KASUS MEDIS
URETRITIS GONORHEA
OLEH :
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Definisi
Uretritis gonore adalah penyakit kelamin, peradangan pada uretra yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu diplokokus Gram negatif yang
reservoir alaminya adalah manusia, ditandai dengan adanya pus yang keluar dari
orifisium uretra eksternum. Infeksi ini hampir selalu menular melalui aktivitas
seksual.
2.2 Epidemiologi
Diantara PMS yang lain, uretritis paling sering dijumpai, walaupun di
beberapa negara kedudukan ini telah digeser oleh uretritis non- gonore
Di Amerika Serikat pada abad ke-20, terdapat 200 juta kasus gonore baru
per tahun. Epidemiologinya dipengaruhi oleh faktor behavior, termasuk
peningkatan aktivitas seksual, populasi yang tinggi, dan peningkatan
infeksi yang berulang.
Infeksi gonokokal 1,5 kali lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita,
dan lebih sering terjadi pada pria yang melakukan hubungan seksual
dengan sesama pria. Infeksi ini prevalensinya lebih tinggi pada kelompok
usia 15 sampai 35 tahun. Pada tahun 2000, wanita yang lebih banyak
terinfeksi adalah pada kelompok usia 15 sampai 19 tahun, sedangkan pria
yang lebih banyak terinfeksi adalah pada kelompok usia 20 sampai 24
tahun.
Insidensi gonore meningkat karena ada N. gonorrhoeae yang resisten
terhadap antibiotik, yaitu Penicillinase Producing Neisseria gonorrhoeae
(PPNG). Bakteri ini meningkat di banyak negeri, termasuk di Indonesia.
4
Melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi tanpa
pelindung dan partner seksual yang banyak.
Pada anak-anak infeksi ini dapat terjadi akibat pelecehan seksual yang
dilakukan oleh orang yang terinfeksi.
Pada bayi saat melewati jalan kelahiran dari ibu yang terinfeksi.
Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili dan bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili
5
dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah
dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang, yaitu
pada vagina wanita sebelum pubertas.
Faktor virulensi lain adalah produksi kapsular in vivo, resistensi terhadap
aksi imun bakterisidal pada serum, dan kemampuan gonokok untuk bertahan di
antara berbagai organisme komensal yang bersaing. Semua Neisseria tahan
terhadap kelembaban membran mukosa. Akibat hal-hal tersebut, meningokokus
dan gonokokus dapat berproliferasi dengan cepat dan bahkan masuk ke aliran
darah.
Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariai antara 2-5
hari, kadang-kadang lebih lama hal ini disebabkan karena penderita telah
mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala yang
sama sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada wanita masa tunas sulit
ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.
Pada pria
6
Bartholinitis
Servisitis Asenden:
Salpingitis
PID (Pelvic Infalmmatory Disease)
- Artritis - Perikarditis
- Miokarditis - Meningitis
- Endokarditis - Dermatitis
1. Pada pria
Uretritis
7
Gambar 2.2 Uretritis gonore
2. Pada wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda
dengan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat
kelamin pria dan wanita. Pada wanita, baik penyakitnya akut maupun
kronik, gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah
didapati kelainan obyektif. Pada umumnya wanita datang kalau sudah ada
komplikasi. Sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan
antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana.
8
berkkurang dan suasana ini menguntungkan untuk pertumbuhan
kuman gonokok, jadi dapat terjadi vaginitis gonore.
Pada mulanya hanya tampak serviks uteri yang terkena infeksi.
Duh tubuh yang mukopurulen dan mengandung banyak gonokok mengalir
ke luar dan menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar Bartholin,
rektum, dan dapat juga naik ke atas sampai pada daerah kandung telur.
Uretritis
2.6 Diagnosis
9
10
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu yang terdiri atas 5 tahapan.:
A. Sediaan langsung
Pada uretritis gonore akut, sediaan langsung dengan pewarnaan Gram
akan ditemukan gonokok negatif-Gram intraselular. Bahan duh tubuh
pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita
diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin, serviks, dan rektum.
