Anda di halaman 1dari 36

MOVEMENT DISORDERS:

HUNTINGTON DISEASE
TEXTBOOK READING

Pembimbing:
dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp. S

Oleh :
Lutfiani Azahra 1420221163

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

TEXTBOOK READING

MOVEMENT DISORDERS:
HUNTINGTON DISEASE

Oleh :
Lutfiani Azahra 1420221163

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di


Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal : April 2016

Dokter Pembimbing :

dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp. S


BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya, karakteristik seseorang ditentukan oleh gen yang dibawa dari
orang tua orang tersebut. Namun tidak selalu gen yang dibawa seseorang itu merupakan
gen yang baik, sering kali ditemukan gen-gen yang sudah mengalami mutasi sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi tubuh. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan
ataupun dimodifikasi karena sifatnya genetik dan bawaan. Selain itu, karena seringkali
sifat dari gen yang buruk hanya muncul ketika gen tersebut bersifat dominan pada
seseorang, dan bila resesif, maka sering tidak terdeteksi tanpa pemeriksaan DNA secara
menyeluruh.1
Sindroma Huntington merupakan salah satu penyakit yang bersifat genetik
autosomal, karena penelitian sudah menemukan gen yang mengalami mutasi sehingga
terjadi sindroma ini. Sindroma Huntington terdiri dari dominant inheritance,
choreoathetosis, dan dementia. Secara umum gejala yang dialami pasien pengidap
Huntington Disease ini sudah terjabarkan dalam sindromnya, dan prognosis untuk
pasien yang terdiagnosa mengalami Huntington disease adalah buruk, dimana ia akan
kehilangan kemampuan untuk mengkoordinasi gerakan-gerakannya, kehilangan
karakternya, dan yang berakhir pada kematian.1,2
Huntington disease pertama kali ditegakkan oleh dr. George Huntington pada
tahun 1872, dikemukakan dari hasil penelitiannya jika penyakit ini didapatkan secara
keturunan yang diperkirakan berasal dari negara Eropa dan kemudian karena ekspansi,
maka terjadi pernikahan dengan pembawa gen tersebut dengan orang-orang lokal
sehingga menyebar. Umumnya penyakit ini bermanifestasi pada dekade ke 4 atau ke 5,
namun telah ditemukan juga jikalau penyakit ini dapat bermanifestasi pada usia muda
dan memiliki progresivitas yang lebih cepat dan lebih buruk dibandingkan dengan
seseorang yang baru bermanifestasi pada umur yang lebih tua.1
Penyakit Huntington adalah penyakit warisan yang menyebabkan
kerusakan progresif (degenerasi) sel-sel saraf di otak. Penyakit Huntington
memiliki dampak yang luas pada orang yang kemampuan fungsional dan biasanya
hasil dalam gerakan, berpikir (kognitif) dan gangguan kejiwaan.
Kebanyakan orang dengan penyakit Huntington mengembangkan tanda-
tanda dan gejala dalam 40-an mereka atau 50-an, tetapi onset penyakit mungkin
sebelum atau sesudahnya dalam hidup. Ketika onset penyakit dimulai sebelum
usia 20, kondisi yang disebut penyakit Huntington remaja. Sebelumnya onset
sering mengakibatkan presentasi agak berbeda dari gejala dan mempercepat
perkembangan penyakit ini.
Obat-obatan tersedia untuk membantu mengelola gejala penyakit
Huntington, tapi perawatan tidak dapat mencegah penurunan fisik, mental dan
perilaku yang terkait dengan kondisi. Penyakit Huntington disebabkan oleh cacat
warisan gen tunggal. Penyakit Huntington adalah gangguan dominan autosomal.
Dengan pengecualian dari gen pada kromosom seks, orang yang mewarisi dua
salinan dari setiap gen, satu salinan dari setiap orangtua. Orang tua dengan gen
Huntington cacat bisa menyampaikan salinan cacat gen atau salin sehat. Setiap
anak dalam keluarga, oleh karena itu, memiliki kesempatan 50 persen mewarisi
gen yang menyebabkan gangguan genetik.
Selain itu George Huntington juga mengemukakan bila ayah pasien yang
menurunkan gen ini, umumnya pasien akan memanifestasikan gejalanya di usia muda,
sedangkan bila ibu yang menurunkan gennya, umumnya akan bermanifestasi pada usia
tua. Namun hal tersebut belum dapat dijelaskan secara teoritis.1
Gen yang mengalami mutasi sehingga menyebabkan Huntington Disease ini
terletak pada lengan pendek kromosom 4. Dikemukakan oleh Davenport, bahwa mutasi
yang terjadi berupa pengulangan yang sangat panjang dan berlebihan dari trinukleotid
CAG, yang dapat menentukan perkiraan munculnya manifestasi.1,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistem Motorik
Sistem saraf adalah salah satu dari ddua sistem regulatorik utama
tubuh; yang lainnya adalah sistem endokrin. Sel-sel peka rangsang pada sistem
saraf dibentuk oleh anyaman interaktif kompleks tiga tipe fungsional dasar sel
saraf neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron. Susunan saraf pusat
(SSP) terdiri dari otak dan medula spinalis, yang menerima masukan mengenai
lingkungan eksternal dan internal dari neuron aferen. SSP menyortir dan
memproses masukan ini, kemudian memulai pengaktifan neuron-neuron
eferen, yang membawa instruksi ke kelenjar atau otot untuk melaksanakan
respons yang diinginkan berupa sekresi atau gerakan. Banyak dari aktivitas
yang dikontrol oleh sara ini ditujukan untuk mempertahankan homeostasis.
Secara umum sistem saraf bekerja melalui sinyal listrik (potensial aksi) untuk
mengontrol respons cepat tubuh.
Gambaran umum fungsi komponen utama otak:
1. Korteks serebri
a. Persepsi sensorik
b. Kontrol gerakan sadar
c. Bahasa
d. Sifat kepribadian
e. Proses mental canggih (fungsi luhur), misalnya berpikir, mengingat,
mengambil keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri.
2. Nukleus basal
a. Inhibisi tonus otot
b. Koordinasi gerakan lambat, menetap
c. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat
3. Talamus
a. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps
b. Kesadaran kasar akan sensasi
c. Berperan dalam kesadaran
d. Berperan dalam kontrol motorik
4. Hipotalamus
a. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus,
pengeluaran urin, dan asupan makanan.
b. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin
c. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar
5. Serebelum
a. Mempertahankan keseimbangan
b. Meningkatkan tonus otot
c. Mengoordinasiikan dan merencanakan aktivitas otot sadar terampil
6. Batang otak (otak tengah, pons, dan medula)
a. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer
b. Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan
c. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan ddan postur
d. Penerimaan dan integrasi semua input sinaps dari medula spinalis;
pengaktifan korteks serebsi dan keadaan terjaga
e. Peran dalam siklus tidur bangun.

