Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“Ketatanegaraan Pada Masa

Abu Bakar As-Shiddiq ”

DISUSUN OLEH

NAMA : SARJAN HAMZAH

: 15.135.076

: YUSRI SALAMA

: 15.135.074

: NURHAZMI LAHABATO

: 15.135.039

: RISNAWATI

: 15.135.041

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

TERNATE 2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga bersyukur atas
berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga dapat mengumpulkan
bahan – bahan materi makalah ini dari Buku dan Internet. Kami telah berusaha semampu
kami untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang: Ketatanegaraan Abu Bakar As-
Shiddiq RA.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu
kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon bantuan dari para pembaca.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam makalah ini, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................


DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................
C. Tujuan ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Abu Bakar As-Shiddiq.....................................................................
B. Perdebatan disekitar khilfah di tsaqifah bani saidah ......................................
C. Pengangkatan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ............................................
D. Kebijakan Politik Abu Bakar As-Shiddiq ......................................................
E. Wasiat dan solusi Abu Bakar As-Shiddiq kepada Umar Ibn Khattab ...........
F. Wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq ..................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemikiran politik Islam berkembang secara luas tak lain karena berbagai peristiwa
penting sejak dijabarkan oleh Rasulullah, yang menyangkut kehidupan internal umat islam
dan hubungan dengan kelompok agama dan suku lain dalam membangun Madinah. Praktik
kehidupan Rasulullah bersama para sahabatnya di Madinah telah membuka jalan baru bagi
umat islam untuk mengambil subtansi ajaran sosial dan politik. Piagam Madinah merupakan
kontrak Rasulullah bersama komunitas Madinah, yang berbea-beda suku dan agama untuk
membangun Madinah dalam pluralitas.
Tidak lain, Piagam Madinah menjadi konsitusi pertama yang secara brilian mampu
menempatkan perbedaan suku dan agama dinaungi dalam perjanjian bersama. Setelah
wafatnya Rasulullah SAW, muncul peristiwa penting, yakni pertemuan antara kelompok
Anshar dan Muhajirin yang membicarakan siapa pengganti Rasulullah di Saqifah yang pada
gilirannya mejadi perbedaan sengit di kalangan pemikir politik islam tentang siapa yang
berhak menggantikan rasulullah dalam kepemimpinan agama dan politik.
Permasalahan awal setelah wafatnya Rasulullah tentang siapa pengganti Rasulullah,
membuktikan bahwa sejak awal karakter yang diperlihatkan umat islam begitu serius dalam
membicarakan persoalan politik. Sehingga antara kaum Anshar dan Muhajirin begitu alot
berdebat di Saqifah Bani Saidah kerena masing-masing kelompok merasa layak menjadi
pengganti Rasulullah.
Kemudian bebagai peristiwa politik dalam proses penggantian kekuasaan yang
diperlihatkan oleh Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib menjadi sejarah penting bagi umat Islam. Proses pergantian kekuasaan yang tidak
sama di masing-masing periode kekuasaan telah memunculkan perbedaan tentang
mekanisme apa yang seharusnya dilakukan untuk mengganti penguasa. Perbedaan ini
menyangkut mekanisme dan sistem politik yang dipraktikkan oleh Islam.Lalu bagaimana
suasana politik Islam pada masa al-Khulafa ar-rasyidun, adakah perbedaan antara politik
islam periode Abu Bakar, Umar, Ustsman dan Ali. Makalah ini akan membahas hal-hal
tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :
b. Bagaimanakah perdebatan yang terjadi di sekitar Khilafah di Tsaqifah Bani Saidah ?
c. Bagaimanakah cara pengangkatan Abu Bakar As-Shiddiq ?
d. Apa sajakah kebijakan politik Abu Bakar As-Shiddiq ?
e. Apa solusi dan wasiat Abu Bakar As-Shiddiq kepada Umar Ibn Khattab?

C. Tujuan
a. Adapun tujuan dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :
b. Untuk memenuhi tugas fiqh siyasah.
c. Untuk mengetahui bagaimana ketatanegaraan pada masa Abu Bakar As-Shiddiq.
d. Untuk mengetahui bagaimana perdebatan yang terjadi di sekitar Khilafah di
Tsaqifah Bani Saidah.
e. Untuk mengetahui bagaimana cara pengangkatan Abu Bakar As-Shiddiq.
f. Untuk mengetahui kebijakan politik Abu Bakar As-Shiddiq.
g. Untuk mengetahui solusi dan wasiat Abu Bakar As-Shiddiq kepada Umar Ibn
Khattab.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biofgrafi Abu Bakar As-Shiddiq

Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-tamimi. Di zaman
pra Islam bermana Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk
salah seorang sahabat yang utama. Dijuluki Abu Bakar karena dari pagi-pagi betul (orang
yang paling awal) memeluk islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera
membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.1

Abu Bakar Ash Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah.Berarti
ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani Taim.2

B. Perdebatan disekitar khilfah di tsaqifah bani saidah

Abu Bakar menjadi khalifah sejak 11-13 Hijriyah / 632-634 M, Proses pengangkatan
Abu Bakar Ra, sebagai khalifah berlangsung dramatis. Rasulullah adalah utusan Allah
mengemban dua jabatan, yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau
yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada
penggantinya, Belum lagi Rasulullah dikebumikan, disebuah tempat yang bernama “Saqifah
bani Sa’idah” telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan
muhajirin ,tentang pengganti rasul dalam pemerintahan.

Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi
penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang
mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisishan
pertama yang terjadi pasca rasulullah wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke Saqifah (suatu
tempat di madinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah).

Sebelum jasad nabi Muhammad SAW dimakamkan, ada sebagaian ulama


mengusulkan untuk segera memilih penggani Nabi, demi kemaslahatan umat islam.
Pengganti khalifah ini muncul tiga pendapat dalam penunjukkan pengganti Rasullah SAW :

1
Hasan Ibrahim Hassan, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Safaqi Al-Ijtima’I, Jilid I, (Kairo: Maktabah An-
Nahdah Al-Misriyah, cetakan ke-9, 1979), hlm. 205.
2
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras,2008), hlm. 19-20.
1. Pengganti (khalifah) Nabi Muhammad SAW harus dari keturunan Bani Hasyim dan
juga kerabat dekat Nabi, seperti Abbas bin Abdil Muththalib (paman Nabi dari ayah),
Ali bin Abi Thalib dan Uqail bin Abi Thalib (keduanya adalah sepupu Nabi).
2. Pengganti Nabi Muhammad SAW hendaklah dari kaum Anshar, karena kaum
Anshar-lah yang telah membela Nabi SAW dan mempertahankan agama Allah SWT
sehingga mereka mendapat gelar al-Anshar (pembela). Setelah Nabi Muhammad
SAW wafat pemuka kaum Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah dan mereka
sepakat, baik dari Bani Aus maupun Bani Khazraj untuk mengangkat Saad bin
Ubadah sebagai khalifah Rasul SAW, karena beliau adalah kepala kaum Anshar pada
saat itu. Namun suku Aws belum bersedia menerima pencalonan Sa’ad tersebut,
karena mereka juga mempertimbangkan kemungkinan golongan muhajirin
menentukan calonnya sendiri.3
3. Khalifah Nabi Muhammad SAW seharusnya dari orang Quraisy (muhajirin), karena
orang Quraisy telah diakui kepemimpinannya oleh seluruh bangsa Arab, sebab
merekalah yang menjadi penjaga Ka’bah secara turun-temurun. Orang Quraisylah
yang pertama kali menyambut kedatangan Islam, dan sejak Islam mulai tumbuh
pemuda-pemuda pilihan dari Quraisy-lah yang telah menyatakan iman dan memahami
betul ajaran yang dibawa oleh Nabi SAW. Pendapat ketiga ini adalah pendapat para
sahabat terdekat Nabi SAW seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan sahabat-sahabat
senior lainnya.
Sekelompok suku Aws ketika itu berkata “kalau demikian (kemungkinannya), kita
akan katakana pada mereka (muhajirin) bahwa dari kita seorang amir dan dari mereka
seorang amir. Selain itu, kita tidak akan setuju, :menanggapi pendapat demikian, Sa’ad Ibn
Ubaidah menyatakan bahwa ia adalah awal kelemahan yang akan membawa kepada
perpecahan umat islam sendiri.4
Sementara orang-orang Anshar masih berkumpul di Tsaqifah Bani Saidah, Umar, Abu
‘Ubaidah, Ibn Jarah dan beberapa kaum muslimin lainnya juga sibuk membicarakan wafatnya
rasul. Sedangkan Abu Bakar, Ali serta keluarga rasul sibuk mengurus persiapan pemakaman
jenazah beliau.Ketika itulah Umar berpikir tentang umat islam setelah Muhammad SAW
wafat. Umar langsung meminta Abu Ubaidah mengulurkan tangannya untuk di baiat. Umar
melihat Abu Ubaidah adalah figur yang cocok menjadi khalifah, karena dia kepercayaan

