Anda di halaman 1dari 64

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr,wb.

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah melimpahkan ilmu dan hikmah kepada kita
semua, sehingga kita dapat menjalankan tugas-tugas dengan baik. Semoga ALLAH berkenan
senatiasa menambahkan ilmu dan iman kita, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan
Sistem GASTROENTEROHEPATOLOGI mengenai scenario nyeri akut abdomen.
Pada laporan hasil diskusi kami ini membahas tentang modul NYERI AKUT
ABDOMEN. Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
tentang patogenesis, penyebab, diagnosis kerja, diagnosis banding serta penanganan
(kegawatdaruratan dan non kegawatdaruratan) dan pencegahan dari penyakit dengan keluhan
nyeri akut abdomen ini. Problem base learning merupakan salah satu metode yang digunakan
untuk melatih mahasiswa mampu berpikir kritis apabila diberikan suatu kasus atau masalah.
Terima kasih kepada dr. Andri selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan arahan kepada kelompok dua (2) sehingga berjalan dengan baik kegiatan diskusi
ini. Kami menyadari bahwa laporan kami belum sampai titik kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanya milik Allah. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan laporan kami kedepannya. Terimakasih kepada dosen-dosen yang telah banyak
membantu kami sehingga laporan ini dapat tersusun.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta , Oktober 2013


Penyusun

Kelompok 2

1
SKENARIO
Pasien wanita 18 tahun datang ke dokter dengan nyeri perut yang hebat yang timbul mendadak
disertai perut agak membesar dan muntah-muntah. Sakit perut bertambah saat batuk. Beberapa
hari sebelumnya penderita demam, disertai rasa mulas dan buang air besar yang agak mencret.
Penderita adalah mahasiswi yang kost disekitar kampus salah satu perguruan tinggi di jakarta dan
sudah sering makan obat maag karena nyeri ulu hati.

KATA SULIT : ( - )

KATA/ KALIMAT KUNCI


 Wanita 18 tahun, kost disekitar kampus
 Nyeri perut mendadak
 Perut agak membesar dan muntah-muntah
 Sakit perut bertambah saat batuk
 Riwayat sebelumnya : ada demam, mulas, dan mencret
 Sering makan obat maag karena nyeri ulu hati

PERTANYAAN
1. Jelaskan mekanisme nyeri akut abdomen, etiologi, keadaan apa sajayang menyebabkan distensia
abdomen dan nyeri abdomen?
2. Jelaskan hubungan perut membesar dan nyeri perut, tipe nyeri perut dan mengapa sakit perut
bertambah pada saat batuk?
3. Jelaskan patomekanisme antar gejala : demam, mulas, muntah dan mencret
4. Jelaskan anatomi, histology dan persyarafan yang berhubungan dengan scenario
5. Bagaimana mekanisme kerja obat maag dan apa pengaruhnya terhadap pasien di scenario dan
alur diagnostic pada kasus
6. Jelaskan asupan gizi apa yang diberikan untuk penderita nyeri abdomen akut dan bagaimana
penatalaksanaan awal pada nyeri abdomen akut?
7. Apa saja factor yang menyebabkan nyeri abdomen akut “pola hidup” dan bagaimana pencegahan
pada nyeri abdomen akut?
8. Sebutkan penyakit-penyakit dan gejala pada nyeri abdomen akut
9. DIAGNOSIS BANDING
Apendiksitis dan Peritonitis
10. DIAGNOSIS BANDING

2
Kolesistitis dan Obstruksi Ileus

PEMBAHASAN

I . PATOMEKANISME NYERI ABDOMEN AKUT

Rasa sakit perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu bersumber pada:
1. Visera perut
2. Organ lain di luar perut
3. Lesi pada susunan saraf spinal
4. Gangguan metabolic
5. Psikosomatik
Rasa sakit perut somatik berasal dari suatu proses penyakit yang menyebar keseluruh
peritonium dan melibatkan visera mensentrium yang berisi banyak ujung saraf somatik , yang
lebih dapat meneruskan rasa sakit nya dan lebih dapat melokalisasi rasa sakit daripada saraf
otonom. Telah diketahui pula bahwa gangguan pada visera pada mulanya akan menyebabkan
rasa sakit visera, tetapi kemudian akan diikuti oleh rasa sakit somatik pula, setelah peritoneum
terlibat. Rasa sakit somatik yang dalam akan disertai oleh tegangan otot dan rasa mual yang
merupakan gejala khas peritonitis. Refleks rasa sakit perut dapat pula timbul karena adanya
rangsangan pada nervus frenikus, misalnya pada pneumonia. Rasa sakit yang berasal dari usus
halus akan timbul didaerah perut bagian atas dan epigastrium, sedangkan rasa sakit dari usus
besar akan timbul dibagian bawah perut.
Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin
yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut
saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar dan lebih lama dari rasa sakit yang
dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A.

Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa dari
organ di abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju ke ganglia pre
dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls aferen akan melewati medula spinalis
pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke talamus, kemudian ke korteks serebri. Impuls

3
aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan ambang nyeri pada
jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit
dilokalisasi. Impuls nyeri dari visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas, hati, dan
sistem empedu) mencapai medula spinalis pada segmen thorakalis 6,7,8 serta dirasakan didaerah
epigastrium. Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz
sampai fleksura hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus.
Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan, impuls nyeri
mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada daerah
supra publik dan kadang-kadang menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas
ke peritorium maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen somatis ke radiks spinals
segmentalis.
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan metabolik seperti pada keracunan timah dan
porfirin belum jelas patofisiologi dan patogenesisnya. Patofisiologi sakit perut berulang yang
fungsional (tidak berhubungan dengan kelainan organik) masih sulit dimengerti. Diperkirakan
ada hubungan antara sakit perut berulang fungsional dengan penurunan ambang rangsang nyeri.
Berbagai faktor psikologik dan fisiologik dapat berperan sebagai mediator dari sakit perut
berulang fungsional.
Telah diketahui ada hubungan yang kuat antara sakit perut berulang fungsional dengan
tipe kepribadian tertentu, yaitu sering cemas/gelisah, dan selalu ingin sempurna. Pada anggota
keluarga lainnya juga sering ditemukan kelainan psikosomatik seperti migraine dan kolon
iritabel.
Patogenesis sakit perut fungsional belum diketahui secara pasti. Motilitas saluran cerna
dan hipersensitivitas visera diduga sangat berperan terhadap kejadian nyeri perut non-organik
pada anak. Gangguan motilitas terlihat pada anak yang dilakukan pemeriksaan manometri. Pada
pemeriksaan manometri terlihat peningkatan intensitas kontraksi otot pada usus halus dan usus
besar, serta waktu singgah di dalam usus yang lambat (delayed intestinal transit time).

Konsep keterlibatan hipersensitivitas visera didapat dari penelitian yang memperlihatkan


perubahaan ambang reseptor pada dinding saluran cerna, perubahan modulasi dalam
mengkonduksi impuls sensorik, dan perubahan ambang kesadaran di susunan saraf pusat pada
pasien dengan irritable bowel syndrome. Peranan inflamasi dan imunomodulasi dalam

4
patogenesis sakit perut fungsional, perlu dipertimbangkan dengan ditemukannya proses inflamasi
nonspesifik pada biopsi jaringan saluran cerna. Mekanisme timbulnya sakit perut organik, ialah :
1. Gangguan vaskuler. Emboli atau trombosis, ruptur, oklusi akibat torsi atau penekanan
seperti pada kista ovarium terpuntir dan jepitan usus pada invaginasi.
2. Peradangan. Peradangan organ di dalam rongga peritonium menimbulkan rasa sakit bila
proses peradangan telah mengenal peritoneum parietalis. Mekanisme perjalaran nyeri
sama seperti peradangan pada umumnya yang disalurkan melalui persyarafan somatic.
3. Gangguan pasase. Nyeri bisa ditimbulkan oleh adanya gangguan pasase atau obtruksi
organ yang berbentuk pembuluh, baik yang terdapat di dalam rongga peritoneal atau pun
retroperitoneal. Bila pasase dalam saluran-saluran tersebut terganggu akan timbul rasa
sakit akibat tekanan intra lumen yang meninggi di bagian proksimal sumbatan. Sakit
dirasakan hilang timbul atau terus menerus dengan puncak nyeri yang hebat (kolik).
4. Penarikan dan peregangan peritoneum viseralis. Penarikan dan peregangan pada
peritoneum viseral dapat merangsang terjadinya nyeri yang bersifat tumpul (dull pain).
Dalam prakteknya, keempat mekanisme timbulnya sakit perut jarang ditemukan sendiri-sendiri,
tapi umumnya merupakan proses campuran.

ETIOLOGI NYERI ABDOMEN AKUT

Banyak kondisi yang menimbulkan akut abdomen, yaitu :


a. Neoplasma / tumor
b. Makanan
c. Trauma

5
 Trauma tumpul : perdarahan dalam perut rupture lien, hepar, renperforasi usus

 Trauna tajam : luka tusuk, luka tembak

 ruptur aneurisma aorta,

 ruptur limpa spontan,

 ulserasi intestinal
d. Infeksi/inflamasi
 Divertikulitis

 Appendicitis akut

 Kholesistitis akut

 Salpingitis akut

 Pancreatitis akut
e. Psikologis
Sindrom fungsional pada gangguan saluran cerna yang dipengaruhi oleh faktor psikologis,
antara lain adalah :
 gastritis (upper abdominal syndrome),
 sindrom fungsional hipogastrium (lower abdominal syndrome),
 dan aerofagi.

f. Obstruksi
 Hernia incaserata

 Kholelitiasis

 Sumbatan vasa mesenterica

 Ileus mekanik ec. Invaginasi, volvulus, streng ileus

 Ileus obstruktivus,

 intusupsepsi,

6
 carsinoma colorektal
g. Iskemik
 Hernia strangulata,
 volvulus,
 trombosis a.meseterica
h. Perforasi
 Ulkus ventrikuli perforate

 Typhus abdominalis perforasi

 Perforasi gaster,

 perforasi duodenum,

 perforasi kolon/sigmoid,

 perforasi diverticulum
i. Torsi
 Torsi vesica fellea - torsi kista ovarii bertangkai

 Torsi testis - torsi omentum


j. Kelainan kongenital
 Atresia ani letak rendah / tinggi

KEADAAN YANG MENYEBABKAN DISTENSIA ABDOMEN DAN NYERI ABDOMEN


Distensi abdominal merupakan proses peningkatan tekanan abdominal yang
menghasilkan peningkatan tekanan dalam perut dan menekan dinding perut. Distensi dapat
terjadi ringan ataupun berat tergantung dari tekanan yang dihasilakan. Distensi abdominal dapat
terjadi local atau menyeluruh dan dapat secara bertahap atau secara tiba-tiba. Distensi abdominal
akut mungkin merupakan tanda dari peritonitis atau tanda akut obtruksi pada perut.

Distensi abdominal mungkin dihasilkan dari lemak, flatus, fetus (hamil atau masa intra
abdominal, kehamilan ektopik) atau cairan. Cairan dan gas normal berada dalam GIT tetapi tidak

7
dalam ruangan peritoneal. Jika cairan atau gas tidak dapat keluar secara bebas distensi abdominal
dapat terjadi. Dalam ruangan peritoneal, distensi dapat menyebabkan pendarahan akut,
akumulasi dari cariran asites atau udara dari perforasi dari organ dalam perut.
Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun sulit untuk didefinisikan secara
tepat. Tetapi sebagai acuan, akut abdomen adalah suatu kelainan nontraumatik yang timbul
mendadak dengan gejala utama didaerah abdomen dan memerlukan tindakan bedah segera.
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
obstruksi, perforasi, atau perdarahan. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera
diambil karena setiap kelambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatnya
morbiditas dan mortalitas.
Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan
mengenai anatomi dan faal perut beserta isinya sangat menentukan dalam menyingkirkan satu
demi satu sekian banyak kemungkinan penyebab nyeri perut akut. Banyak kondisi yang dapat
menimbulkan abdomen akut. Secara garis besar, keadaan tersebut dapat dikelompokkan dalam
lima hal, yaitu :
1. proses peradangan bakterial – kimiawi;
2. obstruksi mekanis : seperti pada volvulus, hernia, atau perlengketan;
3. neoplasma/tumor : karsinoma, polipus, atau kehamilan ektopik;
4. kelainan vaskuler : emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis;
5. kelainan kongenital.
Keadaan yang menyebabkan distensi abdomen dan nyeri abdomen
• Peritonitis - Obstruksi Usus Besar
• Obstruksi Akut dan Kronik - Apendisitis
• Ileus Paralitik - Volvulus

II . KLASIFIKASI NYERI

8
• Nyeri somatik : suatu mekanisme protektif bagi tubuh, ia timbul bilamana
jaringan sedang dirusak, dan ia menyebabkan individu tersebut beraksi untuk
menghilangkan rangsang nyeri tersebut.

• Nyeri viseral : Mengacu pada nyeri yang berasal dari organ tubuh, reseptor nyeri
lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan terletak di dinding
otot polos organ berongga (lambung, kandung empedu, saluran empedu, ureter,
kandung kemih) dan di kapsul organ organ padat (hati, pankreas, ginjal).
Parenkim visera relatif tidak sensitif terhadap sayatan, panas dan cubitan

MENGAPA KETIKA BATUK NYERI BERTAMBAH ?

Batuk merupakan reflek dimana trakeobronkial terangsang untuk mengeluarkan


sekret dari benda asing. Adapun mekanisme batuk itu sendiri yitu adanya reflek
dari rakeobronkial yang menimbulkan batuk sehingga terjadi kontaksi otot-otot
abdomen dan torak yang menyebabkan perbedaan regangan peritoneum dan
penekanan pada dinding abdomen dan juga penekanan syaraf-sayaraf pada organ
visera yang menyebabkan rasa nyeri di abdomen
HUBUNGAN PERUT MEMBESAR DENGAN NYERI PERUT ?

Akibat adanya infeksi di saluran cerna menyebabkan peningkatan produksi gas di


abdomen yang tertimbun di saluran cerna dan menyebabkan pembesaran
abdomen dan gesekan organ visera yang menyebabkan nyeri

III. PATOMEKANISME ANTAR GEJALA


(DEMAM, MULES, MUNTAH, MENCRET)

MEKANISME ANTAR GEJALA


A. Muntah
Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif akibat adanya
kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter esofagus bagian bawah
dan dilatasi esofagus. Muntah merupakan respon somatik refleks yang terkoordinir secara
sempurna oleh karena bermacam-macam rangsangan, melibatkan aktifitas otot pernapasan,
otot abdomen dan otot diafragma.
1. Nausea (mual)

9
Merupakan sensasi psikis akibat rangsangan pada organ viseral, labirinth dan emosi.
Tidak selalu berlanjut dengan retching dan ekspulsi. Keadaan ini ditandai dengan keinginan
untuk muntah yang dirasakan di tenggorokan atau perut, seringkali disertai dengan gejala
hipersalivasi, pucat, berkeringat, takikardia dan anoreksia. Selama periode nausea, terjadi
penurunan tonus kurvatura mayor, korpus dan fundus. Antrum dan duodenum berkontraksi
berulang-ulang, sedangkan bulbus duodeni relaksasi sehingga terjadi refluks cairan
duodenum ke dalam lambung. Pada fase nausea ini belum terjadi peristaltik aktif. Muntah
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan obstruksi saluran gastrointestinal
tidak didahului oleh fase nausea.
2. Retching
Retching dapat terjadi tanpa diikuti muntah. Pada fase retching, terjadi kekejangan dan
terhentinya pernafasan yang berulang-ulang, sementara glotis tertutup. Otot pernapasan dan
diafragma berkontraksi menyebabkan tekanan intratorakal menjadi negatif. Pada waktu yang
bersamaan terjadi kontraksi otot abdomen dan lambung, fundus dilatasi sedangkan antrum
dan pilorus berkontraksi. Sfingter esofagus bawah membuka, tetapi sfingter esofagus atas
masih menutup menyebabkan chyme masuk ke dalam esofagus. Pada akhir fase retching
terjadi relaksasi otot dinding perut dan lambung sehingga chyme yang tadinya sudah masuk
ke dalam esofagus kembali ke lambung. Fase ini dapat berlangsung beberapa siklus.

3. Ekspulsi
Apabila retching mencapai puncaknya dan didukung oleh kontraksi otot abdomen dan
diafragma, akan berlanjut menjadi muntah, jika tekanan tersebut dapat mengatasi mekanisme
anti refluks dari LES (lower esophageal sphincter).
Pada fase ekspulsi ini pilorus dan antrum berkontraksi sedangkan fundus dan esofagus
relaksasi serta mulut terbuka. Pada fase ini juga terjadi perubahan tekanan intratorakal dan
intraabdominal serta kontraksi dari diafragma. Pada episode ekspulsi tunggal terjadi tekanan
negatif intratorakal dan tekanan positif intraabdominal, dan dalam waktu bersamaan terjadi
kontraksi yang cepat dari diafragma yang menekan fundus sehingga terjadi refluks isi
lambung ke dalam esofagus. Bila ekspulsi sudah terjadi, tekanan intratorakal kembali positif
dan diafragma kembali ke posisi normal.
B. Demam.
Demam dapat terjadi karena adanya inflamasi pada saluran pencernaan atau peritoneum
yan disebabkan karena infeksi bakteri.
C. Mencret

10
Konsumsi antasida Mg(OH)2
Reaksi nya : Mg(OH)2 + 2HCl à MgCl2 + 2H2O.
Pemberian antasid à magnesium yang tidak larut tidak di absorbsi, tetap berada dalam
usus dan akan menarik air à mencret

11
IV . Anatomi dan Histologi
Sistem GEH terdiri dari:
• Saluran cerna
– Gaster
– Usus halus
– Usus besar
• Hepar
Gaster terbagi atas 4 area :
• Cardia:
– dekat dengan peralihan esofagus-gaster, sekresi mukus
• Fundus:
– berbentuk kubah, diatas bidang horizontal

12
• Corpus:
– 2/3 bagian lambung dari fundus hingga pilorus. Sekresi HCl dan faktor intrinsik
• Pylorus:
– berbentuk cerobong.
• anthrum pyloricum
• canal pyloricum
• sphincter pyloricum
– sekresi gastrin
Usus halus
• Anatomis terdiri dari 3 daerah:
– Duodenum
– Jejunum
– Ileum
• Fungsi utama:
– Mencerna kimus yang keluar dari lambung menjadi bentuk zat yang dapat
diabsorbsi
– Sintesa dan sekresi hormon

Tunika Mukosa
• Terdapat struktur yang meningkatkan luas permukaan absorbsi:
– Plica semicircularis Kerckringi,
– Vili intestinalis
– Kripti Lieberkuhn, (Intestinal gland)
Vili
– Tidak ditemukan ditempat lain
– Dilapisi oleh epiel selapis silindris
– Diantara sel epitel terselip sel goblet.
– Langsung dibawah lamina basalis terdapat jala kapiler.
– Saluran limf ditengah vili, tunggal dengan ujung buntu, disebut pembuluh lakteal
– Diantara pembuluh darah dan lakteal terdapat pleksus saraf

13
Duodenum
• Usus 12 jari, panjang 25 cm
• Ciri2:
– Kel Brunner nyata, didalam sub mukosa
– Vili, berbentuk seperti daun, sangat banyak
– Tunika serosa hanya sebagian dibagian depan, sisanya berupa t.adventisia
– Tempat bermuara saluran empedu dan pankreas
• Duktus biliaris dan duktus pankreatikus menembus mukosa duodenum

Yeyunum
• Vili paling besar
• Lakteal berkembang sempurna, absorbsi maksimal
• Tidak ada kelenjar Brunner dan plaque Peyeri
Ileum
• Banyak limfonoduli agregatii didalam lamina propria (Peyer’s patches, plaques Peyeri
• Folikel limf berbentuk buah pir bulat, kubah menonjol kearah lumen
• Terdapat sel khusus yang berfungsi untuk transport antigen dari lumen usus ke folikel
limfoid, disebut sel M
Usus besar
Gambaran umum
• T. mukosa
– Tidak mempunyai vili, permukaan mukosa relatif licin.
– Kripti Lieberkuhn lebih panjang dan lebih lurus
– Sel epitel berupa sel torak tinggi, terdiri dari:
1. Sel absorbtif: sel torak dengan brush border yang lebih pendek dari usus
halus
2. Sel goblet, jauh lebih banyak, semakin ke distal semakin banyak

• Kriptus
– Lebih panjang daripada kripti usus halus

14
– Banyak sekali sel goblet.
– Pada dasar kripti terdapat:
1. Undifferentiated epithelial cells: Dapat berkembang menjadi sel absorbtif
maupun sel goblet.
2. Sel-sel endokrin
• Lamina propria
– Nodulus limphaticus soliter lebih besar dan lebih banyak, sering menonjol masuk
kedalam tunika submukosa
• Muskularis mukosa
– Dua lapis, tipis. Sirkular sebelah dalam dan longitudinal sebelah luar

T. submukosa
– Tanpa kelenjar. Pada lapisan lebih dalam terdapat plexus Meisner
T. muskularis externa
• Lapisan sirkular sebelah dalam sempurna
• Lapisan luar: longitudinal, tebal tidak sama, membentuk 3 pita longitudinal (taenia coli)
selebar 1 cm.
• Diantara taenia otot longitudinal sangat tipis.
• Di rektum taenia menghilang
• Karena tonus dan pemendekan terbentuk kantong (haustra), diantaranya terbentuk lipatan
sabit menjurus ke lumen (plicae semilunaris)
T. Serosa
• Terdiri dari mesothelium
• Pada colon membentuk appendices epiploicae/omentum mayus
• Pada bagian tertentu permukaan colon, rectum dan 1/3 bagian bawah ampula recti tidak
terbungkus peritoneum, langsung dikelilingi oleh tunika adventitia

Coecum dan appendix

Coecum

15
• Permulaan usus besar, berbentuk kantong besar buntu, menonjol ke belakang, caudal dari
klep ileocecal
• Struktur serupa colon transversal
Appendix vermiformis
• Umbai cacing, berbentuk tabung buntu, panjang 10 cm, lebar 1 cm, tidak terdapat vili.
Sel epitel terutama sel absorbtif, sel goblet relatif lebih sedikit.
• Kripti sedikit, pada dasar kripti sangat banyak terdapat sel enterochromaffin
• Pada lamina propria terdapat banyak noduli limfatisi, besar2, sehingga memperkecil
lumen, membentuk gambaran lumen segitiga
• Tdak terdapat taenia coli
• Lumen sering tertimbun makanan/debris, sering terinfeksi menjadi appendicitis

Rektum
• Lanjutan kolon pelvik, berakhir pada anal kanal
• Struktur berubah secara bertahap:
– Taenia coli mendatar, membentuk selubung muskular tipis, memanjang, uniform
– Mukosa lebih tebal dengan vena sub mukosa yang mencolok
– Kriptus lebih panjang (0.7 mm) serta dibatasi hampir seluruhnya oleh sel goblet
– Nodulus tidak banyak

• Mencapai anal kanal, kriptus menjadi dangkal, lebih jarang, akhirnya menghilang
• Lapisan serosa diganti oleh adventisia

Hepar
• Sangat vital untuk kehidupan
• Fungsi banyak:
– Sekresi empedu ke lumen duodenum melalui duktus biliaris (fungsi eksokrin)
– Fungsi endokrin: sintesis faktor pembekuan darah dan beberapa zat lain yang
dicurahkan langsung kedalam sirkulasi darah
– Menyimpan glukosa, glikogen, lemak, protein dan vitamin.
– Detoksikasi sisa metabolik

16
• Dibungkus oleh kapsula Glisson, bercabang kedalam parenkim membagi hepar dalam
lobulus

Lobulus hati
• Unit struktural hati, dibatasi oleh jaringan ikat. Ditemukan oleh Malpighi
• Berbentuk prisma bersudut enam (hexagonal), disebut lobulus klasik
• Terdiri atas lempengan hepatosit tersusun radier, saling berhubungan, dipisahkan oleh
sinusoid
• Sinusoid beranastomosis melalui fenestrasi di lempeng hepatosit
• Pada sudut-sudut lobulus terdapat trigonum portal, berbentuk segitiga, pada manusia
terisi:
– venula, cabang dari v. porta,
– arteriol cabang dari a. hepatika,
– duktus biliaris dari sistem saluran empedu,
– pembuluh limf.
Pankreas:
Kepulauan langerhans :
 berfungsi mengeluarkan insulin dan glucagon yang berfungsi mengatur junlah gula darah
dalam darah

Getah Pancreas :
 getah pencernaan yang berfungsi mencerna karbohidrat, protein, serta lemak.kandungan
getha pancreas yaitu:
o air
o bikarbonat
o enzim ( tripsin, amylase, lipase)

Vesica felea
• Dinding:
– Lapisan mukosa: epitel torak
– Lapisan muskular polos
– Lapisan jaringan ikat perimuskular

17
– Lapisan serosa
Syaraf dan pembuluh darah :

Gaster:
 Mukosa lambung : menghasilkan asam dan pepsin
yg pengeluarannya diatur oleh saraf n. X ( vagus )
serta hormon gastrin
 Dari a. Coliaca ( triple halleri ) berasal dari a. Abdominalis
Cabangnya yaitu :
1. A. Gastrica sinistra ( kiri atas )
2. A. Lienalis ( bawah, kiri )
3. A. Hepatica communis ( kanan )
Duodenum :
 BAGIAN ATAS :
o A. Pancreatico duodenalis superior
o Asal dari a. Gastro duodenalis
 SEPAROH BAGIAN BAWAH :
o A. Pancreatico dudenalis inferior
o Cab. A. Mesenterica superior
 PERSARAFAN :
o Simpatis dan para simpatis
o N. X dari plexus mesentericus superior dan plexus coeliacus

Usus halus dan usus besar


 Pembuluh darah :
o A. Coliaca
o A. Mesenterica superior
o A. Mesenterica inferior
Hepar:
 aVena Portae :
o menyalurkan ± 70 % darah ke hati ( bagian bawah oesophagus sampai
pertengahan atas anus
o Semua perdarahan balik dari perut kecuali ginjal dan suprarenalis bergabung ke v.
Portae dan masuk ke hepar
 Bercabang dua ramus sinistra dan dextra
 Panjang ± 5 cm
 Dibentuk oleh v. Mesenterica superior dan v. Lienalis

18
 Arteri hepatis propria
 Cabang a. Hepatis communis berasal dari a. Coeliaca melewati ligamentum
hepatoduodenale bercabang menjadi a. propria dekstra dan sinistra lalu ke aorta
abdominalis

V . HUBUNGAN MAKAN OBAT MAAG DENGAN NYERI PERUT

Antasida
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga efektifitasnya bergantung pada
kapasitas penetralan dari antasida tersebut. Kapasitas penetralan (dalam miliequivalen) adalah
mEq HCl yang dibutuhkan untuk memepertahankan suspensi antasida pada pH 3,5 selama 10
menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari 1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar
90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi penetralan sebesar 99% asam lambung.
Antasida ideal adalah yang memiliki kapasitas penetralan yang besar, juga memiliki
durasi kerja yang panjang dan tidak menyebabkan efek lokal maupun sistemik yang merugikan.
Antasida dapat meningkatkan pH cairan lambung sampai pH 4, dan menghambat aktifitas
proteolitik dari pepsin. Antasida tidak melapisi dinding mukosa namun memiliki efek adstringen.
Secara kimia antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk
garam dan air. Antasida juga dapat menstimulasi sintesis prostaglandin. Secara umum antasida
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid sistemik dan non sistemik. Seluruh antasida
dapat digunakan untuk terapi tukak duodenum dan terbukti efektif untuk tukak lambung akut.
1. Antasida sistemik, diabsorpsi dalam usus halus sehingga dapat menyebabkan urin bersifat
alkali. Untuk keadaan pasien dengan gangguan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolik
sehingga saat ini penggunaannya sudah jarang. Contoh antasida sistemik adalah Natrium
bikarbonat (NaHCO3).
2. Antasida non sistemik, tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis
metabolik. Salah satunya adalah Magnesium [Mg(OH)2], Aluminium [(Al(OH)3],
Kalsium (CaCO3), Magnesium trisilikat (Mg2Si3O8nH2O), Magaldrat.
Mg(OH)2 memiliki efek netralisasi yang lebih lama dibandingkan NaHCO3 atau CaCO3,
sedangakan Magnesium trisilikat, Al(OH)3 dan Aluminium fosfat memiliki aktivitas
antasid yang lemah.

19
Senyawa magnesium dan aluminium
Keduanya dengan sifat netralisasi baik tanpa diserap usus merupakan pilihan pertama.
Karena garam magnesium bersifat mencahar, maka biasanya dikombinasi dengan senyawa
aluminium (atau kalsium karbonat) yang bersifat obstipasi (dalam perbandingan 1:5).
Persenyawaan molekuler dari Mg dan Al adalah hidrotalsit yang juga sangat efektif.

Natriumbikarbonat dan kalsiumkarbonat


Bekerja kuat dan pesat, tetapi dapat diserap usus dengan menimbulkan alkalosis. Adanya
alkali berlebihan di dalam darah dan jaringan menimbulkan gejala mual, muntah, anoreksia,
nyeri kepala, dan gangguan perilaku.
Semula penggunaannya tidak dianjurkan karena terbentuknya banyak CO2 pada reaksi
dengan asam lambung, yang dikira justru mengakibatkan hipersekresi asam lambung (rebound
effect). Tetapi penelitian pada tahun 1996 tidak membenarkan perkiraan tersebut.

Waktu makan obat


Secara umum, keasamaan di lambung menurun segera setelah makan dan mulai naik lagi
satu jam kemudian hingga mencapai konsentrasi tinggi tiga jam sesudah makan. Oleh karena itu,
antasida harus digunakan lebih kurang satu jam sesudah makan dan sebaiknya dalam bentuk
suspensi. Telah dibuktikan bahwa tablet bekerja kurang efektif dan lebih lambat, mungkin karena
proses pengeringan selama pembuatan mengurangi daya netralisasinya. Pada oesophagitis dan
tukak lambung sebaiknya obat diminum 1 jam sesudah makan dan sebelum tidur. Pada tukak
usus 1 dan 3 jam sesudah makan dan sebelum tidur. Penyebab kegagalan pengobatan dengan
antasida dapat terjadi karena frekuensi pengobatan tidak adekuat, dosis yang diberikan tidak
cukup, pemilihan sediaan tidak tepat, dan sekresi asam lambung sewaktu tidur tidak terkontrol.

Proton Pump Inhibitor (PPI)


Contoh : Omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol dan esomeprazol.
Mekanisme kerja
Obat-obat golongan proton pump inhibitor mengurangi sekresi asam lambung dengan
jalan menghambat enzim H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) secara

20
selektif dalam sel-sel parietal. Enzim pompa proton bekerja memecah KH ATP yang kemudian
akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal
ke dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini
yang menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan
dengan terhentinya produksi asam lambung.
Dosis : 20 mg sehari, kecuali untuk pasien sindrom Zollinger-Ellison yang memerlukan 60-70
mg sehari.
Penghambatan terhadap enzim pompa proton maksimal bertahan selama 4 jam, tetapi
produksi asam lambat kembali ke jumlah normal (3-5 hari setelah pemakaian dosis tunggal).
Kerjanya panjang akibat akumulasi di sel-sel parietal. Kadar penghambatannya tergantung dosis
dan pada umumnya lebih kuat dari AH2.

Efek Samping
Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan dapat
menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada manusia belum dapat dibuktikan.

Antagonis H2
Yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine, Nizatidine, dan Famotidine.
Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara kompetitif dan reversibel berikatan dengan
reseptor H2 di sel parietal, menyebabkan berkurangnya produksi sitosolik siklik AMP dan
sekresi histamine yang menstimulasi sekresi asam lambung. Interaksi antara siklik AMP dan
jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial asetilkolin dan gastrin yang menstimulasi sekresi
asam.

Yang potensinya paling lemah adalah simetidin sedangkan yang paling kuat adalah Famotidin.
Ranitidin memiliki durasi yang lebih lama dari Simetidin. Ranitidine dan Simetidin digunakan
juga untuk profilaksis. Reseptor H2 terdapat di lambung, pembuluh darah (menurunkan tekanan
darah dengan menurunkan resistensi perifer, positif kronotropisme, inotropik positif).

Antagonis reseptor H2 menghambat secara sempurna sekresi asam lambung yang sekresinya
diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi menghambat secara parsial sekresi asam lambung

21
yang sekresinya diinduksi oleh asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan melihat kembali
mekanisme sintesis asam lambung di sel parietal.

Antagonis reseptor H2 juga menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan,
insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal. Antagonis reseptor H2 mengurangi volume cairan
lambung dan konsentrasi H+. Seluruh senyawa yang termasuk antagonis reseptor H2 efektif
menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum. Secara umum kekambuhan setelah
terapi umumnya berhenti (60-100%).

Efek samping Antagonis reseptor H2

Sakit kepala, pusing, mual, diare, obstipasi, sakit otot dan sendi, sistem saraf pusat (kecemasan,
halusinasi terutama pada orang tua dan konsumsi jangka panjang), penurunan transaminase
serum.

Analog Prostaglandin
Mekanisme kerja
Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi HCl dan
merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin diduga
terlibat dalam patogenesis ulkus peptikum.

Farmakologi dan farmakokinetik


Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung yang
disebabkan antiinflamasi non steroid (NSAIDs). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan
antagonis H2 untuk pengobatan akut ulkus peptikum.Efek samping yang sering timbul adalah
diare dan mual. Selain itu, menyebabkan kontraksi uterus dan menjadi kontraindikasi selama
kehamilan.Dosis 200 µg 4x sehari atau 400 µg 2x sehari

VI . ASUPAN GIZI PADA PASIEN PADA SKENARIO

22
Penatalaksanaan gizi pasien adalah sebagai berikut :
 Makanan diberikan berupa makanan lunak(nasi tim) yang dibagi dalam 3 kali
makanan lengkap dan 2 kali makanan selingan

 Apabila makanan pokok dalam bentuk bubur atau tim tidak habis diberikan
makanan selingan pada sore hari (jam 16.00) dan jam 22.00 berupa biscuit ato 1
porsi pudding, dan segelas susu

 Pada prinsipnya tidak ada pantangan, yang perlu diberikan ekstra pada vitamin c
dan protein untuk mempercepat penyembuhan

 Hindari makanan merangsang dan berbumbu tajam jadi penggunaan cabe merica,
terlalu asam dihindari dulu, juga minuman yang mengandung karbondioksida
CO2(cola)

Contoh menu :
 Pagi

bubur ayam, telur rebus tidak terlalu matang, jus tomat, teh
 10.00

Bubur kacang hijau


 Siang

Nasi tim, pepes tengiri, tumis tempe, bening bayam, papaya


 16.00

pudding susu
 Malam

Nasi tim, bistik daging, perkedel tahu kukus, sup wortel, buncis, pisang
 21.00-22.00

Susu
Catatan :

23
 Protein hewani tidak diperbolehkan boleh : daging dan ayam berlemak dan
berurat banyak, daging ayam, ikan, telur yang digoreng, ikan banyak duri seperti
bandeng, mujair, mas, dan selar

 Protein nabati yang tidak boleh: tahu tempe kacang-kacangan yg digoreng,


kacang merah

 Sayuran yang tidak boleh sayuran banyak serat spt daun singkong, katuk, melinjo,
nangka muda, genjer, kol, sawi, lobak, dan sayuran mentah(lalapan).

 Buah-buahan yang tidak boleh : nanas, nangka, durian, buah kering, buah yang
terlalu asam

 Bumbu yang tidak boleh cabe merica cuka asam

 Minuman yang tidak boleh cola, teh dan kopi kental

 Kue-kue yang tidak boleh : kue kacang, kenari, buah kering, kue terlalu manis dan
berlemak, keripik dan snack yang terlalu gurih.

PENATALAKSANAAN AWAL
Penatalaksaan harus memenuhi kaidah holistik, komprehensif dan integratif menyangkut nutrisi,
cairan dan elektrolit termaksud keseimbangan asam basa dan elektrolit. Masing-masing terapi
spesifik dapat dilihat pada bab yang sesuai dengan etiologi dari nyeri abdomen akut. Beberapa
prinsip yang perlu ditekankan pada penatalaksaan pasien dengan nyeri abdomen akut adalah:
1. Stabilkan keadaan saluran napas (airway), pernapasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation)

2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sesuai, segera tentukan apakah ini kasus
bedan atau non bedah

3. Lakukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai untuk menentukan terapi empiris,


simtomatik atau definitif

4. Jangan tunda pemberian analgesik yang adekut. Hal ini perlu ditekankan lebih lanjut,
karena msih banyak kesalahpahaman bahwa pemberian analgesik akan menggangu

24
diagnosis dan pemantauan nyeri abdomen akut. Namun demikian, beberapa penilitian
telah menunjukan bahwa pemberian analgesik yang adekuat tidak menggangu proses
diagnosis dan pemantuan nyeri abdomen akut.

VII . PENYEBAB NYERI PERUT


 Saluran Cerna: Nyeri abdomen nonspesifik, Appendicitis, Obstruksi usus halus dan
kolon, Perforasi pada peptic ulser, Hernia inkarserata, Perforasi usus atau
Diverticulitis
 Hati, Limpa dan empedu: Akut kolesistisis, Akut kholangitis, Abses hepar, Hepatitis
akut, Limpa yang trauma atau rusak
 Pancreas: Akut pancreatitis
 Saluran Kemih: Kolik ginjal, kut pyelonefritis
 Ginekologi: Akut salpingitis, Kehamilan ektopik yang ruptur
 Pembuluh darah: Acute ischemic colitis, Mesenteric thrombosis
 Peritoneum: Abses intra abdominal, Peritonitis tuberkulosis
 Retroperitoneum: Perdarahan retroperitoneum

PENYEBAB UMUM
- Makan tidak teratur atau terlambat makan. Biasanya menunggu rasa lapar hingga melilit
perut, kemudian makan dengan porsi yang banyak.
- Perokokaktif. Lebih banyak merokok dibandingkan dengan mengkonsumsi asupan
bergizi.
- Stress yang membuat asam lambung meningkat.
- Kurang istirahat, sehingga organ pencernaan selalu bekerja.
- Efek samping menggunakan obat- obat tertentu.
- Sering mengkonsumsi makanan dengan rasa pedas dan asam. Minum-minuman yang
mengandung alcohol dankafein. Hal itu dapat meningkatkan produksi asam lambung
berlebihan sehingga membuat iritasi asam lambung.