Impuls motorik untuk gerakan volunter terutama dicetuskan di girus


presentralis lobus frontalis (korteks motorik primer, area 4 Brodmann) dan area
kortikal di sekitarnya (neuron motorik pertama). Impuls tersebut berjalan di
dalam jaras serabut yang panjang (terutama traktus kortikonuklearis dan traktus
kortikospinalis/jaras piramidal), melewati batang otak dan turun ke medula
spinalis ke kornu anterius, tempat mereka membentuk kontak sinaotik dengan
neuron motorik kedua, biasanya melewati atau atau beberapa interneuron
perantara. 4
Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang
berdekatan bersama-sama membentuk traktus piramidalis, yang merupakan
hubungan yang paling langsung dan tercepat antara area motorik primer dan
neuron motorik di kornu anterius. Selain itu, area kortikal lain (terutama
korteks premotorik, area 6) dan nuklei subkortikalis (terutama ganglia basalis)
berpartisipasi dalam kontrol neuon gerakan. Area-area tersebut membentuk
lengkung umpan balik yang kompleks satu dengan lainnya dan dengan korteks
motorik primer dan serebelum; struktur ini mempengaruhi sel-sel di kornu
anterius medula spinalis melalui beberapa jaras yang berbeda di medula
spinalis. Fungsinya terutama untuk memodulasi gerakan dan untuk mengatur
tonus otot. 4
Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi
kranialis dan kornu anterius medula spinalis berjalan melewati radiks anterior,
pleksus saraf (di regio servikal dan lumbosacral), serta saraf perifer dalam
perjalanannya ke otot-otot rangka. Impuls dihantarkan ke sel-sel otot melalui
motor end plate taut neuromuskular. 4
Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medula spinalis
biasanya menimbulkan paresis spastik, sedangkan lesi neuron motorik orde
kedua di kornu anterius, radiks anterior, saraf perifer, atau motor end plate
biasanya menyebabkan paresis flasid. Defisit motorik akibat lesi pada sistem
saraf jarang terlihat sendiri-sendiri; biasanya disertai oleh berbagai defisit
sensorik, otonomik, kognitif, dan/atau defisit neuropsikologis dalam berbagai
bentuk, tergantung pada lokasi dan sifat lesi penyebabnya. 4
Korteks motorik primer terletak di lobus frontalis. Daerah di belakang
lobus frontalis tepat di depam sulkus sentralis dan disebelah korteks
somatosensorik adalah korteks motorik primer. Bagian ini melaksanakan
kontrol volunter atas gerakan yang dihasilkan oleh otot rangka. Seperti pada
pemrosesan sensorik, korteks motorik di masing-masing belahan otak terutama
mengontrol otot di bagian tubuh yang berseberangan (kontralateral). Jaras-jaras
saraf yang berasal dari korteks motorik hemisfer kiri menyeberang sebelum
turun menyusuri medula spinalis untuk berakhir di neuron motorik eferen yang
memicu kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh. Karena itu, kerusakan
korteks motorik di sisi kiti otak menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh dan
demikian sebaliknya.
Stimulasi bagian korteks motorik primer yang berbeda menghasilkan
gerakan dibagian tubuh yang berbeda. Seperti homunkulus sensorik untuk
korteks somatosensorik, homunkulus motorik, yang menggambarkan lokasi
dan jumlah relatif korteks motorik yang didedikasikan untuk otot masing-
masing bagian tubuh, terlihat terbalik dan terdistorsii. Jari tangan, jempol, dan
otot-otot yang penting untuk berbicara, terutama otot bibir dan lidah, sangat
besar, yang menunjukkan tingkat kontrol motorik yang tinggi atas bagian-
bagian tubuh ini. Bandingkan ini dengan betapa sedikitnnya jaringan otak yang
didedikasikan untuk badan, lengan, dan ekstremitas bawah, yang tidak mampu
melakukan gerakan-gerakan kompleks tersebut. Karena itu, luas representasi di
korteks motorik setara denga ketepatan dan kompleksitas keterampilan motorik
yang dibutuhkan oleh masing-masing bagian.5
2. Sistem Ganglia Basalis

Ganglia basalis adalah bagian sistem motorik. Nuklei utama ganglia


basalia adalah nukleus kaudatus, putamen, dan globus palidus, yang semuanya
terletak di substansia alba subkortikalis telensefali. Nuklei tersebut
berhubungan satu dengan lainnya, dan dengan korteks motorik, dalam sirkuit
regulasi yang kompleks. Nuklei tersebut memberikan efek inhibitorik dan
eksitatorik pada korteks motorik. Struktur ini memiliki peran penting pada
inisiasi dan modulasi pergerakan serta pada kontrol tonus otot. Lesi pada
ganglia basalia dan nuklei lain yang memiliki fungsi yang berkaitan, seperti
substansia nigra dan nukleus subtalamikus, dapat menimbulkan impuls yang
berkaitan dengan pergerakan yang kurang atau berlebih, dan/atau perubahan
patologis tonus otot. Gangguan ganglia basalia tersering adalah penyakit
Parkinson, yang ditandai dengan trias klinis berupa rigiditas, akinesia, dan
tremor. 4
Nukleus basal memiliki peran inhibitorik penting dalam kontrol
motorik. Nukleus basal memiliki peran kompleks dalam mengontrol gerakan
selain memiliki fungsi nonmotorik yang belum dipahami. Secara khusus,
nukleus basal penting dalam (1) menghambat tonus otot diseluruh tubuh (tonus
otot yang sesuai normalnya dipertahankan oleh keseimbangan antara input
eksitatorik dan inhibitorik ke neuron-neuron yang menyarafi otot rangka. (2)
memilih dan mempertahankan aktivitas motorik bertujuan sementara menekan
pola gerakan yang tidak berguna dan tidak diinginkan; dan (3) membantu
memantau dan mengoordinasikan kontraksi lambat yang menetap, terutama
yang berkaitan dengan postur dan penopangan. Nukleus basal tidak secara
langsung mempenngaruhi neuron motorik eferen yang melaksanakan kontraksi
otot tetapi berfungsi memodifikasi aktivitas jalur motorik yang sedang
berjalan.5
Untuk melaksanakan peran integratif kompleks ini, nukleus basal
menerima dan mengirim banyak informasi, seperti ditunjukkan oleh banyaknya
jumlah serat yang mengaitkan nukleus-nukleus ini ke bagian lain otak. Salah
satu jalur penting ini terdiri dari interkoneksi-interkoneksi strategis yang
membentuk lengkung umpan balik kompleks yang menghubungkan korteks
serebri (terutama regio motoriknya), nukleus basal dan talamus. Talamus
secara positif memperkuat perilaku motorik volunter yang dimulai oleh
korteks, sementara nukleus basal memodulasi aktivitas ini dengan
melaksanakan efek inhibitorik pada talamus untuk menghilangkan gerakan
antagonistik atau yang tidak diperlukan. Nukleus basal juga memperlihatkan
efek inhibitorik aktivitas motorik dengan bekerja melalui neuron-neuron otak.5
3. Huntington’s Disease

