Anda di halaman 1dari 2

BBM Naik, Masyarakat Pusing

Bahan bakar minyak atau BBM adalah salah satu jenis bahan bakar yang digunakan
untuk menghidupkan mesin untuk menggerakan kendaraan bermotor atau mesin-mesin di
pabrik. Ada beberapa jenis BBM yang dikenal di Indonesia, seperti minyak tanah rumah
tangga, minyak tanah industri, pertamax, pertamax plus, premium, bio premium, bio solar,
pertamina DEX, solar transportasi, solar industri, minyak diesel, dan minyak bakar. BBM itu
sendiri berasal dari hasil pengolahan minyak bumi. Kita ketahui bersama bahwa minyak bumi
dihasilkan dari sisa-sisa fosil yang mengalami pembusukan selama berjuta-juta tahun dan
berubah menjadi minyak bumi. Namun, akhir-akhir ini persedian minyak bumi mulai
berkurang karena permintaan pengolahan minyak bumi menjadi BBM terus meningkat
sementara minyak bumi itu sendiri tidak bisa diproduksi dengan cepat dan instan. Akibatnya
harga minyak bumi dalam satu dekade terakhir terus meningkat tajam dan ditambah dengan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US dollar sehingga Indonesia mengalami kerugian
yang begitu besar. Dengan demikian Indonesia yang merupakan negara pengekspor minyak
bumi dunia dan tergabung dalam OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries)
secara resmi pada tahun 2008 Indonesia keluar dari OPEC karena tidak sanggup lagi
mengekspor minyak dunia dan sekarang menjadi negara pengimpor minyak untuk memenuhi
permintaan minyak nasional.

Di Indonesia, masyarakat biasa mengonsumsi BBM bersubsidi (premium dan solar)


karena harganya yang lebih murah dari harga BBM non subsidi. Bahkan, masyarakat
ekonomi menengah ke atas juga ikut-ikutan mengonsumsi BBM bersubsidi untuk kegiatan
sehari-hari ataupun menjalankan operasi perusahaan. Akibat dari hal tersebut, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2013 ini tidak sanggup lagi
menganggarkan biaya untuk mendanai BBM bersubsidi untuk beberapa bulan yang tersisa
pada tahun 2013 sehingga pemerintah mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) kepada DPR-RI. Namun, pada sidang paripurna
DPR-RI pada tanggal 17 Juni 2013 terjadi perselisihan antara fraksi yang mendukung
pengesahan APBN-P 2013 dengan fraksi yang menolak APBN-P 2013. Setelah terjadi
musyawarah yang alot dalam sidang paripurna DPR-RI dan tidak menghasilkan keputusan
yang memuaskan berbagai pihak, maka dengan terpaksa diadakan voting untuk mengambil
keputusan yang terbaik dan DPR-RI secara resmi menyetujui RAPBN-P 2013 menjadi
APBN-P 2013. Dengan keputusan tersebut pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri
ESDM Jero Wacik menyatakan menaikkan harga BBM bersubsidi dengan rincian premium
dari harga Rp 4500,- naik nenjadi Rp 6500,- (naik 44%) dan solar dari harga Rp 4500,- naik
menjadi Rp 5500,- (naik 22%) serta berlaku mulai hari Sabtu, 22 Juni 2013 pukul 00.00 WIB
di seluruh Indonesia. Dengan naiknya harga BBM bersubsidi akan berdampak besar bagi
perkonomian Indonesia.

Dari segi ekonomi secara nasional, dengan naiknya harga BBM bersubsidi
menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok mulai naik dari harga biasanya. Hal ini membuat
masyarakat khususnya ibu-ibu mulai berpikir keras untuk mengefektifkan uang dapur yang
ada untuk membeli kebutuhan pokok yang diperlukan saja. Para pedagang kebutuhan pokok
juga mengeluh karena omset mereka menurun sedikit demi sedikit karena kenaikan harga
BBM bersubsidi yang diikuti harga kebutuhan pokok membuat masyarakat mulai mengurangi
membeli kebuthan pokok yang biasanya masyarakat membeli cabai 1 kilo kini hanya
membeli ½ kilo cabai. Apalagi kenaikan harga BBM tersebut berdekatan dengan bulan puasa
sehingga beban masyarakat semakin menjadi rumit lagi. Selain itu, kenaikan harga BBM
bersubsidi kemungkinan akan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional dan
memperbesar peluang terjadinya inflasi.

Dari segi ekonomi mikro khususnya pada perusahaan, kenaikan harga BBM subsidi
akan mempengaruhi tingkat produksi perusahaan. Hal ini disebabkan, BBM merupakan salah
satu biaya tetap dalam memproduksi produk mereka baik dalam menjalakan mesin-mesin
pabrik ataupun dalam biaya pendistribusiaan barang ke konsumen. Akibat hal tersebut,
perusahaan akan mulai berpikir apakah menaikan harga produk dengan kuantitas produk tetap
atau menetapkan harga produk dengan harga sebelumnya dengan mengurangi kuantitas
produk bahkan menetapkan harga produk yang sama dengan harga yang sebelumnya dan
menetapkan kuantitas produk yang sama dengan kuantitas produksi yang sebelumnya
dengan kemungkinan mengalami kerugiaan perusahaan. Selain itu, perusahaan mulai
berusaha untuk menditribusikan produk ke konsumen seefisien dan seefektif mungkin untuk
menggunakan anggaran yang ada.

Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mulai merancang kompensasi yang


bertujuan membantu masyarakat ekonomi rendah untuk meringankan beban masyarakat dari
akibat kenaikan BBM bersubsidi tersebut. Kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk
melakukan kompensasi tersebut seperti BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat),
Bantuan Siswa Miskin, Program Keluarga Harapan (PKS), dan Raskin. Dana BLSM akan
diberikan selama empat bulan berturut-turut sebesar Rp 150.000, per keluarga. Sasaran dari
program BLSM ini mencapai 15,5 juta keluarga miskin.Selain itu, masyarakat miskin akan
mendapatkan raskin sebanyak dua kali dalam satu bulan dengan jumlah 30 kilogram. Raskin
dapat diambil dengan menggunakan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang telah
dibagikan.Di dalam rancangan itu terdapat dana kompensasi seperti BLSM, Bantuan Siswa
Miskin, Program Keluarga Harapan (PKS), dan Raskin. Selain itu, pemerintah juga
seharusnya mulai serius dalam mengembangkan bahan bakar pengganti yang harganya jauh
lebih murah dari harga BBM bersubsidi. Untuk itu, dengan dikuranginya biaya subsidi pada
APBN-P seharusnya ada anggaran yang bisa digunakan untuk mulai mengembangkan bahan
bakar pengganti. Untuk menjalakan rencana tersebut, pemerintah harus mengajak ilmuwan
dan mahasiswa untuk mulai mengembangkan bahan bakar pengganti dan mensosialisasikan
kepada masyarakat untuk mulai beralih dari BBM bersubsidi ke bahan bakar pengganti
seperti BBG (Bahan Bakar Gas). Selain itu, pemerintah juga harus mengajak perusahaan
otomotif di Indonesia untuk mulai mengembangkan kendaraan yang hemat energi dan tidak
bergantung pada bahan bakar minyak secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai