena

itu, pengkajian tonus uterus perlu dilakukan.


f) Pengelolaan pre eklampsia berat
Menurut Prawirohardjo (2010) dan Taufan (2012),

penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah :


(1) Harus segera di rujuk/ tirah baring
(2) Pemberian infuse ringer laktat atau ringer dekstrose 5%, dan

pengelolaan cairan menjadi sangat penting untuk memantau

cairan yang masuk (melalui oral maupun infus) dan cairan

yang keluar untuk memastikan tidak terjadi odema paru dan

oliguria.
21

(3) Pemberian obat anti kejang/anti konvulsan magnesium

sulfat (MgSO4) sebagai obat pencegah dan terapi kejang.

MgSO4 merupakan obat yang efektif dan paling banyak

dipakai di Indonesia untuk mencegah dan mengatasi kejang

pada pre eklampsia berat dan eklampsia.


Tabel. 2.2. Dosis Obat Anti Kejang/Anti Konvulsan MgSO4
Magnesium sulfat untuk pre eklampsia dan eklampsia
Dosis awal  4 gr IV MgSO4 (10 ml larutan MgSO4
40%)di larutkan dalam 10 ml aquabides
diberikan perlahan secara IV selama 15-
20 menit.
 Dilanjutkan dengan 6gr MgSO4 (15 ml
larutan MgSO4 40%) dan larutan ringer
lakta/ringer asetat secara IV dengan
kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam
 Jika kejang berulang setelah 15 menit
berikan MgSO4 2 gr secara IV perlahan
(15-20 menit).
Dosis pemeliharaan MgSO4 1gr/jam melalui infuse ringer
laktat/ringer asetat yang diberikan sampai 24
jam post partum atau kejang berakhir.
Syarat pemberian MgSO4  Frekuensi nafas minimal >16x/menit
 Refleks patella (+)
 Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam
terakhir.
 Tersedia antidontum Ca glukonat 10%
Stop pemberian MgSO4  Frekuensi nafas <16x/menit
 Refleks patella (-)
 Urin <30ml/jam
Siapkan antidontum Jika terjadi henti nafas :
 Bantu dengan ventilator
 Beri Ca glukonat 1gr IV (10ml larutan
10%) bolus dalam 10 menit.
Sumber: KemenKes RI, 2013
22

Jika MgSO4 tidak tersedia, dapat diberikan diazepam

dengan resiko terjadinya depresi pernafasan neonatal

(Taufan, 2012).
Tabel. 2.3. Dosis Pemberian Diazepam
Pemberian diazepam pada pre eklampsia dan eklampsia
Dosis awal  Diazepam 10mg IV pelan-pelan selama 2
menit
 Jika kejang berulang, ulang dosis.

Dosis pemeliharaan  Diazepam 40mg dalam 500 larutan ringer


laktat per infus.
 Depresi pernafasan ibu mungkin akan
terjadi jika dosis > 30mg/jam
 Jangan berikan >100mg/24jam

Pemberian melalui  Jika pemberian IV tidak memungkinkan,


rectum diazepam dapat diberikan per rectal, dengan
dosis awal 20mg dalam semprit 10mL tanpa
jarum.
 Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit,
beri tambahan 10mg/jam, bergantung pada
berat badan pasien dan respon klinik.

Sumber: Taufan, 2012

(4) pemberian obat anti hipertensi, diberikan bila tekanan darah

≥180/110 atau MAP ≥126


(a) obat nifedipin : 10-20 mg per oral,diulangi setelah 20

menit , maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipine

tidak dibenarkan sublingual karena absorbi yang terbaik

adalah melalui saluran pencernaan makanan.


23

(b) tekanan darah diturunkan secara bertahan: penurunan

awal 25% dari tekanan sistolik, tekanan darah diturunkan

mencapai < 160/105 atau MAP <125.


(5) Diuretika tidak diberikan secara rutin hanya diberikan (misal

furosemid 40mg IV) atas indikasi oedema paru, payah

jantung kongestif, oedema anasarka. Pemberian diuretikum

dapat merugikan yaitu mempercepat hipovolemia,

memperburuk pervusi utero plsenta, meningkatkan

hemokonsentrasi, dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat

janin.
(6) Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori

berlebih.

3. Pre Eklampsia Berat Pada Masa Nifas


1. Pengertian
Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan

proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera

setelah persalinan (Fauziyah, 2012).


