Anda di halaman 1dari 41

PORTOFOLIO

KASUS MEDIS
URETRITIS GONORHEA

OLEH :

dr. Galih Dwiki Dharmawan


DOKTER INTERNSHIP RSD Balung
JEMBER

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................i


DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................4
2.1 Definisi..................................................................................................4
2.2 Epidemiologi.........................................................................................4
2.3 Faktor Resiko........................................................................................5
2.4 Etiologi dan Patogenesis......................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis.................................................................................6
2.6 Diagnosis...............................................................................................9
2.7 Diagnosis Banding..............................................................................15
2.8 Komplikasi..........................................................................................16
2.9 Pengobatan..........................................................................................21
BAB 3. LAPORAN KASUS .............................................................................. 38
2.1 Identitas Pasien ..................................................................................38
2.2 Anamnesis...........................................................................................38
2.4 Pemeriksaan Fisik..............................................................................39
2.5 Diagnosis Banding..............................................................................40
2.6 Pemeriksaan Penunjang....................................................................40
2.7 Diagnosis.............................................................................................41
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................41
2.9 Prognosis.............................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA 4

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Gonore merupakan Penyakit Menular Seksual (PMS) yang disebabkan


oleh Neisseria gonorrhoeae. Diantara PMS yang lain, uretritis gonore paling
sering dijumpai, walaupun di beberapa negara kedudukan ini telah digeser oleh
uretritis non gonore. Penyakit ini dapat menginfeksi pria maupun wanita, biasanya
menyerang daerah kelamin, tapi juga dapat menyerang bagian tubuh yang lain.
Pada umumnya, penularan gonore melalui hubungan kelamin yaitu secara genito-
genital, oro-genital, dan ano-genital. Tetapi dapat juga menular melalui alat-alat,
pakaian, handuk, dan sebagainya.
Manifestasi yang sering muncul pada laki-laki adalah uretritis akut,
sedangkan pada wanita biasanya berupa servisitis, yang dapat asimptomatis. Pada
uretritis, keluhan subjektif yang muncul adalah rasa panas, gatal di bagian distal
uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh
dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri
waktu ereksi. Uretritis gonore dan penatalaksanaannya penting diketahui karena
gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidensi tinggi di antara penyakit
menular seksual.
Urethritis non gonococcal terjadi pada hampir 80% kasus urethritis,
sedangkan urethritis gonococcal terjadi pada 20% kasus urethritis. Etiologi dari
urethritis non gonococcus antara lain: Chlamydia trachomatis, Ureaplasma
urelitikum, Mycoplasma genitalium, Trichomonas vaginalis, virus herpes
simpleks, Candida albicans, dan bakteri lain (seperti E. Colli, spesies
haemophilus, kuman gram positif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi
Uretritis gonore adalah penyakit kelamin, peradangan pada uretra yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu diplokokus Gram negatif yang
reservoir alaminya adalah manusia, ditandai dengan adanya pus yang keluar dari
orifisium uretra eksternum. Infeksi ini hampir selalu menular melalui aktivitas
seksual.

2.2 Epidemiologi
 Diantara PMS yang lain, uretritis paling sering dijumpai, walaupun di
beberapa negara kedudukan ini telah digeser oleh uretritis non- gonore
 Di Amerika Serikat pada abad ke-20, terdapat 200 juta kasus gonore baru
per tahun. Epidemiologinya dipengaruhi oleh faktor behavior, termasuk
peningkatan aktivitas seksual, populasi yang tinggi, dan peningkatan
infeksi yang berulang.
 Infeksi gonokokal 1,5 kali lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita,
dan lebih sering terjadi pada pria yang melakukan hubungan seksual
dengan sesama pria. Infeksi ini prevalensinya lebih tinggi pada kelompok
usia 15 sampai 35 tahun. Pada tahun 2000, wanita yang lebih banyak
terinfeksi adalah pada kelompok usia 15 sampai 19 tahun, sedangkan pria
yang lebih banyak terinfeksi adalah pada kelompok usia 20 sampai 24
tahun.
 Insidensi gonore meningkat karena ada N. gonorrhoeae yang resisten
terhadap antibiotik, yaitu Penicillinase Producing Neisseria gonorrhoeae
(PPNG). Bakteri ini meningkat di banyak negeri, termasuk di Indonesia.

2.3 Faktor Risiko


Pada umumnya, penularan gonore melalui hubungan kelamin yaitu secara
genito-genital, oro-genital, dan ano-genital. Tetapi dapat juga menular melalui
alat-alat, pakaian, handuk, dan sebagainya.

Beberapa faktor risiko infeksi ini:

4
 Melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi tanpa
pelindung dan partner seksual yang banyak.
 Pada anak-anak infeksi ini dapat terjadi akibat pelecehan seksual yang
dilakukan oleh orang yang terinfeksi.
 Pada bayi saat melewati jalan kelahiran dari ibu yang terinfeksi.

2.4 Etiologi dan Patogenesis


Penyebab uretritis gonore akut adalah Neisseria gonorrhoeae, suatu
diplokokus Gram negatif. Gonokok ini ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879
dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut dimasukkan dalam
kelompok Neisseria, sebagai Neisseria gonorrhoeae. Selain spesies itu, terdapat 3
spesies lain, yaitu N.meningitidis, dan 2 lainnya yang bersifat komensal
N.catarrhalis serta N.pharyngi sicca. Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali
dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi, yang memiliki
ukuran lebar 0,8 µm dan panjang 1,6 µm, bersifat tahan asam. Pada sediaan
langsung dengan pewarnaan Gram bersifat Gram negatif, terlihat di luar dan di
dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering,
tidak tahan suhu di atas 39ºC, dan tidak tahan zat disinfektan.

Gambar 2.1 Neisseria gonorrhoeae

Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili dan bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili

5
dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah
dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang, yaitu
pada vagina wanita sebelum pubertas.
Faktor virulensi lain adalah produksi kapsular in vivo, resistensi terhadap
aksi imun bakterisidal pada serum, dan kemampuan gonokok untuk bertahan di
antara berbagai organisme komensal yang bersaing. Semua Neisseria tahan
terhadap kelembaban membran mukosa. Akibat hal-hal tersebut, meningokokus
dan gonokokus dapat berproliferasi dengan cepat dan bahkan masuk ke aliran
darah.

