PEMICU 4
MODUL RESPIRASI
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
a) Marisa (I1011131034)
b) Ullya Aisyafitri (I1011151007)
c) Alfian Abdul Aziz Dja’afara (I1011151014)
d) Heru Chris Sunariyanto (I1011151020)
e) Lala Utami (I1011151032)
f) Afifah Kartikasari (I1011151043)
g) Nadya Siti Syara (I1011151051)
h) Ade Cahyo Islami (I1011151060)
i) Irmaningsih (I1011151063)
j) Ade Elsa Sumitro Putri (I1011151065)
PENDAHULUAN
1.1.Pemicu
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dibawa orangtuanya ke RS karena
terlihat sesak napas yang memberat sejak 2 jam sebelumnya . Sejak 3 hari terakhir
anak tersebut mengalami pilek, bersin, dan kurang nafsu makan. Demam tidak
terlalu tinggi. Sering terdengar grok-grok saat batuk namun dahak sulit
dikeluarkan. Saat terjadi sesak napas, orangtua melihat bahwa anak terlihat
bernapas lebih cepat dan terlihat cekungan/tarikan pada dinding dada bagian
bawah sewaktu bernapas. Ibu pasien khawatir anak ini menderita penyakit asma
sama seperti abangnya yang berumur 5 tahun, yang kambuh jika musim dingin.
1.4.Rumusan Masalah
Apa yang dialami anak laki-laki 2 tahun dengan keluhan dispneau, pilek,
bersin, kurang nafsu makan, demam, batuk berdahak, takipneau, retraksi
dinding dada dengan riwayat asma di keluarga?
2
1.5.Analisis Masalah
Anamnesis Dispneau
ISPA
Pemfis
Diagnosis Kerja:
Pneumonia
DD:
Pertusis
Asma
Bronkiolitis
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana
3
1.6.Hipotesis
Anak laki-laki 2 tahun mengalami pneumonia
1.7.Pertanyaan Diskusi
1. Pneumonia
a. Definisi h. Pencegahan
b. Epidemiologi i. Diagnosis
c. Klasifikasi j. Tatalaksana
d. Etiologi k. Edukasi
e. Patofisiologi l. Komplikasi
f. Manifestasi Klinis m. Prognosis
g. Faktor risiko
2. Pertusis 3. Asma
a. Definisi a. Definisi
b. Etiologi b. Etiologi
c. Patofisiologi c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinis d. Manifestasi klinis
e. Diagnosis e. Diagnosis
4. Bronkiolitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinis
e. Diagnosis
5. Penilaian batuk dan kesukaran bernafas pada anak
6. Penyebab bunyi grok-grok pada saat batuk
7. ARDS (acute respiratory distress syndrome)
8. Mengapa bisa terjadi retraksi pada dinding dada dan apa saja yang dapat
menyebabkan retraksi dinding dada?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan
alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Pada perkembangannya ,
berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu
pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP), apabila infeksinya
terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-
acquired pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat di rumah sakit. 1
b. Epidemiologi
Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan
pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir
sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar
provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo
(13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10% (Gambar
3).2
Sedangkan prevalensi pada anak balita (1-4 tahun) adalah 1,00% dengan
rentang antar provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi
tertinggi adalah provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan
provinsi lainnya di bawah 10% (Gambar 4).2
5
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (Gambar 5) prevalensi
Pneumonia Balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi
11,2% pada tahun 2007.2
c. Klasifikasi
Klasifikasi untuk pneumonia dibagi berdasarkan banyak kriteria sebagai
berikut:
1. Berdasarkan klinis dan epideologis: 3
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
6
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
7
Klasifikasi berdasarkan umur 2 bulan - < 5 tahun : 4
d. Etiologi
Pneunmonia sendiri bisa disebabkan oleh bakteri,virus, jamur, dan protozoa.
Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di
rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia
aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari
beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram
negatif.3
8
e. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Masuknya
mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai cara: 5
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen
f. Manifestasi Klinis 6
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan
dahak purulent bahkan bisa berdarah
Sesak napas
Demam
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
Gejala distress pernapasan seperti takipnea, retraksi subcostal, batuk,
krepitasi, dan penurunan suara paru.
Demam dan sianosis.
Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala
pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,
terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi
muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hypopnea
g. Faktor Risiko
Faktor resiko pneumonia ada pada pasien diabetik mungkin telah
mengalami peningkatan kerentanan terhadap pneumonia karena beberapa
alasan yaitu peningkatan risiko aspirasi, hiperglikemia, menurun imunitas dan
9
gangguan fungsi paru-paru, dan morbiditas yang menyertainya.7 Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa gagal ginjal kronis adalah faktor risiko
yang signifikan untuk kematian pada pasien dengan (community acquired
pneumonia) CAP. Pada pasien dengan dialisis, tingkat mortalitas dari
pneumonia adalah 14 sampai 16 kali lipat lebih tinggi daripada populasi
umum.8
Suatu penelitian meta-analisis yang menunjukkan bahwa konsumsi 24 gram,
60 gram, dan 120 gram alkohol setiap hari menjadi faktor resiko terjadinya
9
community acquired pneumona. Rendahnya oral hyegene juga dapat
meningkatkan resiko insidensi pneumonia, banyaknya bakteri (bakteri oral dan
pernapasan) yang terkandung di setiap millimeter kubik plak gigi yang juga
ada pada saliva.
Faktor yang meningkatkan risiko Hospital Aquired Pneumonia (HAP)
adalah Intubasi dan ventilasi mekanis meningkatkan risiko VAP 6-21 kali, dan
risikonya paling besar dalam 5 hari pertama intubasi. Tabung endotrakeal
memungkinkan masuknya bakteri langsung ke bagian bawah saluran
pernafasan, mengganggu mekanisme pertahanan inang yang normal, dan
menjadi reservoir untuk mikroorganisme patogen. Kolonisasi Oropharyngeal
adalah mekanisme utama yang bertanggung jawab untuk pengembangan HAP.
Kolonisasi akan hadir saat masuk Atau diperoleh di ICU. Juga menunjukkan
bahwa kolonisasi pada pasien menjalani proses ventilasi mekanis terjadi
pertama kali di orofaring dan perut, lalu turun saluran pernafasan, dan akhirnya
di tabung endotrakea.10
h. Pencegahan
Di negara-negara berkembang telah mengidentifikasi 6 strategi untuk
mengontrol infeksi saluran pernapasan akut yang dapat mengurangi morbiditas
dan mortalitas akibat pneumonia pada anak-anak (WHO, 2003). Adapun 6
strategi yang dimaksud adalah :11
1) Pemberian imunisasi. Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi campak, Dipteri Pertusis Tetanus (DPT) untuk
10
menyiapkan balita menghadapi lingkungan yang tidak selalu bisa
dijamin kebersihan udaranya. Selain itu, asupan makanan yang kaya
gizi tentu akan mempertahankan stamina balita sendiri.
2) Memberikan kemoprofilaksis (pelega tenggorokan/pereda batuk) pada
anak dengan infeksi pernapasan akut dan anak dengan mengi.
3) Memperbaiki nutrisi. Untuk mencegah risiko pneumonia pada bayi dan
anak-anak yang disebabkan karena malnutrisi sebaiknya dilakukan
dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai dengan umur 2
tahun. Hal ini disebabkan karena ASI terjamin kebersihannya dan
mengandung faktor-faktor antibodi cairan tubuh sehingga dapat
memberikan perlindungan terhadap infeksi bakteri dan virus. Selain
pemberian ASI peningkatan status gizi anak penderita pneumonia juga
perlu perhatian untuk kesembuhan anak tersebut.
4) Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan,
lingkungan berasap rokok dan polusi di luar ruangan.
5) Mengurangi penyebaran kuman dan mencegah penularan langsung
dengan cara menjauhkan anak dari penderita batuk.
6) Memperbaiki cara-cara perawatan anak. Usaha untuk mencari
pertolongan medis, memberikan pendidikan pada ibu tentang cara
perawatan anak yang baik.
i. Diagnosis 6
Anamnesis (gejala klinis)
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan
dahak purulent bahkan bisa berdarah
Sesak napas
Demam
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
Serangan pertama atau berulang untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma.
11
Pemeriksaan Fisik
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus
dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang
dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel.
Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
kemampuan makan/minum.
Gejala distress pernapasan seperti takipnea, retraksi subcostal, batuk,
krepitasi, dan penurunan suara paru.
Demam dan sianosis.
Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala
pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,
terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi
muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hypopnea.
Pneumonia Ringan
Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat
saja. Napas cepat:
pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit
pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat.
Pneumonia Berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi, dll)
12
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
Suara merintih (grunting) pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya
Kejang, letargis atau tidak sadar
Sianosis
Distres pernapasan berat.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran napas bawah ajut ringan tanpa komplikasi.
Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia
yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan.
Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan
adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia
13
berat, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons
terhadap antibiotik.
Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan
untuk membantu menentukan pemberian antibiotic.
Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas
yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan
pneumonia yang berat.
Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat
jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi
berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia
bacterial.
Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk
mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas
tersedia.
Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika
fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan
mulainya pemberian antibiotic.
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksan fase
akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bacterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.
Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita TB dewasa.
Pemeriksaan Lain
14
j. Tatalaksana
a. Tatalaksana12
1) Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau sukar bernapas, hanya terdapat napas cepat
saja. Napas cepat pada anak umur 2 bulan – 11 bulan yaitu ≥ 50
kali/menit sedangkan pada anak umur 1 tahun- 5 tahun adalah≥ 40
kali/menit.
Tatalaksana
Anak di rawat jalan
Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali)
2 kali sehari selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali)
2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
2) Pneumonia Berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, Tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam, Foto dada menunjukkan gambaran
pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi. Selain itu bisa didapatkan pula
tanda berikut ini:
a) Napas cepat :
Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
b) Suara merintih (grunting) pada bayi muda
c) Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan
menurun, suara pernapasan bronkial.
15
d) Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat
menyusui, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distres
pernapasan berat.
Tatalaksana 12
1) Anak dirawat di rumah sakit
2) Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol
3) Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs
k. Edukasi 4
Edukasi berikut diberikan kepada ibu saat menghadapi anak yang sedang sakit:
1). Demam
Demam sangat umum terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut.
Penatalaksanaan emam tergantung dari apakah demam itu tinggi atau rendah.
- Nasihati ibu agar memberi cairan lebih banyak
16
- Berilah parasetamol
- Nasehati ibu agar memberi cairan lebih Banyak
17
Lingkari tanda-tanda untuk kembali segera. Mintalah ibu untuk mengamati
kemungkinan timbulnya tanda-tanda pneumonia dan jika timbul mintalah segera
membawa kembali anaknya ke petugas kesehatan. Tanda-tanda pneumonia yang
bisa diamati oleh ibu ialah :
Pernapasan menjadi sulit.
Pernapasan menjadi cepat.
Anak tidak mau minum.
Sakit anak tampak lebih berat.
18
mangkuk, atau menyiapkan usu buatan yang baik, kemudian memberikan
kepada anaknya dengan sendok.
Pemberian makanan pada anak yang muntah.
Perlu diperhatikan pada kasus batuk rejan (pertusis) yang sering kali
muntah pada akhir rentetan batuk. Anak yang sering muntah bisa
mengalami malnutrisi. Ibu harus memberikan makanan pada saat
muntahnya reda. Usahakan pemberian makanan sesering mungkin selama
sakit dan sesudah sembuh. Bawalah kembali ke petugas kesehatan bila
anak tidak bisa makan dan berat badan menurun.
Pemberian makanan selama anak sakit.
Untuk anak berumur 6 bulan atau lebih, berilah makanan dengan nilai gizi
dan kalori yang tinggi. Dengan melihat umurnya, berilah campuran tepung
dengan kacang-kacangan, atau tepung dengan daging atau ikan.
Tambahkan minyak untuk memperkaya energi. Bisa juga ditambahkan
makanan dari susu dan telur. Berilah makanan pada anak selama anak
masih menghendaki. Bila umur anak kurang dari 6 bulan atau belum
mendapat makanan tambahan, anjurkan ibunya untuk lebih sering
memberikan ASI.
Pemberian makanan setelah anak sembuh.
Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan sedikit. Karena
itu setelah sembuh, usahakan pemberian makanan tambahan setiap hari
selama seminggu atau sampai berat badan anak mencapai normal. Hal ini
akan mempercepat anak mencapai tingkat kesehatan semula serta
mencegah malnutrisi. Malnutrisi akan mempermudah atau memperberat
penyakit infeksi.
19
cairan tambahan: lebih banyak memberi ASI, susu buatan, air putih, sari
buah dan sebagainya.
Pemberian ASI.
Bila anak belum menerima makanan tambahan apapun, anjurkan ibunya
untuk memberikan ASI lebih sering daripada biasanya.
l. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah sebagai berikut :14
Empisema
Gagal nafas
Perikarditis
Meningitis
Hipotensi
20
Delirium
Asidosis metabolik
Dehidrasi
2. Pertusis
a. Definisi
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent
cough yang merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan
yang disebabkan oleh Bordetella pertussis, bakteri Gram-negatif berbentuk
kokobasilus. 15
b. Etiologi
Pertusis (whooping cough) merupakan suatu penyakit infeksi yang menyerang
saluran pernapasan yang secara klasik disebabkan oleh Bordetella pertussis,
namun meskipun jarang pertussis dapat pula disebabkan oleh Bordetella
parapertussis.15
c. Patofisiologi
Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh
secara aerobik pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan
faktor pertumbuhan dengan faktor tikotinamid, asam amino untuk energi dan
arang atau resin siklodekstrin untuk menyerap bahan-bahan berbahaya.
Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak
darinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca
penambahan aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen
(terutama FIM2 dan Fim3), dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut
pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran
pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase, dan TP tampak menghambat
pembersihan organisme. Sitotoksin trakhea, faktor demonekrotik, dan adenilat
siklase diterima secara dominan, menyebabkan cedera epitel lokal yang
21
menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP
terbukti mempunyai banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi
insulin, disfungsi leukosit). Beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik
penyakit. TP menyebabkan limfositisis segera pada binatang percobaan dengan
pengembalian limfosit agar tetap dalam sirkulasi darah. TP tampak memainkan
peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam patogenesis.16
d. Manifestasi Klinis
Fase inkubasi daari pertusis yaitu antara 3-12 hari. Pertusis adalah penyakit
yangberlangsung selama 6 minggu yang dibagi menjadi fase kataral, paroksismal,
dan konvalent, dan setiap fase berlangsung sekitar 1-2 minggu. Anak-anak,
remaja dan dewasa tidak menunjukkan tahapan yangb berbeda. Gejala yang mucul
pada pasien batuk yang tanpa gangguan namun menyebabkan sufokasi, tercekik
dan sakit kepala. Orang dewasa yang telah divaksinasi biasanya hanya mengalami
bronkitis yang berkepanjangan tanpa batuk rejan, sedangkan seseorang yang tidak
divaksinasi lebih mudah untuk terkena pertusis dan muntah setelah batuk.17
Terdapat 3 fase:17
Fase inisial ini merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dibedakan dari
infeksi saluran nafas atas. Yang termasuk dalam fase ini adalah kongesti nasal,
rinhorrea, dan bersin, yang biasanya disertai dengan demam yang tidak terlalu
tinggi, tearing, suffusion konjungtiva. Pertussis lebih infeksius pada fase
kataral, tapi pertussis yang dapat menular 3 minggu atau lebih setelah onset
batuk
Pasien dengan fase paroksismal datang dengan serangan batuk intens yang
berakhir setelah beberapa menit. Pada bayi dan anak batuk diiringi dengan
lengkingan keras saat inspirasi karena melalui saluran nafas yang tertutup
parsial. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tidak mempunyai karakteristik
renjatan tapi bisa memiliki episod apneu dan beresiko kelelahan.
22
3). Fase Konvalesen
Pasien mulai membaik dan batuk paroksismal akan menghilang 2-3 minggu
23
Diagnosis pertusis dapat dilakukan dengan beberapa cara pemeriksaan penyakit
pertusis di laboratorium yaitu: 18
1. Spesimen
Pencucian nasal dengan larutan saline adalah spesimen yang dipilih.
Usapan nasofaring atau droplet yang dikeluarkan dari batuk ke dalam
“cawan batuk” yang dipegang di depan mulut pasien selama batuk
paroksimal kadang-kadang digunakan tetapi tidak sebagus pencucian nasal
dengan larutan saline,
2. Uji Antibodi Flouresens (FA) Lagsung
Reagen FA dapat digunakan untuk memeriksa usapan neosafaring.
Walaupun demikian hasil positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi.
Sensitivitasnya sekitar 50%. Uji FA paling berguna dalam
mengidentifikasi B.pertusis setelah biakan pada madia solid
3. Biakan
Cairan hasil pencucian nasal dengan saline dibiakkan pada agar medium
solid. Antibiotik di dalam media cenderung untuk menghambat flora
respirasi yang lain tetapi memungkinkan pertumbuhan B.pertusi.
organisme diidentifikasi dengan pewarnaan immunofluoresens atau
dengan aglutinasi slide menggunakan antiserum spesifik.
4. Reaksi Rantai Polimerase
PCR adalah metode yang paling sensitif untuk mendiagnosis pertusis.
Primer untuk B.pertusis harus tercakup. Jika memungkinkan, uji PCR
harus dapat menggantikan biakan dan uji flouresens antibodi langsung.
5. Serologi
Uji serologi pada pasien mempunyai peran yang tidak begitu penting
dalam membuat diagnosis karena peningkatan aglutinasi atau presipitasi
antibodi tidak terjadi sampai minggu ketiga perjalanan penyakit. Serum
tungal denga titer antibodi yang tinggi dapat berguna dalam mendiagnosis
penyakit batuk lama, satu dari durasi beberapa minggu.
24
3.Asma
a. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan. 19
b. Etiologi 19
c. Patofisiologi
25
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar.
Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.20
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran
napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan dibanding mengi. Penyempitan saluran napas tidak terjadi merata di
seluruh bagian paru. Ada bagian yang kurang mendapat ventilasi sehingga darah
kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2
mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan
oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tapi,
akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang
kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. 20
Pada serangan asma yang lebih berat lagi, banyak saluran napas dan
alveolus tertutup oleh mucus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya
pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan
bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi
CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2
(hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang
berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolic dan konstriksi pembuluh
darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa
melalui unit pertukaran gas yang baik, yang berakibat perburukan hiperkapnia.
Dengan demikian, penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-
hal yaitu: 20
1) Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi
2) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara
dengan sirkulasi darah paru
3) Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnia, serta
asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.
26
d. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang
diderita. Bisa saja seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan
gejala yang spesifik sama sekali, di lain pihak ada juga yang sangat jelas
gejalanya. Gejala dan tanda tersebut antara lain:21
a. Batuk
b. Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas
(ekspirasi)
c. Wheezing
d. (mengi)
e. Nafas dangkal dan cepat
f. Ronkhi
g. Retraksi dinding dada
h. Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua
otot-otot bantu pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang
terjadi)
i. Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)
27
e. Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis,
ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
a. Riwayat Penyakit/ Gejala:
- Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
- Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
Selain gejala diatas, riwayat keluarga, riwayat alergi, penyakit lain yang
memberatkan, dan perkembangan penyakit dan pengobatan perlu dijadikan
pertimbangan terhadap riwayat penyakit.
b. Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan
jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering
ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita,
auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif
(faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan,
kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas
pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda
klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent
chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain
28
misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas.
c. Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru sendiri diperlukan untuk memastikan hasil
pemeriksaan fisik yang terkadang tidak selalu akurat. Pemeriksaan faal
paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti kelainan
faal paru, dan variabiliti faal paru. Pemeriksaan faal paru yang sudah
diterima secara luas ada pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi
(APE).22
4. Bronkiolitis
a. Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi saluran respiratorik bawah yang disebabkan virus,
yang biasanya lebih berat pada bayi muda, terjadi epidemik setiap tahun dan
ditandai dengan obstruksi saluran pernapasan dan wheezing. Penyebab paling
sering adalah Respiratory syncytial virus. Infeksi bakteri sekunder bisa terjadi
dan biasa terjadi pada keadaan tertentu. Penatalaksanaan bronkiolitis, yang
disertai dengan napas cepat atau tanda lain distres pernapasan, sama dengan
pneumonia. Episode wheezing bisa terjadi beberapa bulan setelah serangan
bronkiolitis, namun akhirnya akan berhenti.23
b. Etiologi
Menurut Wohl, bronkiolitis adalah inflamasi bronkioli pada bayi < 2 tahun.
Berdasarkan guideline dari UK, bronkiolitis adalah penyakit seasonal viral
yang ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk, dan mengi. Etiologi
bronkiolitis antara lain adalah Respiratory Synctial Virus (RSV) (tersering),
Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenzae virus, Enterovirus, dan Influenza
virus.6
29
c. Patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons
inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi
mukus, timbunan debris selular/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti
dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan
aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penamoang saluran
respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan
aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran
respiratori yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase
inspirasi dan ekspirasi, akan tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil
selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air tapping dan hiperinflasi.
Ateletaksis dapat terjadi pada saar terjadi obstruksi total dan udara yang
terjebak diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan
kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak
selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan
oksigen arteri. Kerja pernapasan akan Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila
respirasi 60x/menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti
setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.
Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir edema
saluran napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa jarang
terjado bronkiolitis bila terserang infeksi virus saluran napas.24
d. Manifestasi Klinis
Bronkiolitis terjadi apabila RSV sampai di bronkioli dengan gejala yang
timbul akibat dari obstruksi yang makin meningkat dalam 2 sampai 3
hari.Gejala awalnya berupa infeksi saluran pernapasan atas seperti pilek, batuk
dan panas yang sumer-sumer. Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih
30
dewasa gejala ini tidak berlanjut, terbatas pada infeksi saluran pernapasan atas.
Tapi 40% anak-anak usia muda dan bayi, keadaannya berkembang melibatkan
saluran pernapasan bawah, batuk dan sesak setelah 1-2 hari.25
Batuk bersifat iritatif, repetitif dan paroksismal. Anak akan menjadi
gelisah/rewel, sulit tidur dan sulit makan dan minum. Suhu tubuh dapat
kembali normal. Dapat ditemukan nafas cuping hidung, dispneu dan takikardia.
