Anda di halaman 1dari 8

Penilaian pengendalian asma pada anak : hubungan antara ACT (Asthma control Test)

dengan aliran PEF (Peak Expiratory Flow)

Abstrak

Tujuan : untuk menilai hubungan antara uji pengendalian asma dan pengukuran aliran ekspirasi
puncak pada anak anak dan dampak dari faktor tertentu yang memengaruhi persepsi gejala
asma atas hubungannya.
Metode : studi prospektif yang terdiri dari 54 pasien berusia 5 hingga 18 tahun, yang telah
didiagnosis asma di Rumah “Victor Gomoiu” Children’s Clinical Hospital yang dimulai antara
Mei 2012-November 2013. Rencana pemantauan asma yang sudah disesuaikan telah didesain
dan dipersiapkan untuk masing – masing pasien. Banyak hal yang harus dinilai untuk status
kontrol asma. Hal/evaluasi itu meliputi penilaian gejala menggunakan ACT (Asthma Control
Test) dan evaluasi fungsi paru – paru dengan menggunakan pengukuran PEF (Peak Expiratory
Flow) dan spirometri. Pada masing – masing pasien, dicari faktor – faktor yang diketahui
mempunyai pengaruh terhadap persepsi gejala asma (usia muda, overweight, dan rhinitis
alergi). Pada akhirnya, dinilai hubungan antara nilai ACT dan variasi PEF dan faktor – faktor
yang mempengaruhi.
Hasil : dari keseluruhan pasien (54 pasien), tercatat 113 momen evaluasi. Penilaian hubungan
antara skor ACT dam variasi PEF untuk semua evaluasi menunjukkan hubungan yang kuat
secara keseluruhan (p<0,01). Hubungan atau korelasi ini lebih kuat pada kelompok usia muda
(5-6 tahun; p<0,01) dibanding dengan kelompok usia yang lebih tua (6 hingga 11 tahun;
p=0,04. >12 tahun; p=0,03). Act tidak berhubungan dengan variasi PEF pada kelompok pasien
dengan overweight (p=0,226). Presentase yang kami temukan pada pasien dengan overweight
adalah 8,57% pada kelompok usia muda (5-6 tahun), 26,78% pada kelompok usia 6-11 tahun
dan 31,81% pada kelompok usia 12 tahun keatas. ACT berhubungan dengan variasi PEF baik
pada kelompok dengan rhinitis alergi maupun kelompok no rhinitis alergi (p<0,01).
Simpulan : secara keseluruhan, ACT berhubungan dengan variasi PEF. Hubungannya tidak
dipengaruhi oleh usia muda dan adanya rhinitis alergi, tetapi dipengaruhi oleh overweight.

Pendahuluan

Asma adalah penyakit kronis yang paling sering diderita pada masa kanak – kanak.
Penyakit ini sangat heterogen dan digambarkan dengan inflamasi kronik jalan nafas dan
hiperresponsifitas bronkus.

Dari sudut pandang klinis, asma digambarkan dengan adanya wheezing, batuk, nafas
yang pendek, dan sensasi sesak pada dada. Kesemuanya itu berhubungan dengan keterbatasan
airflow. Bersama-sama mereka bervariasi dalam waktu dan intensitas sesuai dengan pemicu
spesifik paparan dan status pengendalian asma yang dicapai melalui obat pengendali khusus.
Tujuan dari manajemen asma adalah untuk mencapai kontrol gejala yang baik dan
mempertahankan tingkat aktivitas normal dan untuk meminimalkan risiko eksaserbasi di masa
mendatang, keterbatasan airflow, dan efek samping pengobatan.

Kunci untuk pengelolaan asma yang efisien adalah penilaian kontrol asma yang akurat.

Biasanya status kontrol asma dinilai melalui penghitungan gejala terkait asma dan
penggunaan obat pereda untuk menghilangkan gejala.

Jumlah gejala terkait asma mengacu pada evaluasi mandiri dari gejala asma (batuk,
mengi, keterbatasan aktivitas, terbangun di malam hari karena asma) dalam empat minggu
terakhir. "Alat kontrol asma numerik" ini memberikan skor untuk membedakan tingkat kontrol.

