Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 4
MODUL RESPIRASI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

a) Marisa (I1011131034)
b) Ullya Aisyafitri (I1011151007)
c) Alfian Abdul Aziz Dja’afara (I1011151014)
d) Heru Chris Sunariyanto (I1011151020)
e) Lala Utami (I1011151032)
f) Afifah Kartikasari (I1011151043)
g) Nadya Siti Syara (I1011151051)
h) Ade Cahyo Islami (I1011151060)
i) Irmaningsih (I1011151063)
j) Ade Elsa Sumitro Putri (I1011151065)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Pemicu
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dibawa orangtuanya ke RS karena
terlihat sesak napas yang memberat sejak 2 jam sebelumnya . Sejak 3 hari terakhir
anak tersebut mengalami pilek, bersin, dan kurang nafsu makan. Demam tidak
terlalu tinggi. Sering terdengar grok-grok saat batuk namun dahak sulit
dikeluarkan. Saat terjadi sesak napas, orangtua melihat bahwa anak terlihat
bernapas lebih cepat dan terlihat cekungan/tarikan pada dinding dada bagian
bawah sewaktu bernapas. Ibu pasien khawatir anak ini menderita penyakit asma
sama seperti abangnya yang berumur 5 tahun, yang kambuh jika musim dingin.

1.2. Klarifikasi dan Definisi


-
1.3.Kata Kunci
- Anak laki-laki 2 tahun - Demam
- Dispneau - Batuk berdahak
- Pilek - Takipneau
- Bersin - Retraksi dinding dada
- Kurang nafsu makan - Riwayat asma keluarga

1.4.Rumusan Masalah
Apa yang dialami anak laki-laki 2 tahun dengan keluhan dispneau, pilek,
bersin, kurang nafsu makan, demam, batuk berdahak, takipneau, retraksi
dinding dada dengan riwayat asma di keluarga?

2
1.5.Analisis Masalah

Abang asma Anak laki-laki 2 th

Anamnesis Dispneau

RPS Takipneau Retraksi


KU dinding dada
 Pilek
Sesak nafas
 Bersin
 Nafsu
makan ↓
 Demam
 Batuk
berdahak

ISPA

Pemfis

Diagnosis Kerja:
Pneumonia
DD:
Pertusis
Asma
Bronkiolitis

Pemeriksaan
Penunjang

Diagnosis

Tatalaksana

3
1.6.Hipotesis
Anak laki-laki 2 tahun mengalami pneumonia

1.7.Pertanyaan Diskusi
1. Pneumonia
a. Definisi h. Pencegahan
b. Epidemiologi i. Diagnosis
c. Klasifikasi j. Tatalaksana
d. Etiologi k. Edukasi
e. Patofisiologi l. Komplikasi
f. Manifestasi Klinis m. Prognosis
g. Faktor risiko

2. Pertusis 3. Asma
a. Definisi a. Definisi
b. Etiologi b. Etiologi
c. Patofisiologi c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinis d. Manifestasi klinis
e. Diagnosis e. Diagnosis

4. Bronkiolitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinis
e. Diagnosis
5. Penilaian batuk dan kesukaran bernafas pada anak
6. Penyebab bunyi grok-grok pada saat batuk
7. ARDS (acute respiratory distress syndrome)
8. Mengapa bisa terjadi retraksi pada dinding dada dan apa saja yang dapat
menyebabkan retraksi dinding dada?

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan
alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Pada perkembangannya ,
berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu
pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP), apabila infeksinya
terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-
acquired pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat di rumah sakit. 1

b. Epidemiologi
Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan
pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir
sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar
provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo
(13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10% (Gambar
3).2

Sedangkan prevalensi pada anak balita (1-4 tahun) adalah 1,00% dengan
rentang antar provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi
tertinggi adalah provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan
provinsi lainnya di bawah 10% (Gambar 4).2

5
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (Gambar 5) prevalensi
Pneumonia Balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi
11,2% pada tahun 2007.2

c. Klasifikasi
Klasifikasi untuk pneumonia dibagi berdasarkan banyak kriteria sebagai
berikut:
1. Berdasarkan klinis dan epideologis: 3
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised

2. Berdasarkan bakteri penyebab: 3

6
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi 3


a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya :
pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus
c. Pneumonia interstisial

Klasifikasi berdasarkan Umur < 2 bulan: 4

7
Klasifikasi berdasarkan umur 2 bulan - < 5 tahun : 4

d. Etiologi
Pneunmonia sendiri bisa disebabkan oleh bakteri,virus, jamur, dan protozoa.
Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di
rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia
aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari
beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram
negatif.3

8
e. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Masuknya
mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai cara: 5
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen

f. Manifestasi Klinis 6
 Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan
dahak purulent bahkan bisa berdarah
 Sesak napas
 Demam
 Kesulitan makan/minum
 Tampak lemah
 Gejala distress pernapasan seperti takipnea, retraksi subcostal, batuk,
krepitasi, dan penurunan suara paru.
 Demam dan sianosis.
 Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala
pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,
terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi
muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hypopnea

g. Faktor Risiko
Faktor resiko pneumonia ada pada pasien diabetik mungkin telah
mengalami peningkatan kerentanan terhadap pneumonia karena beberapa
alasan yaitu peningkatan risiko aspirasi, hiperglikemia, menurun imunitas dan

9
gangguan fungsi paru-paru, dan morbiditas yang menyertainya.7 Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa gagal ginjal kronis adalah faktor risiko
yang signifikan untuk kematian pada pasien dengan (community acquired
pneumonia) CAP. Pada pasien dengan dialisis, tingkat mortalitas dari
pneumonia adalah 14 sampai 16 kali lipat lebih tinggi daripada populasi
umum.8
Suatu penelitian meta-analisis yang menunjukkan bahwa konsumsi 24 gram,
60 gram, dan 120 gram alkohol setiap hari menjadi faktor resiko terjadinya
9
community acquired pneumona. Rendahnya oral hyegene juga dapat
meningkatkan resiko insidensi pneumonia, banyaknya bakteri (bakteri oral dan
pernapasan) yang terkandung di setiap millimeter kubik plak gigi yang juga
ada pada saliva.
Faktor yang meningkatkan risiko Hospital Aquired Pneumonia (HAP)
adalah Intubasi dan ventilasi mekanis meningkatkan risiko VAP 6-21 kali, dan
risikonya paling besar dalam 5 hari pertama intubasi. Tabung endotrakeal
memungkinkan masuknya bakteri langsung ke bagian bawah saluran
pernafasan, mengganggu mekanisme pertahanan inang yang normal, dan
menjadi reservoir untuk mikroorganisme patogen. Kolonisasi Oropharyngeal
adalah mekanisme utama yang bertanggung jawab untuk pengembangan HAP.
Kolonisasi akan hadir saat masuk Atau diperoleh di ICU. Juga menunjukkan
bahwa kolonisasi pada pasien menjalani proses ventilasi mekanis terjadi
pertama kali di orofaring dan perut, lalu turun saluran pernafasan, dan akhirnya
di tabung endotrakea.10