Pre eklampsia bisa saja berlangsung dalam proses persalinan

dan setelah persalinan dan bertahan hingga 6 minggu pasca

persalinan dan disebut juga pre eklampsia puerperium. Selama

masa nifas hari ke 1 sampai hari ke 28, beresiko munculnya gejala

pre eklampsia (Saifuddin, 2009).


Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi yang ditandai

dengan kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastol ≥


24

110 mmhg disertai protein urine dan odema pada kehamilan > 20

mg atau lebih (Prawirohardjo, 2010).


2. Komplikasi pre eklampsia berat
Menurut Taufan (2012), komplikasi pre eklampsia berat adalah:
a. Awal
1) Kejang meningkatkan kemungkinan mortalitas maternal 10

kali lipat. Penyebab kematian maternal karena eklamsia

adalah : krolaps sirkulasi (henti jantung, oedema pulmo, dan

syok), perdarahan serebral dan gagal ginjal.


2) Kebutaan atau paralisis dapat terjadi karena lepasnya retina

atau perdarahan intracranial.


3) Perdarahan postpartum.
4) Toksik delium
5) Luka karena kejang, berupa laserasi bibir atau lidah dan

fraktur vertebra
6) Aspirasi pneumonia
b. Komplikasi jangka panjang
1) 40% sampai 50% pasien dengan pre eklampsiaberat atau

eklamsia memiliki kemungkinan kejadian yang sama pada

kehamilan berikutnya.
2) Hipertensi permanen, terjadi pada 30% sampai 50% pasien

dengan pre eklampsia berat dan eklamsia.


3. Penanganan Pre Eklamsia Pada Masa Nifas
Setelah pelahiran, wanita penderita pre eklampsia biasanya

dirawat di area ketergantungan tinggi (high-dependency unit),

karena eklampsia sering terjadi pada periode ini, pengawasan

kondisi wanita secara bersamaan dengan pemberian obat dan

dukungan yang sesuai akan mengurangi risiko komplikasi jangka

panjang (Bothamley dan Boyle, 2012).


Menurut Sulistyawati (2009), penanganan ibu nifas dengan pre

eklampsia berat sebagai berikut:


25

a. Penderita dirawat diruang tenang


b. Diet cukup protein (100gr/hari) dan kurang garam (0,5gr/hari)
c. Infuse RL 125/jam (20 tetes/menit)
d. MgSO4
Menurut Mansyur dan Dahlan (2014), penanganan pre eklampsia

berat pada ibu nifas:


a. Beri penjelasan tentang keadaan ibu dan tanda bahaya masa

nifas
b. Pantau tekanan darah, urine, refleks
c. Lebih banyak istirahat
d. Ukur keseimbangan cairan
e. Kateterisasi urine untuk memantau pengeluaran urine dan

proteinuria.
f. Jangan tinggalkan pasien sendiri, pantau TTV.
g. Bila terjadi kejang :
1) Beri MgSO4
2) Beri oksigen 4-6 liter per menit, baringkan miring sisi kiri

untuk mengurangi resiko aspirasi.


h. Melakukan klaborasi dengan dokter.
Perawatan post partum menurut Saifuddin (2009), yaitu:
a. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum.
b. Teruskan terapi anti hipertensi jika tekanan diastolik masih >

110 mmHg.
c. Pantau urine.
Perawatan nifas pada ibu dengan pasca pre eklampsia berbeda

dalam beberapa aspek dari perawatan nifas untuk ibu normal.

Variasi berikut ditekankan dalam proses perawatan. Tekanan darah

diperiksa, setidaknya setiap 4 jam selama 48 jam atau lebih sering

sesuai keadaan ibu. Kejang bisa timbul pada periode ini walaupun

sebelum melahirkan ibu tidak menglami kejang. Infus magnesium

dianjurkan sampai 48 jam setelah melahirkan.


Pemeriksaan yang sama terus dilanjutkan sampai obat

dihentikan. Ibu memiliki risiko pembesaran rahim dan jumlah


26

lochea yang banyak akibat terapi magnesium sulfat. Oleh karena

itu, pengkajian tonus otot uterus perlu dilakukan. Ibu pre eklampsia

memiliki hemokonsentrasi dan tidak mampu menoleransi

kehilangan darah nifas yang berlebihan. Obat-obatan oksitosin dan

prostaglandin dipakai untuk mengurangi perdarahan. Produk-

produk ergot (misalnya: ergotrat, methergine) merupakan

kontraindikasi karena obat-obat ini meningkatkan tekanan darah.