Diantara berbagai alat kontrol asma numerikal, salah satunya adalah Asthma Control
Test (ACT). ACT adalah alat penilaian kontrol asma yang banyak digunakan yang diakui oleh
Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative for Asthma
(GINA), sebagai sebuah alat untuk menilai kontrol gejala asma.

ACT memiliki dua versi: satu untuk pasien 4 hingga 11 tahun dan satu untuk pasien
berusia lebih dari 12 tahun. ACT dilakukan oleh masing – masing pasien itu sendiri (jika pasien
berusia> 12 tahun) atau oleh pasien dengan dibantu orangtuanya (menggunakan skala analog
visual) (jika pasien berusia 4 hingga 11 tahun).

Akibatnya penilaian ini sangat subyektif karena persepsi gejala disampaikan kepada
sejumlah subjektivitas yang sangat sulit untuk sepenuhnya diperkirakan. Selain itu, kebutuhan
akan obat pereda berhubungan juga dengan persepsi gejala asma.

Selama bertahun-tahun banyak penelitian yang mempelajari pengaruh faktor-faktor


spesifik pada persepsi gejala asma dan penilaian kontrol asma.

Obesitas dapat mempengaruhi persepsi gejala asma karena banyak gejala pernapasan
yang berhubungan dengan obesitas yang mirip dengan asma; selain itu, kebanyakan pasien
obesitas cenderung memiliki gaya hidup menetap (sedenter) yang merancu persepsi tentang
pembatasan aktivitas.

Rinitis alergi sering menyertai asma (diyakini bahwa hampir 80% anak-anak penderita
asma memiliki rinitis alergi) dan seringnya, pada anak – anak, sulit untuk membedakan antara
gejala asma dan gejala rhinitis alergi.
Usia pasien adalah faktor lain yang dapat mempengaruhi persepsi gejala asma; semakin
kecil usia, semakin sulit untuk memberikan evaluasi obyektif gejala spesifik, baik oleh pasien
dan oleh orang tua mereka.

Selain itu semakin kecil usia, menjadi lebih sulit untuk menemukan koresponden yang
tepat untuk setiap gejala pada skala analog visual, cara yang disediakan oleh ACT adalah untuk
anak-anak berusia 4 hingga 11 tahun. Oleh karena itu, dibutuhkan penilaian objektif untuk
keterbatasan airflow pada saat visit evaluasi medis.

Pengukuran arus ekspirasi puncak (PEF) adalah alat sederhana, yang dirancang untuk
individu, untuk dogunakan di rumah, yang menyediakan gambaran variasi dalam pembatasan
aliran udara dan juga bisa digunakan untuk status kontrol asma.

Laju aliran ekspirasi puncak (PEFR atau aliran ekspirasi puncak saja, PEF)
menunjukkan tingkat maksimal seseorang dapat menghembuskan napas selama usaha ekspirasi
maksimal setelah inspirasi penuh.

Nilai PEF normal bervariasi untuk setiap individu dan dihitung berdasarkan nilai dasar
(baseline), dicatat setiap hari selama dua minggu, ketika pasien asimtomatis dan setelah
periode terapi kontrol asma maksimal. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menentukan nilai
PEFR “terbaik” untuk pasien tertentu; nilai ini harus dievaluasi kembali setiap tahun untuk
memperhitungkan pertumbuhan pada anak-anak dan perkembangan penyakit. Nilai itu adalah
pengukuran PEFR tertinggi yang tercatat selama periode ini. Rentang PEFR normal pasien
didefinisikan sebagai 80 dan 100 persen nilai terbaik yang diperoleh pasien.

Setiap nilai di bawah kisaran normal ini menunjukkan pembatasan aliran udara, yang
dapat terjadi sebelum timbulnya gejala.

Nilai PEF terutama digunakan sebagai variasi nilai PEF dan ada banyak alternatif untuk
menghitung variasi nilai PEF.

Pemantauan PEF jangka pendek direkomendasikan setelah eksaserbasi atau ketika ada
perubahan dalam perawatan, dan jika gejala tampak berlebihan atau untuk membantu
identifikasi pemicu.