Huntington Disease (HD) adalah penyakit neurodegeneratif yang langka


yang menyerang susunan saraf pusat dengan karakteristik berupa gerakan chorea-
gerakan tidak teratur yang cepat, tidak terkendali, tak disengaja dan berlebihan
yang tampaknya mengalir secara acak dari satu bagian tubuh ke bagian lain-yang
tidak diinginkan, gangguan tingkah laku dan psikiari serta dementia. 6
Prevalensi di populasi ras Kaukasia diperkirakan adalah 1/10.000 –
1/20.000. rata-rata usia terjadinya gejala adalah usia 30-50 tahun. Pada beberapa
kasus gejala terjadi sebelum usia 20 tahun dengan adanya gejala gangguan
tingkah laku dan kesulitan dalam belajar di sekolah (Huntington Disease Juvenil -
JHD). Tanda klasik pada chorea berangsur-angsur menyebar keseluruh otot.
Semua gerakan psikomotor menjadi sangat lambat. Pasien juga mengalami gejala
psikiatrik dan kemunduran serta gangguan kognitif. HD adalah penyakit
keturunan autosomal dominan yang disebabkan oleh pengulangan rantai CAG
yang memanjang (36 kali pengulangan atau lebih) pada lengan pendek kromosom
4p16.3 pada gen Huntington. Semakin panjang pengulangan rantai CAG, semakin
muda gejala akan timbul. Pada kasus JHD pengulangan biasanya terjadi hingga
55. Diagnosis didasarkan pada gejala klinik dan tanda individual dengan adanya
orang tua yang juga terbukti HD, yang dibuktikan dengan DNA. Pre-manifestasi
diagnosis seharusnya hanya dilakukan oleh tim multidisipliner pada individu
dewasa sehat yang berisiko yang ingin mengetahui mereka membawa gen mutasi
atau tidak. Diagnosis difernsial menyangkut penyebab lain dari chorea termasuk
penyakit general internal atau penyakit iatrogenik. Phenocopies (kasus dengan
diagnosis klinis HD dengan atau tanpa mutasi genetik) di observasi. Diagnosis
prenatal mungkin dilakukan dengan cara pengambilan sampel dari villi korionik
atau amniosintesis. Diagnosis preimplantasi dengan fertilisasi in vitro di tawarkan
di beberapa negara. Tidak ada obatnya. Manajemen didasarkan pada berbagai
disiplin ilmu dan didasarkan pada penyembuhan gejala dengan meilhat
peningkatan kualitas hidup. Chorea di obati dengan obat yang memblok reseptor
dopamin atau agen yang menghabiskan efek dopamin. Terapi farmakologi dan
non farmaklogi untuk depresi dan tingkah laku agresif mungkin diperlukan.
Progresivitas penyakit mengarahkan pada kelanjutan ketergantungan kehidupan
sehari-hari yang membuat pasien memerlukan perawatan full time, hingga pada
akhirnya meninggal. Penyebab kematian paling umum adalah pneumonia,
kemudian diikuti oleh bunuh diri. 6
Distribusi global Penyakit Huntington cukup menarik. Umumnya
penyakit tersebut diasosiasikan dengan populasi Eropa Barat, namun kasusnya juga ada di
wilayah lain sepertiTasmania dan Papua Nugini. Pada kasus Tasmania, seorang Janda, yang pada
1848 meninggalkan desanya di Somerset, Inggris dan pindah ke Australia bersama
13 anaknya. Pada1964, sebagian besar di antara 120 orang penderita Huntington
di Ta smania merupakanketurunan keluarga tersebut.3

Pendahuluan
Penyakit ini pertama kali di perkenalkan oleh Waters, dengan pasien atau
yang sekarang kita sekarang sebut Huntingtion’s Chorea, dari tahun 1842.
Namun, tidak sampai hingga 1872, setelah kuliah dan deskripsi penyakit oleh
George Huntington, yang menjadi diketahui bernama Huntington’s chorea.
Penyakit ini adalah penyakit neurodegeneratif yang diturunkan dari generasi ke
generasi dengan onset pada usia pertengahan dan memiliki karakteristik sebagai
gerakan chorea yang tidak diinginkan, gangguan tingkah laku dan dan psikiatrik
serta demensia. Selama beberapa dekade nama penyakit ini tidak berubah, hingga
pada tahun 1980an berubah mejadi Huntington’s Disease (HD). Pada 1983,
penyakit ini diketahui berhubungan dengan kromosom 4 dan pada tahun 1993
ditemukan gen HD. Kemudian selama bertahun-tahun dilakukan penelitian pada
HD daan penyakit neurogenetik. Untuk pertama kalinya, diagnosis dibuat
berdasarkan pada adanya pengulangan tiga rantai CAG. CAG (Cytosine (C),
adenin (A), dan guanine (G)), adalah adalah trinucleotida yang membentuk rantai
DNA. CAG adalah kodon dari asam amino untuk glutamat. 6

Epidemiologi
Huntington’s disease adalah penyakit neuropsikiatrik yang jarang,
prevalensi penyakit ini mengenai 5-10 per 100.000 pada populasi ras Kaukasia. Di
Jepang, prevalensinya lebih rendah, 1-10 pada rass Kaukasia. 6