2.5 Manifestasi Klinis

Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariai antara 2-5
hari, kadang-kadang lebih lama hal ini disebabkan karena penderita telah
mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala yang
sama sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada wanita masa tunas sulit
ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.

Pada pria

Infeksi pertama Komplikasi


Uretritis Lokal: Tysonitis
Parauretritis
Littritis
Cowperitis
Asenden:
Prostatitis
Vesikulitis
Vas deferentitis/funikulitis
Vas deferntitis
Epididimitis
Trigonitis
Pada wanita

Infeksi pertama Komplikasi


Uretritis Lokal: Parauretritis

6
Bartholinitis
Servisitis Asenden:
Salpingitis
PID (Pelvic Infalmmatory Disease)

Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa:

- Artritis - Perikarditis
- Miokarditis - Meningitis
- Endokarditis - Dermatitis

1. Pada pria
Uretritis

Yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akuta dan


dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komlikasi lokal,
asenden, dan diseminata. Keluhan subyejtif berupa rasa gatal, panas di
bagian diatal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian
disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang
kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada waktu
ereksi.

Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa,


edematosa, dan ektropion. Tampak duh tubuh mukopurulen dan dapat
terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral dan bilateral.

7
Gambar 2.2 Uretritis gonore

2. Pada wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda
dengan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat
kelamin pria dan wanita. Pada wanita, baik penyakitnya akut maupun
kronik, gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah
didapati kelainan obyektif. Pada umumnya wanita datang kalau sudah ada
komplikasi. Sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan
antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana.

Di samping itu wanita mengalami tiga masa perkembangan:

1. Masa prepubertas: epitel vagina dalam keadaan belum berkembang


(sangat tipis), sehingga terjadi vaginitis gonore.
2. Masa reproduktif: lapisan selaput lendir vagina menjadi matang, dan
tebal dengan banyak gllikogen dan basil DÖderlein. Basil DÖderlein
akan memecahkan glikogen sehingga suasana menjadi asam dan
suasana ini tidak menguntungkan untuk tumbuhnya kuman gonokok.
3. Masa menopause: selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen
menurun, dan basil DÖderlein juga berkurang, sehingga suasana asam

8
berkkurang dan suasana ini menguntungkan untuk pertumbuhan
kuman gonokok, jadi dapat terjadi vaginitis gonore.
Pada mulanya hanya tampak serviks uteri yang terkena infeksi.
Duh tubuh yang mukopurulen dan mengandung banyak gonokok mengalir
ke luar dan menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar Bartholin,
rektum, dan dapat juga naik ke atas sampai pada daerah kandung telur.

Uretritis

Gejala utama adalah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada


pemeriksaan, orifisium uretra eksternum tampak merah, edematosa dan
ada sekret mukopurulen.

2.6 Diagnosis

Diagnosis dalam petalaksanaan kasus IMS dilakukan dengan


menggunakan bagan alur, jenis obat yang dianjurkan, dan untuk fasilitas
kesehatan dengan laboratorium disediakan bagan alur tersendiri. Diagnosis
ditegakkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil
pemeriksaan laboratorium bila tersedia.

Kuman patogen penyebab utama duh tubuh uretra adalah Neisseria


gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Oleh karena itu, pengobatan
pasien dengan duh tubuh uretra secara sindrom harus dilakukan terhadap
kedua jenis kuman penyebab utama tersebut bersama-sama. Bila ada
fasilitas laboratorium yang memadai, kedua kuman penyebab tersebut
dapat dibedakan, dan selanjutnya pengobatan secara lebih spesifik dapat
dilakukan.

Pada pemeriksaan dengan pendekatan sindrom tanpa alat bantu dapat


digunakan bagan alur sebagai berikut :

Bagan Duh tubuh uretra pria3.

9
10
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu yang terdiri atas 5 tahapan.:

A. Sediaan langsung
Pada uretritis gonore akut, sediaan langsung dengan pewarnaan Gram
akan ditemukan gonokok negatif-Gram intraselular. Bahan duh tubuh
pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita
diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin, serviks, dan rektum.

11
B. Kultur
Untuk indentifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam
media yang dapat digunakan:

1. media transpor
2. media pertumbuhan
Contoh media transpor:

- Media Stuart
Hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada
media pertumbuhan

- Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan
N.meningitidis; dalam perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan
merupakan gabungan media transpor dan media pertumbuhan,
sehingga tidka perlu ditanam pada media pertumbuhan. Media ini
merupakan modifikasi media Thayer Martin dengan menambahkan
trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.

Contoh media pertumbuhan:

- Mc Leod’s chocolate agar


Berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman
gonokok, kuman-kuman yang lain juga dapat tumbuh.

- Media Thayer Martin


Media ini selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung
vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram,
kolestimetat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-Gram,
dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.

- Modified Thayer Martin agar


Isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan
kuman Proteus spp.

12
C. Tes difinitif
1. Tes oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-
fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni
gonokok tersangka. Semua Neisseria memberi reaksi positif
dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah
menjadi merah muda sampai merah lembayung.

2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai
glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya
meragikan glukosa.

D. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM
disc. BBL 961192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan
menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila
kuman mengandung enzim beta-laktamase.

E. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai di mana
infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan
karena pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan setempat.

Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan:

- sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi


- urin dibagi dalam dua gelas
- tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II
Syarat mutlak adalah kandung kencing harus mengandung air seni
paling sedikit 80-10ml, jika air seni kurang dari 80 ml, maka gelas
sukar dinilai karena menguras uretra anterior.