Pemantauan PEF jangka panjang direkomendasikan untuk deteksi dini eksaserbasi


terutama pada pasien dengan persepsi gejala yang buruk, pada pasien dengan eksaserbasi berat
mendadak atau pada pasien dengan asma yang sulit dikendalikan atau asma berat.
Karena fakta bahwa skor ACT dipengaruhi oleh persepsi gejala dan pemantauan PEF
dianjurkan untuk pasien dengan persepsi gejala asma yang buruk, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menilai korelasi antara pengukuran ACT dan PEF pada anak-anak. Dengan kata
lain tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai dampak dari faktor-faktor tertentu
yang mempengaruhi persepsi gejala asma, seperti overweight, usia muda dan rinitis
alergi, pada skor ACT, dampak yang tercermin dari hubungan antara skor ACT dan
variasi PEF.

Metode

Sebuah studi prospektif yang terdiri dari 54 anak-anak berusia 5 hingga 18 tahun, yang
telah didiagnosis dengan asma di “Victor Gomoiu” Children’s Clinical Hospital antara Mei
2012-November 2013.

Kriteria inklusinya adalah :

1. Usia antara 5-18 tahun


2. diagnosis asma ditetapkan menggunakan kriteria khusus dari aamnesis, pemeriksaan
klinis dan parameter spirometri; diagnosis ditegakkan dengan membuktikan
reversibilitas FEV1 setidaknya 12% setelah inhalasi salbutamol

kriteria eksklusi : adanya komorbiditas lain selain rhinitis alergi dan overweight.

Pada tahap pertama, untuk setiap pasien terinklusi, rencana tindakan asma telah buat,
yang berisi resep personal dan rekomendasi yang ditujukan untuk mengendalikan pemicu dan
penggunaan obat pereda. Perawatan pengendalian yang sesuai diresepkan untuk setiap pasien
dengan asma persisten.

Selanjutnya rencana pemantauan asma individual dirancang, mengikuti rekomendasi dari


"Global Strategy for Asthma Managemen and Prevention, Global Initiative for Asthma"
(GINA), yang meliputi:

1. penliaian ACT dan spirometri


 pada satu minggu, satu bulan, 3 bulan dan 6 bulan sejak awal terapi pengontrol
 pada 2 minggu, satu bulan, 3 bulan dan 6 bulan sejak penyesuaian terapi
pengontrol (step-up atau step-down)
 ketika terjadi eksaserbasi
Skor ACT dibuat menggunakan kuesioner sesuai usia: kuesioner untuk anak-anak
berusia 4 hingga 11 tahun diisi oleh pasien dan orang tuanya, sedangkan kuesioner untuk anak
di atas 12 tahun diisi oleh pasien saja.

Hasil spirometri tidak digunakan untuk analisis statistik pad penelitian ini.

2. Monitoring PEF pada 2-4 minggu awal :


 sejak memulai terapi pengontrol untuk menilai tanggapan pengobatan sejak
memulai penyesuaian terapi pengontrol (step-up atau step-down) untuk
mengkonfirmasi pemeliharaan status asma pengendali (status asma terkontrol
ditentukan oleh skor ACT> 19, FEV1> 80% dari nilai prediksi dan penggunaan
obat pereda kurang dari dua kali seminggu dalam 4 minggu terakhir)2 minggu
setelah terjadi eksaserbasi

untuk pengukuran PEF kami meggunakan Mini Wright Peak Flow Meter, sebuah alat
yang tepat untuk digunakan anak – anak.

PEF diukur oleh masing – masing pasien dua kali sehari (di pagi hari, segera setelah
bangun tidur, dan di malam hari), setiap kali menjalani tiga percobaan dan mencatat nilai
tertinggi. Nilai PEF “terbaik” untuk setiap pasien ditentukan menggunakan rekaman PEF dari
dua minggu pemantauan pertama. Nilai itu adalah pengukuran PEF tertinggi yang tercatat
selama periode ini. Rentang PEFR normal pasien didefinisikan sebagai 80-100% dari nilai
terbaik pasien.