3
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta : Prenadamedia Group,
2014), hlm.50-51.
4
Ibid, hlm.51.
umat. Namun, Abu Ubaidah keberatan dengan alasan bahwa Abu Bakarlah figure yang lebih
tepat untuk menggantikan Rasullah SAW. Sewaktu terjadi dialog tersebut, berita pertemuan
kaum Anshar di Tsaqifah Bani Saidah pun sampai ketelinga Umar dan Abu ‘Ubaidah. Umar
segeras mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk datang segera menemaninya. Namun
Abu Bakar tidak bersedia karena sibuk mengurusi jenazah nabi. Umar pun menyuruh utusan
tersebut datang kembali kepada Abu Bakar dengan membawa pesan bahwa ada sesuatu yang
penting terjadi dan memerlukan kehadirannya untuk dibicarakan bersama. Akhirnya Abu
Bakar datang kepada Umar diliputi rasa heran. Umar pun menceritakan peristiwa Tsaqifah
tersebut.
Setelah mendengarkan cerita tersebut, Umar, Abu Bakar, Abu Ubaidah berangkat
menuju balai pertemuan kaum Anshar tadi. Ketika mereka tidak mengusung Sa’ad Ibn
Ubaidah. Dengan kedatangan ketiga orang ini, semua berhenti bicara. Sebenarnya Umar ingin
berbicara lebih dahulu kepada kaum Anshar namun Abu Bakar mencegahnya. Ia khawatir,
kalau sikap Umar yang keras menimbulkan gejolak di kalangan Anshar dan perpecahan
ditubuh umat islam. Apalagi situasinya saat itu sangat panas. Akhirnya Abu Bakar angkat
bicara lebih dahulu. Pembicaraan Abu Bakar ternyata juga menimbulkan reaksi dikarangan
Anshar. Mereka menolok kepemimpinan (khalifah) berada di tangan Muhajirin sebagaimana
perkataan AbuBakar Nahnu Al-Umara, Wa Antum Al-Wizara (kami menjadi pemimpinya
dan kalian menjadi wazirnya).5
Masing-masing pihak mengemukakan alasan memegang jabatan khalifah pihak
Anshar menganggap mereka lebih berhak, karena mereka telah menampung Nabi dan kaum
Muhajirin disaat orang-orang kafir mekkah menjalankan dakwah nabi SAW dan umat Islam.
Sementara kelompok muhajirin juga merasa lebih berhak karena merekalah yang berjuang
dengan nabi SAW dan mengalami pahit getir menegakkan agama Islam sejak di Mekkah.
Akhrinya dalam suasana tegang dan tarik ulur ini, Abu Bakar terpilih menjadi khalifah.
Umarlah orang yang pertama melakukan baiat teradap Abu Bakar, diikuti Abu Ubaidah dan
kaum muslimin lainnya. Sementara Sa’ad Ibn Ubaidah sampai akhir kepemimpinan Abu
Bakar tidak pernah memberikan baiat kepada Abu Bakar.
Kehadiran Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah di pertemuan Tsaqifah ini
tepat sekali seandainya bukan sosok tokoh muhajirin tersebut yang hadir, sulit dibayangkan
perpecahan yang akan terjadi di tubuh masyrakat islam yang baru berumur sepuluh tahun itu.
Sosok Abu Bakar orangnya sudah teruji keimanan dan kesetiannya kepada Rasullah sehingga

5
Ibid, hlm. 51-52.
di terima oleh kedua golongan tersebut. Peristiwa ini merupakan batu ujian pertama umat
Islam dalam menyimpulkan nilai-nilai Syura yang digariskan Al-Qur’an. Setelah berada
argumentasi antara keduanya, mereka menerima keputusan musyawarah tersebut. Ini
menunjukkan bahwa umat Islam berhasil melewati saat-saat genting dengan tercapainya
kesepakatan atas terpilihnya Abu Bakar.6
C. Pengangkatan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Pengangkatan Abu Bakar As-Sidiq sebagai Khalifah Ketika pelantikan Abu Bakar
selesai, jenazah Nabi dirumah masih dikelilingi keluarga; Ali bin Abi Talib. Abbas bin Abdul
Muttallib bersama beberapa orang yang turut menyelenggarakan. Tidak jauh dari mereka, di
dalam masjid ada juga beberapa orang dari kalangan muhajirin. Seperti kita lihat, balat ini
selesai dalam keadaan yang membuat beberapa sumber menghubungkan kata-kata ini pada
umar. Peristiwa sangat tiba-tiba sekali.7
Tetapi sumber-sumber lain berpendapat bahwa Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah
sudah sepakat, bahwa pimpinan memang akan berada ditangan Abu Bakar. Apa pun yang
akan dikatakan kedua sumber itu, yang tak jelas ialah, bahwa keputusan saqifah ini telah
menyelamatkan Islam yang Baru tumbuh itu dari malapetaka, yang hanya Allah saja yang
tahu akan segala akibatnya. Abu Bakar telah meratakan jalan untuk menghilangkan segala
perselisihan dikalangan Muslimin. Ia juga telah meratakan jalan menuju politik yang polanya
sudah diletakan oleh Rasulullah untuk mencapai keberhasilan sehingga membuka pula jalan
ke arah kedaulatan Islam kemudian hari. Dengan karunia Tuhan juga, akhimya agama ini
tersebar ke segenap penjuru dunia. Bahkan sesudah itu mereka merasa cukup senang di
samping Muhajirin. Mereka pun puas sekali dengan wasiat Rasulullah dalam sakitnya yang
terakhir tatkata berkata: Artinya: "Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Anshar itu
baik-baik; sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang Anshar Akan seperti itu juga
keadaannya. Mereka orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi
perlindungan kepadaku”.
Hendaklah kamu berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan maafkanlah kesalthan
mereka. Dalam sebuah sumber yang disebutkan oleh Ya'qubi, juga penulis-¬penulis sejarah
yang lain menyebutkan, dan masih cukup terkenal bahwa ada kelompok Muhajirin dan Ansar
yang mengadakan pertemuan dengan Ali bin Abu Talib di rumah Fatimah putri Rasulullah
dengan maksud hendak membaiat Ali. Di antara mereka itu Khalid bin Said yang
mengatakan: "Sungguh, tak ada orang yang lebih patut menempati kedudukan Muhammad