h. Pencegahan
Di negara-negara berkembang telah mengidentifikasi 6 strategi untuk
mengontrol infeksi saluran pernapasan akut yang dapat mengurangi morbiditas
dan mortalitas akibat pneumonia pada anak-anak (WHO, 2003). Adapun 6
strategi yang dimaksud adalah :11
1) Pemberian imunisasi. Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi campak, Dipteri Pertusis Tetanus (DPT) untuk

10
menyiapkan balita menghadapi lingkungan yang tidak selalu bisa
dijamin kebersihan udaranya. Selain itu, asupan makanan yang kaya
gizi tentu akan mempertahankan stamina balita sendiri.
2) Memberikan kemoprofilaksis (pelega tenggorokan/pereda batuk) pada
anak dengan infeksi pernapasan akut dan anak dengan mengi.
3) Memperbaiki nutrisi. Untuk mencegah risiko pneumonia pada bayi dan
anak-anak yang disebabkan karena malnutrisi sebaiknya dilakukan
dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai dengan umur 2
tahun. Hal ini disebabkan karena ASI terjamin kebersihannya dan
mengandung faktor-faktor antibodi cairan tubuh sehingga dapat
memberikan perlindungan terhadap infeksi bakteri dan virus. Selain
pemberian ASI peningkatan status gizi anak penderita pneumonia juga
perlu perhatian untuk kesembuhan anak tersebut.
4) Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan,
lingkungan berasap rokok dan polusi di luar ruangan.
5) Mengurangi penyebaran kuman dan mencegah penularan langsung
dengan cara menjauhkan anak dari penderita batuk.
6) Memperbaiki cara-cara perawatan anak. Usaha untuk mencari
pertolongan medis, memberikan pendidikan pada ibu tentang cara
perawatan anak yang baik.

i. Diagnosis 6
Anamnesis (gejala klinis)
 Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan
dahak purulent bahkan bisa berdarah
 Sesak napas
 Demam
 Kesulitan makan/minum
 Tampak lemah
 Serangan pertama atau berulang untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma.

11
Pemeriksaan Fisik
 Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus
dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang
dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel.
 Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
kemampuan makan/minum.
 Gejala distress pernapasan seperti takipnea, retraksi subcostal, batuk,
krepitasi, dan penurunan suara paru.
 Demam dan sianosis.
 Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala
pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,
terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi
muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hypopnea.

Berdasarkan berat ringan pneumonia pada anak

 Pneumonia Ringan
Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat
saja. Napas cepat:
 pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit
 pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat.
 Pneumonia Berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
 Kepala terangguk-angguk
 Pernapasan cuping hidung
 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi, dll)

12
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
 Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
 Suara merintih (grunting) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
 Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya
 Kejang, letargis atau tidak sadar
 Sianosis
 Distres pernapasan berat.

Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda


(misalnya: pemberian oksigen, jenis antibiotik).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi
 Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran napas bawah ajut ringan tanpa komplikasi.
 Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia
yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan.
 Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan
adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia

13
berat, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons
terhadap antibiotik.
 Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.

Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan
untuk membantu menentukan pemberian antibiotic.
 Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas
yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan
pneumonia yang berat.
 Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat
jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi
berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia
bacterial.
 Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk
mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas
tersedia.
 Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika
fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan
mulainya pemberian antibiotic.
 Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksan fase
akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bacterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.
 Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita TB dewasa.

Pemeriksaan Lain

Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya


dilakukan pemeriksaan pulse oxymetri.

14
j. Tatalaksana
a. Tatalaksana12
1) Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau sukar bernapas, hanya terdapat napas cepat
saja. Napas cepat pada anak umur 2 bulan – 11 bulan yaitu ≥ 50
kali/menit sedangkan pada anak umur 1 tahun- 5 tahun adalah≥ 40
kali/menit.
Tatalaksana
 Anak di rawat jalan
 Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali)
2 kali sehari selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali)
2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.

2) Pneumonia Berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, Tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam, Foto dada menunjukkan gambaran
pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi. Selain itu bisa didapatkan pula
tanda berikut ini:
a) Napas cepat :
 Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
 Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
 Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit
 Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
b) Suara merintih (grunting) pada bayi muda
c) Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan
menurun, suara pernapasan bronkial.

15
d) Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat
menyusui, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distres
pernapasan berat.

 Tatalaksana 12
1) Anak dirawat di rumah sakit
2) Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol
3) Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs

Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan


pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak,
pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis
50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah dengan
kloramfenikol 50-75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang
mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Terapi ini dilanjutkan sampai
10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien normal.
Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan sefalosporin
dengan dosis 50 mg/kgBB/hari.
Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk
mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan
penyakit ini. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5% dan
NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10
mEq/500 ml botol infus. Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan
kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis.13

k. Edukasi 4
Edukasi berikut diberikan kepada ibu saat menghadapi anak yang sedang sakit:
1). Demam
Demam sangat umum terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut.
Penatalaksanaan emam tergantung dari apakah demam itu tinggi atau rendah.
- Nasihati ibu agar memberi cairan lebih banyak

16
- Berilah parasetamol
- Nasehati ibu agar memberi cairan lebih Banyak

- Jika Demam Tidak Tinggi (<38,5OC)


Nasihati ibunya untuk memberi cairan lebih banyak. Tidak diperlukan
pemberian parasetamol.
- Jika Demam Tinggi (>38,5oc)
Anak dengan demam tinggi bisa diturunkan dengan parasetamol sehingga
anak akan merasa lebih enak dan makan lebih banyak. Anak dengan
pneumonia akan lebih sulit bernapas bila mengalami demam tinggi.
Beritahukan ibunya untuk memberikan parasetamol tiap 6 jam dengan dosis
yang sesuai sampai demam mereda. Berikan parasetamol kepada ibu untuk 3
hari. Beritahukan ibunya untuk anak yang demam berilah pakaian yang
ringan. Tak perlu dibungkus selimut terlalu rapat atau pakaian yang berlapis,
sebab justru akan menyebabkan tidak enak dan menambah demam. Demam
itu sendiri bukan indikasi untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi
kurang dari 2 bulan. Pada bayi kurang dari 2 bulan kalau ada demam harus
dirujuk; jangan berikan parasetamol untuk demamnya.