Etiologi dan Patogenesis

Penyakit Huntington adalah penyakit keturunan yang merupakan autosomal


dominan yang disebabkan oleh pengulangan CAG yang memanjang di lengan pendek
kromosom 4p16.3 di Huntington gen. Ini kode gen untuk protein huntingtin dan, pada
ekson 1, berisi CAG. Pengulangan CAG, meng- coding untuk protein Polyglutamine
dalam kisaran 6 sampai 26. HD ini terkait dengan 36 ulangan atau lebih. Manifestasi
klinis pasti akan terjadi jika jumlah pengulangan melebihi 40. Kisaran 36-39 mengarah
pada penyakit atau onset yang sangat terlambat. Kisaran antara 29 dan 35, yang disebut
menengah alel, tidak stabil, yang berarti bahwa alel ini rentan terhadap perubahan selama
reproduksi. Bila penyakit mulai sebelum usia 20 tahun, disebut sebagai Juvenile
Huntington Disease (JHD), pengulangan sering melebihi 55. 6
Huntington merupakan suatu penyakit yang bersifat genetik autosomal,
sehingga penyebab satu-satunya dari Huntington disease ini adalah terjadinya
pewarisan gen dari seorang pengidap ke anaknya, pada kasus yang sangat jarang,
diperkirakan jikalau Huntington Disease dapat terjadi tanpa faktor keturunan
ketika terjadi mutasi spesifik pada kromosom ke 4 yang menyebabkan terjadinya
replikasi yang berlebihan pada trinukleotid CAG.1,2,3
Gangguan yang diturunkan secara autosomal dominan ini disebabkan
oleh ekspansi trinukleotida CAG di dalam gen huntington pada kromosom 4.
Tanda histopatologis yang khas adalah degenerasi neuron
enkefalinergik/GABAergik striatum yang berduri dan berukurang sedang.
Hilanngnya neuron ini menyebabkan inhibisi jaras ganglia basalia tidak langsung
pada fase awal. Peningkatan inhibisi yang terjadi pada nukleus subtalamikus
menyebabkan penurunan inhibisi neuron glutamatergik talamus sehingga hasil
akhirnya adalah peningkatan aktivasi neuron motorik kortikal.4
Patofisiologi
Atrofi bilateral pada daerah kepala nukleus kaudatus dan putamen merupakan
karakteristik abnormalitas dari Huntington disease dan umumnya juga ditemukan atrofi
girus pada daerah lobus frontal dan temporal. Atrofi dari nuklelus kaudatus
menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari frontal horns yang terbentuk
pada gambar CT scan kepala karena adanya ventrikel lateral dextra dan sinisitra, karena
kepala dari nukleus kaudatus akan memberi gambaran menonjol pada ventrikel. Selain
itu ventrikel otak akan nampak membesar yang berjalan seiringan dengan progresivitas
penyakit ini.1
Secara mikroskopik, degenerasi yang terjadi dibagi menjadi 3 stadium, early,
moderately advanced, dan far advanced. Pada stadium awal, meskipun sudah
terdiagnosa oleh pemeriksaan genetik, tidak terdapat lesi striatal, sehingga dari hal ini
dapat disimpulkan bila manifestasi yang muncul terjadi karena adanya kelainan
biokimiawi atau perubahan infrastruktural. Penemuan ini didukung dengan pemeriksaan
PET scan pada penderita Huntington disease dimana ditemukan karakteristik penurunan
metabolisme glukosa di nukleus kaudatus yang mendahului hilangnya jaringan pada
tahap lanjut. Degenerasi striatal yang terjadi dimulai pada bagian medial nukleus
kaudatus dan menyebar ke daerah lateral. Sel-sel neuron yang ada pada otak berukuran
berbeda-beda dan umumnya degenerasi yang terjadi menyerang neuron-neuron yang
berukuran kecil. Dimulai dari hilangnya dendrit dari neuron yang berukuran kecil,
neuron yang berukuran besar umumnya tidak terkena. Sel-sel yang mengalami
degenerasi akhirnya digantikan oleh astrosit yang bersifat fibrous. Daerah anterior dari
kaudatus dan putamen umumnya yang terkena secara lebih ekstensif dibandingkan
daerah posteriornya. Beberapa peneliti menemukan berbagai perubahan pada globus
pallidus, nukleus subthalamikus, nukleus merah, cerebellum, dan pars retikulata dari
substansia nigra. Pada daerah korteks serebrum, didapatkan neuronal loss yang
digantikan oleh jaringan glia.1,3
Mekanisme dari Huntington disease merupakan suatu patogenesis yang jelas
namun masih sulit dimengerti. Ekspansi dari regio poliglutamine dari Huntingtin (
protein produk gen Huntington ) menyebabkan terjadinya agregasi protein tersebut
pada nukleus neuron otak. Lebih dari itu, protein tersebut memiliki kecenderungan
untuk beragregasi pada neuron daerah striatal dan korteks otak. Hasil penelitian dari
Wetz menyimpulkan jika protein ini bersifat toksik terhadap neuron secara langsung
atau dalam bentuk yang tak teragregasi. Namun letak permasalahannya ada pada
dominasi agregasi protein Huntingtin yang terutama pada daerah korteks, sedangkan
neuron loss terdapat pada daerah striatal. Sebuah teori menyatakan jika Huntington
akan menyebabkan neuron tertentu lebih sensitif pada glutamat-mediated
eksitotoksisitas. Selain itu, sekarang dikemukakan 2 mekanisme yang berdasarkan pada
interupsi transkripsi protein karena ikatan protein huntington pada protein untuk
transkripsi, atau terjadi disfungsi mitokondrial terjadi secara langsung atau melalui
mekanisme transkripsi yang sama. Karena ekspansi poliglutamine ditemui pada berbagai
kelainan neurodegeneratif.1