6
http://peristiwa-Bani-Saidah,blogspot.com/diakses 22 september 2016,
7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 34.
selain engkau. Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaum
Muslimin adalah seperti petir di siang bolong karena sangat cinta mereka kepada beliau.
Apalagi bagi para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah asuhan beliau .
Di saat keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah sahabat Abu Bakar untuk
menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai manusia, siapa
yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah
Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".Setelah kaum Muslimin dan para sahabat
menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan
adanya perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan
menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari
golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang
memanas inipun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua
orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.
Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu
Bakar.Setelah Rasulullah SAW wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah
pertama pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu
daerah kekuasaan hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai
suku Arab. Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah,
yaitu:
1. Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin)
haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di
tangan orang Quraisy).
2. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena
beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang
memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah
dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh
Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia
keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk
kepentingan Islam.8

8
Ibrahim Hasan, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hlm.393.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah
yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah
yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar
sebagai khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya
dengan menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan ketidakberambisiannya
untuk menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah
terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara
kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar dan bimbinglah
saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam pandangan saya
hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di
antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak
daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya". Di masa awal pemerintahan Abu
Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-
orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu),
pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar
membayar zakat. Munculnya orang-orang murtad disebabkan oleh keyakinan mereka
terhadap ajaran Islam belum begitu mantap, dan wafatnya Rasulullah SAW menggoyahkan
keimanan mereka.
Mereka beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah Nabi
Muhammad SAW wafat. Dan mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu
kembali kepada ajaran agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi
sebenarnya telah ada sejak masa rasulullah SAW, tetapi kewibawaan Rasulullah SAW
menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Diantara nabi palsu seperti
Musailamah Al Kadzab dari Bani Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad Saj'ah
Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad Al Ansi dari Yaman.9
Kelompok oposisi radikal itu mula-mula disoroti oleh Abu Bakar agar sadar sebagian
mereka ada yang mau kembali, tetapi banyak pula yang mengembangkan dan memberontak.
Abu Bakar kemudian menyiapkan pasukan untuk menghancurkan kekuatan mereka.10
Mereka mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka
berani membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka

9
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, hlm. 54.
10
Laila Rohani, Sejarah Peradaban Islam, (Medan : Perdana Publishing, 2016), hlm. 43.
bahwa perjanjian perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir
dengan wafatnya Nabi SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada
penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah karena
kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang dan memberontak
itu. Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas umat.
Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing
dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash,
Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan
dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.Meskipun fase
permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap berkeras
melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke daerah Suriah di bawah
pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat
dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang
timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah
SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui. Langkah politik yang ditempuh Abu
Bakar itu ternyata sangat strategis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan
pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa
kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar.
Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan
taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat intern.
Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan
membawa harta rampasan perang yang berlimpah. Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua
tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab
yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan
kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin
Walid. Bahwa kekuasaan yang dijalankan oleh Abu Bakar adalah sebagaimana yang
dijalankan pada masa Rasulullah Saw yaitu bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun demikian, Abu bakar selalu mengajak
para sahabat untuk bennusyawarah. Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan,
kemudian Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan
diikuti oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh
sahabat yang ada di Saqifah bani Sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor.
Setelah terpilih menjadi khalifah menggantikan rasulullah, abu bakar menyampaikan
“pidato kenegaraannya” di Masjid Nabawi. “wahai manusia, sesungguhnya aku telah kalian
percayakan untuk memangku jabatan khalifah, padahal aku bukanlah orang yang paling baik
diantara kalian. Kalau aku menjalankan tugasku dengan baik, bantulah aku. Sebaliknya, kalau
aku salah, luruskanlah langkahku.kebenaran adalah kepercayaan dan dusta adalah
penghianatan. Orang yang lemah dikalangan kamu adalah kuat dalam pandanganku, sesudan
hak-haknya aku berikan kepadanya. Sebaliknya orang yang kuat diantara kalian aku anggap
lemah setelah haknya saya ambil. Bila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan allah,
maka allah menghinakannya. Bila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka
allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Tapi selama saya tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, gugurlah kesetiaan
kalian kepadaku. Laksanakan shalat, Allah akan memberikanmu rahmat.”Pidato yang
diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu
Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat
sepeninggal Nabi.
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa Abu Bakar dipilih secara aklimasi, walaupun
tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas, Thalha, dan
Zubair yang menolak dengan hormat. Pembahasan-pembahasan tentang khalifah ini akhirnya
menimbulkan berbagai aliran pemikiran Islam. Dengan terpilihnya Abu bakar serta
pembai’atannya, resmilah berdiri kekhilafahan pertama di dunia Islam.11
D. Kebijakan Politik Abu Bakar As-Shiddiq
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan
pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah
bukan atas kehendaknya sendiri tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam.Dengan
terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya
baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik
Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral” jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat ditangan Khalifah meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah,
Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Sedang kebijaksanaan
politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengembankekhalifahannya, yaitu:

11
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, hlm.53.
1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid untuk memerangi kaum
Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah ketika beliau masih hidup.
Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju
dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka karena dalam negeri sendiri pada
saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah
untuk menyerbu Romawi sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW.
Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan
langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan
Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul
interprestasi dipihak lawan bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para
pemberontak menjadi gentar disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat
Islam dari perselisihan yang bersifat intern.12
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi
terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya termasuk di dalamnya orang yang
meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban
zakat dan mengeluarkannya
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini Abu Bakar tetap pada
prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.Mengembangkan wilayah Islam keluar
Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai
Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu
Sufyan ditempatkan di Damaskus Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan
Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid
dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil
mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan
Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang
beruntun dan membawa banyak korban.Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang
dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1) Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah

12
http://knowledgeisfreee.blogspot.co.id/2015/11/makalah-masa-kepemimpinan-khalifah-abu.html, diakses 22
september 2016.
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab
Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak
dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan
tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan
mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu
keputusan dan suatu peraturan. Untuk pelaksanaan tugas eksekutif, abu bakar melakukan
pembagian kekuasaan di kalangan sahabat senior. Abu bakar mengangkat tiga orang sahabat,
yaitu Ali, Usman, dan Zaid ibn tsabit sebagai sekretaris Negara (katib) yang berkedudukan di
Madinah. Untuk keuangan Negara khalifah Abu bakar menunjuk Abu ‘Ubaidah sebagai
bendahara, dan untuk jabatan hakim agung diserahkan kepada ‘Umar ibn Khaththab. Untuk
membantu urusan-urusan Negara khalifah membentuk majelis syura yang terdiri dari dari
umar, usman, Abdurrahman ibn ‘auf, mu’adz ibn jabal, ubay ibn ka’abdan zaid ibn Tsabait.
Dalam membantu tugas-tugas daerah, Abu bakar meneruskan pola Rasulullah dengan
mengangkat gubernur sebagai kepala pemerintahan. Mereka adalah:
1. ‘Utab ibn Asid untuk Mekkah
2. ‘Usman ibn Abi al-‘ash untuk Thaif
3. Muhajir ibn Umayyah untuk Shan’a
4. Zaid ibn Labid untuk Hadramaut
5. Ya’la ibn umayyah untuk Khaulan
6. ‘Ila ibn Tsur al-hadrami untuk Zabid dan Rima
7. Mu’adz ibn Jabal untuk Janad
8. ‘Abdullah ibn Tsur untuk Jarsy.
2) Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan
masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu
kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah
ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan
Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3) Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga
tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari
undangundang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang
lain baik kaum Muslim maupun non Muslim.
4) Kebijaksanaan pengurusan terhadap Agama
Ada beberapa kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar yang menyangkut terhadap Agama
antara lain :
a. Memerangi Nabi palsu,orang-orang yang murtad (Riddah) dan tidak mengeluarkan
zakat.Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari
ummat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara pertentangan
tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad (kaum Riddah) orang-orang yang
tidak mau mengeluarkan zakat orang-orang yang mengaku menjadi Nabi seperti
Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani Tamim, Al
Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad serta
beberapa pemberontakan dari Untuk mengembalikan mereka pada ajaran Islam,
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq membentuk sebelas (11) pasukan dengan
pemimpinnya masing-masing. Setiap pemimpin pasukan mendapat tugas untuk
mengembalikan keamanan dan stabilitas daerah yang ditentukan. Abu Bakar
menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak
melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau wanita
atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali untuk dimakan. Di
antara wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada mereka ialah; “Jika kalian
melewati suatu kaum yang secara khusus melakukan ibadah di biara-biara,
biarkanlah mereka dan apa yang mereka sembah.”Pasukan ini dibaginya menjadi
sebelas panji, masing-masing pemegang panji diperintahkan untuk menuju ke suatu
daerah. Adapun sebelas panglima dan tugasnya adalah sebagai berikut :
1. Khalid bin Walid diperintahkan untuk memerangi Tulaihah bin Khuwailid dari
bani asad yang mengaku sebagai Nabi dan Malik bin Nuwairah dari bani Tamim
yang memimpin pemberontakan di al-Battah, suatu daerah di Arab tengah.
2. Ikrimah bin Abu Jahal diberi tugas untuk memerangi Musailamah al-Kazzab
seorang kepala suku yang mengaku sebagai nabi. Gerakan ini muncul di daerah
bani Hanifah yang terletak dipesisir timur Arab (Yamamah).
3. Syurahbil bin Hasanah mendapat tugas membantu Ikrimah, sebagai pasukan
cadangan. Jika tugasnya selesai ia dan tentaranya diperintahkan langsung menuju
pusat wilayah Yamamah.
4. Muhajir bin Umayyah diutus untuk menundukkan sisa-sisa pengikut Aswad al-
Ansi (orang yang pertama mengaku sebagai nabi) di Yaman. Selanjutnya ia harus
menuju Hadramaut dan Kindah untuk menghadapi pemberontakan yang dipimpin
Asy’as ibn Qais di Jazirah Arab selatan.
5. Huzaifah bin Mihsan al-galfani diperintahkan untuk mengamankan daerah Daba
yang terletak diwilayah tenggara, dekat Oman sekarang, juga karena pemimpin
mereka mengaku Nabi yaitu Zut-Taj Laqit ibn Malik al-Azdi
6. Arfajah bin Hursimah ditugaskan untuk mengembalikan stabilitas daerah Mahrah
dan Oman yang terletak dipantai selatan Jazirah Arabia. Mereka membangkang
terhadap Islam dibawa pemimpinan Abu Bakar.
7. Suwaib bin Muqrin diperintahkan untuk mengamankan daerah Tihamah yang
terletak sepanjang pantai Laut Merah. Mereka juga membangkang terhadap
pimpinan Abu Bakar.
8. Al-Alla’ bin al-Hadrami mendapat tugas ke daerah kekuasaan Hutam ibn Dabi’ah
yang yang murtad dari Islam.
9. Amru bin Ash ditugaskan ke wilayah suku Qida’ah dan Wadi’ah yang terletak di
barat laut Jazirah Arabiyah. Mereka juga membelot terhadap kepemimpinan
Islam.
10. Khalid bin Sa’id mendapat tugas menghadapi suku-suku besar bangsa Arab yang
ada diwilayah tengah bagian utara sampai perbatasan Suriah dan Irak yang juga
menunjukkan pembangkangan terhadap Islam.
11. Mi’an bin Hijaz mendapat tugas untuk menghadapi kaum Riddah yang berasal
dari suku Salim dan Hawazin di daerah Ta’rif yang membangkan terhadap
kepemimpinan Islam.13
Sementara itu, Abu Bakar sendiri telah siap berangkat memimpin satu pasukan ke
Dzil Qishshah, tetapi Ali Rodhiyallahu ‘anhu berkeras untuk mencegah seraya
berkata:“Wahai Khalifah Rasulullah, kuingatkan kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Perang Uhud, ‘Sarungkanlah pedangmu dan
senangkanlah kami dengan dirimu.’ Demi Allah, jika kaum Muslimin mengalami musibah
karena kematianmu, niscaya mereka tidak akan memiliki eksistensi sepeninggalanmu.”
Abu Bakar kemudian kembali dan menyerahkan panji tersebut kepada yang lain.
Allah memberikan dukungan kepada kaum Muslimin dalam pertempuran ini sehingga
berhasil menumpas kemurtadan, memantapkan Islam di segenap penjuru Jazirah, dan
memaksa semua kabilah untuk membayar zakat.
5) Pengumpulan Al-Qur’an

