Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

GIPS DAN TRAKSI

OLEH :

VHOPIE CHARUA BHIESMA

NIM. 04121003026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat
sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh (Brunner &
Suddarth), Traksi merupakan pengobatan konservatif yang bertujuan untuk
mereduksi fraktur atau kelainan kelainan seperti spasme otot dengan
menggunakan pemberat sebagai konter traksi. (Chaerudin Rasyad, 2007).
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh
dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram,
1999). gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai
dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder,2000) Jadi gips
adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di
alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Indikasi
pemasangaan gips adalah klien dislokasi sendi, fraktur, penyakit tulang spondilitis
TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dan lain-lain

B. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui pengertian Traksi & Gips.
2. Untuk mengetahui tujuan dari pemasangan Traksi & Gips.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Traksi Dan Gips.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Traksi Dan Gips.
5. Untuk mengetahui komplikasi dari Traksi Dan Gips.
6. Untuk mengetahui etiologi dari Traksi Dan Gips.
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Traksi Dan Gips.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Traksi Dan Gips.
9. Untuk mengetahui prinsip-prinsip perawatan Traksi & Gips.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Traksi

A. Definisi Traksi
Traksi adalah gaya tarikan ke bagian tubuh (Brunner & Suddarth). Traksi
merupakan pengobatan konservatif yang bertujuan untuk mereduksi fraktur atau
kelainan-kelainan seperti spasme otot dengan menggunakan pemberat sebagai
konter traksi. (Chaeruddin Rasyad, 2007). Traksi di gunakan untuk meluruskan
atau gaya tarikan untuk mengembalikan atau mempertahankan posisi yang
anatomis pada fraktur ( Karen burke, 2008). Prinsip traksi adalah menarik tahanan
yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan
menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang disebut
dengan counter traksi. Tahanan dalam traksi didasari pada hukum ketiga (
Footner, 1992 and Dave, 1995 ). Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai
traksi manual, penggunaan talim splint dan berat sebagaimana pada traksi kulit
serta melalui pin , wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi
skeletal ( Taylor,1987 and Osmond, 1999 ).
Traksi sekeletal menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung
keskeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang (
Taylor, 1987; Styrcula, 1994 dan Osmond, 1999 ). Traksi skeletal untuk fraktur
yang tidak stabil berguna mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg
dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang ( Styrcula, 1994 and
Osmond, 1999 ).

B. Tujuan Pemasangan Traksi


a. Meminimalkan spasme otot
Spasme otot daapat menimbulkan nyeri hebat pada fraktur, ini dikarenakan
desakan fragmen cedera pada jaringan lunak, pemasangan traksi membuat
fragmen tidak terlalu mendesak cedera yang dialami pasien sehingga spasme otot
dapat diminimalkan dan rasa nyeri berkurang. Contoh traksi pada tulang belakang

3
bermanfaat untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit pada leher dan
bokong (Low Back Pain).
b. Mereduksi dan mensejajarkan
Traksi bermanfaat untuk mengatur dan mensejajarkan fragmen tulang yang
terputus kontinuitasnya dengan tarikan.
c. Mengimobilisasi fraktur
Imobilisasi fraktur bermanfaat untuk mempertahankan posisi fraktur dan
meminimalisir tulang untuk berubah posisi.
d. Mengurangi deformitas
Traksi mengurangi pergeseran tulang yang dapat disebabkan oleh tarikan otot
maupun gravitasi, karenaa pada pasien fraktur fungsi tulang sebagai penyangga
dan tempat melekatnya otot tidak dimaksimal sehingga rentan terjaadi pergeseran
tulang. Dalam penanganan patah tulang kita perlu melakukan beberapa tindakan,
yaitu :
1. Reposisi
2. Fiksasi
3. Rehabilitasi

C. Traksi Secara Konservatif


Ada 2 cara :
1. Traksi kulit
Skin traksi merupakan penarikan bagian tulang yang mengalami fraktur
dengan menempelkan plaster dengan teknik pembebatan secara langsung pada
kulit untuk mempertahankan bentuk, dalam jangka waktu pendek antara 48 jam
sampai 72 jam. Contoh pada fraktur suprakondelier pada anak-anak, fraktur
femur, HNP dan kontraktur sendi.

4
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan
imobilisasi. Bila dibutuhkan beban traksi yang berat dan dalam waktu yang lama,
sebaiknya gunakan traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat beban menarik tali,
spon karet atau bahan kanvas yang diletakkan kekulit. Traksi pada kulit
meneruskan traksi kestruktur muskulosketal. Beratnya beban yang dapat dipasang
sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit, tidak lebih dari 2-3 kg. Traksi
pelvis umumnya 4,5-9 kg, tergantung berat badan klien ( Smeltzer, 2002 ).
Menurut Sjamsuhidajat (1997), beban tarikan pada traksi kulit tidak boleh
melebihi 5 kg, karena bila beban berlebih kulit dapat mengalami nekrosis akibat
tarikan yang terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis, beban yang
diberikan bahkan lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh dilakukan traksi
kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak karena traksi skelet pada anak
dapat merusak cakram episifis. Jadi beratnya beban traksi kulit antara 2-5 kg.
Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kulit yang sensitive dan rapuh
pada lansia harus diidentifikasi pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian
awal. Reaksi kulit yang berhubungan langsung dengan plester dan spon harus
dipantau ketat. Traksi kulit harus dipasang dengan kuat agar kontak dengan
plester dan spon tetap erat. Gaya geseran pada kulit harus dicegah. Plester traksi
harus dipalpasi setiap hari untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Pada ekstremitas
bawah, tumit, dan tendo Achilles harus diinspeksi beberapa sekali.
Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari perlu
bantuan perawat lain untuk menyangga ekstremitas selama inspeks. Lakukan
perawatan punggung minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus dekubitus.

5
Gunakan kasur udara, busa densitas pada untuk meminimalkan terjadinya
ulkuskulit.
Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada tujuan
traksi. Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari,
sedangkan traksi untuk reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan lama
terjadinya kolusfibrosa. Setelah terjadi kolusfibrosa, ekstremitas imobilitas
dengan gips. Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ekstremitas ) digunakan pada
orang dewasa, termasuk traksi ekstensi Buck, traksiRussel, dantraksi Dunlop.

a. Traksi Buck
Traksi Buck merupakan traksi kulit dan sering pada ekstremitas bawah(
inferior ) biasanya digunakan pada fraktur femur, pelvis danlutut.

Ekstensi Buck ( unilateral atau bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana
tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial dantemporer
yang diingingan. Traksi Buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah
cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya insfeksi kulit dari
adanya abrasid angangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus
dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering
sebelum boot spon atau pita traksi dipasang.
b. Traksi Russel
Traksi Russel termasuk dalam skin traksi dan suatu balanced traction
kegunaannya pada orang tua dengan fraktur pelvis dan juga pada anak-anak
dengan fraktur femur.

6
Traksi Russel, traksi Russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato
tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberkan gaya
tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastic ketungkai bawah. Bila
perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan
menghindari tekanan pada tumit.
c. Traksi Dunlop
Traksi Dunlop traksi yang digunakan pada fraktur supracondylar humerus
dengan teknik lengan tangan digantung dengan skin traksi.

Traksi Dunlop adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas. Traksi
horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin
traksi kulit tetap efektif, harus dihindari adanya lipatan dan lepasnya balutan traksi
dan kontraksi harus tetap terjaga. Posisi yang benar harus dipertahankan agar
tungkai atau lengan tetap dalam posisi netral. Untuk mencegah pergerakan
fragmen tulang satu sama lain. klien dilarang memiringkan badannya namun