Hasil pembacaan:

13
Gelas I Gelas II Arti
Jernih jernih tidak ada infeksi
Keruh jernih infeksi uretritis anterior
Keruh keruh panuretritis
Jernih keruh tidak mungkin

Rekomendasi pemeriksaan laboratorium

14
Bagan uretra pria dengan pemeriksaan mikroskop dan laboratorium khusus

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari infeksi gonokokus genitourinari pada perempuan
antara lain:
 Infeksi Trichomonas vaginalis. Biasanya memberi gambaran salin positif
untuk protozoa.
 Infeksi Candida albicans. Gambarannya gatal dengan eksudat kental atau
curdy, dan diagnosis ditentukan dari kultur/smear organisme.
 Garnerella vaginalis/ bacterial vaginosis. Ditandai dnegan sindrom well
define, sekret malodorous, keabu-abuan dan acidic. Pada pemeriksaan

15
smear ditemukan clue cell, yields a fishy, amine odor pada alkalinisasi
dengan potassium hidroksida. Semua pasien dengan duh tubuh vagina
harus dikultur untuk gonokokus. Walaupun inflamasi vaginitis jarang
terjadi bersamaan dengan gonorrhoe tetapi infeksi campuran sering terjadi.

Pada laki-laki, uretritis dapat disebabkan oleh organisme multipel.


T.vaginalis dan C. Albicans dapat menginfeksi laki-laki dan dapat asimtomatik.
Gonorrhoe dapat menyebabkan urethritis pada populasi umum yang sering
dikenal sebagai nongonococcal atau nonspecific atau postgonococcal urethritis.
Urethritis dengan idnetifikasi patogen (kecuali gonokokus) disebut
nongonococcal urethritis (NGU). NGU dikarakteristikan dengan adanya disuria,
duh tubuh uretra atau sering berkemih dan ditemukannya N.gonorrhoe.

2.8 Komplikasi

Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan


faal genitalia. Komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis (radang kelenjar
Tyson), parauretritis, littritis (radang kelnjar Littre), dan cowperitis (radang
kelenjar Cowper). Namun, penyulit yang paling sering adalah epididimoorkitis.
Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas (asendens), sehingga terjadi
prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat menimbulkan
infertilitas. Infeksi dari uretra pars posterior, dapat mengenai trigonum kandung
kemih menimbulkan trigonitis, yang memberi gejala poliuria, disuria terminal,
dan hematuria. Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis,
miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis. Kelainan yang
timbul akibat hubungan kelamin selain cara genito-genital, pada pria dan wanita
dapat berupa infeksi nongenital, yaitu orofaringitis, proktitis, dan konjungtivitis.

Sedangkan untuk uretritis non gonore, komplikasi yang timbul biasanya


berupa tisonitis, cowperitis, abses periuretra, striktur uretra, epididimitis, dan
mungkin prostatitis.

16
Tysonitis

Kelenjar Tyson adalah kelenjar yang menghasilkan smegma.


Infeksi biasanya terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat
panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdassarkan
ditemukannnya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang
nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber
infeksi laten.

Parauretritis

Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau


hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua
muara parauretra.

Littritis

Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-


benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi
abses folikular. Didiagnosis dengan uretroskopi.

Cowperitis

Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau


infeksi terjadi pada kelenjar Cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa
nyeri dan adanya benjolan pada daerha perineum disertai rasa penuh dan
panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati abses
akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau rektum dan mengakibatkan
proktitis.

Prostatitis

Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah


perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing samapi

17
hematuri, spasme otot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani,
sulit buang air besar, dan obstipasi.

Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi


kenyal, nyeri tekan, dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika
tidak diobati, abses akan pecah, masuk ke uretra posterior atau ke arah
rektum mengakibatkan proktitis.

Bila prostatitis menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermiten,


tetapi kadang-kadang menetap. Terasa tidka enak pada perineum bagian
dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan
prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan.
Pemeriksaan dengan pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman
diplokok atau gonokok.

Vesikulitis

Vesikulitis adalah radang akut yang mengenani vesikula seminalis


dan duktus ejakulatorius, dapat timbul menyertai protatitis akut atau
epididimitis akut. Gejala subyektif menyerupai gejala prostatitis akut,
berupa demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi
atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah.

Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis


yang membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada
kalanya sulit menemukan batas kelenjar prostat yang membesar.

Vas deferentitis atau funikulitis

Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah


pada sisi yang sama.

Epididimitis

18
Epididimitis akut biasanya unilateral, dan setiapepididimitis
biasanya disertai derefentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya
epididimitis adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh
salah penanganan atau kelalaian penderita sendiri. Faktor yang
mempenngaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang terlalu sering
dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau terlalu pekat, instrumentasi
yang kasar, pengurutan prostat yang berlebihan, atau aktivitas seksual dan
jasmani yang berlebihan.

Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas,


juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa
nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimitis dapat menngakibatkan
sterilitas.

Trigonitis

Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum


vesika urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal,
dan hematuria.

Parauretritis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.

Servisitis
Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi
dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan trelihat lebih banyak, bila terjadi
servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis.

Bartholinitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri
tekan. Kelenjar Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita
berjalan dan penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat

19
timbul abses dan dapat pecah melalui mukosa atau kulit. Kalau tidka
diobati dapat terjadi rekuren atau menjadi kista.

Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa
faktor predisposisi, yaitu:
- masa puerpurium (nifas)
- dilatasi setelah kuretase
- pemakaian IUD, tindakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Cara infeksi lanngsung dari serviks melalui tuba Fallopii sampai
pada daerah salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit
radang panggul (PRP). Infeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan
ektopik dan sterilitas. Kira-kira 10% wanita dengan gonore akan berakhir
dengan PRP. Gejalanya terasa nyeri pada abdomen bawah, duh tubuh
vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak teratur dan abnormal.
Harus dibuat diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain
yang menimbulkan gejala hampir sama, misalnya: kehamilan di luar
kandungan, apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional,
dan divertikulitis. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pungsi
kavum Douglas dan dilanjutkan kultur atau dengan laparoskopi
mikroorganisme.
Selain mengenai alat-alat genital, gonore juga dapat menyebabkan
infeksi nongenital yang akan diuraikan berikut ini:

Proktitis
Proktitis pada pria dan wanita umumnya asimtomatik. Pada wanita
dapat terjadi karena kontaminasi dari vagina dan kadang-kadang karena
hubungan genitoanal pada pria. Keluhan pada wanita biasanya lebih ringan
daripada pria, terasa seperti terbakar pada daerah anus dan pada
pemeriksaan mukosa eritematosa, edematosa, dan tertutup pus
mukopurulen.

