Anda di halaman 1dari 8

Nama : Sulfiani

Nim : 70100116026

Kelas : Farmasi B
1. Tuliskan jenis-jenis sediaan rektal dan klasifikasinya
2. Tuliskan secara umum karakteristik suppositoria
3. Untuk penggunaan 3 tempat suppositoria, apakah sistematik atau lokal dan berikan
contoh sediaan dari isi obatnya pada 3 tempat pemberiannya
4. Bentuk-bentuk sediaan apa saja yang digunakan dalam rektal, vaginal, uretra, dan
contoh di pasaran
5. Ada beberapa basis yang digunakan dalam pembuatan suppositoria, dan basis tujuan
pemberiannya dimana
6. Jelaskan tentang bentuk kristal dari oleum cacao dan penyebab terjadinya bentuk
kristal
7. Bahan apa saja yang bisa membantu memperbaki karakteristik suppositoria berbasis
oleum cacao yang cair dalam suhu ruang
8. Mekanisme suppositoria hingga di absorbsi atau memberikan efek sistemik dan lokal
9. Apa bedanya jalur rektal dan oral pada efek sistemik
10. Yang mana jalur pemberian obat yang bagus oral atau rektal
11. Dosis rektal atau oral yang besar, dan berikan contoh sediaan
12. Berapa bobot dan ukuran suppositoria terkait pasien yang menggunakannya
13. Apa itu bilangan pengganti, kapan digunakan dan bagaimana menghitungnya?
Apakah nilai tukar sama dengan nilai pengganti
14. Apa saja yang memengaruhi kecepatan absorbsi obat suppositoria
15. Pertimbangan anda memilih basis(no.5)
16. Metode pembuatan supposotoria cetak, gulung, dan tuang cari di youtube
17. Membuat ringkasan yang di nonton dari you tube
18. Komponen suppositoria yang di tambahkan selain basis utama
19. Kelebihan dan kekurangan dari 3 metode
20. Parameter standar uji suppositoria yang baik
21. Buka FI Edisi V tahun 2014 cari tentang semua mengenai suppositoria dan apa yang
dimaksud dengan bilangan penyabunan ?
22. Bagaimana perlakuan khusus sebelum digunakan gelatin-gliserol ?
JAWABAN :

1. jenis-jenis sediaan rektal

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan
melalui rectal,vaginal atau uretra. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan
setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat local atau sistematik. Bahan dasar
suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak
polietilen glikol .

(Depkes R.I., 1995).

2. karakteristik suppositoria

Secara umum, karakteristik suppositoria terdiri atas :

1) Melebur pada suhu tubuh atau melarut dalam cairan tubuh


2) Tidak toksik dan tidak merangsang
3) Dapat tercampur (kompatibel) dengan bahan obat
4) Dapat melepas obat dengan segera
5) Mudah dituang kedalam cetakan dan dapat dengan mudah dilepas dari cetakan
6) Stabil terhadap pemanasan diatas suhu kamar
7) Mudah ditangani
8) Stabil selama penyimpanan

(Goeswin Agus, 2013: 337)

3. Contoh Suppositoria, efek dan tempat pemberiannya

a. Rektum

No Suppositoria Nama Dagang Tipe Efek


1. Bisakodil Dulcolax Suppositories Lokal
2. Klorpromazin Thorazine suppositories Sistemik
3. Ergotamin Tartrat Cafergot suppositories Sistemik
dan kofein
4. Gliserin Gliserin Proklorperazin Lokal
Proklorperazin Sistemik
5. Prometazib HCl Phenergan Rectal Suppositories Sistemik
(Ansel. 2011: 593)

b. Vaginal
No Nama Paten Bahan aktif Keterangan
1. AVC Suppositories Sulfanilamid, Lokal, untuk meringankan gejala-
aminakrin HCl dan gejala vulvovaginitis yang
allantoin disebabkan oleh T. Vaginalis.
2. DV Suppositories Dienestrol Lokal, untuk mengobati atrofik
vaginitis dan kraurosis vulvae
3. Vagilia Sulfisoksazol, Lokal, pengobatan Haemophilus
suppositories aminakrin HCl, dan vaginalis vaginitis
allantoin
(Ansel. 2012:596)

c. Uretral (saluran urin)


Pada saat sekarang ini suppositoria saluran urin yang resmi tidak ada.

(Ansel. 2012:597)

4. Suppositoria rektum berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam, berbentuk


peluru, torpedo, atau jari-jari kecil. Suppositoria vaginal yang juga disebut pessarium
biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut. Suppositoria untuk saluran urine atau
sering juga disebut bougie bentuknya ramping seperti pensil.

(Ansel, 2011: 576)

5. Tipe basis pada suppositoria

a. Asal dan komponen Kimia. Yakni apakah benar-benar alami atau sistesitis, atau
produk alami yang dimodifikasi.

b. Kisaran titik leleh, karena basis suppositoria lemak merupakan campuran kompleks
trigliserida, maka basis suppositoria tersebut tidak mempunyai titik leleh yang tajam.

c. Solid- Fat indeks (SFI), dapat menentukn kisaran pemadatan dan kisaran leleh basa-
basa lemak, juga sifat leleh, rasa pada permukaan, dan kekerasan basis.

d. Angka Hidroksil. Merupakan suatu ukuran posisi yang tidak diesterifikasi pada
molekul-molekul gliserida, dan mencerminkan kandungan monogliserida dan digliserida
suatu basis lemak.

e. Titik memadat. Hal ini meramalkan waktu yang dibutuhkan oleh basis untuk menjadi
padat bila basis tersebut didinginkan dalam cetakan.

f. Angka penyabunan. Jumlah kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan


asam-asm bebas dan safinifikasi ester-ester yang dikandung dalam 1 g lemak adalah
suatu indikasi dari monogliserida, dan juga jumlah gliserida yang ada.

g. Angka iod. Angka ini menyatakan banyaknya gram iod yang bereaksi dengan 100 g
lemak atau bahan lain yang tidak jenuh.

h. Angka air. Jumlah gram air yang dapat dimasukkan dalam 100 g lemak dinyatakan
dalam harga ini. Meningkt dengan adanya penambahan zat aktif permukaan,
monogliserida, dan pengemulsi lain.
i. Angka asam, banyaknya milligram kalium hidroksida yang diperlukan untuk
menetralkan asam bebas 1 g zat dinyatakan dengan harga ini yang rendah atau tidak
adanya asam, pemting untuk basis suppositoria yang baik.

6. Polimorfisme (sifat dapat berada dalam bentuk-bentuk kristal) terjadi apabila


dipanaskan pada suhu tidak lebih dari 36°C dan secara perlahan-lahan didinginkan, akan
terbentuk kristal yang stabil pada suhu lebur normal.

(Goeswin Agus, 2013: 338)

Karena basis oleum cacao yang ideal meleleh pada suhu 30°C sampai 36°C, akan tetapi
karena ada kandungan trigliserida, oleum cacao menunjukkan sifat polimorfismenya atau
keberadaan zat tersebut dalam berbagai bentuk kristal. Oleh karena itu apabila oleum cacao
tergesa-gesa atau tidak hati-hati dicairkan pada suhu yang melebihi suhu minimumnya, lalu
didinginkan maka hasilnya berebntuk kristal metastabil (suatu bentuk kristal) dengan titik
lebur yang rendah dari titi lebur oleum cacao asalnya.

(Ansel.2011: 582)

Minyak coklat diperkirakan mampu berada dalam empat keadaan kristal :

a. Bentuk α meleleh pada suhu 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba
minyak coklat yang sedang meleleh sampai suhu 0°C
b. Bentuk β’ dieroleh dari minyak coklat yang dicairkan dan diaduk-aduk pada 18
sampai 23°C. Titik lelehnya terletak antara 28 sampai 31°C
c. Bentuk β’ secara perlahan-lahan berubah menjadi bentuk β yang stabil,yang mencair
antara 34 dan 35°C. Perubahan ini disertai oleh penyusutan volume
d. Bentuk ɣ meleleh pada 18°C, diperoleh dengan menuang minyak coklat dingin (20°)
sebelum minyaj coklat memadat, kedalam suatu wadah yang telah didinginkan pada
temperatur sangat dingin.
(Lachman, 2012: 1169)

7. bahan-bahan yang ditambahkan seperti bahan pengeras yakni seperti lilin setil
ester (±20%) atau malam tawon (±4%). Akan tetapi penambahan bahan pengeras tidak boleh
berlebihan sehingga mengganggu pelelehan basis suppositoria begitu di masukkan kedalam
tubuh, begitu juga bahan malam ini tidak boleh mengganggu efek terapi dan mengubah
khasiat dan produknya.

(Ansel.2011: 583)

8. => untuk aksi lokal, suppositoria begitu dimasukkan, basis dari suppositoria akan
meleleh, melunak atau melarut menyebarkan bahan obat yang dibawanya ke jaringan-
jaringan di daerah tersebut. Obat ini biasa dimaksudkan untuk di tahan dalam ruang tersebut
untuk efek kerja lokal. Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering
digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan wasir. Suppositoria vaginal digunakan
sebagai antiseptik hygniene wanita dan sebagai zat khusus untuk memerangi dan menyerang
penyebab penyakit (bakteri patogen). Dan suppositoria uretra bida digunakan sebagai
antibakteri dan sebagai sediaan anestik lokal untuk pengujian uretral.

(Ansel. 2011: 577-578)

=> Sedangkan untuk aksi sistemik, membran mukosa rektum dan vagina memungkinkan
absorbsi dari kebanyakan obat yang dapat larut. Digunakan untuk efek sistemik dalam
kondisi dimana apabila pemberian obat secara oral tidak akan di tahan atau diabsorbsi secara
tepat, seperti pada keadaan mual yang hebat dan muntah atai pada paralitis ileus.

(Lachman, 2012: 1148)

9. untuk mendapatkan efek sistemik, cara pemakaian melalui rektal mempunyai


beberapa kelebihan dari pada pemakaian secara oral yaitu : a) obat yang mersangsang
lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan rangsangan, b) obat yang dirusak dalam
sirkulasi portal, dapat tidak melewati hati setelah absrobsi pada rektum (obat memasuki
sirkulasi portal setelah absorbsi pada penggunaan secara oral); c) obat yang rusak atau dibuat
tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim dari lambung atau usus tidak perlu dibawa atau
masuk kedalam lingkungan yang merusak ini.

(Ansel. 2011: 578)

10. cara pemakaian melalui rektal mempunyai beberapa kelebihan dari pada
pemakaian secara oral yaitu : a) obat yang mersangsang lambung dapat diberikan tanpa
menimbulkan rangsangan, b) obat yang dirusak dalam sirkulasi portal, dapat tidak melewati
hati setelah absrobsi pada rektum (obat memasuki sirkulasi portal setelah absorbsi pada
penggunaan secara oral); c) obat yang rusak atau dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas
enzim dari lambung atau usus tidak perlu dibawa atau masuk kedalam lingkungan yang
merusak ini; d) cara ini lebih sesuai untuk digunakan untuk pasien dewasa dan anak-anak
yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat; e) merupakan perawatan efektif untuk pasien
yang suka muntah.

(Ansel. 2011: 578)

11. Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih
kecil daripada obat yang dipakai secara oral, tergantung pada faktor-faktor seperti keadaan
tubuh pasien, sifat fisika kimia obat dan kemampuan obat melewati penghalang fisiologis
untuk absorbsi dan sifat basis suppositoria serta kemampuannya melepaskan obat supaay siap
untuk diabsorbsi.

(Ansel.2011:579)

Umumnya dosis untuk pemberian obat secara rektal adalah satu setengah sampai dua kali
atau lebih dari dosis obat yang diberikan untuk semua obat, kecuali untuk obat yang sangat
kuat. Penentuan rentang dosis tergantung pada availabilitas obat, khususnya dalam basis
suppositoria yang digunakan.

(Lachman.2012:1148)
12. Untuk suppositoria rektal panjangnya ±32mm (1,5 inci), berat yang di tetapkan
USP 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang digunakan sebagai basis, sedangkan
untuk bayi dan anak-anak ukuran dan beratnya ½ dari ukuran dan berat untuk dewasa. Untuk
vagina beratnya 5 gram apabila basisnya oleum cacao. Suppositoria uretral untuk pria
bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ±140 mm dengan berat 4 gram apabila basisnya
oleum cacao, untuk wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria.

(Ansel. 2011: 576-577)

13. Bilangan pengganti atau nilai tukar didefinisikan sebagai jumlah bagian berat
obat yang menggantikan satu bagian berat basis suppositoria. Digunakan pada saat mengatasi
masalah apabila basis yang digunakan mengalami penyusutan sehingga diganti dengan
bahan-bahan aktif dalam formulasinya. Dihitung menggunakan persamaan berikut :

f=

dimana: E= bobot basis suppositoria murni

G= bobot suppositoria dengan bahan aktif x%

(Goeswin Agus, 2013: 345)

(Lachman.2012:1188)

14 Adjuvan (zat pembantu) di dalam formula dapat mempengaruhi absorbsi


obat melalui perubahan sifat rheologis dari basis tersebut pada temperatur kamar atau dengan
mempengaruhi disolusi obat dalam media bentuk sediaan obat tersebut. Faktor fisiologis,
faktor fisikokimia obat, serta faktor aliran darah.

(Lachman. 2012:1156)

15. pertimbangan memilih basis

 Untuk basis oleum cacao digunakan karena oleum cacao tidak berbahaya, lunak dan
tidak reaktif serta meleleh pada suhu tubuh. (Lachman.2012:1168)
 Untuk basis gliserin gelatin digunakan untuk suppositoria vaginal yang dimaksudkan
untuk penggunaan efek lokal, yang mana basis ini sering mengandung zat-zat yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Lachman.2012:1174)

16. https://youtu.be/357ZLfyhkjc

https://youtu.be/H9OmHedmK50

https://youtu.be/YoRFMVAQ1qA

17. Review pada metode cetak: disiapkan alat dan bahan, dimasukkan minyak coklat
(basis oleum cacao) kedalam gelas kimia lalu panaskan diatas hot plat atau penangas air,
biarkan hingga basis oleum cacaonya meleleh. Setelah itu turunkan dari hot plat lalu
tambahkan bahan tambahan (eksipien), kemudian diaduk sampai merata antara basis dan zat
tambahannya. Kemudian tuang kedalam cetakkan yang sudah dibersihkan. Setelah di cetak
ambil spatula untuk meratakan bagian atas agar terlihat lebih indah dan lebih rapi. Setelah
beberapa lama sekitar 15-20 menit buka cetakkan dan ambil hasil suppositoria bungkus
menggunakan alumunium.

18. komponen lain yang ditambahkan selain basis utamanya

=> untuk oleum cacao: tidak mengandung pengemulsi sehingga tidak dapat menyerap air
dalam jumlah besar (maksimum 20 sampai 30 g air untuk 100 minyak coklat). Maka dari itu
perlu penambahan pengemulsi seperti Tween 61 (5 sampai 10%). Untuk kestabilannya
ditambahkan bahan-bahan seperti alumunium monostearat, silika yang memberikan sifat
tiksotropi pada lemak yang dicairkan.

(Lachman.2012: 1170)

=> untuk PEG (Polietilen Glikol) biasanya ditambahkan emulgator dan juga laktosa untuk
resorpsi. Apabila keras biasanya ditambahkan gliserol, malam bulu domba.

(R.Voght: 1994:228)

19. metode metode pembuatan suppositoria

a) Metode cetak
Keuntungannya :
 Metode yang paling umum digunakan
 Cocok untuk semua tipe basis
 Dapat untuk skala kecil maupun industri
 Kekompakkan patahnya lebih rendah
Kerugiannya :
 Suppositoria cetak tidak memiliki homogenitas optimal
 Untuk bahan obat cair maka cara cetak kurang cocok
(R.Voight. 1994: 292-293)
b) Metode kompresi
Keuntungannya:
 Tanpa menggunakan panas sehingga menghindari kemungkinan sedimentasi
zat yang tidak larut
 Cocok untuk obat yang tidak tahan panas atau obat yang tidak larut
 Suppositoria yang lebih seragam dan elegan secara farmasetik

Kerugiannya :

Kemungkinan ada udara yang terkurung


Memungkinkan adanya oksidasi dari basis dan bahan-bahan aktif
(Lachman. 2012: 1179-1180)
c) Metode gulung
Keuntungannya :
 Metode paling sederhana dan metode yang paling tua
 Ekonomis

Kerugiannya :

 Pembuatannya hanya dalam jumlah kecil


 Tidak cocok dengan iklim panas
 Hanya dengan bahan dasar oleum cacao
(Lachman. 2012:1179)

20. Pengujian suppositoria

a) Pengujian organolpetis yang meliputi: bau, warna, keadaan permukaan, dan bentuk
suppositoria.
b) Pengujian berat dan rentang lebur
c) Uji patah (kepatahan massa)
Dirancang sebagai cara untuk mengukur kerapuhan atau ketegasan suppositoria.
d) Uji disolusi
Untuk mengontrol variasi antarmuka massa/medium. Dilakukan dengan beberapa cara
seperti metode keranjang atau menggunkan membran untuk memisahkan ruang
sampek dari resevoir.

(Goeswin Agus. 2013: 351-352)

21. pada suppositoria berbasis lemak ada persyaratan tambahan, yaitu sebagai
berikut :

a. Bilangan asam <0,2


b. Bilangan penyabunan 200-245
c. Bilangan iodine <7
d. Interval antar titik lebur dan titik pemadatan kecil (kurva SFI tajam)
(Lachman. 1994: 575)

22. Untuk gliserol-gelatin, basis ini cenderung menyerap uap air, akibat sifat gliserin yang
higroskopis, maka basis ini harus terlindung dari udara lembab, supaya terjaga bentuk dan
konsistensi suppositorianya.

(Ansel. 2011:583)

Anda mungkin juga menyukai