7
hanya boleh sedikit bergeser. Traksi kulit dapat menimbulkan maalah resiko,
seperti kerusakan kulit, tekanan saraf, dan kerusakan sirkulasi.
2. Traksi skeletal (skeletal traction)
Traksi skeletal merupakan traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bendek dengan
memasukan pins atau kawat kedalam tulang.
Metode ini sering digunakan untuk menang anifraktur femur, tibia,
humerus, dan tulang leher. Traksi dipasang langsung ketulang dengan
menggunakan pin metal ataukawat (misal Steinman’s pin, Kirchner wire) yang
dimasukkan kedalam tulang disebelah distal garis fraktur, menghindari saraf,
pembuluh darah, otot, tendon, dansendi. Tong yang dipasang di kepala ( missal
Gardner Wells tong ) difiksasi dikepala untuk memberikan traksi yang
mengibolisasi fraktur leher.
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai
efekterapi. Beban yang dipasang biasanya harus dapat melawan daya pemendekan
akibat spasme otot yang cedera. Ketika ototrileks, beban traksi dapat dikurangi
untuk mencegah terjadinya dislokasi garis fraktur dan untuk mencapai
penyembuhan fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat ( 1997 ), bahwa beban
traksi untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5-7 kg,pada dislokasi lama
panggul bisa 15-20 kg..
Kadang-kadang traksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong
ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas
tertentu, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas tertentu, dan
memungkinkan kemandirian klien maupun asuhan keperawatan sementara traksi
yang efektif tetap dipertahankan. Bebat Thomas dengan pengait Pearson sering
digunakan bersama traksi skelet pada fraktur femur. Dapat pula digunakan dengan
traksi kulit dan aparatus suspensi seimbang lainnya.
Untuk mempertahankan traksi tetap efektif, pastikan tali tetap terletak
dalam alur roda pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap tergantung dengan
bebas, dan simpul pada tali terikat erat. Evaluasi posisi klien, karena klien yang
merosot ke bawah dapat menyebabkan traksi tidak efekif. Beban tidak boleh

8
diambil dari traksi skelet kecuali jika terjadi keadaan yang membahayakan jiwa.
Bila beban diambil, tujuan penggunaannya akan hilang dan dapat terjadi cidera.
Kesajajaran tubuh klien harus dijaga agar garis tarikannya efektif. Kaki
diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah terjadinya Footdrop ( plantar
fleksi ), rotasi kedalam ( inversi ). Kaki klien harus disangga dalam posisi netral
dengan alat ortopedi.
Perlu dipasang pegangan diatas tempat tidur, agar klien mudah untuk
berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergerak dan
defekasi ditempat tidur, serta menaikkan pingguldari tempat tidur untuk
memudahkan perawatan punggung. Lindungi tumit untuk dilakukan inspeksi,
karena klien sering menggunakan sebagai penyangga, sehingga dapat
menyebabkan cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (luka) perlu
dikaji. Lakukan inspeksi paling sedikit tiap delapan jam dari adanya tanda
inflamasi dan bukti adanya infeksi.
Pada klien terpasang traksi perlu melakukan latihan, berguna untuk
menjaga kekuatan dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan
dilakukan sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi menarik pegangan diatas
tempat tidur., fleksi dan ekstensi kaki, latihan rentang gerak, dan menahan beban
bagi sendi yang sehat. Pada ekstremitas yang diimobilisasi, lakukan latihan
kuadrisepdan pengesetan gluteal.
Dorong klien untuk melakukan latihan fleksi dan ekstensi pergelangan
kaki dan kontraksi isometrik otot-otot betis, sebanyak 10 kali setiap jam saat klien
terjaga, dapat mengurangi risiko trombosis vena dalam. Dapat juga diberikan
stoking elastis, alat kompresi dan terapi antikoagulan untuk mencegah
terbentuknya trombus.
Pengangkatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan
terbentuknya kalus. Pin dipotong sedekat mungkin dengan kulit dan diangkat oleh
dokter kemudian dipasang gips atau bidai untuk melindungi tulang yang sedang
proses penyembuhan.
Contoh :
a. Traksi skeletal untuk jangka pendek pada fraktur femur
 Tibia proksimal

9
b. Traksi skeletal untuk jangka panjang pada fraktur femur
 Femur distal

Skin traksi atau traksi kulit dilakukan apabila daya tarik atau tarikan
mereposisi tulang yang diperlukan kecil. Bila perlu daya tarik yaang besar dan
untuk jangka waktu lama dipasang traksi skeletal. Beban yang diberikan untuk
traksi kulit sebesar 1/7 dari berat badan, maksimal 5 kg. Beban pada traksi
skeletal dapat 2 atau 3 kali lipat ( 1/5 dari berat badan ).

Contoh-contoh alat atau sistem traksi


a. Thomas Splint
b. Bohler Broun Frame
c. Gallow or Bryant’s traction
d. Balanced Suspension
e. Crutchfield Tongs
f. Weber extensionsapparat
g. Cotrel traction dan Ducroquet extension
h. Cervical traction
i. Halo-Femoral traction
j. Well-Leg traction
k. 90-90 traction
l. Fisk traktion

10
Gambar alat-alat traksi beserta penjelasannya :
a. Thomas Splint

b. Bohler Bround Frame

c. Gallow or Bryant’s traction

11
d. Balanced Suspension

e. Crutchfield Tongs

f. Weber extensionsapparat

Merupakan traksi kulit dan traksi skeletal biasanya digunakan pada anak-
anak yang mengalami fraktur femur.

12
g. Cotrel traction dan Ducroquet extension

Traksi yang digunakan untuk terapi skoliosis, pemakaian traksi ini


merupakan tindakan pendahuluan sebelum operasi dan pemasangan gips.
h. Cervical traction

Digunakan untuk traksi leher pada pasien duduk atau tiduran secara terus
menerus (kontinyu) atau secara intermittent.

i. Halo-Femoral traction

Traksi berlawanan pada kepala dan femur dikombinasikan dengan alat


Crutchfield Tongs.

13
j. Well-Leg traction

Penarikan pada kaki dengan tahanan pada persendian yang


menghubungkan keduanya dan digunakan pada fraktur femur.

k. 90-90 traction

Traksi secara skeletal digunakan pada fraktur femur.

l. Fisk traction

Digunakan pada fraktur supracondylair femur dengan bantuan Thomas Splint


yang dimodifikasi dan termasuk dalam Traksi Skeletal

14
D. Etiologi
1. Tidak diketahui
2. Faktor predisposisi
· Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
· Trauma akibat kecelakaan.
· Trauma akibat pembedahan ortopedi
· Terjadi infeksi disekitar sendi.

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Deformitas
7. Kekakuan

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri
leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan
subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
2. CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang
sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
3. MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah
sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus. MRI
menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan
frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI
yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh
darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak

15
merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam
yang mengganggu selama prosedur ini.
4. Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat
neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai
gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi
radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi
atau kompresi.

G. Komplikasi
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien yang
terpasang traksi adalah sebagai berikut.
a. Dekubitus
1. Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan
intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2. Perubahan posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (misal
pelindung siku) sangat membantu perubahan posisi.
3. Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah kerusakan
kulit.
4. Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter
atau ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.

b. Kongesti Paru dan Pneumonia


1. Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien
2. Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif
3. Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus, misalnya
spirometri insentif, bila riwayat klien dan data dasar menunjukkan klien
berisiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan
4. Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan terapi sesuai order.

16
c. Konstipasi dan Anoreksia
1. Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas
gaster.
2. Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengandokter mengenai
penggunaan pelunak tinja, laksatif, suppositoria, dan enema.
3. Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam progam diet
sesuai kebutuhan.

d. Stasis dan infeksi saluran kemih


Pantau masukan dan keluaran berkemih
2. Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup dan
berkemih tiap 2-3jam sekali.
3. Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan
dengan dokter untuk menanganinya.

e. Trombosis vena profunda


1. Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi
2. Dorong untuk minum yang banuak untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
3. Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis vena dalam dan
melaporkannya ke dokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.

H. Prinsip Perawatan Traksi


1. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung
) dan aktivitas terapeutik.
2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan
teknik aseptic dengan tepat.
5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.

17
7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan
imajinasi, nafas dalam.
8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh:
edema, eritema.

I. Keuntungan Pemakaian Traksi


a. Menurunkan nyeri prasme
b. Mengoreksi dan mencegah deformitas
c. Mengobilisasi sendi yang sakit

J. Kerugian Pemakaian Traksi


a. Perawatan rumah sakit lebih lama
b. Mobilisasi terbatas
c. Penggunaan alat-alat lebih banyak

2.2 Gips
A. Pengertian Gips
Gips adalaah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh
dengan menggunakan bahan gips tipe plester atau fiber glass ( Barbara
Engram,1999 ). Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak
sesuai dengan kontur tubuh tempat gips dipasang ( Brunner & Sunder, 2000 ).
Dapat disimpulkan gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari
bahan mineral dengan tipe fiberglass atau plaster, indikasi pemangan gips antara
lain pasien fraktur, dislokasi sendi, penyakit tulang spondilitis TBC, pasca
operasi, skliosis, dll.

B. Jenis – Jenis Gips


1. Gips Lengan
Klien yang lengannya di imobilisasi dengan gips harus mematuhi berbagai
kewajiban rutin. Pembengkakan (edema), kontraktur, bahkan sindrom
kompartemen dapat terjadi akibat pemasang gips. Lengan yang bebas harus selalu

18
digerakan sesuai gerakan lengan seperti biasa. Klien mungkin merasakan
kelelahan sehubungan dengan perubahan aktifitas dan berat gips itu sendiri, oleh
karena itu di perlukan banyak waktu istirahat. untuk mengurangi dan mengontrol
pembengkakan, lengan yang diimobolisasi harus di tinggikan. ketika klien
berbaring, lengan di tinggikan , dengan setiap sendi diposisikan lebih tinggi dari
sendi yang lebih proksimal ( misal siku lebih tinggi dari sendi bahu, tangan lebih
tinggi dari siku ). Bila klien duduk, lengan juga harus tetap ditinggikan.
Bagi klien rawat jalan boleh dipasang sling (penggantung ). Untuk
menegah tekanan pada syaraf spinal leher, tekanan pengggantung harus tersebar di
daerah yang luas dan bukan hanya pada belakang leher saja .klien dianjurkan
untuk sesering mungkin melepaskan penggantung dan meninggikan lengannya .
Gangguan peredaran darah akan tampak jelas dengan adanya tanda
sianotik, pembekakkan, dan ketidak mampuan meggerakan jari-jari. salah satu
efek serius kontriksi peredaran darah pada gips lengan adalah kontraktur
volkmann, suatu sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen dapat diatasi
dengan melakukan bivalving gips untuk menghilangkan konstriksi gips dan
dibalut. Jika perlu dilakukan fasiotomi untuk memperbaiki status vaskular.
kerusakan peremanen dapat terjadi dalam beberapa jam bila tidak dilakukan
pertolongan.
Kontraktur jari-jari dan pergelangan tangan dapat terjadi sebagai akibat
iskemia karena adanya obstruksi aliran darah arteri kelengan bawah dan tangan.
Klien tidak mampu mengekstensikan jari-jari, mengalami sensasi abnormal (
misal nyeri sulit hilang, nyeri karena regangan ), dan memperlihatkan gangguan
peredaran darah ke tangan .

2. Gips Tungkai
Imobilisasi biasa terjadi bagi klien dengan pemasangan gips tungkai.gips
tungkai dapat berupa gips tungkai pendek yang memanjang sampai lutut atau gips
tungkai panjang yang memanjang sampai lipatan paha. Gips yang masih basah
harus ditanganin sedemikian rupa supaya tidak terjadi cekungan atau retak.
Tungkai disanggah dengan bantal sampai setinggi jantung untuk mengotrol

19
pembengkakkan. Kompres es dapat di berikan bila perlu pada tempat fraktur
dihari pertama atau kedua .
Tungkai harus dikaji mengenai peredaran darah yang adekuat dan fungsi
saraf normal. Peredaran darah di kaji dengan memperhatikan warna, Suhu dan
pengisian kapiler jari kaki yang terbuka. Fungsi saraf dikaji dengan
memperhatikan dengan kemampuan klien untuk menggerakan jari-jari kaki
dengan menanyakan mengenai apa yang klien rasakan pada kaki. Kebas,
kesemutan, dan rasa terbakar dapat terjadi akibat cedera saraf proneus karena
tekanan pada kaput fibula. cedera saraf proneus merupakan penyebab utama
footdrop ( kilen tidak bisa melakukan dorsofleksi kaki ) .
Bila klien duduk , harus dianjurkan untuk meninggikan tungkai yang di
gips. klien harus berbaring sesering mungkin dalam tungkai yang di gips
ditinggika untuk memperbaiki aliran balik vena.

3. Gips Tubuh atau Spika


Teknik perawatan khusus dibutuhkan pada klien dengan gips tubuh atau
gips spika. gips tubuh dipasang bila diperlukan imobilisasi tulang belakang. spika
panggul digunakan pada klien dengan patah leher, tulang femur, dan beberapa
pembedahan sendi panggul. Gips spika baru dipasang pada patah leher tulang
humerus. Klien harus diawasi terhapad sindrom gips. Sebelum pemasangan gips
jelaskan prosedur yang akan dilakukan untuk mengurangi kecemasan klien.
Pemberian obat analgetik dan relaksan diberikan sebelum dilakukan prosedur,
sehingga memungkinkan klien untuk berkerja sama. klien dimiringkan setiap 2
jam setela penatalaksanaan prosedur, untuk memindahkan tekanan dan
memungkinkan gips untuk mengeras. klien diputar ke posisi tengkurap 2 kali
sehari sesuai tolerasi.
Kondisi gips ditangani dengan jenis gips menentukan jenis dan ketebalan
gips yang dipasang. Jenis- jenis gips sebagai berikut :
a. Gips lengan pendek
Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan,
dan melingkar erat didasar ibu jari.

20
b. Gips lengan panjang
Gips ini dipasang memanjang, dari setinggi lipat ketiak sampai sebelah
prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya diimobilisasi dalam posisi tegak
lurus.
c. Gips tungkai pendek
Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki
dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.
d. Gips tungkai panjang
Gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai
dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
e. Gips berjalan
Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai
telapak untuk berjalan.
f. Gips tubuh
Gips ini melingkar dibatang tubuh
g. Gips spika
Gips ini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ektremitas ( gips
spika tunggal dan ganda ).
h. Gips spika bahu
Jaket tubuh yang melingkar batang tubuh, bahu dan siku.
i. Gips spika pinggul
Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah ( gips spika
tunggal atau ganda ).

C. Tujuan Pemasangan Gips


1. Imobilitas kasus dislokasi sendi.
2. Fiksasi fraktur yang telah direduksi.
3. Koreksi cacat tulang.
4. Imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi.
5. Mengoreksi deformitas.

21
D. Bahan- Bahan Gips
1. Gips Plester
Gips tradisional dibuat dari bahan gips. gips pembalut dapat mengikuti kontur
tubuh secara halus. gulungan crinoline diimpergnasi dengan serbuk kalsium sulfat
anhidrus ( kristal gypsum ). dalam keadaan basah, terjadi reaksi kritalisasi dan
mengeluarkan panas ( reaksi eksotermis ). kristalisasi menghasilkan pembalutan
yang kaku. kecepatan terjadi reaksi kira-kira 15 – 20 menit. panas yang dihasilkan
selama reaksi ini sering menggangu kenyamanan. oleh karena itu, air yang
digunaka harus dingin. Gips harus ditempatkan di tempat terbuka, agar panas
dapat keluar secara maksimal. umumnya gips sudah dingan setelah 15 menit.
Setelah plester mengeras, gips masih tetap basah dan kadang masih agak
lembek. kekuatan penuh baru tercapai setelah kering. ketika masih lembab dapat
membentuk cekungan, bila pemasangannya menggunaka jari, buka telapak tangan
dibiarkan terletak pada benda keras atau permukaan tajam. cekungan tersebut
dapat menimbulkan tekanan pada kulit di bawah gips. gips memerlukan waktu
sekitar 48jam untuk kering ( Reeves , 2001 ). sementara menurut smeltzer (2002),
gips memerlukan waktu 24-72 jam untuk mengering, bergantung pada ketebalan
dan kondisi kelembaban lingkungan. Gips yang baru saja dipasang harus
dibiarkan diruangan bersirkulasi baik sampai kering.
Pakaian dan linen tempat tidur dapat menghambat lepasnya kelembapan. gips
yang kering berwarna puting mengkilap, berdenting dan tak berbau, serta kaku.
gips basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak, teraba lembab, dan
berbau. bantu klien untuk berpindah tempat atau posisi setiap 2-3 jam untuk
mencegah daerah penekanan.

2. Gips Nonplester
Gips nonplester adalah gips fiberglas ( sintesis ), bahan poliuretan yang
diaktivasi air ini mempunyai sifat yang sama dengan gips plester namun
mempunyai kelebihan karena lebih ringan dan lebih kuat, tahan air, dan tidak
mudah pecah, sehingga sangat cocok untuk orang tua . dibuat dari serat rajutan
terbuka tak menyerap yang diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat
mencapai kekuataan kaku penuh, dalam beberapa menit.

22
3. Gips nonplester
Gips nonplester berpori-pori sehingga dapat mencegah terjadinya masalah pada
kulit. tidak menjadi lunak bila kena air, sehingga memungkinkan hidroterapi. Bila
basah dapat dikeringka dengan pengering agar tidak melukai kulit.

E. Pemasangan Gips
Persiapan alat-alat untuk pemasangan gips :
1. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstrmitas tubuh yang akan digips.
2. Baskom berisi air biasa ( untuk merendam gips ).
3. Baskom berisi air hangat.
4. Gunting perban.
5. Benkok.
6. Perlak dan alasnya.
7. Waslap.
8. Pemoting gips.
9. Kasa dan tempatnya.
10. Alat cukur.
11. Sabun dalam tempatnya.
12. Handuk.
13. Krim kulit.
14. Spons rubs ( terbuat dari bahn yang menyerap keringat ).
15. Padding ( pembalut terbuat dari kapas sintetis).

Teknik pemasangan gips, yaitu :

1. Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan.


2. Siapkan alat-alat yng akan digunakan untuk pemasangan gips.
3. Daerah yang akan dipasang gips dicukur, dibersihkan, dan dicuci dengan
sabun, kemudian di keringkn dengan handuk dn diberi krim kulit.
4. Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang
diitentukan dokter selama prosedur.

23
6. Pasang spongs rubs ( bahan yang menyerap keringat ) pada bagian tubuh
yang akan dipasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat.
Tambahkan bantalan didaerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
7. Masukan gips kedalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai
gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas
untuk mengurangi air dalam gips.
8. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalut gips secara melingkar
mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu
mmbalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga
ketumpangtindihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap ( kira-
kira 50% dari lebar gips ) lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar
terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
9. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong
gips.
10. Bersihkan partilkel bahan gips dari kulit yang terpasang gips
11. Sokong gips selama pergeserandan pengeringan dengan telapak tangan. Jagan
diletakkan pada permukaan keras pada tepi yang tajam dan hindari tekanan
pada gips.

F. Pelepasan Gips
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips :
1. Gergaji listrik atau pemotong gips.
2. Gergaji kecil manual.
3. Gunting besar.
4. Baskom berisi air hangatGunting perban
5. Bengkok dan plastik untuk tempat gips yang di buka.
6. Sabun dalam tempatnya.
7. Handuk
8. Perlak dan alasnya
9. Waslap
10. Krim atau minyak

24
Teknik pelepasan gips, antara lain :
1. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2. Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan
mengenai kulit.
3. Gips akan di belah menggunakan gergaji listik.
4. Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips.
5. Potong bantalan gips dengan gunting.
6. Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas.
7. Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim
atau minyak.
8. Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktivitas tubuh sesuai program
terapi.
9. Ajarkan pasien agar meninggikan ekstermitas atau menggunakan elastik
perban jika perlu untuk mengontrol pembengkakan.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh, Traksi merupakan
pengobatan konservatif yang bertujuan untuk mereduksi fraktur atau kelainan
kelainan seperti spasme otot dengan menggunakan pemberat sebagai konter traksi.
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh
dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass, gips adalah alat
imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat
gips di pasang. Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan
mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau
fiberglass.

26
DAFTAR PUSTAKA

Lukman, Ningsih, Nurma. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan System Moskuloskeletal. Jakarta : Selemba Medika.

Rosyidi, Kholid MN,S.Kep,Ns. 2013. Muskuloskeletal, Jakarta

Referensi blog : http://sehataye.blogspot.com/2013/10/traksi-dan-gips.html.

www.jovandc.multiply.com

27

Anda mungkin juga menyukai