Ibu diminta melaporkan gejala seperti nyeri kepala dan penglihatan

kabur. Terapi cairan larutan ringer laktat diberikan secara rutin

dalam laju 60 ml hingga tidak melebihi 125 ml per jam, kecuali

terdapat kehilangan cairan berlebihan akibat muntah, diare, atau

kehilangan darah dalam jumlah berlebih akibat persalinan. Oliguria

pada umumnya dijumpai pada pre eklampsia berat. Jadi,

kemungkinan berkurang volume darah sehingga memperbanyak

pemberian cairan intravena (Cuniningham, 2012).

4. Landasan Hukum Kewenangan Bidan


Berdasarkan peraturan menteri kesehatan (premenkes) nomor

1464/Menkes/Per/X 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik.

Bidan dalam menjalani praktik, berwenang untuk memberikan

pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa

persalinan, masa nifas, masa menyusui dan antara dua kehamilan.


b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:
27

1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil


2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3) Pelayanan persalinan normal
4) Pelayanan ibu nifas normal
5) Pelayanan ibu menyusui
6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) berwenang untuk:


1) Episiotomy
2) Penjahitan luka jalan lahir derajat I dan II
3) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
4) Pemberian tablet fe pada ibu hamil
5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
6) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini (IMD) dan promosi

air susu ibu (ASI) ekslusif.


7) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan

postpartum
8) Penyuluhan dan konseling
9) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
10) Pemberian surat keterangan kematian
11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN


Mengkuji (2012), mengungkapkan manajemen kebidanan menurut

varney (1997), langkah-langkah manajemen kebidanan merupakan suatu

proses penyelesaian masalah yang menuntut bidan untuk lebih kritis

didalam mengantisipasi masalah. Ada tujuh langkah dalam manajemen

kebidanan menurut varney yang dijelaskan sebagai berikut:


1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan

semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaaan klien

secara lengkap.
28

Menurut Wulandari (2009), pengaplikasian manajemen kebidanan

yaitu sebagai berikut :


a. Data subyektif
1) Biodata yang mencakup identitas
a) Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-

hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.


b) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti

kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,

mental, psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35

tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa

nifas.
c) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk

mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga

bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan

pendidikannya.
d) Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istirahat atau kebiasaan sehari-hari.

e) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial

ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi

pasien tersebut.
f) Alamat ditanyakan untuk mempengaruhi kunjungan rumah

bila diperlukan.
2) Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan

dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada


29

jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum. Pada kasus

ibu nifas dengan pre eklampsia berat keluhannya meliputi:

nyeri kepala, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, oedema

paru dan sianosis (Prawirohardjo, 2010).


3) Riwayat Menstruasi
Data yang diperoleh sebagai gambaran tentang keadaan

dasar dari organ reproduksinya. Menarche (pertama kali haid),

siklus (jarak antara menstruasi yang dialami dengan

menstruasi berikutnya), lamanya menstruasi, banyaknya darah,

ada dismenorhe/tidak dan sifat darah. (Sulistyawati, 2009).


4) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak,

cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas

yang lalu (Susilo Rini dan Feti Kumala, 2016).


5) Riwayat persalinan sekarang
Umur kehamilan, tempat persalinan, penolong persalinan, jenis

persalinan, komplikasi persalinan, keadaan plasenta lahir

lengkap/tidak, keadaan perineum, perdarahan waktu

persalinan, dan lama persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk

mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau

tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini (Susilo

Rini dan Feti Kumala, 2016).


6) Keadaan bayi baru lahir
Tanggal persalinan, waktu persalinan, jenis kelamin anak, berat

badan lahir bayi, panjang badan lahir bayi, cacat bawaan, dan

rawat gabung atau tidak (Susilo Rini dan Feti Kumala, 2016).
7) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Nutrisi
30

Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi,

banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan, ada

keluhan atau tidak. Pada ibu nifas dengan pre eklampsia

berat diet cukup protein (100gr/hari) dan kurang garam

(0,5gr/hari). (Sulistyawati, 2009)


b) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang

air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau

serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,

jumlah. Pada kasus pre eklampsia berat produksi urine

kurang dari 500cc/24 jam (Prawirohardjo, 2010).


c) Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien siang berapa

jam, malam berapa jam, istirahat sangat penting bagi ibu

nifas karena dengan istirahat yang cukup dapat

mempercepat penyembuhan (Wulandari, 2009).


d) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga

kebersihan tubuh seperti mandi berapa kali, keramas, ganti

pakaian, kebersihan pada daerah genetalia, karena pada

masa nifas masih mengeluarkan lochea (Wulandari, 2009).


e) Aktivitas
menggambarkan pola aktivitas ibu sehari-hari. Pada pola ini

perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.

Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses

pengembalian alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan

ambulasi, seberapa sering, apakah kesulitan, dengan


31

bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan

ambulasi. Perawatan puerperium lebih aktif dengan

dianjurkan untuk mobilisasi dini. Mobilisasi dini

diantaranya jalan, senam nifas dll. Mobolisasi tidak

dianjurkan bagi pasien anemia, jantung, paru, dan keadaan

yang masih membutuhkan istirahat (Nurul Jannah, 2012).


8) Riwayat kesehatan (Wulandari, 2009)
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : jantung, DM,

hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada masa nifas

ini.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya

dengan masa nifas dan bayinya.


c) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan

pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga

yang menyertainya.
9) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan

kontraseosi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama

menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas

ini dan beralih ke kontrasepsi apa (Wulandari, 2009).

10) Riwayat perkawinan


32

Yang perlu dikaji adalah beberapa kali menikah, status

menikah syah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa status

yang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan

mempengaruhi proses nifas (Wulandari, 2009).


11) Data psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap

bayinya, mengetahui pengalaman menyusui, pengalaman

waktu melahirkan, untuk mengetahui seberapa jauh ibu tentang

perawatan setelah melahirkan sehingga akan menguntungkan

selama masa nifas. Kecemasan ibu, pengambil keputusan

apabila terjadi kegawatdaruratan, untuk mengetahui pasien dan

keluarga yang menganut adat istiadat yang akan

menguntungkan atau merugikan pasien pada masa nifas

misalnya kebiasaan pantang makan (Susilo Rini dan Feti

Kumala, 2016).
b. Data Obyektif (Pemeriksaan Fisik)
Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang

bidan harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan

klien dalam keadaan stabil.

1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Bertujuan menilai keadaan umum pasien apakah pasien

tampak tidak sehat atau lemas setelah proses persalinan.

(Marmi, 2012). Pada kasus pre eklampsia berat keadaan

umum pasien biasanya lemas (Prawirohardjo, 2010).


b) Kesadaran
33

Untuk mengetahui tingkat kesadaran. Pada kasus nifas

dengan pre eklampsia berat biasanya mengalami penurunan

kesadaran. Menurut Hidayat (2008) tingkatan kesadaran

hyaitu:
(1) Composmentis
Mengalami kesadaran penuh dengan memberikan

respon yang cukup terhadap stimulasi yang di berikan.


(2) Apatis
Bersikap acuh tak acuh pada keadaan sekitar.
(3) Samnolen
Memiliki kesadaran yang lebih rendah, hal tersebut

ditandai dengan tampak mengantuk, selalu ingin tidur,

tidak responsive terhadap rangsangan ringan, dan masih

memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat.

(4) Sopor
Tidak memberikan respon ringan maupun sedang,

tetapi masih memberikan respon sedikit terhadap

rangsangan yang kuat. Hal tersebut ditandai dengan

adanya refleks pupil terhadapa cahaya yang masih

positif.
(5) Koma
Tidak dapat bereaksi dengan stimulus atau rangsangan

apapun. Refleks pupil terhadap cahaya tidak ada.


(6) Delirium
Disorentasi sangat iritatif, kacau dan salah presepsi

terhadap rangsangan sensorik.


c) Tanda-tanda vital
(1) Temperatur/suhu
Peningkatan suhu badan pada 24 jam pertama masa nifas

pada umumnya disebabkan oleh keluarnya cairan pada


34

waktu melahirkan, selain itu juga disebabkan karena

istirahat dan tidur yang diperpanjang selama awal

persalinan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam post

partum suhu tubuh kembali normal. Kenaikan suhu yang

mencapai >38oC adalah mengarah tanda-tanda infeksi

(Wulandari, 2009).

(2) Nadi
Nadi berkisar antara 60-80 x/menit. Denyut nadi diatas

100x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan

adanya suatu infeksi (Wulandari, 2009).


(3) Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yng normal, yaitu

sekitar 20-30 x/menit (Wulandari, 2009).


(4) Tekanan darah
Untuk mengetahui adanya hipertensi. Pada kasus ibu

nifas dengan pre eklampsia berat tekanan darah ≥160/110

mmHg (Prawirohardjo, 2010).


2) Pemeriksaan Khusus (head to toe)
a) Kepala (Sulistyawati, 2009).
(1) Muka : untuk mengetahui adanya oedema atau tidak,

pucat atau tidak.


(2) Mata : untuk mengetahui kelopak mata oedema atau

tidak, konjungtiva merah muda tidak, sklera

putih atau tidak, pandangan kabur atau tidak.


(3) Hidung : untuk mengetahui ada polip/tidak, ada secret

atau tidak
(4) Telinga : untuk mengetahui ada secret/serumen pada

telinag ada/tidak.
35

(5) Mulut : untuk mengetahui keadaan bibir stomatitis

tidak, gigi karies tidak, lidah bersih tidak.


b) Leher
Untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tyroid/tidak,

adanya pembesaran kelenjar getah bening/tidak.


c) Dada
Untuk mengetahui ada epigastrium atau tidak pada kasus pre

eklamsia berat biasanya merasakan nyeri pada epigastrium

(Prawirohardjo, 2010).
d) Keadaan payudara dan putting susu
(1) Pembesarannya norma/tidak
(2) Simetris/tidak
(3) Konsistensi, ada pembengkatan/tidak.
(4) Putting menonjol/tidak, lecet/tidak.
(5) Ada benjolan/tidak
(6) Rasa nyeri pada payudara/tidak
(7) Aerola hyperpigmentasi/tidak
(8) Pengeluaran : ASI sudah keluar belum.
Menurut Susilo Rini dan Feti Kumala (2016) tingkatan

pengeluaran ASI:
(a) Colostrum yaitu ASI yang dikeluarkan pada hari ke

1-3.
(b) ASI Transisi yaitu ASI yang keluar setelah

kolostrum pada hari ke 4-10.


(c) ASI matur yaitu ASI yang disekresikan pada hari ke

10 dan seterusnya.
e) Keadaan abdomen (Susilo Rini dan Feti Kumala, 2016)
(1) Abdomen
(a) Bekas luka operasi ada/tidak
(b) Benjola abnormal ada/tidak
(c) Kandung kemih kosong/tidak
(2) Uterus
(a) Kontraksi : keras/lembek
(b) TFU : involusinya
minggu ke 1: TFU pertengahan pusat Sympisis
minggu ke 2: TFU tidak teraba diatas sympisis
minggu ke 6 : bertambah kecil
minggu ke 8 : normal
36

f) Keadaan genitalia (Marmi, 2012)


(1) Lochea
Jenis lochea yaitu :
(a) Lochea rubra : muncul pada hari ke 1-3 dan berwarna

merah.
(b) Lochea sanguinolenta : dikeluarkan pada hari ke 4-7

hari post partum.


(c) Lochea serosa : muncul pada hari ke 8-14 biasanya

berwarna kekuningan atau kecoklatan.


(d) Lochea alba : muncul pada lebih dari hari ke 14

postpartum.
(2) Perinieum : odema, hematoma, bekas luka episiotomy/

robekan, hecting.
(3) Vulva vagina ada varises atau odema tidak
(4) Keadaan anus : hemoroid/tidak
g) Keadaan ekstremitas atas dan bawah.
Ada varises/tidak , odema/tidak, kemerahan/tidak, warna jari

pucat/tidak, bersih atau tidak, turgor kulit baik/tidak, refleks

patella.pada kasus pre eklamsia berat bagian ekstremitas

biasanya oedema (Prawirohardjo, 2010).


3) Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang diperlukan untuk mengetahui pemeriksaan

laboratorium (pemeriksaan urine dan darah). Pada kasus pre

eklampsia berat proteinuria : >5gr/24 jam atau ≥ 2+,

trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan

trombosit dengan cepat (Prawirohardjo, 2010).