Sebagai usaha pernapasan yang meningkat (air hunger), ditandai napas cuping
hidung setiap kali napas, otot-otot antara tulang iga mengalami retraksi
(retraksi interkostal) sebagai usaha menghirup udara.Hal ini dapat melelahkan
si anak, dan pada bayi-bayi berusia muda merupakan suatu kelelahan luar
biasa, bernapas menjadi sulit dipertahankan. Pada auskultasi dapat ditemukan
ronki basah halus difus pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Terdengar
suara napas wheezing dan ekspirasi yang memanjang. Gejala lain yang dapat
dijumpai: nafsu makan, minum menurun, iritabel, muntah (berhubungan
dengan adanya batuk). Gejala biasanya berlangsung 3 sampai 7 hari dengan
adanya perbaikan dalam 3 sampai 4 hari pertama. Secara keseluruhan akan
kembali normal dalam 1 sampai 2 minggu.26
e. Diagnosis
31
b. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam
batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik
maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
c. Pemeriksaan radiologis: Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru,
pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak
honsolidasi yang tersebar.
d. Analisa gas darah: Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis
metabolik, atau respiratorik.
Anak yang menderita batuk dan atau kesukaran bernapas mungkin menderita
pneumonia, suatu penyakit yang parah dan bisa mengakibatkan kematian. Tetapi
batuk atau kesukaran bernapas juga bisa disebabkan oleh batuk-pilek biasa,
hidung tersumbat, lingkungan berdebu, pertusis, tuberkulosis, campak,
croup/stridor atau wheezing. Pemeriksaan yang teliti dapat mencegah kematian
anak dari pneumonia atau penyakit berat yang lain.
Tanyakan
1. Berapa umur anak?
2. Apakah anak menderita batuk dan atau sukar bernapas? Berapa Lama?
3. Apakah anak 2 bulan - <5 tahun tidak bisa minum atau menetek?
Apakah bayi < 2 bulan kurang bisa minum atau menetek?
4. Apakah anak demam? Berapa lama?
5. Apakah anak kejang?
32
6. Apakah teraba demam/terlalu dingin?
7. Adakah tanda gizi buruk?]
Tanyakan
33
menyusu. Anak yang tidak bisa minum mungkin menderita pneumonia
berat, bronkiolitis, sepsis/septikemia, infeksi otak (meningitis atau malaria
cerebral) dan abses tenggorok.
Apakah anak demam? Berapa lama?
Jika ibu mengatakan anak demam maka riwayat demam sudah cukup
untuk menilai sebagai anak demam walaupun saat ini anak tidak demam
Apakah anak kejang atau tidak?
Pada saat kejang, lengan dan kaki anak menjadi kaku karena otot-ototnya
berkontraksi. Tanda dan gejala klinis kejang pada bayi muda sangat
bervariasi bahkan kadang sulit dibedakan dengan gerakan normal.
Meskipun demikian, jika menjumpai gejala/ gerakan yang tidak biasa,
terjadi secara berulang-ulang dan periodik, Saudara harus memikirkan
kemungkinan bayi kejang. Kejang dapat berupa gerakan tidak terkendali
berulang-ulang pada mulut seperti menguap, mengunyah atau mengisap.
Anak menderita pneumonia yang mengalami kejang-kejang, kesadaran
menurun ataupun sukar dibangunkan dapat diakibatkan oleh kekurangan
oksigen, sepsis, cerebral malaria pada daerah endemis malaria falciparum)
dan meningitis.
34
LIHAT : Apakah terlihat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK)?
Mintalah ibu untuk membuka baju anaknya . Lihatlah apakah dinding dada
tertarik ke dalam ada saat anak itu menarik napas. Perhatikan dada bagian bawah
(tulang rusuk terbawah). ada pernapasan normal, seluruh dinding dada (atas dan
bawah) dan perut bergerak keluar ketika anak menarik napas. Anak dikatakan
mempunyai TDDK jika dinding dada bagian bawah masuk ke dalam ketika anak
menarik napas.
Jika terlihat dada anak itu tertarik ke dalam hanya pada saat anak
menangis atau diberi makan, berarti tidak terdapat TDDK.
Jika yang tertarik ke dalam itu hanya jaringan lunak di antara rusuk saat
anak menarik napas (yang juga disebut tarikan/retraksi interkostal), berarti
tidak terdapat TDDK.