Orofaringitis
Cara infeksi melalui kontak secara orogenital. Faringitis dan
tonsilitis gonore lebih sering daripada gingivitis, stomatitis, atau laringitis.
Keluhan sering bersifat asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan

20
dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan kuman lain. Pada
pemeriksaan daerah orofaring tampak eksudat mukopurulen yag ringan
atau sedang.

Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
menserita servisitis gonore. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena
penularan pada konjungtiva melalui tangan atau alat-alat. Keluhannya
berupa fotofobi, konjungtiva bengkak, dan merah dan keluar eksudat
mukopurulen. Bila tidak diobati dapat berakibat terjadinya ulkus kornea,
panoftalmitis ampai timbul kebutaan.

Gonore diseminata
Kira-kira 1% kasus gonore akan berlanjut menjadi gonore akan
berlanjut menjadi gonore diseminata. Penyakit ini banyak didapat pada
penderita gonore asimtomatik sebelumnya, terutama pada wanita. Gejala
yang timbul dapat berupa: artritis (terutama monoartritis), miokarditis,
endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis.

2.9 Pengobatan

Obat yang digunakan untuk IMS disemua fasilitas pelayanan kesehatan


sekurang-kurangnya harus mempunyai tingkat efektifitas 90-95%.

Pemilihan obat-obatan untuk IMS harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

 Angka kesembuhan/ kemanjuran tinggi (sekurang-kurangnya 90-95%


diwilayahnya.
 Harga murah
 Toksisitas dan toleransi yang masih dapat diterima
 Diberikan dalam dosis tunggal
 Cara pemberian peroral
 Tidak merupakan kontraindikasi pada ibu hamil atau ibu menyusui
Obat-obatan yang digunakan sebaiknya termasuk dalam Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN), dan dalam memilih obat-obatan tersebut harus

21
dipertimbangkan tingkat kemampuan dan pengalaman dari tenaga kesehatan yang
ada.

PENGOBATAN IMS MENGGUNAKAN PENDEKATAN SINDROM

Keberhasilan penatalaksanaan IMS memerlukan sikap petugas yang


menghormati dan tidak menghakimi pasien. Pemeriksaan agar dilakukan dalam
suasana yang bersahabat dengan menjaga perasaan pribadi maupun kerahasiaan
pasien.

Untuk uretra pengobatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

 Pengobatan untuk gonore tanpa komplikasi


DITAMBAH

 Pengobatan untuk klamidiosis


 Penderita dianjurkan untuk pengobatan kembali bilamana gejala tetap ada
sesudah 7 hari.

Rincian pengobatan uretra

Pengobatan uretritis gonore Pengobatan uretritis non-gonore

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan


dibawah ini

Tiamfenikol* 3,5 mg per oral, dosis tunggal Doksisiklin** 100mg peroral,2x1


atau selama 7hari, atau

Ofloksasin* 400mg per oral, dosis Azitromisin 1 g per oral, dosis


tunggal, atau tunggal

Kanamisin 2 g i.m. dosis tunggal, atau

22
Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal

Pilihan pengobatan lain

Siprofloksasin 500mg per oral, dosis Tetrasiklin**500mg peroral, 4x1


tunggal, selama 7hari,

atau atau

Seftriakson 250mg i.m. , dosis tunggal Eritromisin 500mg peroral, 4x1


selama 7hari,
atau
(bila ada kontraindikasi
Sefiksim 400mg per oral, dosis
tetrasiklin)
tunggal

* Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak dibawah 12
tahun dan remaja.

** Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dibawah
12 tahun

WHO merekomendasikan agar menggunakan dosis tunggal untuk gonore,


dan dosis ganda untuk klamidiosis.

Uretra Persisten/ Rekuren

Gejala uretritis yang persisten (setelah pengobatan satu kur selesai)) atau rekuren
(setelah dinyatakan sembuh, muncul lagi dalam waktu 1 minggu tanpa hibungan
seksual) mungkin disebabkan oleh resiostensi obat, atau sebagai akibat kekurang-
patuhan meminum obat atau reinfeksi. Namun pada beberpa kasus hal ini
mungkin akibat infeksi oleh Trichomonas vaginalis (Tv). Sebagai protozoa
diperkirakan bahwa Tv memakan kuman gonokokus tersebut (fagositosis),
sehingga kuman gonokokus tersebut terhindar dari pengaruh pengobatan, setelah
Tv-nya mati maka kuman gonokokus tersebut kembali bisa melepaskan diri dan
berkembang biak.

23
Ada temuan baru yang menunjukan bahwa disuatu daerah tertentu bisa di
jumpai prevalens Tv yang tinggi pada laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra.
Bilamana gejala duh tubuh tetap ada atau timbul gejala kambuhan setelah
pemberian pengobatan secara benar terhadap gonore maupun klamidiosis pada
kasus indeks dan mitra seksualnya, maka pasien tersebut harus diobati untuk
infeksi Tv. Hal ini hanya dilakukan bila ditunjang data epidemiologis setempat.
Bilamana simptom tersebut masih ada sesudah pengobatan Tv, maka pasien
tersebut harus dirujuk. Sampai saat ini data epidemiologi trikomoniasis pada pria
di Indonesia sangat sedikit, oleh karena itu, bila gejala duh tubuh uretra masih ada
setelah pemberian terapi awal sebaiknya penderita dirujuk pada tempat dengan
fasilitas laboratorium yang lengkap.

Pengobatan uretritis gonore Pengobatan uretritis non-gonore

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini

Tiamfenikol* 3,5 mg per oral, dosis Doksisiklin** 100mg peroral,2x1


tunggal selama 7hari, atau

atau Azitromisin 1 g per oral, dosis


tunggal
Ofloksasin* 400mg per oral, dosis
tunggal,

atau

Kanamisin 2 g i.m. dosis tunggal,

atau

Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal

Pilihan pengobatan lain

Siprofloksasin 500mg per oral, dosis Tetrasiklin**500mg peroral, 4x1 selama


tunggal, 7hari,

24
atau atau

Seftriakson 250mg i.m. , dosis tunggal Eritromisin 500mg peroral, 4x1 selama
7hari,
atau
(bila ada kontraindikasi tetrasiklin)
Sefiksim 400mg per oral, dosis tunggal

Pengobatan Trichomonas vaginalis

Pengobatan yang dianjurkan Pilihan pengobatan lain

Metronidazol 2 g per oral, dosis tunggal Metronidazol 400 atau 500 mg per oral,
2x sehari, selama 7 hari, atau
atau
Tinidazol500 mg per oral, 2x sehari,
Tinidazol 2 g per oral, dosis tunggal
selama 5 hari

* Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak dibawah 12
tahun dan remaja.

** Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dibawah
12 tahun

PERTIMBANGAN PENTING YANG MENDASARI PENGOBATAN

Menentukan Pilihan Antimikroba

Tingkat Kemanjuran

Tingkat kemanjuran merupakan kriteria paling penting dalam menentukan


pilihan pengobatan. Pengobatan IMS yang ideal harus memiliki angka
penyembuhan sekurang-kurangnya 95% untuk IMS dengan penyebab bakteri.
Pengobatan dengan antimikroba dengan cure rate lebih rendah dari 85% sama
sekali tidak boleh digunakan.

25
Dalam upaya menurunkan resiko terjadinya dan menyebarnya galur
kuman IMS yang resisten di masyarakat umum, satu program khusus untuk
penatalaksanaan kasus IMS yang efektif perlu dirancang untuk kelompok
berperilaku resiko tinggi, seperti misalnya pada kelompok penjaja seks beserta
para pelanggannya. Rejimen pengobatan untuk kelompok ini sekurang-kurangnya
harus memiliki efektivitas mendekati 100%, dan upaya pencarian pengobatan bagi
kelompok populasi ini perlu ditingkatkan, dengan menggunakan cara peran aktif
(participatory approach) oleh kelompok sebaya, dan petugas kesehatan sebaya
(peer health aducators).

Untuk menjamin tingkat kemanjuran, para dokter tidak diperbolehkan


untuk menggunakan dosis obat lebih rendah dari dosis yang dianjurkan.

Tingkat Keamanan

Toksisitas merupakan pertimbangan kedua untuk pengobatan IMS, karena


seringnya pasien mengalami infeksi ulang, sehingga perlu diberi pengobatan
antimikroba berulang kali.

Disamping itu, pengobatan terhadap kuman penyebab IMS yang resisten


sering memerlukan pencapaian kadar serum antimikroba yang relatif tinggi
selama 7 hari atau lebih. Sedangkan pemberian obat kombinasi akan lebih
meningkatkan resiko timbulnya efek samping obat. Dibeberapa tempat,
doksisiklin tidak digunakan karena mungkin bisa menyebabkan fotosensitisasi.

Munculnya sefalosporin generasi ketiga dalam rejimen yang dianjurkan,


karena tingkat kemanjurannya tinggi bahkan untuk organisme yang relatif
resisten, serta tingkat toksisitasnya yang rendah.

Pembiayaan

Dalam memperhitungkan biaya dari bermacam-macam rejimen


pengobatan yang ada, penting untuk dipertimbangkan bahwa biaya tersebut akan
berpengaruh pada kemanjuran pengobatan yang akan diperoleh, yaitu resiko

26
pengulangan pengobatan, resiko terjadinya penyebaran penyakit yang semakin
luas, dan resiko terjadinya peningkatan resistensi mikroba.

Penerimaan dan Kepatuhan Berobat

Kepatuhan berobat pasien merupakan masalah serius yang membatasi


kemanjuran pengobatan multidoses, misalnya pengobatan dengan eritromisin dan
tetrasiklin. Oleh karena itu cara yang paling dianjurkan adalah dengan pengobatan
dosis tunggal atau pengobatan dengan jangka waktu sangat pendek. Pelaksanaan
konseling dan penyuluhan kesehatan akan meningkatkan kepatuhan berobat dan
dianjurkan agar kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu bagian dari
penatalaksanaan klinis pengobatan IMS.

Pada kelompok masyarakat tertentu, pengobatan per oral lebih disukai


daripada pengobatan secara injeksi, sebaliknya ada kelompok lain yang melihat
cara injeksi merupakan bentuk pengobatan yang lebih cocok bagi mereka.

Dengan adanya infeksi HIV, pilihan yang paling tepat adalah cara
pengobatan per oral dalam kaitan untuk mengurangi resiko yang berhubungan
dengan penggunaan peralatan injeksi yang tidak steril.

Penyediaan Obat

Ketersediaan beberapa obat yang bermutu perlu ditingkatkan dengan


memasukannya kedalam Daftar Obat Esensial Nasional.

Infeksi Ganda/ Campuran

Bilaman beberapa IMS lazim ditemukan pada suatu populasi tertentu,


maka infeksi ganda tentu sering ditemukan juga. Namun, sangat disayangkan
bahwa kemampuan pengobatan infeksi ganda dengan dosis tunggal terus menurun
akibat terjadinya resistensi N.gonorrhoeae terhadap tetrasiklin. Pada saat ini
pemberian pengobatan ganda hanya dilakukan terhadap infeksi N. gonorrhoeae
dan C. trachomatis bersama-sama. Infeksi ganda chancroid dan sifilis
memerlukan cara pengobatan ganda pula. Tingkat keparahan penyakit yang

27
disebabkan oleh beberapa kuman menular seksual patogen (misalnya virus Herpes
simpleks, H. ducreyi, T. Pallidum) akan meningkat dengan adanya infeksi HIV
dan AIDS, sehingga pengobatan perlu lebih ditingkatkan dan diperpanjang masa
pengobatannya.

Resiko Penurunan Kemanjuran Obat karena Penggunaan Terhadap Indikasi


Lain.

Pengobatan ganda terhadap beberapa penyakit telah digunakan untuk


mencegah terjadinya resistensi pada tuberkulosis. Kemanjuran cara ini dalam
mencegah timbulnya resistensi terhadap IMS hingga saat ini belum diketahui.
Sayangnya resistensi terhadap sejumlah antimikroba dapat terjadi secara
bersamaan pada N.gonorrhoeae. Penggunaan beberapa macam obat dalam
penatalaksanaan pengobatan penyakit dengan penyebab polimikrobial (misalnya
penyakit radang panggul) atau pengobatan presumptive secara simultan terhadap
beberapa infeksi (misalnya penggunaan tetrasiklin terhadap klamidiosis bila
dicurigai adanya gonore), adalah sangat praktis dan dianjurkan.