2. Langkah II : Interprestasi Data
Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah

menginterprestasikan semua data dasar yang telah dikumpulkan

sehingga ditemukan diagnosis atau masalah. Diagnosis yang

dirumuskan adalah diagnosis dalam lingkup praktik kebidanan yang


37

tergolong pada nomenklatur standar diagnosis, sedangkan perihal

yang berkaitan dengan pengalaman klien ditemukan dari hasil

pengamatan.
a. Diagnosa kebidanan
Diagnose dapat ditegakan yang berkaitan dengan nama, umur, para,

abortus, anak hidup, dan keadaan ibu “ Ny. x umur… tahun... P…

A…Ah… post partum… dengan pre eklampsia berat”.


1) Data subyektif
Pernyataan ibu tentang nama ibu, umur ibu, jumlah persalinan,

apakah pernah abortus atau tidak, nifas hari ke berapa,

keterangan ibu tentang keluhannya. Ibu mengatakan adanya

nyeri kepala, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan

(Prawirohardjo, 2010).
2) Data obyektif
a) Keadaan umum : lemah
b) Kesadaran : samnolen
c) TTV : tekanan darah : 160/100 mmHg
d) Payudara : ASI sudah keluar/belum
e) Abdomen : kontraksi keras/lembek, TFU involusi baik/sub

involusio, kandung kemih kosong atau tidak.


f) Genetalia : pengeluaran lochea normal/tidak, luka

jahitan/tidak.
g) Ekstremitas : pada bagian ekstremitas atas dan bawah

oedema tidak, ekstremitas bagian bawah ada

varises/tromboflebitis, refleks patella positif/negative.


h) Oliguria urin <500cc/24 jam
i) Pemeriksaan laboratorium : urine (protein urine >5gr/24 jam

atau 2+ dan darah trombositopenia <100.000 sel/mm3)

(Prawirohardjo, 2010).
b. Masalah
38

Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien yaitu

ibu mengatakan cemas, nyeri, dan perut mules (Nurul Jannah,

2012).
c. Kebutuhan
Hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum teridentifikasi dalam

diagnose dan masalah. Menurut Nurul Jannah (2012), beri support

mental, KIE tentang mobilisasi dini, dan informasi tentang

penyebab mules.
3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnose

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang telah

diidentifikasi. Berdasarkan temuan tersebut, bidan dapat melakukan

antisipasi agar diagnosis/masalah tersebut tidak terjadi. Selain itu,

bidan harus bersiap-siap apabila diagnosis/masalah tersebut benar-

benar terjadi. Diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada ibu nifas

dengan pre eklampsia berat yaitu eklampsia (Prawirohardjo, 2010).


4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan Yang

Memerlukan Penanganan Segera.


Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter

untuk konsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.


Menurut Prawirohardjo (2010), antisipasi pertama yang dilakukan

bidan pada ibu nifas dengan pre eklamsia berat yaitu:


a. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOg untuk pemberian terapi

pemberian terapi anti kejang MgSO4 dan anti hipertensi:


1) MgSO4
a) Dosis awal
39

(1) 4 gr IV MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%)di larutkan

dalam 10 ml aquabides diberikan perlahan secara IV

selama 15-20 menit.


(2) Dilanjutkan dengan 6gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4

40%) dan larutan ringer lakta/ringer asetat secara IV

dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam


(3) Jika kejang berulang setelah 15 menit berikan MgSO4 2 gr

secara IV perlahan (15-20 menit).

b) Dosis pemeliharaan
MgSO4 1gr/jam melalui infuse ringer laktat/ringer asetat

yang diberikan sampai 24 jam post partum atau kejang

berakhir.
c) Diperhentikan
24 jam pasca persalinan atau atau kejang berakhir
2) Terapi anti hipertensi
jika tekanan diastolik masih >110 mmHg maka berikan obat anti

hipertensi. obat nifedipin : 10-20 mg per oral,diulangi setelah 20

menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipine tidak

dibenarkan sublingual karena absorbi yang terbaik adalah

melalui saluran pencernaan makanan.


b. Pantau TTV, Keadaan umum, pantau urine (keseimbangan

cairan), dan TFU


c. Pemberian Oksigen 4-6 liter/menit.
5. Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,

ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan

kelanjutan manajemen terhadap diagnose atau masalah yang telah

diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar


40

yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Dalam penelitian ini peneliti

merencanakan asuhan secara komprehensif kurang lebih 3 hari atau

sampai pasien sembuh.


menurut Prawirohardjo (2010) dan Taufan (2012), asuhan yang dapat

diaplikasikan yaitu :
a. Asuhan hari pertama (2 jam post partum)
1) Pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital, protein urine, TFU,

lochea, dan eliminasi (keseimbangan cairan) setiap 4 jam.