11
B. Kultur
Untuk indentifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam
media yang dapat digunakan:
1. media transpor
2. media pertumbuhan
Contoh media transpor:
- Media Stuart
Hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada
media pertumbuhan
- Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan
N.meningitidis; dalam perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan
merupakan gabungan media transpor dan media pertumbuhan,
sehingga tidka perlu ditanam pada media pertumbuhan. Media ini
merupakan modifikasi media Thayer Martin dengan menambahkan
trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.
12
C. Tes difinitif
1. Tes oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-
fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni
gonokok tersangka. Semua Neisseria memberi reaksi positif
dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah
menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai
glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya
meragikan glukosa.
D. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM
disc. BBL 961192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan
menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila
kuman mengandung enzim beta-laktamase.
E. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai di mana
infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan
karena pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan setempat.
Hasil pembacaan:
13
Gelas I Gelas II Arti
Jernih jernih tidak ada infeksi
Keruh jernih infeksi uretritis anterior
Keruh keruh panuretritis
Jernih keruh tidak mungkin
14
Bagan uretra pria dengan pemeriksaan mikroskop dan laboratorium khusus
15
smear ditemukan clue cell, yields a fishy, amine odor pada alkalinisasi
dengan potassium hidroksida. Semua pasien dengan duh tubuh vagina
harus dikultur untuk gonokokus. Walaupun inflamasi vaginitis jarang
terjadi bersamaan dengan gonorrhoe tetapi infeksi campuran sering terjadi.
2.8 Komplikasi
16
Tysonitis
Parauretritis
Littritis
Cowperitis
Prostatitis
17
hematuri, spasme otot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani,
sulit buang air besar, dan obstipasi.
Vesikulitis
Epididimitis
18
Epididimitis akut biasanya unilateral, dan setiapepididimitis
biasanya disertai derefentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya
epididimitis adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh
salah penanganan atau kelalaian penderita sendiri. Faktor yang
mempenngaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang terlalu sering
dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau terlalu pekat, instrumentasi
yang kasar, pengurutan prostat yang berlebihan, atau aktivitas seksual dan
jasmani yang berlebihan.
Trigonitis
Parauretritis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
Servisitis
Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi
dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan trelihat lebih banyak, bila terjadi
servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis.
Bartholinitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri
tekan. Kelenjar Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita
berjalan dan penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat
19
timbul abses dan dapat pecah melalui mukosa atau kulit. Kalau tidka
diobati dapat terjadi rekuren atau menjadi kista.
Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa
faktor predisposisi, yaitu:
- masa puerpurium (nifas)
- dilatasi setelah kuretase
- pemakaian IUD, tindakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Cara infeksi lanngsung dari serviks melalui tuba Fallopii sampai
pada daerah salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit
radang panggul (PRP). Infeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan
ektopik dan sterilitas. Kira-kira 10% wanita dengan gonore akan berakhir
dengan PRP. Gejalanya terasa nyeri pada abdomen bawah, duh tubuh
vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak teratur dan abnormal.
Harus dibuat diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain
yang menimbulkan gejala hampir sama, misalnya: kehamilan di luar
kandungan, apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional,
dan divertikulitis. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pungsi
kavum Douglas dan dilanjutkan kultur atau dengan laparoskopi
mikroorganisme.
Selain mengenai alat-alat genital, gonore juga dapat menyebabkan
infeksi nongenital yang akan diuraikan berikut ini:
Proktitis
Proktitis pada pria dan wanita umumnya asimtomatik. Pada wanita
dapat terjadi karena kontaminasi dari vagina dan kadang-kadang karena
hubungan genitoanal pada pria. Keluhan pada wanita biasanya lebih ringan
daripada pria, terasa seperti terbakar pada daerah anus dan pada
pemeriksaan mukosa eritematosa, edematosa, dan tertutup pus
mukopurulen.