Manifestasi Klinis
Penyakit Huntington secara klinis ditandai oleh gerakan involunter
berdurasi-singkat yang mengenai beberapa kelompok otot, yang umumnya terjadi
secara acak (korea atau hiperkinesia koreiformis). Pasien pada awalnya mencoba
untuk menggabungkan gerakan cepat ini dengan perilaku motorik volunter,
sehingga pengamat tidak menyadari bahwa benar-benar terdapat gerakan
involunter dan pasien justru tampak kaku dan gelisah. Namun, seiring dengan
progresivitas penyakit hiperkinesia menjadi semakin berat dan sulit untuk ditekan.
Kedutan pada wajah timbul seperti menyeringai, dan pasien semakin sulit untuk
mengistirahatkan tungkainya, atau sulit untuk mempertahankan lidah pada posisi
protrusi selama lebih dari beberapa detik (sehingga disebut lidah chameleon atau
lidah trombon). Gangguan ini disertai oleh disartia dan disfagia yang semakin
memberat. Gerakan involunter yang mengganggu menjadi semakin jelas dengan
stres emosional dan berhenti hanya pada saat tidur.
Pada fase lanjut penyakit ini, hiperkinesia menurun dan menimbulkan
rigiditas dan, pada beberapa kasus, peningkatan tonus otot. Kemampuan kognitif
pasien juga menurun; yakni terdapat demensia progresif. Gangguan mental dapat
muncul sebagai gejala awal sebelum terjadi kemunduran fungsi kognitif menjadi
nyata. Hampir separuh dari pasien yang memiliki Huntington, mengalami
perubahan kepribadian yang mengganggu orang-orang disekitarnya. Pasien
umumnya mempersalahkan keadaan dirinya kepada orang-orang lain, menjadi
pencuriga, mudah tersinggung, impulsif, tidak rapih, atau mendadak menjadi
fanatik mengenai suatu keyakinan. Pasien sering marah dan umumnya mencari
suatu pelarian seperti alkoholisme atau narkoba. Depresi ditemukan pada lebih
dari separuh pasien dengan Huntington. Setelah itu, tingkat kecerdasan pasien
akan menurun secara menyeluruh. Pasien akan menarik diri dari kehidupan sosial
dan dapat mengalami psikosis.1,2,3
Penurunan kemampuan produktivitas kerja, ketidakmampuan dalam
menangani masalah, dan gangguan tidur memerlukan konsultasi medis. Pasien
akan mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mempelajari suatu hal yang baru.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan motorik pasien akan berkurang dan
menghilang. Pasien juga akan mengalami penurunan dalam kemampuannya
berbahasa. Namun umumnya ingatan pasien tetap terjaga. Hal tersebut
dikategorikan sebagai “ Subcortical Dementia ”.1,2,3
Kelainan fungsi motorik akan muncul pertama pada tangan dan wajah
pasien. Umumnya pasien hanya akan dianggap resah oleh orang-orang
disekitarnya. Pergerakan tangan akan menjadi melambat dan pasien akan
kesulitan dalam melakukan hal yang didominasi tangan seperti menulis. Hal ini
akan terus berkembang sehingga menjadi suatu chorea. Frekuensi berkedip akan
meningkat, dan umumnya lidah pasien akan dijulurkan, selain itu umumnya bila
pasien ingin melakukan sesuatu, pergerakannya akan terganggu karena
kecenderungan gerakan chorea yang tidak terkontrol. Tonus otot pasien akan
menurun, terdapat rigiditas, bradikinesia, dan tremor seperti pada parkinsonisme.
Pada sepertiga pasien mengalami hiperrefleks namun hanya beberapa yang
menunjukan reflek babinski positif. Pergerakan pasien menjadi lambat tanpa
adanya penurunan kekuatan atau ataxia. Pasien akan mengalami kesulitan
berbicara karena inkoordinasi otot-otot lidah dan diafragma.1
Selain itu, pasien akan mengalami kesulitan dalam menggerakan bola
matanya baik dalam gerakan mengejar ataupun melirik, sehingga umumnya
pasien harus menoleh untuk dapat melihat ke samping. Pasien akan mengalami
kesulitan dalam berkonsentrasi pada satu titik, karena pasien tidak dapat melawan
“ keinginannya “ untuk menatap benda lain.1
Gejala chorea dan dementia dapat terjadi tidak berurutan, namun pada
umumnya bila gejala chorea dan dementia sudah muncul, rata-rata dalam 10 – 15
tahun pasien akan memasuki fase vegetatif dan kemudian meninggal karena
infeksi atau keadaan medis lainnya.1,2,3

Gejala Klinis 6
Gejala inti HD meliputi gejala motorik, kognitif dan gangguan psikiatrik.
Namun gejala lain yang mungkin dapat menyertai berupa kehilangan berat badan,
gangguan tidur dan irama sirkadian dan gangguan sistem saraf otonom. Rata-rata
onset terjadinya adalah sekitar usia 30-50 tahun, dengan rentang antara 2-85
tahun. Progresivitas penyakit mengarah kepada ketergantungan dalam kegiatan
sehari-hari dan akhirnya meninggal. Penyebab kematian yang umum pada HD
adalah pneumonia yang diikuti oleh bunuh diri.
Gejala motorik
Karakteristik perubahan motorik adalah gerakan-gerakan involunter yang
tidak diinginkan. Pada mulanya, gerakan sering terjadi di ekstremitas bagian distal
seperti di jari-jari tangan dan kaki serta di otot wajah. Pada pengamatan gerakan
tersebut dilihat sebagai kedutan otot dan sering takterlihat atau dapat dijelaskan
sebagai kegugupan. Dalam kehidupan sehari-hari, berjalan menjadi tidak stabil
dan seseorang dapat melihatnya sebagai kondisi yang sedikit mabuk. Secara
bertahap gerakan yang tidak diinginkan ini menyebar ke seluruh otot dari distal ke
bagian proksimal dan aksial.
Chorea selalu nampak pada saat pasien dalam keadaan terjaga. Tidak ada
pola tersendiri, namun gerakan chorea pada wajah dapat menunjukkan pada
gerakan yang berkelanjutan dari otot wajah dimana terlihat sebagai contoh alis
terangkat, mata tertutup, kepala agak bengkok serta lidah menjulur dengan bibir
seperti cemberut. Gejala yang menonjol berupa penonjolan gerakan dari otot
panjang. Berbicara dan menelan secara bertahap mejadi lebih sulit yang membuat
pasien terkadang tersedak. Pada fase lanjutpasien bahkan menjadi diam. Disartria
dan disfagia menjadi sangat menonjol. Pada semua pasien dapat terjadinya gejala
hypokinesia, akinesia, dan rigiditas atau kekakuan yang mengarah pada
menurunnya kecepatan dalam beraktivitas (bradikinesia: kondisi neurologis yang
ditandai dengan kelambanan umum dari aktivitas motorik) dan keraguan untuk
memulai gerakan yang sifatnya parah (akinesia: kesulitan dalam memulai
gerakan). Dystonia memiliki karakteristik gerakan yang lambat dengan
peningkatan tonus otot mengarah kepada postur abnormal, contohnya tortikolis-
leher seperti berputar namun juga terjadi rotasi dari tubuh dan tungkai. Dystonia
ini dapat menjadi gejala motorik pertama dari HD. Gerakan yang tidak diinginkan
lain berupa tics, dibandingkan pada pasien dengan Tourette syndrome, namun
sangat jarang.
Tanda serebelar dapat terlihat meskipun jarang, sama seperti hipo dan
hipermetria. Gaya berjalan sering dideskripsikan sebagai ‘mabuk’ atau seperi
‘cerebellar ataxia’. Namun membedakan chorea dan ataxic walking sangatlah
sulit. Tanda piramidal (tanda Babinski) biasanya terlihat.
Gangguan motoriklah yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari serta
bersifat progresif. Adanya gejala hiperkinesia dan hipokinesia menyebabkan
kesuliatan dalam berjallan dan berdiri, dan sering terjadi gaya berjalan ataksia dan
sering terjatuh. Seanjutnya, aktivitas sehari-hari seperti bangun dari kasur, mandi,
memakai baju, ke toilet, membersihkan rumah, memasak dan makan menjadi
lebih sulit. Tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan pasien, gejala motorik
cepat atau lambat akan mengganggu keseharian, meskipun demikian perubahan
dan gangguan psikiatrik dan kognitif juga menjadi hal yang juga mengganggu.
Tanda dan gejala tingkah laku dan psikiatri