PENANGANAN NYERI PERUT ABDOMEN


Pasien yang mengalami nyeri akut pada perutnya , yang terpenting harus dipastikan
apakah nyeri tersebut termasuk jenis penyakit yang dikategorikan sebagai kasus bedah

25
atau non-bedah, bila kasus bedah harus dilakukan tindakan operatif segera. Pada dasarnya
tindakan kegawatdaruratan berjuan untuk penyelamatan jiwa penderita serta
meminimalisasi kemungkinan terjadinya cacat dalam fungsi fisiologis alat pencemaan
penderita.

TINDAKAN PREVENTIF:
- Makan teratur dan mengkonsumsi asupan makanan yang bergizi.
- Jangan merokok.
- Kurangi stress yang membuat asam lambung meningkat.
- Istirahat yang cukup, sehingga organ pencernaan dapat beristirahat.
- Kurangi penggunaan obat- obat tertentu yang menyebabkan efek samping.
- Kurangi mengkonsumsi makanan dengan rasa pedas dan asam yang tinggi. Minum-
minuman yang mengandung alcohol dan kafein. Hal itu dapat meningkatkan produksi
asam lambung berlebihan sehingga membuat iritasi asam lambung.

VIII . PENYAKIT-PENYAKIT DAN GEJALA PADA NYERI ABDOMEN


Apendisitis
A. Definisi
Peradangan pada apendiks diawali proses obstruksi lumen apendiks oleh mucus,
fekalit, atau benda asing yang diikuti oleh proses inflamasi dan infeksi bakter
B. Gejala Klinis
 Nyeri di sekitar umbilicus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan
menurun), nausea, dan sebagian dengan muntah, konstipasi, dan diare .
 Malaise dan demam.
 Setiap berjalan atau batuk nyeri di daerah apendiks
 Nyeri kekanan bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan.
 Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat pucat, adanya nyeri tekan, nyeri ketok,
nyeri lepas, dan tahanan otot (defans muskuler).

Kolesistitis
A. Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut dinding
kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panasbadan. Dikenal
dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).

Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya


merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
26
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,yang
ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

B. Gejala Klinis
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak.
Gejala bisa berupa:
Sakit perut sisi kanan atas
Nyeri yang berpindah-pindah
Mual, muntah, perut terasa kembung
Kulit berwarna kuning (apabila batu empedu menghalangi saluran empedu).
Demam

Divertikulitis
A. Definisi
Divertikulitis adalah peradangan atau infeksi pada satu atau beberapa divertikula.
Divertikulitis jarang terjadi pada orang yang berumur dibawah 40 tahun.
B. Gejala Klinis
Nyeri, nyeri tumpul (biasanya pada bagian kiri bawah perut) dan demam.

Ulkus Peptik Perforasi


A. Gejala klinik
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan diertai nausea,
vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil.

Obstruksi Usus Halus


A. Definisi
Obstruksi usus merupakan gangguan pada aliran normal atau suatu blok saluran usus
yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau
fungsional

B. Gejala klinis
 Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat intermiten (hilang timbul). Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau
letak tinggi dari usus halus (jejunum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri
bersifat konsten atau menetap.
 Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak
terdapat flatus.Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada
distensi abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.

27
 Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras
dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
 Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya
distensi abdomen.
 Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi
klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi kadang – kadang
dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulata.
 Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic
meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan
melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi

Kehamilan Ektopik Terganggu


A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah
kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim Sedangkan yang
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo, 2007).
B. Gejala Klinis
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau
amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik
(95%). Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6 – 8
minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama
seperti gejala pada kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah,
nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic
tenderness, pembesaran uterus dan massa adneksa. (Saifiddin, 2002; Cunningham et al,
2005).

Gastroenferitis
A. Definisi
Gastroenteritis atau diare akutadalah kekerapan dan keenceranBAB dimanafrekuensinya
lebih dari3 kali perharidan banyaknya lebih dari200 ± 250 gram (Syaiful Noer, 1996 ).
B. Gejala Klinis
Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalamai nause, muntah, nyeri perut
sampai kejang perut, demam, dan diare. Terjadinya renjatan hipovolemik harus dihindari.
Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi (.lebih 120mmHg), tekanan
darah menurun sampai tak terukur, gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstermitas dingin
dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi
ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera
diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut Kekurangan cairan
menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun, serta suara jadi serak.

28
Penyakit Inflamasi Pelvik
A. Definisi
PID adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk
uterus, tuba fallopi, dan struktur penunjang pelvis.
B. Gejala Klinis
Nyeri pada perut dan panggul. Nyeri ini umumnya nyeri tumpul dan terus-menerus,
terjadi beberapa hari setelah menstruasi terakhir, dan diperparah dengan gerakan,
aktivitas, atau sanggama. Nyeri karena radang panggul biasanya kurang dari 7
hari.Beberapa wanita dengan penyakit ini terkadang tidak mengalami gejala sama sekali.
Keluhan lain adalah mual, nyeri berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam,
nyeri saat sanggama, dan menggigil.

Peritonitis
A. Definisi
Keadaanakut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum
parietale ataupun viserale. Seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-
organ di cavum abdomen
B. Gejala Klinis
 Nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal).
 Tanda infeksi berat demam tinggi
 Perutakan terasa tegang
 Muntah
 Gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau batuk, juga akan menambah
rasa nyeri

IX . APENDISITIS & PERITONITIS

APENDISITIS
ANATOMI DAN FISIOLOGI APENDIKS
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-
15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis
pada usia itu. Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa
dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis.

29
Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks
ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangrene. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di
seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

30
DEFINISI DAN KLASIFIKASI APENDISITIS
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001 dalam Docstoc, 2010). Apendisitis adalah
kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok
ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

KLASIFIKASI APENDISITIS
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah. Apendisitis
kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis
akut.

31
MORFOLOGI
Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di seluruh mukosa,
submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa mengalami bendungan dan sering
terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan. Reaksi peradangan mengubah serosa yang
normalnya berkilap menjadi membran yang merah, granular, dan suram. Perubahan ini
menandakan apendisitis akut dini bagi dokter bedah. Kriteria histologik untuk diagnosis
apendisitis akut adalah infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi
juga terdapat di dalam mukosa.

PATOFISIOLOGI
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses
yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa
apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah. Pada stadium awal
dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke
submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal).
Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke
beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitis local.Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke
dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks
menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren.
Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi
dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi.

GAMBARAN KLINIS
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.

32
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda rangsangan
peritoneal.
Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis,
bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika
apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena
rangsangan dindingnya.

DIAGNOSIS
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus.
Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika
suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil
memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian
kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau
sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
 Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
 Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

33
 Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah
nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale.
 Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya
nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
 Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
 Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan
colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:
Tabel 2.1. Skor Alvarado Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke 1
fossa iliaka kanan
Anoreksia 1
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5C) 1
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 2
109/L
Neutrofilia dari ≥ 75% 1
Total 10
Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

34
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah leukosit (sel
darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan
saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan
untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau
KET (kehamilan diluar kandungan).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu
melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu.
Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan adanya
peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul.
Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut
adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan
dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis
lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak.

DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding,
seperti:
Gastroenteritis
 Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis
kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Demam Dengue
 Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif
untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.
Kelainan ovulasi
 Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah
pada pertengahan siklus menstruasi.
Infeksi panggul
 Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Kehamilan di luar kandungan

35
 Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir
 Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga
pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.
Endometriosis ovarium eksterna
 Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis
berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Urolitiasis pielum/ ureter kanan
 Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
Penyakit saluran cerna lainnya
 Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis
Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis,
divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,
karsinoid, dan mukokel apendiks.
PENGOBATAN
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/apendisitis akut
adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Pasien biasanya telah
dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan
cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi
dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah
apendiks.Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram
negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan
sebelum pembedahan.
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi.
Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut
sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di
dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut

36
diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara
kosmetik lebih baik.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus. Komplikasi usus buntu juga
dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang
sekali dapat menimbulkan kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang
mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-abdomen dan ditemukan di tempat-
tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik,
fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.

PROGNOSIS
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi
usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta
misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10
sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga
perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian
pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila
peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.

PERITONITIS

DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput

37
rongga perut (peritoneum)lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut sebelah
dalam. Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran
infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya, apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna atau
dari luka tembus abdomen.
Dalam istilah peritonitis meliputi kumpulan tanda dan gejala, di antaranya nyeri tekan
dan nyeri lepas pada palpasi, defans muskular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan
peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan
sistemik dengan syok sepsis. Peritoneum bereaksi terhadap stimulus patologik dengan respon
inflamasi bervariasi, tergantung penyakit yang mendasarinya.

ETIOLOGI
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu
atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung
terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami
penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman
(termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan
dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.

38
7. Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan
dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan
adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah
yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan
kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah
tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri
dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah
kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak
keadaan abdomen.

Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen,
peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu
proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika
infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis

39
akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi
peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi,
sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health
evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis
juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF).

MANIFESTASI KLINIK
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita
muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau
beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan
(perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan
seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat.
Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus
besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi
dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama,
seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan
peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut
yang berat, atau iskemia usus, nyeri abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam tinggi,
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi, hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi

40
penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga
memang tegang karena iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat
apendisitis yang biasanya di bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan nyeri akibat
abses yang terlokalisasi dengan baik.

Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan


nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan
peritonitis yang akut. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa saja jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi, (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma kranial,
ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita dengan paraplegia, dan
penderita geriatri. Penderita tersebut sering merasakan nyeri yang hebat di perut meskipun tidak
terdapat infeksi di perutnya.
Foto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat
dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadang-
kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan
diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa
kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik
yang paling dapat dipercaya.

PENATALAKSANAAN
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan
medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan
dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke
dalam ruang vaskuler. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan
sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam
menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen
dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress
pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

41
Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan
atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau
penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan pilihan tindakan
nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun terapi ini lebih
bersifat komplementer, bukan kompetitif dibanding laparoskopi, karena seringkali letak luka atau
abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal. Sebaliknya, pembedahan
memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, kemudian dilakukan eliminasi kuman dan
inokulum peradangan tersebut, hingga rongga perut benar-benar bersih dari kuman.

KOMPLIKASI
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan
abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara
bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau
peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita yang
mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif
yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia
akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status narkose penderita
pascaoperasi.
PROGNOSIS
Baik pada bentuk peritonitis local dan ringan dan mematikan pada peritonitis umum akibat
organisme virulen.

X . KOLESISTITIS & OBSTRUKSI ILEUS

KOLESISTITIS
1. Kolesistitis Akut
A. Pengertian

42
Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.

B. Etiologi dan Patogenesis


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah statis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis
akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan
statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis
akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan
mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di
saluran empedu, atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan
diabetes melitus.

C. Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah
kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.
Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi ringan
sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Penderita kadang mengalami demam,
mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih
terlokalisasi hanya pada perut kanan atas.

D. Pemeriksaan Fisik
Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda
Murphy).

E. Laboratorium
43
 Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik.
 Leukositosis
 Peningkatan enzim-enzim hati (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan bilirubin)
 Peninggian transaminase dan fosfatase alkali

F. Radiologi
 Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya
pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radioopak)
oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.
 Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada
obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.
 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu,
batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai
90-95%.
 Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6
Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak
mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung
empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong
kolesistitis akut.

 CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya
abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan
USG.
 Kolangiografi transhepatik perkutaneous: Pembedahan gambaran dengan fluoroskopi
antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila ikterik ada).
 MRI

G. Diagnosis
44
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari pemeriksaan tertentu.
Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya batu empedu dalam kandung
empedu dan bisa menunjukkan penebalan pada dinding kandung empedu, dan cairan
peradangan disekitar empedu. ERCP (endoscopic retrograd cholangiopancreatography) juga
dapat dilakukan untuk melihat anatomi saluran empedu, sekaligus untuk mengangkat batu
apabila memungkinkan.
Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi hepatobilier, yang
memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung empedu dan bagian atas usus halus.

H. Penatalaksanaan
Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat di rumah sakit, diberikan
cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan makan maupun minum. Mungkin akan
dipasang pipa nasogastrik untuk menjaga agar lambung tetap kosong sehingga mengurangi
rangsangan terhadap kandung empedu. Antibiotik diberikan sesegera mungkin jika dicurigai
kolesistitis akut.
Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Jika penderita memiliki penyakit
lainnya yang meningkatkan resiko pembedahan, operasi ditunda dan dilakukan pengobatan
terhadap penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung empedu bisa diangkat 6 minggu
kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren atau perforasi kandung
empedu), diperlukan pembedahan segera.

Sebagian kecil penderita akan merasakan episode nyeri yang baru atau berulang, yang
menyerupai serangan kandung empedu, meskipun sudah tidak memiliki kandung empedu.
Penyebab terjadinya episode ini tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan akibat dari fungsi
sfingter Oddi yang abnormal. Sfingter Oddi adalah lubang yang mengatur pengaliran empedu
ke dalam usus halus. Rasa nyeri ini mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan di dalam
saluran yang disebabkan oleh penahanan aliran empedu atau sekresi pankreas.
Untuk melebarkan sfingter Oddi bisa digunakan endoskopi. Hal ini biasanya akan
mengurangi gejala pada penderita yang memiliki kelainan sfingter, tetapi tidak akan membantu
penderita yang hanya memiliki nyeri tanpa disertai kelainan pada sfingter.

45
I. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis
rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema
dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada
pasien tua (>75th) mempunyai prognosis jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah.

2. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan
litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan.
A. Pengertian
Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang
ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

B. Etiologi
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang
menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu.
Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada
usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
kolesistitis akut sebelumnya.

C. Gejala Klinis
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejalanya sangat
minimal dan tidak menonjol, seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea
khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah
bersendawa.

46
D. Radiologi
 Kolesistografi oral, ultrasonografi, dan kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis
dan afungsi kandung empedu. Pada USG, dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan
lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung
empedu sudah mengisut. Kadang-kadang hanya eko batunya saja yang terlihat.
 Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus.
 Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik): Menyatakan batu pada sistem empedu.
 CT Scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan
membedakan antara ikterik obstruksi /non obstruksi.
 MRI

E. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan. Riwayat penyakit batu kandung
empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai
tanda Murphy positif dapat menyokong menegakkan diagnosis.

F. Penatalaksanaan
Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. Kolesistektomi bisa dilakukan
melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi. Penderita yang memiliki resiko
pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah
lemak dan menurunkan berat badan. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

G. Pencegahan
Seseorang yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung empedunya
belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak dan menurunkan berat badannya.

47
RESUME

Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis
dan lebih serinng timbulnya perlahan-lahan. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu yang disebut kolelitiasis. Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu
yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kantong empedu.Yang
lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam
saluran empedu.
Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka penderita akan
merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan dikenal sebagai nyeri kolik. Nyeri timbul
secara perlahan dan mencapai puncaknya, kemudian berkurang secara bertahap. Nyeri bersifat
tajam dan hilang-timbul, bisa berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi nyeri berlainan, tetapi
paling banyak dirasakan di perut atas sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan.
Penderita seringkali merasakan mual dan muntah.

Pemeriksaan radiologis merupakan cara pemeriksaan sekaligus cara evaluasi, yang


memegang peranan penting di samping pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan klinis
lainnya.
Pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
 Foto polos abdomen
 Ultrasonografi (USG)
 Kolesistografi oral
 Skintigrafi saluran empedu
 CT Scan abdomen
 Kolangiografi transhepatik perkutaneous
 Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP)

48
 Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik)
 Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)
 Tomografi Komputer
 MRI

Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat di rumah sakit, diberikan
cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan makan maupun minum. Mungkin akan
dipasang pipa nasogastrik untuk menjaga agar lambung tetap kosong sehingga mengurangi
rangsangan terhadap kandung empedu. Antibiotik diberikan sesegera mungkin jika dicurigai
kolesistitis akut.
Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Jika penderita memiliki penyakit
lainnya yang meningkatkan resiko pembedahan, operasi ditunda dan dilakukan pengobatan
terhadap penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung empedu bisa diangkat 6 minggu
kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren atau perforasi kandung
empedu), diperlukan pembedahan segera.
Penderita dengan kolesistitis kronik pada umumnya dilakukan kolesistektomi.
Sedangkan pada penderita dengan kolelitiasis dilakukan kolesistektomi, terapi disolusi,
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL), ERCP untuk kalkulus duktus bilier komunis,
empiema dapat didrainase secara perkutan di bawah pemantauan ultrasonografi, dan dieteti.
OBSTRUKSI ILEUS
EPIDEMIOLOGI
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus dapat disebabkan
oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh gangguan peristaltik yang
selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.1
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus obstruktif,
iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak
langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.2

49
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia.

ILEUS OBSTRUKTIF
A. DEFINISI

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh karena
kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan. Hambatan pada jalan
isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari
sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus.
Dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar.
Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan obstruksi
strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi
gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi usus yang
disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi,
sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang
menyebabkan strangulasi.

B. ETIOLOGI

Tabel 1.
Ekstraluminal Intrinsik Intraluminal
Adhesi Intususepsi Batu empedu
Hernia inkarserata Penyakit Crohn
Neoplasma Kongenital (volvulus)
Abses, hematoma Striktur

50
ILEUS OBSTRUKTIF DAPAT DISEBABKAN OLEH:
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-
70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-
anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
4. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
8. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar
dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.

51
Hernia Oklusi mesentrial Volvulus

Adhesi Tumor Invaginasi


Gambar 4. Etiologi obstruksi usus

C. PATOFISIOLOGI

Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang
bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau
penyumbatan lumen usus.
Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Sehingga terjadi
pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian proksimal tempat
penyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan
distensi usus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraluminal sehingga terjadi
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas semakin
bertambah sehingga menyebabkan distensi usus sebelah proksimal sumbatan. Selain
hipersekresi meningkat, kemampuan absorbsi usus pun menurun, sehingga terjadi
kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Hal ini dapat menyebabkan
tejadinya syok hipovolemik.
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai kompensasi
adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan
tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan
baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal
dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus
menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek
lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin

52
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi pada
obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan udara akan
berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari
usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorbsi
membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi
intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya
dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.

53
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang terdiri
dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus didekompresi
dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal di dalam usus halus
atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan
berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap
stagnansi. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum
danileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.

Gambar 5. Manifestasi klinis obstruksi usus halus

E. PEMERIKSAAN FISIK

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:

 Inspeksi

- Abdomen tampak distensi

- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung (gambaran
gerakan usus)

54
- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata

- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

Gambar 6. Gerakan peristaltik usus

 Auskultasi

Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi


metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah
sampai hilang.

 Perkusi

Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

 Palpasi

55
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi usus
dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen yang hebat
dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi dan
gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi,
didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana
obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah
pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan
intususepsi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,


tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal.

Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis


menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% -
50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
 Radiologik

56
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak di
beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam susunan
tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal dari obstruksi akan
tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi secara umum
menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah loop sedikit berarti obstruksi usus halus
letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih banyak maka obstruksi usus halus
letaknya rendah. Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin
banyak, dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder appearance.
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan biasanya
berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan dilatasi proksimal
kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi dari kolon bagian distal. Kolon
bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih banyak berisi cairan daripada
feses. Usus halus bagian proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak. Dugaan
tumor kolon dapat dibuat foto barium enema.
Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus
halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Foto thoraks PA diperlukan
untuk mengetahui adanya udara bebas yang terletak di bawah diafragma kanan yang
menunjukkan adanya perforasi. CT scan kadang – kadang digunakan untuk

menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan
obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses
maupun keganasan.
Gambar 7. Foto polos abdomen

57
G. DIAGNOSIS

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda
mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari:
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus,
sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.
c.Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen.
a. Palpasi

58
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis


3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang
normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang
ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak
sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis.
Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi
gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras
dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

H. DIAGNOSIS BANDING
 Ileus paralitik

Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat sebagian
akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.

59
Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun defekasi dan dapat
disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi
abdomen, bising usus menurun atau bahkan menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan
perkusi timpani di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen
didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum dan herring bone
appearance (gambaran tulang ikan).

I. KOMPLIKASI

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi
lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri,
jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi
dan mengeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke
dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.

J. PENATALAKSANAAN
 Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai pencapaian
tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati
pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan
laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen
dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi
isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan,
sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intalumen.
c) Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.

 Operatif

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah


sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan
60
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya.

e) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap,


baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya
pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

 Post-operatif

61
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

K. PROGNOSIS

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5
%. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus
halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika operasi
dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi
diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar
antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat
dihindarkan.

RESUME

Ileus obstruktif adalah terjadinya kerusakan atau hilangnya pasase usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena obstruksi dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan pada usus halus maupun usus besar. Gejala utama dari ileus obstruksi antara
lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang
berat. Pada pemeriksaan abdomen yang terlihat adalah abdomen yang distensi, terdapat Darm
Contour dan Darm Steifung, pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan
Borborygmi (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) atau metallic sound.
Pada fase lanjut, bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada foto posisi tegak
akan didapatkan bayangan air fluid level yang banyak di beberapa tempat yang tampak
terdistribusi dalam susunan tangga (step ladder appearance), juga terlihat gambaran distensi.
Dasar pengobatan ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan dekompresi traktus gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada serta menghilangkan obstruksi untuk memeperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal dengan cara operasi. Prognosis baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan segera.

62
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, W.Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam EdisiV Jilid I. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2. Anand, BS, et al. 2011. Peptic Ulcer Disease. Medscape Reference.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed 3. Buku kedokteran. Jakarta : EGC
4. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi Keenam.
Jakarta: EGC
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
6. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2
7. Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
8. Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes : Radiologi. Edisi Kedua. (diterjemahkan oleh Penerbit
Erlangga), Jakarta : Penerbit Erlangga.
9. Richard S. Snell. 2002. Anatomi klinik. Edisi Ketiga. Jakarta : EGC.
10. Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Kelima. Jakarta :
InternaPublishing.
11. Sherlock S, Dooley J. 1993. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. London : Blackwell
Scientific Publication.
12. Sjamsuhidajat R, Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
13. Altun et al . 2007. GASTROINTESTINAL IMAGING:MRImaging of Acute and
ChronicCholecystitis.
14. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.
15. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,
Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine. 2nd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2004 . p. 306-9.
16. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya, Caroline,
editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Jakarta:
EGC; 2006. p. 437-59.
17. Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J, editors. Buku Ajar
Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.

63
64

Anda mungkin juga menyukai