Orofaringitis
Cara infeksi melalui kontak secara orogenital. Faringitis dan
tonsilitis gonore lebih sering daripada gingivitis, stomatitis, atau laringitis.
Keluhan sering bersifat asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan
20
dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan kuman lain. Pada
pemeriksaan daerah orofaring tampak eksudat mukopurulen yag ringan
atau sedang.
Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
menserita servisitis gonore. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena
penularan pada konjungtiva melalui tangan atau alat-alat. Keluhannya
berupa fotofobi, konjungtiva bengkak, dan merah dan keluar eksudat
mukopurulen. Bila tidak diobati dapat berakibat terjadinya ulkus kornea,
panoftalmitis ampai timbul kebutaan.
Gonore diseminata
Kira-kira 1% kasus gonore akan berlanjut menjadi gonore akan
berlanjut menjadi gonore diseminata. Penyakit ini banyak didapat pada
penderita gonore asimtomatik sebelumnya, terutama pada wanita. Gejala
yang timbul dapat berupa: artritis (terutama monoartritis), miokarditis,
endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis.
2.9 Pengobatan
21
dipertimbangkan tingkat kemampuan dan pengalaman dari tenaga kesehatan yang
ada.
22
Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal
atau atau
* Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak dibawah 12
tahun dan remaja.
** Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dibawah
12 tahun
Gejala uretritis yang persisten (setelah pengobatan satu kur selesai)) atau rekuren
(setelah dinyatakan sembuh, muncul lagi dalam waktu 1 minggu tanpa hibungan
seksual) mungkin disebabkan oleh resiostensi obat, atau sebagai akibat kekurang-
patuhan meminum obat atau reinfeksi. Namun pada beberpa kasus hal ini
mungkin akibat infeksi oleh Trichomonas vaginalis (Tv). Sebagai protozoa
diperkirakan bahwa Tv memakan kuman gonokokus tersebut (fagositosis),
sehingga kuman gonokokus tersebut terhindar dari pengaruh pengobatan, setelah
Tv-nya mati maka kuman gonokokus tersebut kembali bisa melepaskan diri dan
berkembang biak.
23
Ada temuan baru yang menunjukan bahwa disuatu daerah tertentu bisa di
jumpai prevalens Tv yang tinggi pada laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra.
Bilamana gejala duh tubuh tetap ada atau timbul gejala kambuhan setelah
pemberian pengobatan secara benar terhadap gonore maupun klamidiosis pada
kasus indeks dan mitra seksualnya, maka pasien tersebut harus diobati untuk
infeksi Tv. Hal ini hanya dilakukan bila ditunjang data epidemiologis setempat.
Bilamana simptom tersebut masih ada sesudah pengobatan Tv, maka pasien
tersebut harus dirujuk. Sampai saat ini data epidemiologi trikomoniasis pada pria
di Indonesia sangat sedikit, oleh karena itu, bila gejala duh tubuh uretra masih ada
setelah pemberian terapi awal sebaiknya penderita dirujuk pada tempat dengan
fasilitas laboratorium yang lengkap.
Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini
atau
atau
24
atau atau
Seftriakson 250mg i.m. , dosis tunggal Eritromisin 500mg peroral, 4x1 selama
7hari,
atau
(bila ada kontraindikasi tetrasiklin)
Sefiksim 400mg per oral, dosis tunggal
Metronidazol 2 g per oral, dosis tunggal Metronidazol 400 atau 500 mg per oral,
2x sehari, selama 7 hari, atau
atau
Tinidazol500 mg per oral, 2x sehari,
Tinidazol 2 g per oral, dosis tunggal
selama 5 hari
* Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak dibawah 12
tahun dan remaja.
** Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dibawah
12 tahun
Tingkat Kemanjuran
25
Dalam upaya menurunkan resiko terjadinya dan menyebarnya galur
kuman IMS yang resisten di masyarakat umum, satu program khusus untuk
penatalaksanaan kasus IMS yang efektif perlu dirancang untuk kelompok
berperilaku resiko tinggi, seperti misalnya pada kelompok penjaja seks beserta
para pelanggannya. Rejimen pengobatan untuk kelompok ini sekurang-kurangnya
harus memiliki efektivitas mendekati 100%, dan upaya pencarian pengobatan bagi
kelompok populasi ini perlu ditingkatkan, dengan menggunakan cara peran aktif
(participatory approach) oleh kelompok sebaya, dan petugas kesehatan sebaya
(peer health aducators).
Tingkat Keamanan
Pembiayaan
26
pengulangan pengobatan, resiko terjadinya penyebaran penyakit yang semakin
luas, dan resiko terjadinya peningkatan resistensi mikroba.
Dengan adanya infeksi HIV, pilihan yang paling tepat adalah cara
pengobatan per oral dalam kaitan untuk mengurangi resiko yang berhubungan
dengan penggunaan peralatan injeksi yang tidak steril.
Penyediaan Obat
27
disebabkan oleh beberapa kuman menular seksual patogen (misalnya virus Herpes
simpleks, H. ducreyi, T. Pallidum) akan meningkat dengan adanya infeksi HIV
dan AIDS, sehingga pengobatan perlu lebih ditingkatkan dan diperpanjang masa
pengobatannya.
Makrolid
Azitromisin merupakan derivat terbaru yang pada saat ini dianggap
sebagai obat pilihan utama untuk pengobatan klamidiosis. Obat ini memiliki
28
bioavailabilitas yang panjang dan dapat terakumulasi dalam sel tubuh, sehingga
memungkinkan untuk diberikan dalam dosis tunggal. Azitromisisn 1 g dalam
dosis tunggal menunjukkanefektivitas yang setara dengan pemberian doksisiklin
100 mg dua kali sehari selama seminggu untuk pengobatan klamidiosis. Walaupun
demikian, pengobatan dengan azitromisin menjadi lebih mahal dibandingkan
dengan pengobatan kombinasi ganda untuk pengobatan gonore dosis tunggal dan
pengobatan klamidiosis dengan doksisiklin selama seminggu.
Sulfonamid
Penambahan trimetoprim pada sulfonamid tidak akan meningkatkan
aktivitas anti klamidianya. Pemberian tiga hari pengobatan dengan
sulfametoksasol dan trimetoprim tidak cukup adekust untuk pengobatan
klamidiosis.
Kuinolon
Beberapa kuinolon baru cukup baik untuk digunakan sebagai pengobatan
per oral terhadap gonore. Penggunaan kuinolon merupakan kontraindikasi pada
kehamilan dan tidak dianjurkan untuk anak-anak dan dewasa muda.
Siprofloksasin dianggap memiliki aktivitas terbaik dalam mengobati N.
Gonorrhoeae.
Resistensi gonokokus terhadap flourukuinolon secara umum meningkat
sejak tahun 1992, khususnya di kawasan Asia-Pasifik. Perlu dilakukan evaluasi
terus-menerus terhadap resistensi kuinolon, karena kelompok obat ini masih tetap
efektif di sebagian besar belahan dunia.
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, ofloksasin memiliki potensi yang
cukup baik bila diberikan dalam dosis 300 mg dua kali sehari selama 7 hari. Cara
ini cukup efektif untuk pengobatan baik terhadap gonore maupun klamidiosis,
namun penggunaan obat-obat ini menjadi terbatas mengingat mahalnya obat-obat
ini dan lamanya waktu pengobatan yang akan mempengaruhi kepatuhan pasien.
Tetrasiklin
Berbagai jenis tetrasiklin dengan tingkat kemanjuran yang setara sudah
cukup tersedia, dan obat-obat ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk
doksisiklin dan tetrasiklin hidroklorid.
29
RESISTENSI N. gonorrhoeae TERHADAP ANTIMIKROBA
Terdapat dua tipe utama bentuk resistensi antimikroba terhadap
gonokokus: resistensi kromosomal dan plasmid mediated. Resistensi kromosomal
menyangkut penisilin dan beberapa obat lainnya yang digunakan secara luas
seperti tetrasiklin, spektinomisin, eritromisin, kuinolon, tiamfenikol, dan
sefalosporin; sedangkan resistensi plasmid mediated menyangkut peanisilin dan
tetrasiklin. Resistensi kromosomal terhadap N. gonorrhoeae, pembentukan
penisilinase oleh N. gonorrhoeae, dan resistensi plasmid mediated yang
menimbulkan galur-galur yang resisten tehadap tetrasiklin, semuanya telah
meningkat dan memberikan dampak besar tehadap kemanjuran rejimen
pengobatan yang bersifat tradisional dalam pengobatan gonore.
1. Infeksi Gonokokus
Sebagian besar gonokokus yang berhasil diisolasi pada saat ini telah
resisten terhadap penisilin, tetrasiklin, dan antimikroba terdahulu lainnya,
sehingga obat-obat ini tidak bisa digunakan lagi untuk pengobatan gonore.
Di Indonesia, kanamisin dan tiamfenikol telah menunjukkan
keampuhannya kembali setelah lama ditinggalkan.
30
seorang dengan gonore dianjurkan pula untuk diberi pengobatan secara
bersamaan dengan rejimen yang sesuai untuk C.trachomatis.
31
Secara individual terdapat beberapa perbedaan aktivitas anti
gonokokal dari kuinolon, dan dianjurkan untuk menggunakan obat yang
paling efektif.
32
Observasi terhadap gejala klinis perlu dilakukan secara cermat.
Konjungtivitis Gonore pada Neonatus
Cara pengobatan yang dianjurkan
- Seftriakson, 50-100 mg/KgBb, intramuskuler, dosis tunggal, dosis
maksimum 125 mg.
Pilihan pengobatan lain
- Kanamisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis
maksimum 75 mg), atau
- Spektinomisisn, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis
maksimum 75 mg).
Tindak lanjut
Pasien agar dipantau kembali sesudah 48 jam
Pencegahan Oftalmia Neonatorum
Pengobatan pencegahan yang diberikan pada saat yang tepat akan
mencegah timbulnya oftalmia neonatorum yang disebabkan oleh
gonokokus. Mata bayi yang baru lahir agar dibersihkan secepatnya segera
sesudah lahir, dan kemudian ditetesi dengan larutan nitras argenti 1% atau
salep tetrasiklin 1% sebagai upaya pencegahan. Bayi yang lahir dari ibu
dengan infeksi gonokokus agar diberikan pengobatan pencegahan sebagai
berikut :
Cara pengobatan yang dianjurkan :
- Seftriakson 50 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis
maksimum 125 mg).
Pilihan pengobatan lain :
- Kanamisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tumggal, (dosis
maksimum 75 mg), atau
- Spektinomisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tumggal, (dosis
maksimum 75 mg).
33
- Amoksisilin, 500 mg, per oral, 3 kali perhari, selama 7 hari,
atau
- Eritromisin, 500 mg, per oral, 4 kali perhari, selama 7 hari,
atau
- Ofloksasin, 200 mg, per oral, 2 kali perhari, selama 9 hari,
atau
- Tetrasiklin, 500 mg, per oral, 4 kali perhari, selama 7 hari.
Catatan :
- Doksisiklin (dan tetrasiklin lainnya) merupakan
kontraindikasi pada masa kehamilan dan masa menyusui.
- Kenyataan saat ini mengindikasikan bahwa 1 gram
azitromisin yang diberikan dalam dosis tunggal cukup
manjur untuk infeksi klamidiosis
Telah terbukti bahwa pengobatan yang melebihi 7 hari merupakan
hal yang kritis. Sampai saat ini belum pernah dijumpai adanya resistensi
C. trachomatis terhadap pengobatan yang sesuai dengan rejimen yang
dianjurkan.
Tetrasiklin sampai saat ini masih efektif untuk pengobatan
Chlamydia dan Ureaplasma urelyticum. Eritromisin lebih efektif terhadap
Ureaplasma dibandingkan terhadap Chlamydia. Obat ini dipakai untuk
mengobati wanita hamil dengan IGNS.
Doksisiklin merupakan obat yang paling banyak dianjurkan, karena
cara pemakaian yang lebih mudah dan dosis lebih. Azithromisin
merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa sekarang, dengan
dosis tunggal 1 gram sekali minum dan juga efektif untuk gonore.
34
nitroimidazol 2 gram oral dosis tunggal. Rejimen alternatif adalah
Metronidazol 2x0,5 gram oral selama 7 hari.
35
Mendeteksi infeksi baik yang asimtomatik maupun yang simtomatik yang
tidak mau memeriksakan dirinya untuk mendapatkan pengobatan yang
tepat,
Penatalaksanaan yang efektif untuk mereka yang terinfeksi,
Pemberian pengobatan dan penyuluhan terhadap mitraseksual dari mereka
yang terinfeksi.
Upaya pencegahan IMS terutama didasarkan pada upaya untuk melakukan
perubahan perilaku seksual seseorang yang beresiko tertular IMS dan promosi
penggunaan kondom.
BAB III
REFLEKSI KASUS
36
3.2Anamnesis
Keluhan Utama:
- Kencing mengeluarkan nanah.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan mengeluarkan nanah dari kemaluannya
sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya kencing terasa panas dan nyeri, 2 minggu
yang lalu bengkak pada ujung penisnya. Saat ini pasien mengeluh demam
sejak 1 hari yang lalu.. Pasien mempunyai riwayat hubungan seksual dengan
istri sirinya 4 minggu sebelum keluhan (pasien menikah 3 bulan yang lalu).
Keluhan tersebut dirasakan baru pertama kali.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
- Disangkal.
Riwayat Perilaku Seksual
- Pasien 4 minggu yang lalu melakukan hubungan seksual dengan istri sirinya
lalu saat istrinya keputihan.
- Riwayat hubungan dengan selain istri disangkal.
Riwayat Atopi
- Pasien mengaku tidak ada riwayat asma, pilek-pilek saat terkena udara dingin
dan terkena debu ataupun biduran.
Riwayat keluarga:
- Keluarga pasien tidak pernah ada yang menderita penyakit seperti ini.
37
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Tax : 37,1 oC
Kepala/Leher : dBN
Thorax : Cor/Pulmo : dBN
Abdomen : Hepar/Lien : dBN
Ektremitas : dBN
Status Dermatologis
Status Veneriologis
Lnn : tidak ditemukan kelainan
38
Corpus penis : tidak ditemukan kelainan
Preputium : pasien telah disirkumsisi
Glans penis : tidak ditemukan kelainan
OUE : tidak ditemukan kelainan
Scrotum : tidak ditemukan kelainan
Epididimis : tidak ada nyeri tekan
Testis : tidak ada nyeri tekan
Discharge : purulen, berwarna putih kekuningan
39
3.6 Diagnosis
Urethritis Gonorrhoe
3.7 Penatalaksaan
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu:
1. Kausatif : - Cefixime 1x400 mg selama 5 hari
3.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
Quo ad Fuctionam : Bonam
Quo ad kosmeticam : Bonam
40
DAFTAR PUSTAKA
Barakah, Jusuf, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. SMF Kulit
dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo. Surabaya : Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Hal : 133-137.
Jawetz, M. & A., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, 281-285 EGC, Jakarta
Murtiastutik, Dwi, dkk. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. SMF
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo. Surabaya : Airlangga University
Press. Hal : 226-228.
41