Uraian Masing-Masing Obat


Sefalosporin
Beberapa generasi ketiga sefalosporin menunjukan efektivitas dalam
pengobatan gonore. Sefiksim memiliki kelebihan karena dapat diberikan per oral.
Sedangkan kemanjuran pengobatan seftriakson terhadap gonore dan chancroid
tetah terbukti.
Selain untuk pengobatan gonore ano- genital tanpa komplikasi, pemberian
seftriakson dosis tunggal juga efektif untuk oftalmia neonatorum dan
konjungtivitis, serta infeksi farings yang disebabkan oleh gonokokus. Oleh karena
harganya yang mahal, orang cenderung menggunakan seftriakson dengan dosis
kurang dari 125 mg. Namun hal ini akan mempercepat terjadinya resistensi dan
cara pengobatan demikian tidak dianjurkan.

Makrolid
Azitromisin merupakan derivat terbaru yang pada saat ini dianggap
sebagai obat pilihan utama untuk pengobatan klamidiosis. Obat ini memiliki

28
bioavailabilitas yang panjang dan dapat terakumulasi dalam sel tubuh, sehingga
memungkinkan untuk diberikan dalam dosis tunggal. Azitromisisn 1 g dalam
dosis tunggal menunjukkanefektivitas yang setara dengan pemberian doksisiklin
100 mg dua kali sehari selama seminggu untuk pengobatan klamidiosis. Walaupun
demikian, pengobatan dengan azitromisin menjadi lebih mahal dibandingkan
dengan pengobatan kombinasi ganda untuk pengobatan gonore dosis tunggal dan
pengobatan klamidiosis dengan doksisiklin selama seminggu.

Sulfonamid
Penambahan trimetoprim pada sulfonamid tidak akan meningkatkan
aktivitas anti klamidianya. Pemberian tiga hari pengobatan dengan
sulfametoksasol dan trimetoprim tidak cukup adekust untuk pengobatan
klamidiosis.

Kuinolon
Beberapa kuinolon baru cukup baik untuk digunakan sebagai pengobatan
per oral terhadap gonore. Penggunaan kuinolon merupakan kontraindikasi pada
kehamilan dan tidak dianjurkan untuk anak-anak dan dewasa muda.
Siprofloksasin dianggap memiliki aktivitas terbaik dalam mengobati N.
Gonorrhoeae.
Resistensi gonokokus terhadap flourukuinolon secara umum meningkat
sejak tahun 1992, khususnya di kawasan Asia-Pasifik. Perlu dilakukan evaluasi
terus-menerus terhadap resistensi kuinolon, karena kelompok obat ini masih tetap
efektif di sebagian besar belahan dunia.
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, ofloksasin memiliki potensi yang
cukup baik bila diberikan dalam dosis 300 mg dua kali sehari selama 7 hari. Cara
ini cukup efektif untuk pengobatan baik terhadap gonore maupun klamidiosis,
namun penggunaan obat-obat ini menjadi terbatas mengingat mahalnya obat-obat
ini dan lamanya waktu pengobatan yang akan mempengaruhi kepatuhan pasien.

Tetrasiklin
Berbagai jenis tetrasiklin dengan tingkat kemanjuran yang setara sudah
cukup tersedia, dan obat-obat ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk
doksisiklin dan tetrasiklin hidroklorid.

29
RESISTENSI N. gonorrhoeae TERHADAP ANTIMIKROBA
Terdapat dua tipe utama bentuk resistensi antimikroba terhadap
gonokokus: resistensi kromosomal dan plasmid mediated. Resistensi kromosomal
menyangkut penisilin dan beberapa obat lainnya yang digunakan secara luas
seperti tetrasiklin, spektinomisin, eritromisin, kuinolon, tiamfenikol, dan
sefalosporin; sedangkan resistensi plasmid mediated menyangkut peanisilin dan
tetrasiklin. Resistensi kromosomal terhadap N. gonorrhoeae, pembentukan
penisilinase oleh N. gonorrhoeae, dan resistensi plasmid mediated yang
menimbulkan galur-galur yang resisten tehadap tetrasiklin, semuanya telah
meningkat dan memberikan dampak besar tehadap kemanjuran rejimen
pengobatan yang bersifat tradisional dalam pengobatan gonore.

PENGOBATAN SPESIFIK INFEKSI MENULAR SEKSUAL

1. Infeksi Gonokokus
Sebagian besar gonokokus yang berhasil diisolasi pada saat ini telah
resisten terhadap penisilin, tetrasiklin, dan antimikroba terdahulu lainnya,
sehingga obat-obat ini tidak bisa digunakan lagi untuk pengobatan gonore.
Di Indonesia, kanamisin dan tiamfenikol telah menunjukkan
keampuhannya kembali setelah lama ditinggalkan.

Secara umum dianjurkan pada semua pasien gonore juga diberikan


pengobatan bersamaan dengan obat anti klamidiosis, oleh karena infeksi
campuran antara klamidiosis dan gonore sering dijumpai. Cara pengobatan
demikian tidak dilakukan terhadap pasien klamidiosis yang telah
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan khusus dengan tes laboratorium.

Pemilihan rejimen pengobatan sebaiknya mempertimbangkan pula


tempat infeksi, resistensi galur N.gonorrhoeae terhadap antimikrobial, dan
kemungkinan infeksi Chlamydia trachomatis yang terjadi bersamaan. Oleh
karena seringkali terjadi koinfeksi dengan C.trachomatis, maka pada

30
seorang dengan gonore dianjurkan pula untuk diberi pengobatan secara
bersamaan dengan rejimen yang sesuai untuk C.trachomatis.

Macam-macam obat yang dapat dipakai antara lain :


- Penisilin
- Ampisilin dan amoksisilin
- Sefalosporin
- Spektinomisin
- Kanamisin
- Tiamfenikol
- Kuinolon

 Infeksi Anogenital tanpa Komplikasi


Cara pengobatan yang dianjurkan

- Tiamfenikol, 3,5 g, per oral, dosis tunggal, atau


- Ofloksasin, 400 mg, per oral, dosis tunggal, atau
- Kanamisin, 2 g, intra muskuler, dosis tunggal, atau
- Spektinomisin, 2 g, intramuskuler, dosis tunggal.