Untuk masing – masing momen evaluasi pada masing – masing individu, dicatat hal
sebagai berikut :

1. tanggal lahir, usia dan jenis kelamin; tiga subkelompok usia didefinisikan: 5-6 tahun,
6-11 tahun dan> 12 tahun. Kelompok usia kecil (5 hingga 6 tahun) didefinisikan secara
terpisah karena masih ada ketidakpastian di antara para ahli yang berbeda mengenai
ketepatan diagnosis asma pada usia ini; ketidakpastian ini timbul keragaman
kemampuan anak-anak untuk melakukan manuver ekspirasi.
2. berat dan tinggi; menggunakan kalkulator indeks massa tubuh (BMI) yang telah kami
tetapkan, apakah pasien memiliki berat badan normal atau kelebihan berat badan; tidak
ada pasien yang kekurangan berat badan.
3. Skor ACT dicatat sebagai ≤19 (tidak terkontrol) atau> 19 (normal, terkontrol)
4. Variabilitas PEF dalam 2 minggu terakhir sebelum evaluasi; Variabilitas PEF
diperkirakan untuk setiap minggu dengan menghitung berapa banyak dalam persen
mewakili nilai terendah dalam seminggu dari nilai tertinggi minggu itu; nilai PEF
terendah> 80% dari nilai PEF tertinggi dalam satu minggu dianggap normal (variasi
PEF ≤20%) dan nilai PEF terendah ≤80% dari nilai PEF tertinggi dalam satu minggu
dianggap meningkat (variasi PEF> 20% )
5. diagnosis rinitis alergik ditegakkan melalui anamnesis dan gambaran klinis tertentu
(bersin paroksismal, rhinorrhea, sumbatan hidung, gatal hidung, post nasal drip, batuk,
iritabilitas, dan kelelahan yang terkait dengan pemicu spesifik).

Hanya evaluasi yang memasukkan skor ACT dan variasi PEF yang dipertimbangkan untuk
penelitian ini. Sebanyak 113 evaluasi yang berbeda dicatat untuk semua pasien yang termasuk.

Hasil

Dari 113 evaluasi dalam 70 evaluasi, variasi PEF adalah normal (≤20%) dan di 43 dari
mereka meningkat (> 20%); di 72 dari mereka skor ACT normal (> 19) dan di 41 dari mereka
menurun (≤19) cara digambarkan pada Tabel 1.

Untuk menilai korelasi antara variasi PEF dan skor ACT, digunakan Uji Chi-Square
dengan hasil nilai p <0,01 (sangat signifikan secara statistik).

Di antara pasien yang terinklusi, 15 pasien berada di subkelompok 5 hingga 6 tahun,


29 pasien dalam subkelompok 6 hingga 11 tahun dan 10 pasien dalam subkelompok >12 tahun.

Pada subkelompok 5 hingga 6 tahun, tercatat 35 evaluasi; 26 dari mereka variasi PEF-
nya normal (≤20%) dan 9 dari mereka meningkat (> 20%); 22 dari mereka ACT score-nya
normal (> 19) dan 13 dari mereka menurun (≤19), hasil tersebut digambarkan pada Tabel 2.

Untuk menilai korelasi antara variasi PEF dan skor ACT pada subkelompok 5 hingga
6 tahun, digunakan Uji Chi-Square dengan hasil nilai p <0,01 (sangat signifikan secara
statistik).

Pada subkelompok 6 hingga 11 tahun tercatat 56 evaluasi; 33 dari mereka variasi PEF-
nya normal (≤20%) dan 23 dari mereka meningkat (> 20%); 40 dari mereka skor ACT-nya
normal (> 19) dan 16 dari mereka menurun (≤19), hasil tersebut digambarkan pada Tabel 3.
Untuk menilai korelasi antara variasi PEF dan skor ACT pada subkelompok 6 hingga
11 tahun, digunakan Uji Chi-Square dan menghasilkan nilai p = 0,014 (signifikan secara
statistik).

Dalam subkelompok > 12 tahun tercatat 22 evaluasi ; 11 dari mereka variasi PEF-nya
normal (≤20%) dan 11 dari mereka meningkat (> 20%); 10 dari mereka skor ACT-nya normal
(> 19) dan 12 dari mereka menurun (≤19), hasil digambarkan pada Tabel 4.

Untuk menilai hubungan antara variasi PEF dan skor ACT pada subkelompok >12
tahun, digunakan uji Chi-Square dengan hasil p=0,03 (signifikan secara statistik).

Mengenai BMI, pada subkelompok 5 hingga 6 tahun, 8,57% pasien mengalami


overweight, pada subkelompok 6 hingga 11 tahun, 26,78% pasien mengalami overweight dan
pada subkelompok >12 tahun, 31,81% pasien mengalami overweight.