2) Kolaborasi dengan dokter SpOg untuk pemberian terapi
Anti kejang/ anti konvulsan
a) Dosis awal
(1) 4 gr IV MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) di larutkan

dalam 10 ml aquabides diberikan perlahan secara IV

selama 15-20 menit.


(2) Dilanjutkan dengan 6gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4

40%) dan larutan ringer lakta/ringer asetat secara IV

dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam


(3) Jika kejang berulang setelah 15 menit berikan MgSO4 2 gr

secara IV perlahan (15-20 menit).


b) Dosis pemeliharaan
MgSO4 1gr/jam melalui infuse ringer laktat/ringer asetat

yang diberikan sampai 24 jam post partum atau kejang

berakhir.
c) Diperhentikan
24 jam pasca persalinan atau atau kejang berakhir

Terapi anti hipertensi


jika tekanan diastolik masih >110 mmHg maka berikan obat anti

hipertensi.
a). Obat nifedipin : 10-20 mg per oral diulangi setelah 20

menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipine tidak


41

dibenarkan sublingual karena absorbi yang terbaik adalah

melalui saluran pencernaan makanan.


b). tekanan darah diturunkan secara bertahan: penurunan awal

25% dari tekanan sistolik, tekanan darah diturunkan

mencapai <160/105 atau MAP <125.


3) Ajurkan ibu untuk mobilisasi dini miring kanan/miring kiri.
4) Ajari ibu cara menyusui yang benar
5) Beri KIE tentang tanda bahaya pada masa nifas
6) Anjurkan ibu banyak istirahat
b. Asuhan hari kedua (1 hari post partum)
1) Pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital, protein urine, TFU,

lochea, dan eliminasi (keseimbangan cairan) setiap 4 jam.


2) Kolaborasi dengan dokter SpOg untuk pemberian terapi.
3) Lakukan vulva hygiene pada ibu
4) Ajari ibu cara perawatan payudara
5) Beri KIE tentang gizi pada masa nifas
6) Anjurkan ibu menyusui bayinya secara on demand
7) Anjurkan ibu banyak istirahat
c. Asuhan hari ketiga (2 hari post partum)
1) Pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital, protein urine, TFU,

lochea, dan eliminasi (keseimbangan cairan) setiap 4 jam.


2) Kolaborasi dengan dokter SpOg untuk pemberian terapi.
3) Anjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene dengan

melakukan vulva hygiene dan perawatan luka


4) Beri KIE tentang ASI Ekslusif
5) Anjurkan ibu untuk banyak istirahat
6. Langkah VI : Pelaksanaan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah

diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman.

Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada

klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan

secara efisien dan aman (Wulandari, 2011).


7. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini merupakan langkah akhir guna mengetahui apa

yang telah dilakukan oleh bidan. Mengevaluasi keefektifan dari


42

asuhan yang diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan

benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi

belum efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksanakan

(Wulandari, 2009).

8. Data Perkembangan
Menggunakan data perkembangan berupa SOAP menurut Wildan dan

Hidayat (2008), adalah sebagai berikut :


S : Subyektif
Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang

diperoleh dari hasil wawancara langsung.


O : Obyektif
Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan

khusus kebidanan, data penunjang.


A : Assasment
Setelah menentukan masalah dan masalah utama selanjutnya

bidan memutuskan dalam suatu pernyataan yang mencakup

kondisi, masalah, penyebab, dan prediksi, terhadap kondisi

tersebut. Prediksi yang dimaksud adalah mencakup masalah

potensial dan prognosis hasil dari perumusan masalah yang

merupakan keputusan yang ditegakan oleh bidan yang disebut

dengan diagnosis kebidanan.


P : Planning
Berdasarkan diagnosis yang ditegakan bidan dalam mencatat

rencana kegiatannya, maka rencana kegiatan mencakup tujuan dan

langkah-langkah yang akan dilakukan bidan dalam melakukan

intervensi dalam rangka memecahkan masalah termasuk rencana

evaluasi.
43

Anda mungkin juga menyukai