13
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, hlm.56-57.
Penghimpunan Al-Qur’an ini merupakan atas rekomendasi Umar bin Khatab saat
melihat banyak dari kalangan sahabat yang hafal Al-Qur’an yang syahid saaat peperangan di
Yamamah dalam memerangi kemurtadan yang menewaskan Musailamah Al-Kadzab beserta
20.000 orang lainnya, sedangkan dari pihak kaum muslim sebanyak 12.000 orang.Maka dari
kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur’an melalui hilangnya para Qurra, yang akhirnya
membuat Abu Bakar menginisiasi penghimpunan Al-Qur’an melalui Zaid bin Tsabit sebagai
sekertaris Rasulullah SAW, dengan mengumpulkan potongan-potongan ayat Al-Qur’an yang
terdapat pada lembaran pelepah kurma dan lempengan batu putih, serta memori umat
islam.Setelah itu mushaf disimpan oleh Abu Bakar, setelah sepeninggal Abu Bakar mushaf
disimpan oleh Umar bin Khatab hingga dia wafat, dan kemudian berada ditangan Hafshah.
6) Ilmu Pengetahuan
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi
materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari
pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut
Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab
merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan
Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan
pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga
pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.Ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam
pemerintahan atau kenegaraan, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah.
Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, dan
Zaid bin tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin
Khathab sebagai hakim Agung.
b. Pertahanan dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan
eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid,
Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain. Pada tahap pertama,
Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (6333 M),
ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke persia
menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia.Mengetahui hal itu, Abu Bakar
segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa
pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju
wilayah persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera duserbu. Pasukan
Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam disebut dengan Mauqi’ah
Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai.Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya
menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing
kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah
ditentukan. Kempat kelompok tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut :
1. Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
2. Amru bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu
berada di bawah kekuasaan Romawi Timur.
3. Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania.
4. Yazid bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah
Selatan. Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk menaklukkan Persia dan
Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin khathab.
c. Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama masa
pemerintahan Abu bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan.
Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal ‘alim.
d. Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat
dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut
digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan
yang ada.

E. Wasiat dan solusi Abu Bakar As-Shiddiq kepada Umar Ibn Khattab
Setelah mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai
pengganti, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan surat tersebut, adapun
wasiat tersebut berbunyi : “Bismillahirrahmanirrahim.
Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar, Khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya
di dunia dan awal kehidupannya di akhirat, di mana orang kafir akan beriman dan orang fajir
akan yakin. Sesungguhnya. aku telah mengangkat Umar ibnul Khaththab untuk memimpin
kalian. Jika dia bersabar dan berlaku adil. itulah yang kuketahui tentang dia dan pendapatku
tentang dirinya. Ketika dia menyimpang dan berubah, aku tidak mengetahui hal yang ghaib.
Kebaikanlah yang aku inginkan bagi setiap apa yang telah diupayakan. Orang-orang yang
zhalim akan mengetahui apa nasib yang akan ditemuinya.”
Abu Bakar menstempelnya. Surat wasiat ini lalu dibawa keluar oleh Utsman untuk
dibacakan kepada khalayak ramai. Mereka pun membaiat Umar ibnul Khaththab. Peristiwa
ini berlangsung pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriah.Adapun solusi yang diberikan
Abu Bakar As-Shiddiq agar Umar jadi penggantinya adalah :
1. Abu Bakar As-Shiddiq khawatir terjadi lagi peristiwa Tsaqifah Bani saidah dimana
didalamnya terjadi perselisihan pendapat dalam penggantian khalifah.
2. Tidak mustahil daerah-daerah yang padam akan tidak adanya lagi yang tidak mau
bayar zakat, dan tidak muncul lagi nabi-nabi palsu, bisa bergejolok kembali.
3. Dalam musyawarah Abu Bakar As-Shiddiq tidak pernah meninggalkan musyawarah
bagaimana pun kondisinya, jadi dalam pemerintahan masa Abu Bakar As-Shiddiq
musyawarah harus diutamakan dan dilanjutkan dimasa pemerintahan selanjutnya.
F. Wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq
Pada akhir minggu pertama Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah Abu Bakar jatuh sakit.
Pada musim dingin hari itu, Abu Bakar mendi, lalu ia terserang demam yang sangat berat. Ia
pun sadar bahwa penyakitnya itu akan membawa maut. Ia ditawari untuk dipanggilkan
dokter, tapi ia menjawab, “Dia telah melihatku dan berkata, “Aku pembuat sekendakku”1414
Dalam sakitnya ia berwasiat kepada Aisyah supaya dikafani dengan dua helai kain
bersih yang biasa ia pakai bersembahyang. Ketika Aisyah menawarkan hendak
mengkafaninya dengan kain biru, ia berkata, “orang yang hidup lebih memerlukan yang baru
daripada yang sudah mati, kapan itu hanya buat cacing dan tanah”.
Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq
pada 21 bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah, bertepatan tanggal 22 Agustus tahun 634 M.
Lamanya memerintah 2 tahun 3 bulan 10 hari, dikebumikan di kamar Aisyah di samping
makan Sahabatnya yang mulia rasulullah Saw.