2). Penggunaan Antibiotik


Berikan antibiotik cukup untuk 3 hari. Jelaskan kepada ibu bahwa ia harus :
 Memberikan antibiotik selama 3 hari
 Selesaikan pemberian sampai 3 hari penuh, walaupun anak sudah tampak
sehat sebelum 3 hari. Jelaskan bahwa bakteri tetap berada dalam tubuh
walaupun tanda-tanda penyakit sudah hilang.
 Cantumkan nama dan umur penderita.
 Cantumkan dosis yang tepat untuk penderita (jumlah tablet/sirup, berapa
sendok takar).

3). Kunjungan Ulang Untuk Pneumonia

17
Lingkari tanda-tanda untuk kembali segera. Mintalah ibu untuk mengamati
kemungkinan timbulnya tanda-tanda pneumonia dan jika timbul mintalah segera
membawa kembali anaknya ke petugas kesehatan. Tanda-tanda pneumonia yang
bisa diamati oleh ibu ialah :
 Pernapasan menjadi sulit.
 Pernapasan menjadi cepat.
 Anak tidak mau minum.
 Sakit anak tampak lebih berat.

4). Nasihat Pemberian Makanan


Lingkari nasihat pemberian makan dan jenis cairan yang tepat, sesuai
dengan kelompokumur anak. Anjuran pemberian makan terbagi untuk kelompok
umur: 0-6 bulan, 6-12 bulan, 1-2 tahun, 2-3 tahun dan 3-5 tahun. Waspadai
gangguan pemberian makan pada anak:
 Bersihkan hidung agar tak mengganggu pemberian makanan.
Bersihkanlah lubang hidung dari ingus/lendir yang telah mengering
dengan kain bersih yang dibasahi air supaya hidung tidak tersumbat.
 Mengatasi demam tinggi.
Demam > 38.50C bisa juga mengganggu pemberian makanan dan harus
diobati dengan parasetamol.
 Pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa mengisap dengan
baik.
Stomatitis (radang dalam mulut) yang berat dapat mengganggu anak
mengisap ASI dengan baik. Ajarkan ibu untuk memeras ASI ke dalam

18
mangkuk, atau menyiapkan usu buatan yang baik, kemudian memberikan
kepada anaknya dengan sendok.
 Pemberian makanan pada anak yang muntah.
Perlu diperhatikan pada kasus batuk rejan (pertusis) yang sering kali
muntah pada akhir rentetan batuk. Anak yang sering muntah bisa
mengalami malnutrisi. Ibu harus memberikan makanan pada saat
muntahnya reda. Usahakan pemberian makanan sesering mungkin selama
sakit dan sesudah sembuh. Bawalah kembali ke petugas kesehatan bila
anak tidak bisa makan dan berat badan menurun.
 Pemberian makanan selama anak sakit.
Untuk anak berumur 6 bulan atau lebih, berilah makanan dengan nilai gizi
dan kalori yang tinggi. Dengan melihat umurnya, berilah campuran tepung
dengan kacang-kacangan, atau tepung dengan daging atau ikan.
Tambahkan minyak untuk memperkaya energi. Bisa juga ditambahkan
makanan dari susu dan telur. Berilah makanan pada anak selama anak
masih menghendaki. Bila umur anak kurang dari 6 bulan atau belum
mendapat makanan tambahan, anjurkan ibunya untuk lebih sering
memberikan ASI.
 Pemberian makanan setelah anak sembuh.
Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan sedikit. Karena
itu setelah sembuh, usahakan pemberian makanan tambahan setiap hari
selama seminggu atau sampai berat badan anak mencapai normal. Hal ini
akan mempercepat anak mencapai tingkat kesehatan semula serta
mencegah malnutrisi. Malnutrisi akan mempermudah atau memperberat
penyakit infeksi.

5). Nasihat Pemberian Cairan


 Berilah minuman lebih banyak pada anak.
Anak dengan infeksi saluran pernapasan dapat kehilangan cairan lebih
banyak dari biasanya terutama demam. Anjurkan ibunya untuk memberi

19
cairan tambahan: lebih banyak memberi ASI, susu buatan, air putih, sari
buah dan sebagainya.
 Pemberian ASI.
Bila anak belum menerima makanan tambahan apapun, anjurkan ibunya
untuk memberikan ASI lebih sering daripada biasanya.

6). Penanganan Batuk Di rumah


Gunakan bahan yang aman untuk meredakan batuk dan melegakan
tenggorok. Bahan-bahanini dapat dibuat dari bahan-bahan yang tersedia di rumah
tangga. ASI adalah bahan enyembuh terbaik bagi bayi yang mendapat ASI
Eksklusif. Hindari penggunaan bahan yang membahayakan. Jangan menggunakan
obat batuk yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti: atropin, codein dan
turunannya atau alkohol. Bahan-bahan tersebut dapat menurunkan kesadaran anak
sehingga mengganggu jadwal makan anak. Selain itu obat-obat tersebut juga
mempengaruhi kemampuan anak untuk mengeluarkan lendir dari paru-paru. Obat
tetes hidung juga harus dihindari penggunaannya, kecuali tetes hidung yang hanya
mengandung larutan garam.

l. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah sebagai berikut :14
 Empisema
 Gagal nafas
 Perikarditis
 Meningitis
 Hipotensi