Gejala psikiatri sangat sering terlihat pada fase awal dari penyakit, sering
mendahului gejala motorik. Persentase pasien dengan gejala psikiatri bervariasi
antara 33% dan 76% tergantung dari metodologi studi. Karena dampaknya pada
kehidupan sehari-hari, gejala tersebut biasanya memiliki dampak negatif dalam
fungsi di keluarga. Gejala yang sering terajadi adalah depresi. Diagnosis menjad
sulit karena penurunan berat badan, apatis dan ketidakaktifan juga terjadi di HD.
Biasanya terjadi penurunan sikap menghargai diri sendiri, merasa bersalah dan
kecemasan. Apatis berhubungan dengan fase penyakit, dimana kecemasan dan
depresi tidak demikian. Bunuh diri terjadi lebih sering pada gejala awal individu
dan juga premanifestasi pada gen pembawa. Kecemasan juga sering terjadi (34-
61%), obsesif dan kompulsif dapat mengganggu kehidupan pasien dan juga
mengarah pada iritabiltas dan perilaku agresif. Kehilangan ketertarikan dan
tingkah laku yang pasif sering terjadi pada sindrom apatis. Dapat menjadi sangat
sulit membedakan antara apatis dan depresi. Psikosis mungkin dapat terluhat,
khususnya pada fase lanjut dari penyakit.

Demensia
Penurunan kognitif adalah gejala utama lain dari HD dan dapat terlihat
jauh sebelum gejala motorik terlihat. Normalnya, indivi dapat membedakan mana
yang relevan dan mana yang tidak, namun pasien dengan HD dapat kehilangan
kemampuannya. Pasien tak lagi dapat mengorganisasi kehidupannya atau
merencanakan sesuatu yang mudah. Mereka tidak lagi bersikap seperti yang
sebelumnya seperti yang diharapkan oleh lingkungannya. Ingatan memiliki
gangguan serta psikomotor menjadi terganggu dan terbelakang yang sifatnya
cukup parah.

Gejala lain yang menyertai


Kehilangan berat badan yang tidak diinginkan dapat terjadi pada semua
pasien. Chorea memegang peranan penting dalam penurunan berat badan, namun
tak ada hubungan antara terjadinya chorea ataupun gangguan pergerakan dengan
terjadinya penurunan berat badan. Hubungan antara panjang pengulangan CAG
telah dideskripsikan. Gangguan otonom dapat menyebabkan berkeringat yang
berlebihan.

Assesment 6
Penilaian klinis dari gejala dan tanda HD penting bagi paien, keluarga dan
pemberi perawatan. Untuk merawat secara sistematik, beberapa skala telah
dikembangkan. Skala yang terbaik adalah Shoulson and Fahn capability scale dan
the Unified Huntington Disease Rating Scale (UHDRS). UHDRS terdiri dari
penilaian motorik, tingkah laku, fungsional dan kognitif, didahului oleh riwayat
dan pengobatan skematik. Untuk penilaian tingkah laku, skala baru telah
dikembangkan oleh Craufurd: the Problem Behaviour Scale (PBS). Skala yang
lain, contohnya untuk kualitas hidup juga digunakan. Di the European Network
for Huntington disease (EHDN: website) semua skala penilaian telah diatur dan
dirancang, yang sekarang telah digunakan di lebih dari 6,000 pasien di Eropa.

Nance, Martha, Paulsen, Jane S, Rosenblatt, Adam, Wheelock, Vicki, A Physician’s Guide to the
Management of Huntington’s Disease third edition, Huntington’s Disease Society of America, 2011.
Nance, Martha, Paulsen, Jane S, Rosenblatt, Adam, Wheelock, Vicki, A Physician’s Guide to the
Management of Huntington’s Disease third edition, Huntington’s Disease Society of America, 2011.

Diagnosis
Bila pasien sudah menunjukan manifestasinya secara nyata, pemeriksaan
lanjutan tidaklah diperlukan. Kesulitan dalam penegakan diagnosis terutama
terletak pada kurangnya riwayat keluarga, namun menunjukan chorea yang
progresif, gangguan emosi, dan mengalami dementia. Namun hal tersebut dapat
diatasi dengan pemeriksaan genetik. Adanya pengulangan CAG lebih dari 39 kali
pada lokus huntington merupakan diagnosis definitif dari penyakit huntington ini.1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tanda serta pada
seseorang dengan orang tua dengan terbukti HD. Pertama, adalah wajib untuk
mengambil riwayat yang tepat dari orang tersebut dengan adanya gejala diikuti
oleh riwayat keluarga rinci. Ketika semua informasi telah diperoleh diagnosis
tidak terlalu sulit, meskipun gambar klinis non-spesifik bisa menyesatkan. Namun
ketika orangtua tidak diketahui atau telah meninggal karena penyebab lain di usia
muda, gambaran klinis bisa sulit untuk dikenali. Gold standart diagnosis adalah
dengan penentuan DNA, menunjukkan pengulangan CAG minimal 36 pada gen
huntingtin pada kromosom 4. Sebelum tahun 1993, riwayat penyakit keluarga
dengan gejala klinis pada setidaknya salah satu orang tua atau kakek-nenek adalah
wajib. Kriteria klinis saat ini diperlukan masih berupa gejala perubahan dan
gangguan jiwa atau kognitif perubahan. Namun, dalam banyak kasus kombinasi
dari tiga tanda utama hadir. Geala klinis yang di kombinasikan dengan riwayat
keluarga cukup untuk diagnosis. Tidak ada pencitraan, tes darah umum atau alat
diagnostik lainnya yang bermanfaat. Untuk semua tes diagnostik, perlu untuk
mendapatkan informed consent dari pasien. Ini penting karena jika orang yang
diberi diagnosis HD, maka mungkin banyak lagi individu sekitar pasien yang
dihadapkan dengan peningkatan risiko penyakit Huntington. Studi ekstensif yang
dilakukan untuk mendeteksi biomarker (klinis, darah, MRI) dan karenanya
transisi menentukan parameter. Beberapa penelitian sekarang berfokus pada
perubahan fungsi dan perubahan pencitraan otak (MRI) sebelum manifestasi
klinisya nyata hadir. Tampaknya terjadi perubahan struktur otak beberapa tahun
sebelum manifestasi klinis hadir. 6