Pilihan pengobatan lain

- Siprofloksasin, 500 mg, peroral, dosis tunggal, atau


- Seftriakson, 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal, atau
- Sefiksim, 400 mg, per oral, dosis tunggal.
Siprofloksasin, ofloksasin, dan tiamfenikol merupakan
kontraindikasi untuk kehamilan dan tidak dianjurkan diberikan kepada
anak dan dewasa muda/remaja. Data yang masih kontroversial
menunjukkan bahwa angka penyembuhan azitromisin terhadap infeksi
gonokokus menunjukkan hasil tebaik dengan menggunakkan 2 gram dosis
tunggal. Pemberian dengan dosis 1 gram memberikan efek tetapi lebih
rendah yang mungkin dapat menyebabkan resistensi secara cepat.

31
Secara individual terdapat beberapa perbedaan aktivitas anti
gonokokal dari kuinolon, dan dianjurkan untuk menggunakan obat yang
paling efektif.

2. Infeksi yang Menyebar


Gonore dengan Komplikasi
Gonore dengan komplikasi seperti bartolinitis, epididimitis, orkitis
dan lain-lain, harus diobati dengan rejimen dosis ganda (multipel dose).
Cara pengobatan yang dianjurkan
Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari :
- Tiamfenikol, 3,5 g, per oral, sekali sehari, atau
- Ofloksasin, 400 mg, per oral, sekali sehari, atau
- Kanamisin, 2 g, intramuskuler, sekali sehari, atau
- Spektinomisin, 2 g, intramuskuler, sekali sehari.
Pilihan pengobatan lain
Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari :
- Siprofloksasin, 500 mg, per oral, sekali sehari, atau
- Seftriakson, 1 g, intramuskuler atau intravena, sekali sehari,
(sebagai alternatif generasi ketiga sefalosporin dapat
digunakan, bila seftriakson tidak tersedia, namun perlu
pemberian yang lebih sering), atau
- Sefiksim, 400 mg, per oral, sekali sehari
Untuk meningitis dan endokarditis yang disebabkan oleh
gonokokus dapat diberikan dalam dosis yang sama, namun memerlukan
jangka waktu pemberian yang lebih lama, yaitu selama 4 minggu untuk
endokarditis.

3. Oftalmia akibat Infeksi Gonokokus


Oftalmia gonore merupakan kasus serius sehingga memerlukan
pengobatan sistemik disertai irigasi lokal menggunakan larutan NaCl 0,9%
fisiologis atau larutan lainnya.
 Konjungtivitis Gonore pada Usia Dewasa
Cara pengobatan yang dianjurkan
- Seftriakson, 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal, atau
- Spektinomisisn, 2 g, intramuskuler, dosis tunggal, atau
- Siprofloksasin, 500 mg, per oral, dosis tunggal, atau
- Ofloksasin, 400 mg, per oral, dosis tunggal
Tindak lanjut

32
Observasi terhadap gejala klinis perlu dilakukan secara cermat.
 Konjungtivitis Gonore pada Neonatus
Cara pengobatan yang dianjurkan
- Seftriakson, 50-100 mg/KgBb, intramuskuler, dosis tunggal, dosis
maksimum 125 mg.
Pilihan pengobatan lain
- Kanamisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis
maksimum 75 mg), atau
- Spektinomisisn, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis
maksimum 75 mg).
Tindak lanjut
Pasien agar dipantau kembali sesudah 48 jam
Pencegahan Oftalmia Neonatorum
Pengobatan pencegahan yang diberikan pada saat yang tepat akan
mencegah timbulnya oftalmia neonatorum yang disebabkan oleh
gonokokus. Mata bayi yang baru lahir agar dibersihkan secepatnya segera
sesudah lahir, dan kemudian ditetesi dengan larutan nitras argenti 1% atau
salep tetrasiklin 1% sebagai upaya pencegahan. Bayi yang lahir dari ibu
dengan infeksi gonokokus agar diberikan pengobatan pencegahan sebagai
berikut :
Cara pengobatan yang dianjurkan :
- Seftriakson 50 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis
maksimum 125 mg).
Pilihan pengobatan lain :
- Kanamisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tumggal, (dosis
maksimum 75 mg), atau
- Spektinomisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tumggal, (dosis
maksimum 75 mg).

4. Infeksi Chlamidia trachomatis (bukan limfogranuloma venereum)


 Infeksi Anogenital tanpa Komplikasi
Dianjurkan bahwa pengobatan infeksi klamidiosis harus diberikan
pada semua laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra dan mitra
seksualnya.
Cara pengobatan yang dianjurkan
- Doksisiklin** 100 mg, per oral, 2 kali sehari, selam 7 hari, atau
- Azitromisin, 1 g, per oral, dosis tunggal

Pilihan pengobatan lain

33
- Amoksisilin, 500 mg, per oral, 3 kali perhari, selama 7 hari,
atau
- Eritromisin, 500 mg, per oral, 4 kali perhari, selama 7 hari,
atau
- Ofloksasin, 200 mg, per oral, 2 kali perhari, selama 9 hari,
atau
- Tetrasiklin, 500 mg, per oral, 4 kali perhari, selama 7 hari.

Catatan :
- Doksisiklin (dan tetrasiklin lainnya) merupakan
kontraindikasi pada masa kehamilan dan masa menyusui.
- Kenyataan saat ini mengindikasikan bahwa 1 gram
azitromisin yang diberikan dalam dosis tunggal cukup
manjur untuk infeksi klamidiosis
Telah terbukti bahwa pengobatan yang melebihi 7 hari merupakan
hal yang kritis. Sampai saat ini belum pernah dijumpai adanya resistensi
C. trachomatis terhadap pengobatan yang sesuai dengan rejimen yang
dianjurkan.
Tetrasiklin sampai saat ini masih efektif untuk pengobatan
Chlamydia dan Ureaplasma urelyticum. Eritromisin lebih efektif terhadap
Ureaplasma dibandingkan terhadap Chlamydia. Obat ini dipakai untuk
mengobati wanita hamil dengan IGNS.
Doksisiklin merupakan obat yang paling banyak dianjurkan, karena
cara pemakaian yang lebih mudah dan dosis lebih. Azithromisin
merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa sekarang, dengan
dosis tunggal 1 gram sekali minum dan juga efektif untuk gonore.

5. Infeksi Trichomonas vaginalis pada uretritis


Pengobatan yang dianjurkan

Pengobatan trikomoniasis harus diberikan kepada penderita yang


menunjukkan gejala maupun tidak. Rejimen yang dianjurkan untuk
pengobatan adalah Metronidazol 2 gram oral dosis tunggal, atau 5-

34
nitroimidazol 2 gram oral dosis tunggal. Rejimen alternatif adalah
Metronidazol 2x0,5 gram oral selama 7 hari.

Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan metronidasol


harus menghentikan minum alkohol. Berbagai laporan menunjukkan
angka kesembuhan antara 82-88% pada wanita dan angaka ini meningkat
menjadi 95% bila mitra seksual penderita diberi pengobatan pula. Bila
keluhan menetap penderita diharuskan datang untuk pemeriksaan ulang 7
hari setelah pengobata. Pemeriksaan dilakukan seperti pada pemeriksaan
pertama. Penderita dinyatakan sembuh bila keluhan dan gejala telah
menghilang, serta parasit tidak ditemukan lagi pada pemeriksaan sediaan
langsung.

Bila terjadi kegagalan pengobatan, maka tahapan pengobatan


berikut dapat dilaksanakan : Metronidazol 2 x 0,5 gram oral selama 7 hari.
Dan bila masih gagal, dapat diberikan Metronidazol 2 gram oral dosis
tunggal selama 3-7 hari ditambah Metronidazol tablet vaginal 0,5 gram,
malam hari selama 3-7 hari. Bila ternyata masih gagal pula, hendaknya
dilakukan biakan dan tes resistensi.

Pengobatan mitra seksual

Mitra seksual penderita harus diobati sesuai dengan rejimen


penderita. Dosis yang dianjurkan untuk mitra seksual pria adalah dosis
multipel selama 7 hari.

Empat Komponen Utama dalam Pencegahan dan Penanggulangan IMS :

 Memberikan penyuluhan terhadap setiap orang yang berperilaku resiko


tinggi terhadap penularan penyakit untuk mengurangi resiko penularan,

35
 Mendeteksi infeksi baik yang asimtomatik maupun yang simtomatik yang
tidak mau memeriksakan dirinya untuk mendapatkan pengobatan yang
tepat,
 Penatalaksanaan yang efektif untuk mereka yang terinfeksi,
 Pemberian pengobatan dan penyuluhan terhadap mitraseksual dari mereka
yang terinfeksi.
Upaya pencegahan IMS terutama didasarkan pada upaya untuk melakukan
perubahan perilaku seksual seseorang yang beresiko tertular IMS dan promosi
penggunaan kondom.

BAB III
REFLEKSI KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. W
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Nanas No. 4 Jember
Status : Menikah

36
3.2Anamnesis
Keluhan Utama:
- Kencing mengeluarkan nanah.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan mengeluarkan nanah dari kemaluannya
sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya kencing terasa panas dan nyeri, 2 minggu
yang lalu bengkak pada ujung penisnya. Saat ini pasien mengeluh demam
sejak 1 hari yang lalu.. Pasien mempunyai riwayat hubungan seksual dengan
istri sirinya 4 minggu sebelum keluhan (pasien menikah 3 bulan yang lalu).
Keluhan tersebut dirasakan baru pertama kali.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
- Disangkal.
Riwayat Perilaku Seksual
- Pasien 4 minggu yang lalu melakukan hubungan seksual dengan istri sirinya
lalu saat istrinya keputihan.
- Riwayat hubungan dengan selain istri disangkal.
Riwayat Atopi
- Pasien mengaku tidak ada riwayat asma, pilek-pilek saat terkena udara dingin
dan terkena debu ataupun biduran.
Riwayat keluarga:
- Keluarga pasien tidak pernah ada yang menderita penyakit seperti ini.

3.3 Pemeriksaan fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg

37
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Tax : 37,1 oC
Kepala/Leher : dBN
Thorax : Cor/Pulmo : dBN
Abdomen : Hepar/Lien : dBN
Ektremitas : dBN

Status Dermatologis

Lokasi : Orificium uretra eksternum (OUE)


Distribusi : Lokal
Ruam : Tampak discharge berwarna putih kekuningan dan purulen yang
keluar dari Orificium uretra eksternum (OUE), edema (-), eritema
(-)

Status Veneriologis
Lnn : tidak ditemukan kelainan

38
Corpus penis : tidak ditemukan kelainan
Preputium : pasien telah disirkumsisi
Glans penis : tidak ditemukan kelainan
OUE : tidak ditemukan kelainan
Scrotum : tidak ditemukan kelainan
Epididimis : tidak ada nyeri tekan
Testis : tidak ada nyeri tekan
Discharge : purulen, berwarna putih kekuningan

3.4 Diagnosis Banding


1. Urethritis Gonorrhoe
2. Urethritis Non Gonorrhoe

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Pengecatan gram discharge :
- Leukosit >5 per lapang pandang besar
- Ditemukan bakteri diplococcus gram negatif intraseluler dan ekstraseluler

39
3.6 Diagnosis
Urethritis Gonorrhoe

3.7 Penatalaksaan
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu:
1. Kausatif : - Cefixime 1x400 mg selama 5 hari

2. KIE : - Obat diminum sesuai dosis


- tidak melakukan hubungan seksual dulu selama masa
pengobatan, atau menggunakan kondom bila
berhubungan seksual
- Pemeriksaan terhadap pasangan (istri) penderita

3.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
Quo ad Fuctionam : Bonam
Quo ad kosmeticam : Bonam

40
DAFTAR PUSTAKA

Barakah, Jusuf, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. SMF Kulit
dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo. Surabaya : Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Hal : 133-137.

Jawetz, M. & A., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, 281-285 EGC, Jakarta

Julistia, Renita. 2011. Uretritis Gonore Akut. http://www.scribd.com/doc/


44487945/Uretritis-Gonore-Akut.

Murtiastutik, Dwi, dkk. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. SMF
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo. Surabaya : Airlangga University
Press. Hal : 226-228.

Recant, R. 2007. Urethritis. http://depts.washington.edu/nnptc/core_training


/clinical/PDF/Urethritis2007.pdf.

41

Anda mungkin juga menyukai