Dalam subkelompok overweight, tercatat 25 evaluasi: 12 di antaranya variasi PEF-nya


normal (0,20%) dan 13 di antaranya meningkat (> 20%); 15 dari mereka ACT score-nya normal
(> 19) dan dalam 10 dari mereka menurun (<19), hasil digambarkan pada Tabel 5.

Untuk menilai hubungan antara variasi PEF dan skor ACT pada subkelompok
overweight, digunakan uji Chi-Square dengan hasil p=0,226 ( tidak signifikan secara statistik,
p>0,05).

Dalam subkelompok berat badan normal, tercatat 88 evaluasi: 58 dari mereka variasi
PEF-nya normal (≤20%) dan 30 di antaranya meningkat (>20%); 57 dari mereka skor ACT-
nya normal (> 19) dan di 31 dari mereka menurun (≤19), hasil digambarkan pada Tabel 6.

Untuk menilai hubungan antara variasi PEF dan skor ACT pada subkelompok berat
badan normal, digunakan uji Chi-Square dengan hasil p<0,01 (sangat signifikan secara
statistik).

Mengenai diagnosis rinitis alergi, 32 pasien (59,26%) memiliki rinitis alergi di antara
pasien yang terinklusi.

Dalam subkelompok rhinitis alergi tercatat 56 evaluasi: 32 dari mereka variasi PEF-nya
normal (≤20%) dan 24 dari mereka meningkat (> 20%); 33 dari mereka skor ACT-nya normal
(> 19) dan 23 dari mereka menurun (≤19), hasil digambarkan pada Tabel 7.

Untuk menilai hubungan antara variasi PEF dan skor ACT pada subkelompok rhinitis
alergi, digunakan uji Chi-Square dengan hasil p<0,01 (sangat signifikan secara statistik).
Dalam subkelompok non rhinitis alergi tercatat 57 evaluasi: 38 dari mereka variasi PEF-nya
normal (≤20%) dan 19 dari mereka meningkat (> 20%); 39 dari mereka skor ACT-nya normal
(> 19) dan 18 dari mereka menurun (≤19), hasil digambarkan pada Tabel 8.

Untuk menilai hubungan antara variasi PEF dan skor ACT pada subkelompok non
rhinitis alergi, digunakan uji Chi-Square dengan hasil p<0,01 (sangat signifikan secara
statistik).

Pembahasan

Skor ACT berhubungan dengan variasi PEF secara keseluruhan dan juga di setiap
subkelompok usia secara individual. Skor ACT tidak berhubungan dengan variasi PEF pada
pasien dengan overweight (p = 0,226) mungkin karena dalam kasus mereka overweight
mempengaruhi persepsi gejala asma sepatutnya memiliki dampak yang konsisten pada korelasi
ACT-PEF.

Hubungan antara skor ACT dan variasi PEF terkuat terapat pada subkelompok 5 hingga
6 tahun (p <0,01), kurang kuat pada subkelompok 6 hingga 11 tahun (p = 0,014) dan lebih
rendah pada subkelompok > 12 tahun (p = 0,03) . hal ini terjadi mungkin karena persentase
overweight yang berbeda pada ketiga kelompok, masing-masing 8,57%, 26,78% dan 31,81%.
Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, overweight mempengaruhi persepsi gejala asma dan,
oleh itu, antara skor ACT dan variasi PEF dalam subkelompok overweight berhubungan.
Kekuatan hubungan statistik antara skor ACT dan variasi PEF berbeda untuk setiap
subkelompok usia karena hubungan mereka memiliki hubungan rasio terbalik dengan
overweight pada setiap subkelompok (semakin sedikit anak-anak yang overweight, semakin
kuat korelasi antara skor ACT dan variasi PEF dalam subkelompok usia itu).

Skor ACT berkorelasi dengan variasi PEF terlepas dari keberadaan simultan rinitis
alergi.

Simpulan

Skor ACT secara keseluruhan berkorelasi dengan variasi PEF. Korelasi antara skor
ACT dan variasi PEF tidak dipengaruhi oleh adanya rinitis alergi atau oleh usia muda pasien.

Skor ACT tidak berhubungan dengan nilai PEF pada pasien yang overweight. Dalam
hal ini pemantauan klinis dan PEF di rumah, di antara evaluasi medis, dapat jauh lebih
bermanfaat daripada pemantauan klinis saja.

Anda mungkin juga menyukai