Diagnosis Banding
Bila Chorea muncul pada usia tua, kemungkinan penyebabnya bisa
bermacam – macam, contohnya senile chorea yang dapat disebabkan oleh infeksi,
hiperglikemia, stroke, dan tirotoksikosis. Namun umumnya senile chorea
menghilang dalam beberapa minggu. Untuk memastikan diagnosa pada chorea
yang muncul di usia tua, dapat dilakukan anamnesis lengkap dan penyesuaian
gejala dengan Huntington Disease, atau dengan pemeriksaan gen Huntington.1,3)
Bila Chorea muncul pada usia muda, umumnya dibandingkan dengan
syndenham chorea, atau lupus dengan antiphospholipid antibodies, atau
penggunaan kokain, namun ketiganya tidak memiliki hubungan familial yang
nyata dan tidak terjadi penurunan tingkat kecerdasan. “ Benign Inherited Chorea “
yang dapat diturunkan secara autosomal merupakan salah satu diagnosis
bandingnya, namun umumnya Benign Inherited Chorea bermanifestasi pada usia
sebelum 5 tahun, progresivitasnya lambat, dan tidak ada gangguan mental.
Terdapat beberapa penyakit neurodegeneratif yang dapat dibandingkan dengan
Huntington, contohnya seperti polymyoclonus, acanthocytosis dengan chorea
progresif, atau dentatorubropallidoluysian degeneration yang hanya bisa
disingkirkan dengan pemeriksaan genetik.1,3
Selain itu huntington disease juga dapat dibandingkan dengan wilson
disease dan tardive diskinesia. Wilson disease dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan kadar serum tembaga dalam darah dan ceruloplasmin, sedangkan
untuk tardive diskinesia dapat disingkirkan dengan anamnesa lengkap pasien
terutama mengenai pengobatan terakhir pasien.1,3
Chorea adalah manifestasi klinis yang paling menonjol, menelusuri
riwayat adalah langkah pertama dan paling berharga. Banyak diagnosa diferensial
untuk tanda motorik chorea. Dalam banyak kasus penyebab yang mendasari
adalah gangguan internal yang lain umum atau gangguan iatrogenik. Hanya
sedikit genetik yang bertanggung jawab untuk sindrom choreatic. Di sekitar 1%
dari kasus klinis didiagnosis sebagai HD oleh dokter, kadang tes genetik tidak
mengkonfirmasi diagnosis. Ini adalah apa yang disebut phenocopies.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya Huntington tidak memeiliki terapi definitif karena bersifat
genetik, terapi yang ada hanya bersifat simptomatik dan suportif. Terapi
simptomatik untuk mengatasi gangguan emosi dan chorea dapat diberikan
Haloperidol ( 2 – 10 mg ) namun pemberiannya harus dipantau dengan ketat
karena dapat menimbulkan ketergantungan dan diberikan dalam dosis yang
minimal. Levodopa dan dopamin agonis yang lain hanya memperburuk
manifestasi chorea. Obat-obatan yang memblok reseptor dopamine dapat
mengurangi gejala chorea ( reserpine, clozapine, terutama tetrabenazine ) namun
efek sampingnya ( mengantuk dan tardive diskinesia ) melebihi manfaatnya. Pada
tahap awal, pemberian terapi seperti terapi parkinsonisme dapat membantu untuk
kekakuannya. Transplantasi jaringan ganglionik fetus ke striatum pasien
memberikan hasil yang tidak tetap. Umumnya pasien huntington diberikan
antidepresant karena selain merupakan salah satu manifestasinya, pasien akan
merasa tertekan dengan kenyataan penyakit ini.1,3

Manajemen pengobatan
Terlepas dari kenyataan bahwa patogenesis HD masih belum dijelaskan
secara jelas sehingga obat tidak tersedia, banyak Pilihan terapi yang tersedia untuk
mengobati gejala dan tanda-tanda dengan maksud untuk meningkatkan kualitas
hidup. Meskipun banyak tanda-tanda dan gejala dapat diobati, namun tidak selalu
diperlukan untuk dilakukan. Keterbatasan pasien dalam kehidupan sehari-hari
menentukan apakah perluu atau tidak obat diberikan. Sangat sedikit bukti yang
tersedia tentang obat atau dosis untuk mengurangi setiap tanda-tanda dan gejala.
Pengobatan ini, perlu diberikan berdasarkan pendapat ahli dan praktek sehari-hari.
Pengobatan terdiri dari farmakologi dan nonfarmakologi. Perawatan bedah tidak
memainkan peran penting dalam HD dan akan dibahas secara singkat.

Tanda-tanda motorik
Hiperkinesia, atau chorea, diberikan dengan cara memblokir reseptor
dopamin atau agen yang menghilangkan efek dopamin. Obat paling umum
digunakan obat untuk chorea yaitu neuroleptik tipikal atau atipikal (Reseptor
blocking dopamin) dan tetrabenazine (Dopamin depleting). Obat yang diresepkan
berbeda per negara. Tinjauan ekstensif dari semua obat yang diberikan oleh
Bonelli. Clozapine dan olanzapine merupakan neuroleptik atipikal. Keduanya
memiliki efek anti choreatic. Clozapine memiliki efek pada sel darah putih dalam
darah dan, karena itu, kurang praktis, membuat olanzapine merupakan obat
pilihan. Paling sering dilaporkan efek samping peningkatan berat badan dan efek
anti-depresi. Dari penelitian bebeapa kasus sering juga diberikan quetiapine,
zotepine, ziprasidone, dan risperidon. Namun, hanya tetrabenazine, a dopamin
obat menipis, telah ditunjukkan dalam uji coba terkontrol secara signifikan
mengurangi chorea. Efek samping paling umum adalah depresi dan sedasi.
Dalam beberapa penelitian di beberapa kasus ditemukan pemberian: a-tokoferol
mantadine, baclofen, cannabidiol, chlordiazepoxide, kolin, clonazepam, creatine,
deanol, dekstrometorfan, fluoxetine, idebenone, ketamine, lamotrigin,
levetiracetam, moclobemide, minocycline, muscimol, OPC 14.117, PUFA,
remacemide, riluzole. Terapi obat untuk hypokinesia telah mencoba menggunakan
obat antiparkinson, tetapi hampir selalu dengan hasil sangat mengecewakan.
Dalam prakteknya, oleh karena itu, obat dopaminergik tidak diresepkan.
Novak, Marianne J U, Tabrizi, Sarah J., Huntington’s Disease, Biomedical Journal – BMJ, volume 341, July
3rd 2010.

Nance, Martha, Paulsen, Jane S, Rosenblatt, Adam, Wheelock, Vicki, A Physician’s Guide to the
Management of Huntington’s Disease third edition, Huntington’s Disease Society of America, 2011.

Tanda-tanda kejiwaan/ psikiatrik


Depresi dan perilaku agresif yang paling mengganggu dalam keluarga, sebagian
besar obat yang diresepkan untuk mengurangi tanda-tanda ini. Selain obat-obatan, banyak
langkah-langkah perawatan lain tersedia. Hal ini penting untuk menemukan terapi yang
tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat. intervensi non-medis tersedia adalah:
fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, ahli gizi, psikolog, pekerja sosial, dan
perawat.
Selama perjalanan penyakit, pasien membutuhkan orang yang merawat
untuk membantu misalnya dalam aktivitas mandi. Beban untuk pengasuh dapat
menjadi terlalu berat dan bantuan terkadang harus dilakukan di lembaga-lembaga
penitipan, biasanya dilakukan ke fasilitas panti jompo. Perkembangan pasien
biasanya mengarah pada fase perawatan 24 jam. Lama kelamaan seluruh aktivitas
pasien perlu bantuan dari orang lain. Pengobatan ditujukan untuk meningkatkan
kualitas hidup. Sampai saat ini, sayangnya tidak ada obat yang tersedia.