Jika tidak yakin ada TDDK, periksalah lagi dengan meminta ibu
mengganti posisi anaknya sehingga posisi anak tidak tertekuk di
pinggangnya. Sebaiknya anak dibaringkan di atas pangkuan ibunya. Bila
tak tampak pada posisi itu berarti tidak ada TDDK.
35
Berhati-hatilah melihat TDDK pada bayi umur kurang dari 2 bulan, tarikan
dinding dada yang ringan biasa terjadi karena tulang rusuknya relatif masih lunak.
Tetapi jika tarikan dinding dada tersebut kuat (sangat dalam dan mudah terlihat),
hal ini merupakan tanda adanya pneumonia. Anak dengan TDDK umumnya
menderita pneumonia berat. TDDK terjadi bila kemampuan paru-paru
mengembang berkurang dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik
napas. Anak dengan TDDK tidak selalu disertai pernapasan cepat. Kalau anak
menjadi letih bernapas, akhirnya anak akan bernapas lambat. Karena itu TDDK
mempunyai risiko mati yang lebih besar dibanding dengan anak yang hanya
menderita napas cepat tanpa disertai TDDK.
36
ringan, dekatkan telinga Saudara ke mulut anak untuk lebih jelas mendengarkan
wheezing.
Pada usia dua tahun pertama, wheezing pada umumnya disebabkan oleh
infeksi respiratorik akut akibat virus, seperti bronkiolitis atau batuk dan pilek.
Setelah usia dua tahun, hampir semua wheezing disebabkan oleh asma. Kadang-
kadang anak dengan pneumonia disertai dengan wheezing. Diagnosis pneumonia
harus selalu dipertimbangkan terutama pada usia dua tahun pertama. Bila anak
wheezing, tanyakan apakah tanda seperti itu pernah terjadi sebelum anak sakit
pada periode yang ini. Bila pernah, berarti anak dianggap mengalami wheezing
berulang.
37
tentukan apakah anak demam atau dingin. Kadang-kadang tangan dan kaki anak
teraba dingin karena selimutnya kurang menutup. Bagaimanapun, bila kaki/betis
dan ketiak yang teraba dingin menunjukkan anak hipotermia (sangat dingin).
Anak mempunyai riwayat demam jika ia menderita demam selama periode sakit
ini, walaupun mungkin saat ini sudah tidak lagi demam. Gunakan istilah untuk
“demam” yang dimengerti oleh ibu. Di daerah endemis malaria falciparum: anak
yang datang dengan batuk atau kesukaran bernapas disertai demam >380C
mungkin menderita Malaria. Jika demikian obat malaria bisa diberikan untuk
mengatasi kemungkinan malaria falciparum.Bila demam pada anak lebih dari lima
hari, rujuklah untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Seorang anak berumur 2 bulan - <5 tahun menderita Penyakit Sangat Berat
apabila dari pemeriksaan ditemukan salah satu “tanda bahaya” yaitu:
Tidak bisa minum
Kejang
Kesadaran menurun atau sukar dibangunkan
Stridor pada waktu anak tenang
Gizi buruk
38
Klasifikasi dan tindakan Anak Batuk dan atai Sukar Bernafas untuk
kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun
Klasifikasi dan tindakan Anak Batuk dan atai Sukar Bernafas untuk
kelompok umur < 2 bulan
Semua pneumonia pada bayi berumur kurang dari 2 bulan diklasifikasikan sebagai
pneumonia berat, tidak boleh diobati di rumah, harus dirujuk ke rumah sakit.
Perhatikan bahwa pada bayi umur <2 bulan hanya diklasifikasikan satu jenis
pneumonia yaitu pneumonia berat. Pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun
diklasifikasikan dua macam pneumonia yaitu pneumonia berat dan pneumonia.
39
6. ARDS (acute respiratory distress syndrome) 27
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit
paru akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan
mempunyai angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Penyebab
spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat
berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai
penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling
tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat
toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian
ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%.
Berikut adalah berbagai faktor risiko ARDS baik akibat sistemik maupun
akibat intrapulmona itu sendiri:
40
Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak diagnosis kondisi yang menjadi
faktor risiko ARDS. Tandanya adalah takipnea, retraksi intercostal, adanya ronkhi
kasar yang jelas dan adanya gambaran hipoksia atau sianosis yang tidak respons
dengan pemberian oksigen. Bisa juga dijumpai hipotensi dan febris. Sebagian
besar kasus disertai dengan mutiple organ dysfunction syndrome (MODS) yang
umumnya melibatkan ginjal, hati, otak, sistem kardiovaskuler dan saluran cerna
seperti perdarahan saluran cerna.
Berikut adalah diagnosis banding untuk ARDS yaitu ada Congestive Heart Failure
dan Pneumonia:
41
42
Tabel definisi ARDS dan Faktor Risiko29
7. Mengapa bisa terjadi retraksi pada dinding dada dan apa saja yang dapat
menyebabkan retraksi dinding dada?
Retraksi dinding dada terjadi saat musculus intercostalis tertarik ke dalam,
yang sering menandakan terjadinya permasalahan pada sistem pernapasannya.
Musculus intercostalis adalah otot di antara tulang rusuk. Selama bernapas, otot
ini berkontraksi dan menarik tulang rusuk ke atas sehingga dada mengembang
dan paru-paru terisi udara. Retraksi dinding dada disebabkan oleh
berkurangnya tekanan udara di dalam dada. Hal ini bisa terjadi jika saluran
napas bagian atas (trakea) atau saluran pernapasan kecil paru-paru (bronkiolus)
terblok. Akibatnya, otot intercostal tersedot ke dalam, di antara tulang rusuk
saat bernafas. Ini adalah tanda jalan napas yang tersumbat. Setiap masalah
kesehatan yang menyebabkan penyumbatan di jalan napas akan menyebabkan
retraksi interkostal.Adapun penyebab retraksi adalah anafilaksis, asma,
bronkiolitis, croup, epiglottitis, pneumonia, respiratory distress syndrome, dan
retropharytoneal abses.28
43
8. Penyebab bunyi grok-grok
Dalam keadaan normal, dinding saluran napas kita menghasilkan cairan
lendir yang banyak fungsinya. Salah satu fungsi utama adalah untuk
pertahanan saluran napas yaitu untuk memerangkap zat asing yang terbawa
dalam udara yang kita hirup yang berpotensi menimbulkan gangguan saluran
napas. Lendir ini kemudian akan dibawa keluar oleh suatu mekanisme disebut
bersihan mukosilier (mucociliary clearance).
Lendir yang dibawa dari saluran napas bawah ini kemudian akan sampai
di tenggorokan, dan kita telan secara tidak sadar. Bila jumlah lendir ini lebih
banyak daripada biasa, maka akan merangsang refleks batuk untuk mendorong
gumpalan lendir keluar. Bersihan mukosilier dan batuk merupakan pasangan
mekanisme pertahanan saluran napas yang sangat efektif dan bermanfaat. Pada
bayi baru lahir, mucociliary clearance ini belum begitu baik dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga tersisa lendir dalam saluran napasnya. Suara
udara napas yang melewati cairan lendir itulah yang menimbulkan suara grok-
grok.30
44
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
45
DAFTAR PUSTAKA
46
16. Heininger U. Update on pertussis in children. Expert Rev Anti Infect
Therapy. Februari 2010;8(2):163–73.
17. Centers for Disease Control and Prevention. Pertussis (Whooping Cough):
Outbreaks. Available at http://www.cdc.gov/pertussis/outbreaks.html.
Accessed: july 14, 2017
18. Arief Manjoer. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta:
EGC. 2000
19. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). Asma dan Pedoman
Penatalaksanaan di indonesia. Jakarta; Balai penerbit FKUI. 2004
20. Sundaru, H., Sukamto. Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. –Ed. 6 Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
21. Kumar, Abbas, Fausto. 2005.Robin and Cotran Pathologic Basics of
Disease 7thEdition: Elseiver Saunders
22. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. 2005.
23. World Health Organization.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit.Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama
Kabupaten/Kota.Jakarta.2009
24. Rahajoe Nastiti N, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed 1. Jakarta: badan
Penerbit IDAI. 2008
25. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2010.
26. Atkuri Lakshmi V, Bronchiolitis at pediatric. http://www.emedicine.com/E
MERG/topic365.htm. Last Updated: August 8, 2008. (Accesed: August
24th,2010)
27. Fanelli V, Vlachou A, Simonetti U, Slutsky AS, Zhang H. Acute
respiratory distress syndrome: new definition, current and Fanelli V, future
therapeutic options. Journal of Thoracic Disease. 2013, 5(3): 326-334.
28. Sarnaik AP, Clark JA, Sarnaik AA. Respiratory distress and failure. In:
Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme JW, Schor NF, eds. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2016:chap 71
29. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3698298/pdf/jtd-05-03-
326.pdf. Doakses 15 Juli 2017
30. IDAI. Nafas Grok-grok Pada Anak Berbahayakah. Tersedia di
:http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/napas-grok-grok-pada-bayi-
dan-anak-berbahayakah. Diakses: 15 Juli 2017
47
48