14
Badri Yatin, Sejarah Peradaban Islam,hlm. 30 .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintahan Abu Bakar punya jati diri sendiri serta pembentukannya yang
sempurna, mencakup kebesaran jiwa yang sungguh luar biasa, bahkan sangat menakjubkan.
Kita sudah melihat betapa tingginya kesadaran Abu Bakar terhadap prinsip-prinsip yang
berpedoman pada Al-Qur'an sehingga ia dapat memastikan untuk menanamkan pada dirinya
batas antara kebenaran untuk kebenaran dengan kebohongan untuk kebenaran.Prinsip-prinsip
dalam Islam, dilukiskan Abu Bakar dengan mendorong kaum Muslimin memerangi orang-
orang yang ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad, orang-orang yang
enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi.
Perjuangan Abu Bakar tidak hanya sampai di situ, ia juga melakukan berbagai
peperangan demi kemajuan Islam. Bahkan ia tidak hanya mengorbankan jiwanya,
hartanyapun ia korbankan demi Islam. Sampai pada akhir menjelang wafatnya pun
peperangan belum terselesaikan, akan tetapi ia sempat memilih Umar bin Khatab sebagai
penggantinya dengan meminta persetujuan dari kalangan para sahabat. Dari uraian sejarah
singkat tentang Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ada beberapa ‘Ibrah yang dapat diambil.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu tersebut
menunjukkan sejumlah hal dan prinsip, di antaranya :
1. Pengangkatan Khilafah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berlangsung melalui syura.
Semua Ahlul Halli wal-’Aqdi dari kalangan sahabat termasuk di dalamnya Ali
Radhiyallahu ‘anhu ikut serta dalam pengambilan keputusan ini. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada satu pun nash al-Qur’an atau Sunnah yang menegaskan hak khalifah
kepada seseorang sepeninggal Rasulullah Saw.
2. Perbedaan pendapat yang terjadi di Saqifah bani Sa’idah antar para tokoh sahabat,
dalam rangka memusyawarahkan pemilihan khalifah, merupakan hal lumrah yang
menjadi tuntutan pembahasan suatu permasalahan. Hal ini bahkan menjadi bukti
nyata atas perlindungan Pembuat syariat (Allah) terhadap beraneka pendapat dan
pandangan dari segala bentuk pelarangan dan pembatasan, selama menyangkut
masalah yang tidak dinyatakan secara tegas dan gamblang oleh nash. Jalan untuk
mencapai kebenaran tentang setiap masalah yang didiamkan oleh Pembuat syariat
ialah dengan mengemukakan berbagai pandangan dan membahas semuanya dengan
objektif, bebas, dan jujur.
3. Nasihat Ali Radhiyallahu ‘anhu kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu agar tidak ikut
terjun memerangi kaum murtad. Ali mengkhawatirkan kaum Muslimin jika beliau
terbunuh. Hal ini menjadi bukti nyata atas kecintaan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang
sangat mendalam terhadap Abu Bakar.
4. Setiap Muslim yang merenungkan sikap yang diambil oleh Abu Bakar Radhiyallahu
‘anhu terhadap kabilah-kabilah yang murtad dan tekad yang begitu kuat untuk
memerangi kabilah-kabilah tersebut sehingga berhasil meyakinkan semua sahabat
yang pada mulanya tidak bersedia melakukannya, niscaya akan meyakini adanya
hikmah Allah yang telah mengangkat orang yang sesuai dan untuk menghadapi tugas
yang sesuai pula.
5. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu
jasa besar dari khalifah Abu Bakar. Selama peperangan Riddah, banyak dari
penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal
bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang
berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu
Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan
persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya.
6. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih
pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua
kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi
maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri
memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi,
karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam.
7. Pengukuhan imamah tidak dapat diakui sah kecuali setelah mengemukakan kepada
kaum Muslimin kemudian pernyataan ridha dari kaum Muslimin terhadap imamah
yang telah diwasiatkan tersebut. Jadi, ditetapkannya imamah hanyalah dengan
keridhaan tersebut. Yakni, seandainya Abu Bakar mewasiatkan khalifah kepada
Umar, tetapi kaum Muslimin tidak meridhainya, wasiat tersebut tidak ada nilainya.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya
dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak
kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik nya yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim Hassan, Hasan,1979. Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Safaqi Al-


Ijtima’I, Jilid I,
Kairo: Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah, cetakan ke-9.
Fu’adi, Imam,2008 Sejarah Peradaban Islam,
Yogyakarta: Teras.
Iqbal, Muhammad, 2014. Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam,
Jakarta : Prenadamedia Group.
http://peristiwa-Bani-Saidah,blogspot.com/diakses 22 september 2016, 17.20wib.

Yatim, Badri, 1997. Sejarah Peradaban Islam,


Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hasan, Ibrahim, 2006. Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Kalam Mulia.
Rohani, Laila, 2016. Sejarah Peradaban Islam,
Medan : Perdana Publishing,
http://knowledgeisfreee.blogspot.co.id/2015/11/makalah-masa-kepemimpinan-
khalifah-abu.html, diakses 22 september 2016, 16.40wib.

Anda mungkin juga menyukai