20
 Delirium
 Asidosis metabolik
 Dehidrasi

2. Pertusis

a. Definisi
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent
cough yang merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan
yang disebabkan oleh Bordetella pertussis, bakteri Gram-negatif berbentuk
kokobasilus. 15

b. Etiologi
Pertusis (whooping cough) merupakan suatu penyakit infeksi yang menyerang
saluran pernapasan yang secara klasik disebabkan oleh Bordetella pertussis,
namun meskipun jarang pertussis dapat pula disebabkan oleh Bordetella
parapertussis.15

c. Patofisiologi

Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh
secara aerobik pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan
faktor pertumbuhan dengan faktor tikotinamid, asam amino untuk energi dan
arang atau resin siklodekstrin untuk menyerap bahan-bahan berbahaya.
Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak
darinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca
penambahan aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen
(terutama FIM2 dan Fim3), dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut
pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran
pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase, dan TP tampak menghambat
pembersihan organisme. Sitotoksin trakhea, faktor demonekrotik, dan adenilat
siklase diterima secara dominan, menyebabkan cedera epitel lokal yang

21
menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP
terbukti mempunyai banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi
insulin, disfungsi leukosit). Beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik
penyakit. TP menyebabkan limfositisis segera pada binatang percobaan dengan
pengembalian limfosit agar tetap dalam sirkulasi darah. TP tampak memainkan
peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam patogenesis.16

d. Manifestasi Klinis
Fase inkubasi daari pertusis yaitu antara 3-12 hari. Pertusis adalah penyakit
yangberlangsung selama 6 minggu yang dibagi menjadi fase kataral, paroksismal,
dan konvalent, dan setiap fase berlangsung sekitar 1-2 minggu. Anak-anak,
remaja dan dewasa tidak menunjukkan tahapan yangb berbeda. Gejala yang mucul
pada pasien batuk yang tanpa gangguan namun menyebabkan sufokasi, tercekik
dan sakit kepala. Orang dewasa yang telah divaksinasi biasanya hanya mengalami
bronkitis yang berkepanjangan tanpa batuk rejan, sedangkan seseorang yang tidak
divaksinasi lebih mudah untuk terkena pertusis dan muntah setelah batuk.17
Terdapat 3 fase:17

1). Fase Kataral

Fase inisial ini merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dibedakan dari
infeksi saluran nafas atas. Yang termasuk dalam fase ini adalah kongesti nasal,
rinhorrea, dan bersin, yang biasanya disertai dengan demam yang tidak terlalu
tinggi, tearing, suffusion konjungtiva. Pertussis lebih infeksius pada fase
kataral, tapi pertussis yang dapat menular 3 minggu atau lebih setelah onset
batuk

2). Fase Paroksismal

Pasien dengan fase paroksismal datang dengan serangan batuk intens yang
berakhir setelah beberapa menit. Pada bayi dan anak batuk diiringi dengan
lengkingan keras saat inspirasi karena melalui saluran nafas yang tertutup
parsial. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tidak mempunyai karakteristik
renjatan tapi bisa memiliki episod apneu dan beresiko kelelahan.

22
3). Fase Konvalesen

Pasien mulai membaik dan batuk paroksismal akan menghilang 2-3 minggu

Gambar fase klinik dalam minggu17


e. Diagnosis

23
Diagnosis pertusis dapat dilakukan dengan beberapa cara pemeriksaan penyakit
pertusis di laboratorium yaitu: 18

1. Spesimen
Pencucian nasal dengan larutan saline adalah spesimen yang dipilih.
Usapan nasofaring atau droplet yang dikeluarkan dari batuk ke dalam
“cawan batuk” yang dipegang di depan mulut pasien selama batuk
paroksimal kadang-kadang digunakan tetapi tidak sebagus pencucian nasal
dengan larutan saline,
2. Uji Antibodi Flouresens (FA) Lagsung
Reagen FA dapat digunakan untuk memeriksa usapan neosafaring.
Walaupun demikian hasil positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi.
Sensitivitasnya sekitar 50%. Uji FA paling berguna dalam
mengidentifikasi B.pertusis setelah biakan pada madia solid
3. Biakan
Cairan hasil pencucian nasal dengan saline dibiakkan pada agar medium
solid. Antibiotik di dalam media cenderung untuk menghambat flora
respirasi yang lain tetapi memungkinkan pertumbuhan B.pertusi.
organisme diidentifikasi dengan pewarnaan immunofluoresens atau
dengan aglutinasi slide menggunakan antiserum spesifik.
4. Reaksi Rantai Polimerase
PCR adalah metode yang paling sensitif untuk mendiagnosis pertusis.
Primer untuk B.pertusis harus tercakup. Jika memungkinkan, uji PCR
harus dapat menggantikan biakan dan uji flouresens antibodi langsung.
5. Serologi
Uji serologi pada pasien mempunyai peran yang tidak begitu penting
dalam membuat diagnosis karena peningkatan aglutinasi atau presipitasi
antibodi tidak terjadi sampai minggu ketiga perjalanan penyakit. Serum
tungal denga titer antibodi yang tinggi dapat berguna dalam mendiagnosis
penyakit batuk lama, satu dari durasi beberapa minggu.

24
3.Asma

a. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan. 19

b. Etiologi 19

c. Patofisiologi

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot


bronkus, sumbatan mucus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional, dan pasien akan bernapas
pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini

25
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar.
Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.20
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran
napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan dibanding mengi. Penyempitan saluran napas tidak terjadi merata di
seluruh bagian paru. Ada bagian yang kurang mendapat ventilasi sehingga darah
kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2
mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan
oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tapi,
akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang
kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. 20
Pada serangan asma yang lebih berat lagi, banyak saluran napas dan
alveolus tertutup oleh mucus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya
pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan
bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi
CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2
(hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang
berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolic dan konstriksi pembuluh
darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa
melalui unit pertukaran gas yang baik, yang berakibat perburukan hiperkapnia.
Dengan demikian, penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-
hal yaitu: 20
1) Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi
2) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara
dengan sirkulasi darah paru
3) Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnia, serta
asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.

26
d. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang
diderita. Bisa saja seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan
gejala yang spesifik sama sekali, di lain pihak ada juga yang sangat jelas
gejalanya. Gejala dan tanda tersebut antara lain:21
a. Batuk
b. Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas
(ekspirasi)
c. Wheezing
d. (mengi)
e. Nafas dangkal dan cepat
f. Ronkhi
g. Retraksi dinding dada
h. Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua
otot-otot bantu pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang
terjadi)
i. Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak


ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas
cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa
otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang
lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent
chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam
hari.21

27
e. Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis,
ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
a. Riwayat Penyakit/ Gejala:
- Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
- Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator

Selain gejala diatas, riwayat keluarga, riwayat alergi, penyakit lain yang
memberatkan, dan perkembangan penyakit dan pengobatan perlu dijadikan
pertimbangan terhadap riwayat penyakit.

b. Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan
jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering
ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita,
auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif
(faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan,
kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas
pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda
klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent
chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain

28
misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas.
c. Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru sendiri diperlukan untuk memastikan hasil
pemeriksaan fisik yang terkadang tidak selalu akurat. Pemeriksaan faal
paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti kelainan
faal paru, dan variabiliti faal paru. Pemeriksaan faal paru yang sudah
diterima secara luas ada pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi
(APE).22

4. Bronkiolitis
a. Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi saluran respiratorik bawah yang disebabkan virus,
yang biasanya lebih berat pada bayi muda, terjadi epidemik setiap tahun dan
ditandai dengan obstruksi saluran pernapasan dan wheezing. Penyebab paling
sering adalah Respiratory syncytial virus. Infeksi bakteri sekunder bisa terjadi
dan biasa terjadi pada keadaan tertentu. Penatalaksanaan bronkiolitis, yang
disertai dengan napas cepat atau tanda lain distres pernapasan, sama dengan
pneumonia. Episode wheezing bisa terjadi beberapa bulan setelah serangan
bronkiolitis, namun akhirnya akan berhenti.23

b. Etiologi
Menurut Wohl, bronkiolitis adalah inflamasi bronkioli pada bayi < 2 tahun.
Berdasarkan guideline dari UK, bronkiolitis adalah penyakit seasonal viral
yang ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk, dan mengi. Etiologi
bronkiolitis antara lain adalah Respiratory Synctial Virus (RSV) (tersering),
Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenzae virus, Enterovirus, dan Influenza
virus.6

29
c. Patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons
inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi
mukus, timbunan debris selular/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti
dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan
aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penamoang saluran
respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan
aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran
respiratori yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase
inspirasi dan ekspirasi, akan tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil
selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air tapping dan hiperinflasi.
Ateletaksis dapat terjadi pada saar terjadi obstruksi total dan udara yang
terjebak diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan
kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak
selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan
oksigen arteri. Kerja pernapasan akan Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila
respirasi 60x/menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti
setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.
Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir edema
saluran napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa jarang
terjado bronkiolitis bila terserang infeksi virus saluran napas.24

d. Manifestasi Klinis
Bronkiolitis terjadi apabila RSV sampai di bronkioli dengan gejala yang
timbul akibat dari obstruksi yang makin meningkat dalam 2 sampai 3
hari.Gejala awalnya berupa infeksi saluran pernapasan atas seperti pilek, batuk
dan panas yang sumer-sumer. Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih

30
dewasa gejala ini tidak berlanjut, terbatas pada infeksi saluran pernapasan atas.
Tapi 40% anak-anak usia muda dan bayi, keadaannya berkembang melibatkan
saluran pernapasan bawah, batuk dan sesak setelah 1-2 hari.25
Batuk bersifat iritatif, repetitif dan paroksismal. Anak akan menjadi
gelisah/rewel, sulit tidur dan sulit makan dan minum. Suhu tubuh dapat
kembali normal. Dapat ditemukan nafas cuping hidung, dispneu dan takikardia.
Sebagai usaha pernapasan yang meningkat (air hunger), ditandai napas cuping
hidung setiap kali napas, otot-otot antara tulang iga mengalami retraksi
(retraksi interkostal) sebagai usaha menghirup udara.Hal ini dapat melelahkan
si anak, dan pada bayi-bayi berusia muda merupakan suatu kelelahan luar
biasa, bernapas menjadi sulit dipertahankan. Pada auskultasi dapat ditemukan
ronki basah halus difus pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Terdengar
suara napas wheezing dan ekspirasi yang memanjang. Gejala lain yang dapat
dijumpai: nafsu makan, minum menurun, iritabel, muntah (berhubungan
dengan adanya batuk). Gejala biasanya berlangsung 3 sampai 7 hari dengan
adanya perbaikan dalam 3 sampai 4 hari pertama. Secara keseluruhan akan
kembali normal dalam 1 sampai 2 minggu.26

e. Diagnosis

Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, untuk menilai


kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment
Instrument (RDAI), bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.
Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang menjadi
asma bila ditemukan IgE spesifik RSV. 24

Pemeriksaan penunjang untuk bronkiolitis adalah : 24


a. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan
prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.

31
b. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam
batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik
maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
c. Pemeriksaan radiologis: Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru,
pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak
honsolidasi yang tersebar.
d. Analisa gas darah: Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis
metabolik, atau respiratorik.

5. Penilaian batuk dan kesukaran bernafas pada anak 4

Anak yang menderita batuk dan atau kesukaran bernapas mungkin menderita
pneumonia, suatu penyakit yang parah dan bisa mengakibatkan kematian. Tetapi
batuk atau kesukaran bernapas juga bisa disebabkan oleh batuk-pilek biasa,
hidung tersumbat, lingkungan berdebu, pertusis, tuberkulosis, campak,
croup/stridor atau wheezing. Pemeriksaan yang teliti dapat mencegah kematian
anak dari pneumonia atau penyakit berat yang lain.
Tanyakan
1. Berapa umur anak?
2. Apakah anak menderita batuk dan atau sukar bernapas? Berapa Lama?
3. Apakah anak 2 bulan - <5 tahun tidak bisa minum atau menetek?
Apakah bayi < 2 bulan kurang bisa minum atau menetek?
4. Apakah anak demam? Berapa lama?
5. Apakah anak kejang?

Lihat dan Dengarkan


Anak harus dalam kondisi tenang
1. Adakah napas cepat?
2. Apakah terlihat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK)?
3. Apakah terdengar stridor?
4. Apakah terdengar wheezing? Apakah berulang?
5. Apakah terlihat kesadarannya menurun?

32
6. Apakah teraba demam/terlalu dingin?
7. Adakah tanda gizi buruk?]

Tanyakan

 Berapa umur anak?


Untuk menentukan alur penatalaksanaan berdasarkan usia
 Apakah anak menderita batuk dan atau sukar bernapas?
“Sukar bernapas” adalah pola pernapasan yang tidak biasa.
Jika ibu menjawab TIDAK, periksa apakah menurut pendapat Saudara
anak itu batuk atau sukar bernapas. Jika anak tidak batuk atau sukar
bernapas, tidak perlu memeriksa anak lebih lanjut untuk tanda-tanda yang
berhubungan dengan batuk atau sukar bernapas. Jika jawabannya YA,
ajukan pertanyaan berikut ini:
 Sudah berapa lama?
Anak dengan batuk atau sukar bernapas selama lebih dari 3 minggu berarti
menderita batuk kronik. Kemungkinan ini adalah tanda TB, Asma, Batuk
Rejan atau penyakit lain.
 Apakah anak bisa minum atau menetek? (jika anak berusia 2 bulan-< 5
tahun)
Anak menunjukkan tanda “ tidak bisa minum atau menetek” jika anak
terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa mengisap atau menelan apabila
diberi minum atau diberi ASI Anak yang menetek, sulit mengisap jika
hidungnya tersumbat. Apabila anak dapat menetek setelah hidungnya
dibersihkan, berarti anak tidak mempunyai tanda “tidak bisa minum atau
menetek”
 Apakah anak kurang bisa minum atau menetek? (jika anak berusia <2
bulan)
Pada anak yang lebih tua adalah tidak bisa minum sama sekali, sedangkan
pada usia di bawah 2 bulan, kemampuan minumnya paling banyak hanya
setengah dari kebiasaannya menyusu/minum susu buatan. Ibu dapat
memperkirakan jumlah ASI yang dihisap anaknya berdasarkan lamanya

33
menyusu. Anak yang tidak bisa minum mungkin menderita pneumonia
berat, bronkiolitis, sepsis/septikemia, infeksi otak (meningitis atau malaria
cerebral) dan abses tenggorok.
 Apakah anak demam? Berapa lama?
Jika ibu mengatakan anak demam maka riwayat demam sudah cukup
untuk menilai sebagai anak demam walaupun saat ini anak tidak demam
 Apakah anak kejang atau tidak?
Pada saat kejang, lengan dan kaki anak menjadi kaku karena otot-ototnya
berkontraksi. Tanda dan gejala klinis kejang pada bayi muda sangat
bervariasi bahkan kadang sulit dibedakan dengan gerakan normal.
Meskipun demikian, jika menjumpai gejala/ gerakan yang tidak biasa,
terjadi secara berulang-ulang dan periodik, Saudara harus memikirkan
kemungkinan bayi kejang. Kejang dapat berupa gerakan tidak terkendali
berulang-ulang pada mulut seperti menguap, mengunyah atau mengisap.
Anak menderita pneumonia yang mengalami kejang-kejang, kesadaran
menurun ataupun sukar dibangunkan dapat diakibatkan oleh kekurangan
oksigen, sepsis, cerebral malaria pada daerah endemis malaria falciparum)
dan meningitis.

Lihat dan Dengar


LIHAT : Adakah napas cepat?
Hitung frekuensi napas anak dalam satu menit untuk menentukan apakah
anak bernapas dengan cepat. Beritahu ibu bahwa Saudara akan
menghitung napas anaknya, untuk itu ibu diminta agar menjaga anaknya
tetap tenang. Jika anak takut, menangis atau marah, saudara sulit
menghitung napas anak dengan tepat.

34
LIHAT : Apakah terlihat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK)?
Mintalah ibu untuk membuka baju anaknya . Lihatlah apakah dinding dada
tertarik ke dalam ada saat anak itu menarik napas. Perhatikan dada bagian bawah
(tulang rusuk terbawah). ada pernapasan normal, seluruh dinding dada (atas dan
bawah) dan perut bergerak keluar ketika anak menarik napas. Anak dikatakan
mempunyai TDDK jika dinding dada bagian bawah masuk ke dalam ketika anak
menarik napas.
 Jika terlihat dada anak itu tertarik ke dalam hanya pada saat anak
menangis atau diberi makan, berarti tidak terdapat TDDK.
 Jika yang tertarik ke dalam itu hanya jaringan lunak di antara rusuk saat
anak menarik napas (yang juga disebut tarikan/retraksi interkostal), berarti
tidak terdapat TDDK.
 Jika tidak yakin ada TDDK, periksalah lagi dengan meminta ibu
mengganti posisi anaknya sehingga posisi anak tidak tertekuk di
pinggangnya. Sebaiknya anak dibaringkan di atas pangkuan ibunya. Bila
tak tampak pada posisi itu berarti tidak ada TDDK.

35
Berhati-hatilah melihat TDDK pada bayi umur kurang dari 2 bulan, tarikan
dinding dada yang ringan biasa terjadi karena tulang rusuknya relatif masih lunak.
Tetapi jika tarikan dinding dada tersebut kuat (sangat dalam dan mudah terlihat),
hal ini merupakan tanda adanya pneumonia. Anak dengan TDDK umumnya
menderita pneumonia berat. TDDK terjadi bila kemampuan paru-paru
mengembang berkurang dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik
napas. Anak dengan TDDK tidak selalu disertai pernapasan cepat. Kalau anak
menjadi letih bernapas, akhirnya anak akan bernapas lambat. Karena itu TDDK
mempunyai risiko mati yang lebih besar dibanding dengan anak yang hanya
menderita napas cepat tanpa disertai TDDK.

DENGAR: Apakah terdengar stridor?


Stridor adalah bunyi khas yang terdengar pada saat anak MENARIK
napas. Stridor terjadi apabila ada pembengkakan pada laring, trakhea atau
epiglottis, sehingga menyebabkan sumbatan yang menghalangi masuknya udara
ke dalam paru dan dapat mengancam jiwa anak. Anak yang menderita stridor pada
saat tenang menunjukkan suatu keadaan yang berbahaya. Untuk melihat dan
mendengar stridor, amati ketika anak menarik napas. Dekatkan telinga kita ke
mulut anak untuk lebih jelas mendengarkan stridor. Kadang-kadang terdengar
suara jika hidung anak tersumbat, bersihkan lubang hidung dan dengarkan lagi.
Seringkali anak yang sakitnya tidak parah timbul stridor pada waktu menangis
dan marah, oleh karena itu pastikan untuk mendengarkan stridor saat anak tenang.

DENGAR: Apakah terdengar wheezing? Apakah berulang?


Dengarkan wheezing dengan cara memegang telinga Saudara dekat mulut
anak, sebab seringkali kurang terdengar. Wheezing disebabkan karena
penyempitan jalan napas di paru-paru. Fase pengeluaran napas menjadi lebih lama
dari normal dan memerlukan tenaga.Wheezing adalah suara bising seperti siulan
atau tanda kesulitan waktu anak mengeluarkan napas. Hal ini disebabkan
penyempitan saluran napas. Untuk mendengarkan wheezing, bahkan pada kasus

36
ringan, dekatkan telinga Saudara ke mulut anak untuk lebih jelas mendengarkan
wheezing.
Pada usia dua tahun pertama, wheezing pada umumnya disebabkan oleh
infeksi respiratorik akut akibat virus, seperti bronkiolitis atau batuk dan pilek.
Setelah usia dua tahun, hampir semua wheezing disebabkan oleh asma. Kadang-
kadang anak dengan pneumonia disertai dengan wheezing. Diagnosis pneumonia
harus selalu dipertimbangkan terutama pada usia dua tahun pertama. Bila anak
wheezing, tanyakan apakah tanda seperti itu pernah terjadi sebelum anak sakit
pada periode yang ini. Bila pernah, berarti anak dianggap mengalami wheezing
berulang.

LIHAT : Apakah terlihat kesadarannya menurun?


Anak yang kesadarannya turun akan sulit dibangunkan sebagaimana
seharusnya. Anak tampak mengantuk dan tidak punya perhatian akan apa yang
terjadi di sekelilingnya (letargis). Seringkali anak yang letargis tidak melihat
kepada ibu atau memperhatikan wajah Saudara pada waktu Saudara bicara. Anak
mungkin menatap hampa (pandangan yang kosong) dan terlihat bahwa ia tidak
memperhatikan keadaan sekitarnya.
Anak yang tidak sadar tidak dapat dibangunkan, tidak bereaksi ketika
disentuh, digoyang atau diajak bicara. Tanyakan kepada ibu apakah anaknya
mengantuk tidak seperti biasanya atau tidak dapat dibangunkan. Perhatikan
apakah anak itu terbangun jika diajak bicara atau digoyang jika Saudara bertepuk
tangan. Mengantuk/letargis atau tidak sadar merupakan salah satu tanda adanya
infeksi berat pada bayi muda.Jika anak sedang tidur, hitunglah dulu frekuensi
napasnya sebelum Saudara mencoba membangunkannya.

RABA: Apakah teraba demam/terlalu dingin?


Periksa untuk mengetahui apakah anak demam (suhu badannya lebih dari
37,50C) atau hipotermia (suhu di bawah normal/ kurang dari 35,50C). Jika suhu
badan anak belum diukur dan kita memiliki termometer, ukurlah suhu badan anak.
Jika tak tersedia termometer maka rabalah perut atau bawah ketiak anak dan

37
tentukan apakah anak demam atau dingin. Kadang-kadang tangan dan kaki anak
teraba dingin karena selimutnya kurang menutup. Bagaimanapun, bila kaki/betis
dan ketiak yang teraba dingin menunjukkan anak hipotermia (sangat dingin).
Anak mempunyai riwayat demam jika ia menderita demam selama periode sakit
ini, walaupun mungkin saat ini sudah tidak lagi demam. Gunakan istilah untuk
“demam” yang dimengerti oleh ibu. Di daerah endemis malaria falciparum: anak
yang datang dengan batuk atau kesukaran bernapas disertai demam >380C
mungkin menderita Malaria. Jika demikian obat malaria bisa diberikan untuk
mengatasi kemungkinan malaria falciparum.Bila demam pada anak lebih dari lima
hari, rujuklah untuk pemeriksaan lebih lanjut.

LIHAT : Adakah tanda gizi buruk?


Memeriksa tanda kekurangan gizi berat dilakukan secara klinis dengan melihat
kondisi anak. Metode lain dapat digunakan untuk menetapkan anak yang kurang
gizi, ukur berat dan tinggi badan, atau ukur lingkar lengan. Tanda klinis gizi buruk
yaitu
 Marasmus: adalah keadaan dimana anak kehilangan lemak dan otot,
sehingga kelihatan tinggal kulit dan tulang
 Kwashiorkor: adalah keadaan dimana badan anak membengkak karena
penimbunan cairan, gambaran rambut yang tipis.
Anak dengan gizi buruk mempunyai risiko yang besar untuk menderita
pneumonia dan bisa tanpa disertai tanda-tanda khas pneumonia.

Seorang anak berumur 2 bulan - <5 tahun menderita Penyakit Sangat Berat
apabila dari pemeriksaan ditemukan salah satu “tanda bahaya” yaitu:
 Tidak bisa minum
 Kejang
 Kesadaran menurun atau sukar dibangunkan
 Stridor pada waktu anak tenang
 Gizi buruk

38
Klasifikasi dan tindakan Anak Batuk dan atai Sukar Bernafas untuk
kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun

Klasifikasi dan tindakan Anak Batuk dan atai Sukar Bernafas untuk
kelompok umur < 2 bulan
Semua pneumonia pada bayi berumur kurang dari 2 bulan diklasifikasikan sebagai
pneumonia berat, tidak boleh diobati di rumah, harus dirujuk ke rumah sakit.
Perhatikan bahwa pada bayi umur <2 bulan hanya diklasifikasikan satu jenis
pneumonia yaitu pneumonia berat. Pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun
diklasifikasikan dua macam pneumonia yaitu pneumonia berat dan pneumonia.

Menentukan penyakit sangat berat pada bayi berumur < 2 bulan

39
6. ARDS (acute respiratory distress syndrome) 27
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit
paru akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan
mempunyai angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Penyebab
spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat
berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai
penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling
tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat
toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian
ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%.
Berikut adalah berbagai faktor risiko ARDS baik akibat sistemik maupun
akibat intrapulmona itu sendiri:

40
Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak diagnosis kondisi yang menjadi
faktor risiko ARDS. Tandanya adalah takipnea, retraksi intercostal, adanya ronkhi
kasar yang jelas dan adanya gambaran hipoksia atau sianosis yang tidak respons
dengan pemberian oksigen. Bisa juga dijumpai hipotensi dan febris. Sebagian
besar kasus disertai dengan mutiple organ dysfunction syndrome (MODS) yang
umumnya melibatkan ginjal, hati, otak, sistem kardiovaskuler dan saluran cerna
seperti perdarahan saluran cerna.

Berikut adalah diagnosis banding untuk ARDS yaitu ada Congestive Heart Failure
dan Pneumonia:

41
42
Tabel definisi ARDS dan Faktor Risiko29

7. Mengapa bisa terjadi retraksi pada dinding dada dan apa saja yang dapat
menyebabkan retraksi dinding dada?
Retraksi dinding dada terjadi saat musculus intercostalis tertarik ke dalam,
yang sering menandakan terjadinya permasalahan pada sistem pernapasannya.
Musculus intercostalis adalah otot di antara tulang rusuk. Selama bernapas, otot
ini berkontraksi dan menarik tulang rusuk ke atas sehingga dada mengembang
dan paru-paru terisi udara. Retraksi dinding dada disebabkan oleh
berkurangnya tekanan udara di dalam dada. Hal ini bisa terjadi jika saluran
napas bagian atas (trakea) atau saluran pernapasan kecil paru-paru (bronkiolus)
terblok. Akibatnya, otot intercostal tersedot ke dalam, di antara tulang rusuk
saat bernafas. Ini adalah tanda jalan napas yang tersumbat. Setiap masalah
kesehatan yang menyebabkan penyumbatan di jalan napas akan menyebabkan
retraksi interkostal.Adapun penyebab retraksi adalah anafilaksis, asma,
bronkiolitis, croup, epiglottitis, pneumonia, respiratory distress syndrome, dan
retropharytoneal abses.28

43
8. Penyebab bunyi grok-grok
Dalam keadaan normal, dinding saluran napas kita menghasilkan cairan
lendir yang banyak fungsinya. Salah satu fungsi utama adalah untuk
pertahanan saluran napas yaitu untuk memerangkap zat asing yang terbawa
dalam udara yang kita hirup yang berpotensi menimbulkan gangguan saluran
napas. Lendir ini kemudian akan dibawa keluar oleh suatu mekanisme disebut
bersihan mukosilier (mucociliary clearance).
Lendir yang dibawa dari saluran napas bawah ini kemudian akan sampai
di tenggorokan, dan kita telan secara tidak sadar. Bila jumlah lendir ini lebih
banyak daripada biasa, maka akan merangsang refleks batuk untuk mendorong
gumpalan lendir keluar. Bersihan mukosilier dan batuk merupakan pasangan
mekanisme pertahanan saluran napas yang sangat efektif dan bermanfaat. Pada
bayi baru lahir, mucociliary clearance ini belum begitu baik dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga tersisa lendir dalam saluran napasnya. Suara
udara napas yang melewati cairan lendir itulah yang menimbulkan suara grok-
grok.30

44
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Anak laki-laki 2 tahun dicurigai pneumonia berat dan dibutuhkan


pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita,


Orang Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.
2. Kementrian Kesehatan RI. Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita. Vol 3.
Jakarta; Pusdasure. 2010
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti: Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
4. Kemenkes RI.Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.Jakarta.2012
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian infeksi
saluran pernafasan akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Pengendalian Lingkungan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2012
6. Pudjiadi, A. dkk. Pneumonia dalam Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid 1.
2009.
7. Kelly T, Yang W, Chen CS, Reynolds K, He J. Global burden of obesity in
2005 and projections to 2030. Int J Obes (Lond). 2008;32:1431–1437
8. Slinin Y, Foley RN, Collins AJ. Clinical epidemiology of pneumonia in
hemodialysis patients: the USRDS waves 1, 3, and 4 study. Kidney Int.
2006;70:1135–1141
9. Samokhvalov AV, Irving HM, Rehm J. Alcohol consumption as a risk factor
for pneumonia: a systematic review and meta-analysis. Epidemiol Infect.
2010;138:1789–1795
10. American Thoracic Society, Infectious Diseases Society of America.
Guidelines for the management of adults with hospital-acquired, ventilator-
associated, and healthcare-associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med.
2005;171:388–416
11. WHO. Penanganan ISPA pada anak di rumah sakit kecil negara
berkembang. (Widjaja, A. C, penterjemah). Jakarta: EGC. 2003
12. World Health Organization. Pneumonia. Fact sheet N.331 Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331 /en/2013.Diakses tanggal 14
Juli 2017.
13. Kliegman RM, Stanton BMD, Geme JS, Schor NF. Nelson Textbook of
Pediatrics E-Book. Elsevier Health Sciences; 2015. 5109 hal
14. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM,
Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia : WB Saunders, 2003 : 1432-5.
15. Hewlett, E L. et al. Pertussis Pathogenesis: What We Know and What We
Don’t Know. The Journal of Infectious Diseases; 2014.

46
16. Heininger U. Update on pertussis in children. Expert Rev Anti Infect
Therapy. Februari 2010;8(2):163–73.
17. Centers for Disease Control and Prevention. Pertussis (Whooping Cough):
Outbreaks. Available at http://www.cdc.gov/pertussis/outbreaks.html.
Accessed: july 14, 2017
18. Arief Manjoer. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta:
EGC. 2000
19. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). Asma dan Pedoman
Penatalaksanaan di indonesia. Jakarta; Balai penerbit FKUI. 2004
20. Sundaru, H., Sukamto. Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. –Ed. 6 Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
21. Kumar, Abbas, Fausto. 2005.Robin and Cotran Pathologic Basics of
Disease 7thEdition: Elseiver Saunders
22. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. 2005.
23. World Health Organization.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit.Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama
Kabupaten/Kota.Jakarta.2009
24. Rahajoe Nastiti N, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed 1. Jakarta: badan
Penerbit IDAI. 2008
25. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2010.
26. Atkuri Lakshmi V, Bronchiolitis at pediatric. http://www.emedicine.com/E
MERG/topic365.htm. Last Updated: August 8, 2008. (Accesed: August
24th,2010)
27. Fanelli V, Vlachou A, Simonetti U, Slutsky AS, Zhang H. Acute
respiratory distress syndrome: new definition, current and Fanelli V, future
therapeutic options. Journal of Thoracic Disease. 2013, 5(3): 326-334.
28. Sarnaik AP, Clark JA, Sarnaik AA. Respiratory distress and failure. In:
Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme JW, Schor NF, eds. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2016:chap 71
29. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3698298/pdf/jtd-05-03-
326.pdf. Doakses 15 Juli 2017
30. IDAI. Nafas Grok-grok Pada Anak Berbahayakah. Tersedia di
:http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/napas-grok-grok-pada-bayi-
dan-anak-berbahayakah. Diakses: 15 Juli 2017

47
48

Anda mungkin juga menyukai