Novak, Marianne J U, Tabrizi, Sarah J., Huntington’s Disease, Biomedical Journal – BMJ, volume 341, July
3rd 2010.
Nance, Martha, Paulsen, Jane S, Rosenblatt, Adam, Wheelock, Vicki, A Physician’s Guide to the
Management of Huntington’s Disease third edition, Huntington’s Disease Society of America, 2011.

Novak, Marianne J U, Tabrizi, Sarah J., Huntington’s Disease, Biomedical Journal – BMJ, volume 341, July
3rd 2010.

Perspektif masa depan


Penyakit Huntington secara fisik, psikologis dan sosial dapat sangat.
Pengetahuan tentang penyakit dan perawatan untuk pasien telah meningkat sangat
besar selama dua dekade terakhir. Penyakit Huntington adalah penyakit seumur
hidup baik baik itu bagi individu maupun keluarga. Dari saat gen itu terlokalisasi
pada tahun 1983, dan terutama setelah 1993, perhatian telah difokuskan pada
patofisiologi untuk tujuan mengembangkan terapi. Banyak penelitian lain
dilakukan untuk mengembangkan pengobatan penyakit ini.

Prognosis

Umumnya pasien akan secara progresif mengalami kehilangan fungsi


motorik dan mengalami dementia, sehingga pasien tidak dapat melakukan ADL.
Rata-rata, pasien Huntington akan mengalami kematian 15 – 20 tahun setelah
gejalanya muncul.1,3
Presentasi Kasus 2: Penyakit Huntington
Pada usia 34 tahun, pekerja terampil ini menyadari adanya gerakan motorik yang
tidak dapat terkontrol pada keempat ektremitas. Teman kerjanya menertawakan
pasien karena menjatuhkan barang secara berulang, dan akhirnya menyangka
pasien sebagai alkoholik. Dalam setahun, ia mengalami disartria; bicaranya
menjadi abnormal pelan, tidak jelas, dan sulit dimenegrti. Ia menjadi tidak peduli
terhadap lingkungan sekitarnya dan kehilangan minat terhadap kegiatan sehari-
haari, yang menjadi semakin lambat dan menyulitkan. Akhirnya, ia tidak lagi
memperhatikan hal-hal yang paling sederhana sekalipun, dan lupa terhadap tugas
yang diberikan kepadanyabeberapa menit sebelumnya. Ia dipecat dari
pekerjaannya dan tetap menganggur setelahnya. Tiga bulan kemudian, setelah
dipaksa oleh istrinya, pasien berkonsultasi ke dokter spesialis` dengan
mempelajari riwayat keluarga, dokter spesialis mengetahui bahwa ayah pasien
mengalami gangguan pergerakan yang sa,a mulai dari usia 40 tahun. Peyakitnya
berkembang hingga ia menjadi bergantung total pada perawatan dan meninggal
pada usia 54 tahun. Tidak pernah ada diagnosis yang ditegakkan pada ayah
pasien.
Temuan paling menonjol pada pemeriksaan neurologis adalah gerakan involunter
pada semua bagian tubuh, terutama disekitar gelang bahu dan pada wajah. Bicara
pasien menjadi pelan, tidak jelas, dan monoton. Sensasi dan refleksnya normal.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan gangguan metabolik atau
penyakit sistemik lain yang menyebabkan gerakan involunter simptomatik.
Pemeriksaan magnetic resonance imaging kepala menunjukan berkurangnya
volume kaput nukleus kaudatus kedua sisi, menandakan atrofi neural pada area
ini. Selain itu, terlihat atrofi otak global, hingga derajat yang tidak sesuai dengan
usia pasien.
Diagnosis penyakit Huntington ditegakkan dengan pemeriksaan genetik-
molekular, yang menunjukkan ekspansi trinukleotida CAG secara berulang pada
salah satu alel gen huntington; ditemukan ulangan sebanyak 51 kali (normalnya
hingga 38 kali).
Farmakoterapi dengan obat neuroleptik memberikan perbaikan sementara pada
manifestasi motorik, akibat inhibisi neurotransmitter dopaminergik. Namun,
penyakit terus berlanjut sehingga pasien tetap tidak dapat bekerja dan semakin
bergantung pada perawatan.
BAB III
KESIMPULAN

Huntington disease merupakan suatu penyakit genetik autosomal dominan.


Letak gen huntington ada pada kromosom ke 4 terjadi karena pengulangan rantai
CAG. Karakterisitik dari penyakit ini berupa gejala motorik berupa chorea,
gangguan psikiatrik dan dementia. Pasien secara perlahan akan kehilangan
kemampuan motoriknya dan mengalami gangguan mental, kemudian akan terjadi
ketergantungan dan tidak dapat melakukan kegiatan sehari-harinya. Diagnosis
pasti ditegakkan dengan pemeriksaan DNA. Terapi yang diberikan hanyalah
bersifat simptomatik, suportif, dan berupa konseling. Prognosis untuk pasien yang
terdiagnosa dengan Huntington disease adalah buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper A. H., Samuels M. A.. Adams and Victor’s : Principles of


Neurology. Edisi ke 9. Degenerative Diseases of the Nervous Systems.
Hal. 1027 – 1031. McGraw Hill. Singapore.2009.
2. Misulis K. E., Head T. C.. Netter’s : CONCISE NEUROLOGY. Disorders
– Movement. Hal. 162 – 163. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2007
3. Simon R. P., Greenberg D. A., Aminoff M. J.. CLINICAL NEUROLOGY.
Edisi ke 7. Movement Disorders. Hal. 255 – 257. . McGraw Hill.
Singapore.2009.
4. Baehr M., Frotscher M., Diagnosis Topik Neurologi Duus. Edisi ke 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2012.
5. Sherwood, L., Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2012.
6. Roos, Raymund AC, Huntington’s disease: a clinical review, Orphanet
Journal of Rare Diseases, Open Access BioMed Central, 2010.
7. Novak, Marianne J U, Tabrizi, Sarah J., Huntington’s Disease, Biomedical
Journal – BMJ, volume 341, July 3rd 2010.
8. Nance, Martha, Paulsen, Jane S, Rosenblatt, Adam, Wheelock, Vicki, A
Physician’s Guide to the Management of Huntington’s Disease third
edition, Huntington’s Disease Society of America, 2011.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai