Anda di halaman 1dari 42

Jenis Peringkat Group

GOLONGAN IV (Pembina)

Pembangun Utama IV

Main BuilderCome IV

Pembangun Pemimpin Muda IV

Pembangun Tingkat I IV

Pembina IV

GOLONGAN III (Penata)

Perancang Tingkat Tinggi AKU AKU AKU

Penata AKU AKU AKU

Level 1 Lebih Muda AKU AKU AKU

Penata Muda AKU AKU AKU

GOLONGAN II (Agenda)

Agenda Tingkat I II

Pengatur II

Level I Level II

Pengatur Muda II

GOLONGAN I (Juru)

Tingkat Lantai I saya

Juru saya

Tingkat I Junior saya

Juru Muda saya


Dari tabel di atas, semisal seorang PNS berada di ruang II/b berarti ia memiliki Golongan II
(Pengatur) lebih tepatnya Pengatur Muda Tingkat I. Golongan ini lebih tinggi dari II/a dan
golongan lain di bawahnya.

Bagaimana dengan pegawai swasta? Pengelompokan pada pegawai swasta tergantung dari
setiap perusahaan, karena setiap perusahaan mengenai aturan yang berbeda mengenai
pangkat dan golongan. Berkebalikan dengan PNS, besarnya pangkat yang dimiliki pegawai
swasta tidak selalu bergantung pada lamanya kerja di perusahaan.

Sangat terlihat jelas perbedaan jabatan fungsional dan jabatan struktural PNS. Meskipun
demikian, keduanya sama-sama merupakan jabatan karier yang perlu diketahui dalam status
kepegawaian. Karena selama ini meskipun sudah berkali-kali seorang pegawai mengisi
formulir kepegawaian tapi banyak yang belum paham betul perbedaan dari jabatan fungsional
dan struktural sehingga banyak pegawai “mengarang indah”. Padahal mengisi formulir
kepegawaian atau biasa disebut Formulir Isian Pegawai (FIP) sangatlah penting. Seorang
pegawai agar diperbaharui terus kondisi kepegawaiannya setiap tahun agar setiap perubahan
yang ada terdata baik dalam data base kepegawaian negara.
1. Jabatan Fungsional
Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak tercantum dalam struktur organisasi tetapi
dalam menjalankan tugas pokok fungsi tidak bisa terlepas dari keberadaan organisasi
tersebut. Contohnya guru, dosen, dokter, bagian pengarsipan negara, dan auditor. Pemegang
jabatan fungsional akan melaksanakan ugas sesuai keahlian atau keterampilan yang sifatnya
mandiri sesuai tupoksi suatu profesi. Pengangkatan jabatan fungsional diatur dalam PP
Nomor 16 tahun 1994 yang kemudian diubah dalam PP Nomor 40 tahun 2010 dan Kepres
Nomor 87 tahun 1999 yang diubah dalam PP Nomor 97 tahun 2012 tentang rumpun jbaatan
Pegawai Negeri Sipil.

Seseorang dapat diebbeaskan sementara dari jabatan yang diembannya jika

o Tidak sehat jasmani dan rohani


o Cuti di luar tanggungan negara kecuali cuti persalinan keempat
o Perampingan organisasi
o Sedang dijatuhi hukuman berat atau sedang
o Menjalani tugas belajar lebih dari enam bulan
o Ditugaskan secara penuh di luar tugas jabatan
o Diberhentikan sementara dari status PNS karena suatu sebab sesuai aturan yang
ditetapkan kepegawaian
2. Jabatan Struktural
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara jelas terdapat pada struktur organisasi. Urutan
jabatan struktural terendah adalah eselon IVb, sedangkan tertinggi adalah eselon Ia. Yang
termasuk jabatan structural PNS adalah sekretaris lurah, lurah, sekretaris camat (sekcam),
camat, kepala seksi, kepala bidang, kepala bagian, kepala kantor, kepala badan, kepala dinas,
sekretaris daerah (sekda), kepala biro, staf ahli, direktur jenderal, dan sekretaris jenderal.

Berbeda dengan jabatan fungsional, untuk memperoleh jabatan struktural seseorang harus
terlebih dulu berstatus PNS. CPNS tidak berhak mengajukan sebagai pejabat struktural.
Pangkat calon pejabat struktural serendah-rendahnya satu tingkat di bawah jenjang pangkat
yang ditentukan dan memiliki kualifikasi akademik yang sesuai.

PNS tidak boleh merangkap jabatan, kecuali untuk beberapa jabatan


1. Jabatan Jaksa dan Peneliti (PP No.29 tahun 1997 Pasal 2 ayat 2)
2. Jabatan Jaksa dan Peneliti sekaligus Perancang (PP No. 047 tahun 2005 Pasal 2 ayat 2)
3. Pengangkatan dan pemberhentian rektor/ketua/direktur pada Perguruan Tinggi di bawah
pemerintah (Permendikbud No. 33 tahun 2012)
4. Pengangkatan pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Dosen di lingkungan kementerian
yang memperoleh tugas tambahan diangkat sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi atau
Dekan (Permendiknas No. 67 tahun 2008)
5. Pengangkatan Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (SE Dirjen Nomor 2705)
6. Dosen PNS yang memiliki mas akerja minimal 8 tahun dapat ditempatkan pada jabatan
structural di luar PT, dan dibebaskan sementara dari jabatan jika ditugaskan secara
penuh di luar jabatan dosen dan semua tunjangan yang berkaitan dengan dosen akan
diberhentikan secara sementara sampai tugasnya selesai (PP No.37 tahun 2009)
7. Dosen dibebaskan sementara dari tugas jabatan jika ditugaskan secara penuh di luar
jabatan fungsionalnya sebagai dosen (Kepmenkowasbangpan No.
38/KEP/MK.WASPAN/8/1999

Perencanaan Karir Karyawan

Setiap orang yang bekarya dalam perusahaan pastilah


menginginkan karir yang terus meningkat. Namun untuk meraihnya tidaklah mudah,
membutuhkan segala kemampuan yang ada dalam diri karyawan. Untuk itulah diperlukan
adanya perencanaan karir yang matang.

Perencanaan karier, ada dua sudut pandang yang berbeda. Perencanaan karier dapat bersifat
terpusat pada organisasi, pada individu, atau pada keduanya. Perencanaan karier yang
terpusat pada organisasi, memfokuskan pada pekerjaan-pekerjaan dan pada pembangunan
jalur karier yang menyediakan tempat bagi kemajuan dari orang-orang, diantara berbagai
pekerjaan yang ada dlam organisasi. Jadi menduduki jalur-jalur posisi atau kedudukan yang
ada dalam perusahaan.

Perencanaan karier yang terpusat pada individu, memfokuskan pada karier individual
daripada kebutuhan organisasi. Hal ini dilakukan karyawan sendiri, dan ketrampilan
individual menjadi fokusnya. Analisis ini mempertimbangkan situasi baik dalam maupun di
luar organisasi yang dapat mengembangkan karier seseorang.

Empat kararkteristik individual mempengaruhi bagaimana orang-orang membuat karir


mereka:

1. Minat : orang cendeung mengejar karir mereka yakini cocok dengan minat
mereka.
2. Jati diri: Karir merupakan perpanjangan dari jati diri seseorang, juga sebagai
hal yang membentuk jati diri.
3. Kepribadian : Faktor ini mencakup orientasi pribadi karyawan (contoh: apakah
karyawan bersifat realistis, menyenangkan, artistic) dan kebutuhan individual
(termasuk afiliasi, kekuasaan, dan kebutuhan berprestasi)
4. Latar belaknag social : status social ekonomi dan tingkat pendidikan dan
pekerjaan orang tua si karyawan merupakan beberapa factor yang termasuk dalam
kategori ini.

5. PENGERTIAN KARIR
6.
7. Menurut Gibson dkk. (1995: 305) karir adalah rangkaian sikap dan perilaku yang
berkaitan dengan pengalaman dan aktivitas kerja selama rentang waktu kehidupan
seseorang dan rangkaian aktivitas kerja yang terus berkelanjutan. Dengan demikian
karir seorang individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai macam kesempatan.
Jika ditinjau dari sudut pandang organisasi, karir melibatkan proses dimana organisasi
memperbaharui dirinya sendiri untuk menuju efektivitas karir yang merupakan batas
dimana rangkaian dari sikap karir dan perilaku dapat memuaskan seorang individu.
8. Menurut Greenhaus (1987: 5) yang dikutip oleh Irianto (2001: 93) terdapat dua
pendekatan untuk memahami makna karir, yaitu : pendekatan pertama memandang
karir sebagai pemilikan (a property) dan/atau dari occupation atau organisasi.
Pendekatan ini memandang bahwa karir sebagai jalur mobilitas di dalam organisasi
yang tunggal seperti jalur karir di dalam fungsi marketing, yaitu menjadi sales
representative,manajer produk, manajer marketing distrik, manajer marketing
regional, dan wakil presiden divisional marketing dengan berbagai macam tugas dan
fungsi pada setiap jabatan.
9. Pendekatan kedua memandang karir sebagai suatu properti atau kualitas individual
dan bukan occupation atau organisasi.Pendekatan ini memandang bahwa karir
merupakan perubahanperubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi pada setiap
individu/pegawai.
10. Berdasarkan kedua pendekatan tersebut definisi karir adalah sebagai pola pengalaman
berdasarkan pekerjaan (work-related experiences) yang merentang sepanjang
perjalanan pekerjaan yang dialami oleh setiap individu/pegawai dan secara luas dapat
dirinci ke dalam obyective events. Salah satu contoh untuk menjelaskannya melalui
serangkaian posisi jabatan/pekerjaan, tugas atau kegiatan pekerjaan, dan keputusan
yang berkaitan dengan pekerjaan (workrelated decisions). Tidak hanya itu saja, juga
mengenai interpretasi subyektif tentang peristiwa yang berkaitan dengan
pekerjaan(workrelatedevents) baik pada masa lalu, kini dan mendatang seperti
aspirasi pekerjaan, harapan, nilai, kebutuhan dan perasaan tentang pengalaman
pekerjaan tertentu.
11.
12. Menurut Irianto (2001 : 94), pengertian karir meliputi elemen-elemen obyektif dan
subyektif. Elemen obyektif berkenaan dengan kebijakan-kebijakan pekerjaan atau
posisi jabatan yang ditentukan organisasi, sedangkan elemen subyektif menunjuk
pada kemampuan seseorang dalam mengelola karir dengan
13. mengubah lingkungan obyektif (misalnya dengan mengubah pekerjaan/jabatan) atau
memodifikasi persepsi subyektif tentang suatu situasi (misalnya dengan mengubah
harapan).
14. Simamora (2001 : 504) berpendapat bahwa kata karir dapat dipandang dari
beberapa perspektif yang berbeda, antaralain dari perspektif yang obyektif dan
subyektif. Dipandang dari perspektif yang subyektif, karir merupakan urut-urutan
posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya, sedangkan dari
15. perspektif yang obyektif, karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap, dan
motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua.
16. Kedua perspektif tersebut terfokus pada individu dan menganggap bahwa setiap
individu memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasibnya sehingga individu
tersebut dapat memanipulasi peluang untuk memaksimalkan keberhasilan dan
kepuasan yang berasal dari karirnya. Berdasarkan pengertian
17. tersebut, maka pengertian karir adalah urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan
dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi-aspirasi seseorang
selama rentang hidupnya.
18. Sedangkan menurut Soetjipto, dkk (2002 : 276) karir merupakan bagian dari
perjalanan hidup seseorang, bahkan bagi sebagian orang merupakan suatu tujuan
hidup. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk sukses mencapai karir yang
baik. Karir sebagai sarana untuk membentuk seseorang menemukan secara jelas
keahlian, nilai, tujuan karir dan kebutuhan untuk pengembangan, merencanakan
tujuan karir, secara kontinyu mengevaluasi, merevisi dan meningkatkan
rancangannya.
19. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa karir adalah
merupakan suatu rangkaian perubahan nilai, sikap dan perilaku serta motivasi yang
terjadi pada setiap individu selama rentang waktu kehidupannya untuk menemukan
secara jelas keahlian, tujuan karir dan kebutuhan untuk pengembangan, merencanakan
tujuan karir, dan secara kontinyu mengevaluasi, merevisi dan meningkatkan
rancangannya. Karir juga merupakan suatu proses kemitraan interaksi dalam tahapan
dan kerja sama antara organisasi/perusahaan atau manajemen, atasan langsung dan
individu itu sendiri.
20.
21. 1.1 Pengertian Perencanaan Karir
22. Perencanaan Karir adalah bahwa perencanaan karir merupakan proses dimana
karyawan karyawan menyeleksi tujuan karir dan jenjang karir menuju tujuan – tujuan
tersebut. Jalur karir adalah konsekuensi dari pekerjaan tertentu yang dikaitkan dengan
peluang tersebut. Kedua proses tersebut saling kait mengait. Perencanaan suatu karir
mencakup identifikasi alat – alat untuk mencapai cita – cita akhir, sedangkan jalur
karir (dalam konteks perencanaan karir) merupakan alat untuk mencapai sasaran
tersebut.
23.
24. 1.2 Istilah-istilah Perencanaan Karier
25. a. Karier (Career)
26. Seluruh pekerjaan/jabatan yang ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja
seseorang.
27. b. Jalur Karier (Career Path)
28. Jalur karier adalah pola pekerjaan-pekerjaaan berurutan yang membentuk karier
seseorang.
29. c. Sasaran-sasaran Karier (Career Goals)
30. Sasaran karier adalah posisi di waktu yang akan datang dimana seseorang berjuang
untuk mencapainya sebagai bagian dari kariernya.
31. d. Perencanaan Karier (Career Planning)
32. Proses melalui mana seseorang memilih sasaran karier dan jalur ke sasaran tersebut.
33. e. Pengembangan Karier (Career Development)
34. Peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu
rencana karier.
35.
36. 1.3 Elemen Utama Perencanaan Karir (Career Planning)
37. Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas 2 (dua) elemen utama yaitu :
38. A. Perencanaan Karir Individual
39. Perencanaaan karir individual terfokus pada individu yang meliputi latihan diagnostic,
dan prosedur untuk membantu individu tersebut menentukan “siapa saya” dari segi
potensi dan kemampuannya.
40. Perencanaan karir individual meliputi :
41. Penilaian diri untuk menentukan kekuatan, kelemahan, tujuan, aspirasi,
preferensi, kebutuhan, ataupun jangka karirnya (career anchor)
42. Penilaian pasar tenaga kerja untuk menentukan tipe kesempatan yang tersedia
baik di dalam maupun di luar organisasi
43. Penyusunan tujuan karir berdasarkan evaluasi diri
44. Pencocokan kesempatan terhadap kebutuhan dan tujuan serta pengembangan
strategi karir
45. Perencanaan transisi karir
46. B. Perencanaan Karir Organisasional
47. Perencanaan karir organisasional mengintegrasikan kebutuhan SDM dan sejumlah
aktivitas karir dengan lebih menitik beratkan pada jenjang atau jalur karir (career
path).
48. Tujuan program perencanaan karir organisasional adalah :
49. Pengembangan yang lebih efektif tenaga berbakat yang tersedia
50. Kesempatan penilaian diri bagi karyawan untuk memikirkan jalur – jalur karir
tradisional atau jalur karir
51. Pengembangan sumber daya manusia yang lebih efisien di dalam dan di antara
divisi dan atau lokasi geografis
52. Kepuasan kebutuhan pengembangan pribadi karyawan
53. Peningkatan kinerja melalui pengalaman on the job training yang diberikan
oleh perpindahan karir vertical dan horizontal
54. 1.4 Unsur-unsur Program Perencanaan Karir
55. Ada empat unsur program perencanaan karir yang jelas. unsur-unsur yang dimaksud
adalah :
56. 1) Penilaian individu tentang kemampuan, minat, kebutuhan karir dan tujuan;
57. 2) Penilaian organisasi tentang kemampuan dan kesanggupan pegawai;
58. 3) Komunikasi informasi mengenai kebebasan memilih dan kesempatan karir
pada organisasi
59. 4) Penyuluhan karir untuk menentukan tujuan-tujuan realistik dan rencana untuk
pencapaiannya.
60. 1.5 Beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses perencanaan karir.
Tahap tersebut yaitu :
61. A. Analisis Kebutuhan Karir Individu
62. Analisis kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah
proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang
pegawai, agar dengan demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat direncanakan
dan dikembangkan sebaik- baiknya.
63. Pada dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu
atasan langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja sama
sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai dapat di identifikasi sebaik-
baiknya. Sedikitnya ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai
yaitu:
64.
65. Career By Objective
66. Melalui cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab beberapa
pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :
67. Dimana saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai
mengingat kembali apa saja yang pernah dicapainya di masa lalu, dan kegagalan apa
saja yang pernah dialaminya. Dengan kata lain, pertanyaan ini menggiring si pegawai
untuk mengkaji kembali perjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda
pada bagian – bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia sukses, di
mana pula ia gagal.
68. Siapa saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai
menemukan jati dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi jiwanya sendiri dan
menjawab
69. Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya punya
bakat menjadi pemimpin ? Apakah saya pemberani ? Penakut ? Jujur ? dan
seterusnya.
70. Apa yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk
membantu pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara realistis. Ia dibantu
untuk menjawab: Apakah dengan kemampuan yang saya miliki ini, saya tanpa sadar
mendambakan sesuatu yang terlalu muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu
rendah ? Pesimis ? Kurang ambisius ?
71. Pekerjaan apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini mendorong
pegawai untuk berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut untuk memilih. Ia
dituntut untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah saya cocok bekerja dilapangan
yang membutuhkan keterampila keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya
bakat dan kemauan untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal
yang teoritis dan konseptual ?
72. Jabatan apa yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah menjurus ke
jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat si pegawai bekerja. Cocokkah
saya staf marketing ? Atau saya justru lebih cocok bekerja sebagai staf keuangan dan
sebagainya.
73.
74. B. Analisis Peran – Kompetensi
75. Yang dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah analisis untuk
mengetahui peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk seorang pegawai,
kemudian mengkaji kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh si pegawai dan
kompetensi mana yang belum dikuasi. Contoh peran atau jabatan dalam sebuah
pusdiklat, misalnya, antara lain :
76. Evaluator
77. Fasilitator tim
78. Konselor
79. Penulis bahan ajar
80. Instruktur
81. Manajer diklat
82. Pemasar (marketer)
83. Spesialis media
84. Analisis kebutuhan diklat
85. Administrator program
86. Perancang program
87. Perencanaan strategis
88. Penganalis tugas
89. Peneliti
90. Pengembang kurikulum
91. Contoh kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh orang-orang yang
mempunyai peran di atas, misalnya :
92. Pengetahuan tentang pendidikan orang dewasa
93. Keterampilam kompueter
94. Pengetahuan dalam pengembangan kurikulum
95. Keterampilan komunikasi
96. Kemampuan meneliti
97. Kemampuan menulis bahan ajar
98. Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk melihat prospek
karirnya sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis, kompensasi apa saja yang
sudah dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum dia kuasai, dalam rangka
menjalankan peran-peran yang ada.
99. C. Pemetaan Karir Individu
100. Jika analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal ini
diharapkan telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang
pegawai. Jika hal ini telah tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya
sudah dapat dibuat.
101. Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk menggambarkan
prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat kesiapan di
pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.
102. Dalam sebuah peta kerier, seorang pegawai dikatakan sebagai seorang yang
berbakat untuk memangku jabatan-jabatan tertentu, misalnya :
103. 1) Kepala divisi pemasaran
104. 2) Kepala divisi keuangan
105. 3) Kepala divisi produksi
106.
107. D. Penilaian Kinerja Individu
108. Pemetaan karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk menduduki
jabatan tertentu di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara
empiris (nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan
yang menunjang jabatan-jabatan yang tersebut dalam peta keriernya.
109. Penilaian kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha untuk mencari
bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti
nyata yang didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan
pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan bonus,
mencari masukan untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.
110. E. Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
111. Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada seorang
pegawai, tetapi si pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan yang dicita-
citakannya. Hal ini tentu dapat mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan
sikap mana yang paling benar. Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek
karirnya sendiri, ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya
sendiri ? Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan mempunyai
kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak tersendat, apalagi
mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat atau lambat akan
menimbulkan masalah bagi semua pihak.
112. Dari contoh di atas, baik organisasi maupun pegawai harus berusaha agar
prospek karir menjadi “kepala divisi permasaran” dapat direalisasikan secepat
mungkin. Untuk itu perlu dipertanyakan: usaha-usaha apa yang perlu dilakukan agar
pegawai ini dapat dan mampu menjadi Kepala Divisi Pemasaran?
113. Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin akan berupa sederetan kegiatan yang
harus dilakukan oleh si pegawai, misalnya :
114. Kursus bahasa Inggris
115. Magang di divisi pemasaran
116. Berpartisipasi dalam prospek riset pemasaran
117. Menghadiri seminar dan lokakarya tentang pemasaran
118. Merancang strategi pemasaran
119. Kesimpulannya, si pegawai harus dibantu sedemikian rupa agar dari hari ke
hari ia semakin dekat dengan tujuan karir yang telah dipetakan (“diramalkan”)
sebelumnya. Hanya dengan demikian proses perencanaan karir benar-benar
mempunyai makna, baik bagi organisasi, maupun bagi si pegawai sendiri.
120. 1.6 Manfaat Perencanaan Karir
121. Dengan adanya perencanaan karir, maka perusahaan dapat :
122. a) Menurunkan tingkat perputaran karyawan ( turnover), dimana perhatian
terhadap karir individual dalam perencanaan karir yang telah ditetapkan akan dapat
meningkatkan loyalitas pada perusahaan di mana mereka bekerja, sehingga akan
memungkinkan menurunkan tingkat perputaran karyawan.
123. b) Mendorong pertumbuhan, dimana perencanaan karir yang baik akan
dapat mendorong semangat kerja karyawan untuk tumbuh dan berkembang, dengan
demikian motivasi karyawan dapat terpelihara.
124. c) Memenuhi kebutuhan – kebutuhna organisasi akan sumber daya manusia
di masa yang akan datang.
125. d) Memberikan informasi kepada organisasi dan individu yang lebih baik
mengenai jalur potensial karir di dalam suatu organisasi.
126. e) Mengembangkan pegawai yang dapat dipromosikan, perencanaan karir
membantu membangun penawaran internal atas talenta yang dapat dipromosikan
untuk mempertemukan dengan lowongan yang disebabkan oleh masa pension,
berhenti bekerja dan pengembangan.
127.
128.
129.
130.
131. 2. Pengembangan Karir
132. Pengembangan karir adalah proses pelaksanaan (implementasi) perencanaan
karir. Pengembangan karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara diklat dan cara
nondiklat. Pengembangan karir melalui dua jalur ini sedikit-banyak telah di bahas di
bab Pelatihan dan Pengembangan. Pada bagian ini, cukuplah kita sebutkan beberapa
contoh bentuk pengembangan karir melalui dua cara ini :
133. 1. Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara diklat adalah :
134. Menyekolahkan pegawai (di dalam atau di luar negeri)
135. Memberi pelatihan (di dalam atau di luar organisasi)
136. Memberi pelatihan sambil bekerja (on-the-job training)
137. 2. Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara nondiklat adalah :
138. Memberi penghargaan kepada pegawai
139. Menghukum pegawai
140. Mempromosikan pegawai ke jabatan yang lebih tinggi
141. Merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan semula.
142.
143. 2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
144. Kesuksesan proses pengembangan karir tidak hanya penting bagi organisasi
secara keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal atau faktor yang sering kali amat
berpengaruh terhadap manajemen karir adalah :
145. Hubungan Pegawai dan Organisasi
146. Dalam situasi ideal, pegawai organisasi berada dalam hubungan yang saling
menguntungkan. Dalam keadaan ideal ini, baik pegawai maupun organisasi dapat
mencapai produktifitas kerja yang tinggi.
147. Namun, kadangkala keadaan ideal ini gagal dicapai. Adakalanya pegawai
sudah bekerja baik, tetapi organisasi tidak mengimbangi prestasi pegawai tersebut
dengan penghargaan sewajarnya. Maka, ketidakharmonisan hubungan antara pegawai
dan organisasi ini cepat atau lambat akan mempengaruhi proses manajemen karir
pegawai. Misalnya saja, proses perencanaan karir pegawai akan tersendat karena
pegawai mungkin tidak diajak berpartisipasi dalam perencanaan karir tersebut. Proses
pengembangan karir pun akan terhambat sebab organisasi mungkin tidak peduli
dengan karir pegawai.
148.
149. Personalia Pegawai
150. Kadangkala, menajemen karir pegawai terganggu karena adanya pegawai
yang mempunyai personalitas yang menyimpang (terlalu emosional, apatis, terlalu
ambisius, curang, terlalu bebal, dan lain-lain). Pegawai yang apatis, misalnya, akan
sulit dibina karirnya sebab dirinya sendiri ternyata tidak perduli dengan karirnya
sendiri. Begitu pula dengan pegawai yang cenderung terlalu ambisius dan curang.
Pegawai ini mungkin akan memaksakan kehendaknya untuk mencapai tujuan karir
yang terdapat dalam manajemen karir. Keadaan ini menjadi lebih runyam dan tidak
dapat dikontrol bila pegawai bersangkutan merasa kuat karena alasan tertentu (punya
koneksi dengan bos, mempunyaibacking dari orang-orang tertentu, dan sebagainya).
151.
152. Faktor Eksternal
153. Acapkali terjadi, semua aturan dalam manajemen karir di suatu organisasi
menjadi kacau lantaran ada intervensi dari pihak luar. Seorang pegawai yang
mempromosikan ke jabatan lebih tinggi, misalnya, mungkin akan terpaksa dibatalkan
karena ada orang lain yangdidrop dari luar organisasi. Terlepas dari masalah apakah
kejadian demikian ini boleh atau tidak, etis atau tidak etis, kejadian semacam ini jelas
mengacaukan menajemen karir yang telah dirancang oleh organisasi.
154.
155. Politicking Dalam Organisasi
156. Manajemen karir pegawai akan tersendat dan bahkan mati bila faktor lain
seperti intrik-intrik, kasak-kasak, hubungan antar teman, nepotisme, feodalisme, dan
sebagainya, lebih dominan mempengaruhi karir seseorang dari pada prestasi kerjanya.
Dengan kata lain, bila kadar “politicking” dalam organisasi sudah demikian parah,
maka manajemen karir hampir dipastikan akan mati dengan sendirinya. Perencanaan
karir akan menjadi sekedar basa-basi. Dan organisasi akan dipimpin oleh orang-orang
yang pintar dalam politickingtetapi rendah mutu profesionalitasnya.
157.
158. Sistem Penghargaan
159. Sistem manajemen (reward system) sangat mempengaruhi banyak hal,
termasuk manajemen karir pegawai. Organisasi yang tidak mempunyai sistem
penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif) akan cenderung memperlakukan
pegawainya secara subyektif. Pegawai yang berprestasi baik dianggap sama dengan
pegawai malas. Saat ini, mulai banyak organisasi yang membuat sistem penghargaan
yang baik (misalnya dengan menggunakan sistem “kredit poin”) dengan harapan
setiap prestasi yang ditunjukkan pegawai dapat diberi “kredit poin” dalam jumlah
tertentu.
160.
161. Jumlah Pegawai
162. Menurut pengalaman dan logika akal sehat, semakin banyak pegawai maka
semakin ketat persaingan untuk menduduki suatu jabatan, dan semakin kecil
kesempatan (kemungkinan) bagi seorang pegawai untuk meraih tujuan karir tertentu.
Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah organisasi sangat mempengaruhi manajemen
karir yang ada. Jika jumlah pegawai sedikit, maka manajemen karir akan sederhana
dan mudah dikelola. Jika jumlah pegawai banyak, maka manajemen karir menjadi
rumit dan tidak mudah dikelola.
163.
164. Ukuran Organisasi
165. Ukuran organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah jabatan
yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah
personel pegawai yang diperlukan untuk mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan
tersebut. biasanya, semakin besar organisasi, semakin kompleks urusan manajemen
karir pegawai. Namun, kesempatan untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih
banyak.
166.
167. Kultur Organisasi
168. Seperti sebuah sistem masyarakat, organisasi pun mempunyai kultur dan
kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur professional, obyektif,
raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung feodalistik, rasional,
dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung menghargai prestasi kerja
(sistem merit). Ada pula organisasi yang lebih menghargai senioritas dari pada hal-hal
lain. Karena itu, meskipun organisasi sudah memiliki sistem manajemen karir yang
baik dan mapan secara tertulis, tetapi pelaksanaannya masih sangat tergantung pada
kultur organisasi yang ada.
169.
170. Tipe Manajement
171. Secara teoritis-normatif, semua manajemen sama saja di dunia ini. Tetapi
dalam impelemntasinya, manajemen di suatu organisasi mungkin amat berlainan dari
manajemen di organisasi lain. Ada manajemen yang cemderung kaku, otoriter,
tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang cenderung
fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis.
172. Jika manajemen cenderung kaku dan tertutup, maka keterlibatan pegawai
dalam hal pembinaan karirnya sendiri juga cenderung minimal. Sebaliknya, jika
manajemen cenderung terbuka, partisipatif, dan demokratis, maka keterlibatan
pegawai dalam pembinaan karir mereka juga cenderung besar. Dengan kata lain, karir
seorang pegawai tidak hanya tergantung pada faktor-faktor internal di dalam dirinya
(seperti motivasi untuk bekerja keras dan kemauan untuk ingin maju), tetapi juga
sangat tergantung pada faktor-faktor eksternal seperti manajemen. Banyak pegawai
yang sebenarnya pekerja keras, cerdas, jujur, terpaksa tidak berhasil meniti karir
dengan baik, hanya karena pegawai ini “terjebak” dalam sistem manajemen yang
buruk.
173.
174. 2.2 Manfaat pengembangan karir
175. Pada dasarnya pengembangan karir dapat bermanfaat bagi organisasi maupun
karyawan.
176. a) Bagi organisasi, pengembangan karir dapat :
177. Menjamin ketersediaan bakat yang diperlukan
178. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan
mempertahankan karyawan yang berkualitas
179. Agar kelompok – kelompok minoritas dan wanita mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan karir.
180. Mengurangi frustasi karyawan
181.
182. b) Bagi karyawan, pengembangan karir identik dengan keberhasilan karena
pengembangan karir bermanfaat untuk dapat :
183. Menggunakan potensi seseorang dengan sepenuhnya
184. Menambah tantangan dalam bekerja
185. Meningkatkan otonomi
186. Meningkatkan tanggung jawab
187. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
A. PENGERTIAN
Manajemen Karir adalah proses untuk membuat karyawan dapat memahami dan
mengembangkan dengan lebih baik keahlian dan minat karir mereka dan untuk
memanfaatkan keahlian da minat ini dengan cara yang paling efektif.Manajemen karir
individu sebagai manajemen karir yang dilakukan secara individu dengan tujuan menetapkan
perencanaan da perkembangan karirnya selanjutnya

Manajemen karir adalah proses dimana organisasi mencoba untuk menyesuaikan minat karir
individual dan kemampuan organisasi untuk merekrut karyawan (Gutteridge, 1976)

B. TUJUAN KARIR
Tujuan atau sasaran karir adalah “posisi atau jabatan tertentu yang dapat dicapai oleh seorang
pegawai bila yang bersangkutan memenuhi semua persyaratan dan kualifikasi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut.” Tujuan atau sasaran karir tidak otomatis
tercapai bila seorang pegawai memenuhi syarat yang harus dipenuhi karena untuk menduduki
suatu karir tertentu, kadang- kadang harus memenuhi syarat- syarat yang seringkali di luar
kekuasaannya yaitu ada tidaknya lowongan jabatan yang dituju, ada tidaknya keputusan dan
referensi dari pimpinan, dan ada tidaknya kandidat lain yang sama kualitasnya, semua itu
dapat membatasi kemajuan karir seorang pegawai.

C. PROSES MANAJEMEN KARIR


TAHAP 1: Penjelajahan Karir
Didasarkan pada tingkat exploration behavior dikembangkan oleh vocational psychologist.
Exploraion behavior mental atau fisik aktifitas seseorang. Dalam hal ini diperlukan
diperlukan informasi mengenai individu tersebut dalam lingkungan. Informasi digunakan
untuk pengembangkan individu dan accupational concept.

TAHAP 2: Pengembangan Tujuan Karir


Menurut goal setting theory, tujuan aka mempengaruhi perilaku melalui direct attentions,
stimulating effort, serta facilitating the development strategies (Loke dan Lartham)
kemampuan dan keahlian lewat pengalaman kerja. Jadi kemajuan karir diperoleh dalam
pengabdian

TAHAP 3: Sistem Politik


Terutama pada perusahaan yang quasimatrix, seperti perusahaan telekomunikasi, akuntansi
dan projek-projek kompleks yang ada dalam organisasi. Oleh James Rosenbaum disebut
sebagai metode allokasi turnamen.yakni bersaing untuk memperebutkan kesempatan
D. PERENCANAAN KARIR
Perencanaan karir adalah suatu proses yang digunakan seseorang untuk memilih tujuan karir
dan jalur karir untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Sebagai suatu proses yang bertujuan
untuk meD. nyesuaikan tujuan karir da kemampuan untuk mengisinya secara sistematis.

Langkah-langkah perencanaan karir

1. menilai diri sendiri


2. Menetapkan tujuan karir
3. menyiapkan rencana-rencana kegiatan untuk mencapai tujuan karir
4. melaksanakan rencana-rencana
E. MANFAAT PERENCANAAN KARIR
1. Pengembangan karier memberikan petunjuk tentang siapa diantara para pekerja yang wajar
dan pantas untuk dipromosikan di masa depan dan dengan demikian suplai intenal melalui
karyawan dari dalam perusahaan dapat lebih tejamun. Berarti organisasi tidak selalu harus
mencari tenaga kerja dari luar organisasi untuk mengisi lowongan yang terjadi karena
berbagai hal seperti adanya pekerja yang berhenti, diberhentikan memasuki usia pensiun atau
meninggal dunia.
2. Perhatian yang lebih besar dari bagian kepegawaian terhadap pengembangan karier para
anggota organisasi meumbuhkan loyalitas yang lebih tinggi dan komitmen organisasional
yang lebih besar di kalangan pegawai. Sika demikian pada umumnya mengakibatkan
keinginan pindah ke organisasi berusaha memelihara kepentingan dan memuaskan kebutuhan
para anggotanya.
3. Telah umum dimaklumi bahwa dalam diri setiap orang masih terdapat kemampuan yang
belum digunakan secara optimal sehingga perlu dikembangkan agar berubah sifatnya dari
optimal sehingga perlu dikembangkan agar berubah sifatnya dari potensi menjadi kekuatan
nyata. Dengan adanya sasaran karier yang jelas para pegawai terdorong untuk
mengembangkan potensi tersebut untuk kemudian dibuktikan dalam pelaksanaan pekerjaan
dengan lebih efektif dan produktif dibarengi oleh perilaku positif sehingga organisasi
semakin mapu mencapai berbagai tujuan dan sasarannya, dan para pegawai pun mencapai
tingkat kepuasan yang lebih tinggi
4. Perencanaan karier mendorong para pekerja untuk bertumbuh dan berkembang, tidak hanya
secara mental intelektual, akan tetapi juga dalam arti profesional.
F. PEDOMAN DALAM MANAJEMEN KARIR
 Hindari Kejutan yang Realistis
 Berikan pekerjaan awal yang menantang
 Berikan tinjauan pekerjaan yang realistis dalam perekrutan
 sedang menuntut
 adakan rotasi pekerjaan da pelacakan pekerjaan
 tingkatka penilaian prestasi yag berorientasi pada karir
 dorongan aktifitas perencanaan karir

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Karir


http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
perencanaan-karir.html

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang individu dalam membuat perencanaan karir
(Winkel, 1997), antara lain:

1. Nilai-nilai kehidupan, yaitu ideal-ideal yang dikejar oleh seseorang dimanapun dan kapapun.
Nilai-nilai menjadi pedoman dan pegangan dalam hidup dan sangat menentukan gaya hidup.
Refleksi diri terhadap nilai-nilai kehidupan akan memperdalam pengetahuan dan pemahaman
akan diri sendiri yang berpengaruh terhadap gaya hidup yang akan dikembangkan termasuk
di dalamnya jabatan yang direncanakan untuk diraih.
2. Keadaan jasmani, yaitu ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang. Untuk pekerjaan-pekerjaan
tertentu berlakulah berbagai persyaratan yang menyangkut ciri-ciri fisik.
3. Masyarakat, yaitu lingkungan sosial-budaya dimana orang dibesarkan. Lingkungan ini luas
sekali dan berpengaruh besar terhadap pandangan dalam banyak hal yang dipegang teguh
oleh setiap keluarga, yang pada gilirannya menanamkannya pada anak-anak. Pandangan ini
mencakup gambaran tentang luhur rendahnya aneka jenis pekerjaan, peranan pria dan wanita
dalam kehidupan masyarakat, dan cocok tidaknya suatu pekerjaan untuk pria dan wanita.
4. Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah, yaitu laju pertumbuhan ekonomi yang lambat
atau cepat, stratifikasi masyarakat dalam golongan sosial ekonomi, serta diversifikasi
masyarakat atas kelompok-kelompok yang terbuka atau tertutup bagi anggota dari kelompok
lain.
5. ePosisi anak dalam keluarga. Anak yang memiliki saudara kandung yang lebih tua tentunya
akan meminta pendapat dan pandangan mengenai perencanaan karir sehingga mereka lebih
mempunyai pandangan yang lebih luas dibandingkan anak yang tidak mempunyai saudara
yang lebih tua.
6. Pandangan keluarga tentang peranan dan kewajiban anak laki-laki dan perempuan yang telah
menimbulkan dampak psikologis dan sosial-budaya. Berdasarkan pandangan masyarakat
bahwa ada jabatan dan pendidikan tertentu yang melahirkan gambaran diri tertentu dan
mewarnai pandangan masyarakat tentang peranan pria dan wanita dalam kehidupan
masyarakat.
7. Orang-orang lain yang tinggal serumah selain orang tua sendiri dan kakak-adik sekandung
dan harapan keluarga mengenai masa depan anak akan memberi pengaruh besar bagi anak
dalam menyusun dan merencanakan karirnya. Orang tua, saudara kandung orang tua, dan
saudara kandung sendiri menyatakan segala harapan mereka serta mengkomunikasikan
pandangan dan sikap tertentu terhadap perencanaan pendidikan dan pekerjan. Orang muda
harus menentukan sendiri sikapnya terhadap harapan dan pandangan tersebut, hal ini akan
berpengaruh pada perencanaan karirnya. Bila dia menerimanya maka dia akan mendapat
dukungan dalam perencanaan karirnya, sebaliknya bila dia tidak menerima maka dia akan
menghadapi situasi yang sulit karena tidak adanya dukungan dalam perencanaan masa depan.
8. Taraf sosial-ekonomi kehidupan keluarga, yaitu tingkat pendidikan orang tua, tinggi
rendahnya pendapatan orang tua, jabatan orang tua, daerah tempat tinggal dan suku bangsa.
Anak-anak berpartisipasi dalam status sosial ekonomi keluarganya. Status ini akan ikut
menentukan tingkat pendidikan sekolah yang dimungkinkan, jumlah kenalan pegangan kunci
bagi beberapa jabatan tertentu yang dianggap masih sesuai dengan status sosial tertentu.
9. Pergaulan dengan teman-teman sebaya, yaitu beraneka pandangan dan variasi harapan
tentang masa depan yang terungkap dalam pergaulan sehari-hari. Pandangan dan harapan
yang bernada optimis akan meninggalkan kesan dalam hati yang jauh berbeda dengan kesan
yang timbul bila mendengarkan keluhan-keluhan.
10. Pendidikan sekolah, yaitu pandangan dan sikap yang dikomunikasikan kepada anak didik
oleh guru bimbingan dan konseling serta tenaga pengajar mengenai nilai-nilai yang
terkandung dalam bekerja, tinggi rendahnya status sosial, jabatan, dan kecocokan jabatan
tertentu untuk anak laki-laki dan perempuan.
11. Gaya hidup dan suasana keluarga, serta status perkawinan orang tua, yaitu dalam kondisi
keluarga yang bagaimana anak dibesarkan. Apakah mendukung atau tidak mendukung,
semua itu akan mempengaruhi anak dalam merencakan dan membuat keputusan tentang
pendikan lanjutan maupun pekerjaan di masa mendatang.

Unsur- Unsur Penilaian Pekerjaan


Anda perlu meningkatkan etos kerja sehingga dapat memiliki mental juara. Berkaitan dengan
ini, anda perlu mengetahui ukuran atau standar perusahaan dalam menilai karyawannya yang
memiliki etos kerja. Dalam hal ini, Hadari Nawawi mengaitkan unsur-unsur dalam penilaian
pekerjaan sebagai berikut :

a. Kesetiaan seseorang sebagai karyawan


Kesetiaan disini merupakan bagian dari integritas sekaligus salah satu ukuran tinggi rendah
etos kerja seseorang. Kesetiaan secara umum dimaknai sebagai kesungguhan seseorang di
dalam mengemban dan menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Selain itu,
setia juga berarti bersedia dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab yang diikuti tekat kuat
demi mencapai hasil kerja maksimal.

b. Prestasi kerja
Prestasi merupakan wujud komitmen dan integritas diri. Adapun prestasi kerja ialah hasil
kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya. Prestasi kerja akan dicapai jika pekerja memiliki integritas yang tinggi. Selain itu,
prestasi kerja dapat ditopang dengan kecakapan personal, kelenturan dalam bekerja sama,
kecerdasan emosional, komunikasi efektif, pengalaman luas, serta konsisten terhadap bidang
pekerjaan yang ditangani. Menurut Heidrahman dan Suad Husnan, hal-hal yang perlu
dimiliki seoarang pekerja agar meraih prestasi, di antaranya kuantitas dan kualitas kerja,
sikap dapat diandalkan, serta inisiatif dan inovatif.

c. Memiliki tanggung jawab


Artinya, seseorang pekerja harus senantiasa sanggup dan siap menuntaskan segala pekerjaan
yang dibebankan kepadanya. Sanggup bekerja dalam hal ini ialah mengerjakan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya dan penuh kesungguhan. Jadi, pekerjaan dilakukan dengan kesadaran
tinggi tanpa menunda-nunda waktu yang disediakan.

d. Taat dan patuh terhadap aturan perusahaan


Seseorang pekerja harus mematuhi segala aturan perusahaan yang telah ditetapkan. Sebab,
sejak pertama masuk kerja, setiap pekerjaan telah terikat kontrak dengan perusahaan. Selain
itu, setiap pekerja juga ditutut untuk bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
perusahaan atau instansi. Taat dan patuh merupakan bagian dari sikap yang harus ditunjukkan
oleh setiap pekerja. Hal ini berkaiatan erat dengan etika dan integritas diri.

e. Kejujuran dalam bekerja


Seorang pekerja yang memiliki integritas tinggi dan bermoral tentu akan menampakkan
dirinya sebagai pribadi jujur di lingkungan pekerjaan. Kejujuran adalah sifat yang harus
ditonjolkan oleh setiap pekerja, baik terhadap atasan maupun rekan-rekan kerja di sekitarnya.
Ketika seorang pekerja melakukan tugas- tugasnya dengan jujur, tentu tidak ada satupun
pekerjaan yang terbengkalai.

f. Kerja sama tim


Seorang pekerja di dalam sebuah perusahaan tentu tidak hanya bekerja secara individu, tetapi
juga berkelompok. Tipe pekerjaan yang harus dilakukan secara berkelompok membutuhkan
kesiapan diri untuk bisa bekerja sesuai system. Dengan demikian, dapat tercipta kerja sama
tim yang baik.

g. Prakarsa yang baik dan unggul


Seorang pekerja di sebuah perusahaan tidak hanya dituntut mampu bekerja dengan baik,
entah itu secara individual ataupun dengan system kerja sama. Namun demikian, ada hal
yang lebih penting daripada itu, yakni seorang pekerja harus mampu menentukan sebuah
keputusan ketika suatu waktu perusahaan dalam kondisi terdesak. Dalam kondisi seperti ini,
karyawan harus membantu perusahaan tempatnya bekerja. Jika hal ini benar-benar terjadi,
seorang karyawan harus siap untuk mengambil keputusan secara tepat.
h. Memiliki jiwa kepemimpinan
Unsur yang terakhir ialah memiliki jiwa kepemimpinan tinggi dan penuh integritas serta
komitmen terhadap perusahaan atau instansi terkait.

Dengan mengacu pada beberapa unsur yang telah diuraikan, anda dapat menentukan dan
menetapkan etos kerja diri sendiri. Pastikan etos kerja yang tinggi terbentuk di dalam anda
sendiri demi menjadi seorang pekerja profesional yang memiliki mental juara. SEPULUH
PERBUATAN BURUK DIRI KARYAWAN

Komponen Penilaian Kinerja Pegawai


Capaian Kinerja Pegawai (CKP)
CKP diperoleh dari hasil perhitungan atas capaian Indikator Kinerja Utama yang terdapat
dalam satu atau beberapa Kontrak Kinerja atau Indeks Prestasi Akademik pegawai
bersangkutan.
Penilaian CKP tersebut dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Bab IV Lampiran Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan
Kementerian Keuangan.
Periode penilaian CKP adalah tahunan, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember
tahun berjalan. Dalam hal terdapat KK komplemen, maka periode penilaian CKP dilakukan
secara triwulanan dan diakumulasi pada akhir tahun. Periode penilaian CKP secara
triwulanan harus mempertimbangkan ketentuan bekerja minimal 75 hari kalender (lihat
ketentuan pada Bab IV lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014).

Nilai Perilaku (NP)


NP adalah nilai yang didasarkan pada enam aspek penilaian atas perilaku pegawai sehari-hari
untuk mendukung kinerjanya. Keenam aspek tersebut adalah orientasi pelayanan, integritas,
komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan.
Penilaian perilaku dalam satu tahun dilaksanakan dalam dua periode sebagai berikut:
1. Periode penilaian semester I, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan 30 Juni.
2. Periode penilaian semester II, yaitu dari tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Desember.
Penilaian perilaku dilakukan melalui pengisian kuesioner dengan metode 360 derajat yang
meliputi penilaian dari atasan langsung, peer, dan bawahan.

Kuesioner Penilaian Perilaku


Kuesioner penilaian disusun berdasarkan 6 aspek yang diterjemahkan dalam standar perilaku
yang berlaku di Kementerian Keuangan, sebagaimana tabel di bawah ini:

Aspek yang Dinilai Dalam Penilaian Perilaku

Tidak. Aspek Standar Perilaku


Sebuah. Orientasi Pemangku Kepentingan
1 Orientasi Pelayanan
b. Perbaikan mutu

2 Integritas Integritas

3 Komitmen Komitmen

4. Disiplin Kebijakan, Proses, dan Prosedur

Sebuah. Kerja tim dan Kolaborasi


5. Kerjasama
b. Berkendara untuk Hasil

Sebuah. Kepemimpinan

b. Membangun Hubungan

c. Visioning
6 Kepemimpinan
d. Mengelola Perubahan

e. Analisis Pemecahan Masalah

f. Memberdayakan Orang Lain

"Evaluator" dan "Evaluee"


Ketentuan tentang evaluator dan evaluee adalah sebagai berikut:
1. Evaluator ditugaskan staf dan ditunjuk sebagai penilai perilaku untuk karyawan lain.
2. Evaluee adalah pegawai yang dinilai perilakunya.
3. Petugas yang telah ditugaskan sebagai Evaluator wajib melakukan penilaian perilaku.
4. Identitas dan hasil penilaian dari setiap Evaluator bersifat rahasia, hanya dapat diakses
oleh Manajer Kinerja Pegawai Pusat dalam rangka monitoring dan evaluasi atau keperluan
lain yang ditentukan oleh Setjen Kementerian Keuangan.
5. Dalam melakukan penilaian, Evaluator dapat meminta masukan dari pegawai lainnya.
Jenis-jenis “Evaluator”
Evaluator penilaian perilaku terdiri atas:
1. Atasan Langsung, yaitu pegawai yang melakukan supervisi secara langsung terhadap
pekerjaan Evaluee dan secara hierarki berada 1 tingkat di atas Evaluee.
a. Untuk pejabat fungsional, ketentuan evaluator penyelia langsung adalah sebagai
berikut:
i. Apabila tidak dapat dibedakan level tanggung jawab serta tidak ada fungsi supervisi
secara berjenjang, maka atasan langsung adalah pejabat eselon II atau pejabat eselon
III yang membina.
Contoh: Widyaiswara pada Badan Diklat Keuangan.
ii. Apabila jabatan fungsional memiliki kewenangan dan tanggung jawab supervisi
secara berjenjang, maka atasan langsung adalah pejabat fungsional yang level
kedudukannya lebih tinggi.
Contoh: Auditor pada Itjen Kementerian keuangan.
b. Apabila Evaluee tidak memiliki atasan langsung, maka:
.i. Bos atasan langsung menetapkan Evaluator keluar dari pejabat di tingkat unit kerjanya
dengan atasan langsung Evaluee untuk memberikan umpan balik mengenai penilaian
perilaku;
i.ii. Dalam hal tidak ada tingkat resmi dengan atasan langsung Evaluee , maka supervisor
atasan langsung dapat menjadi Evaluator .
Sejawat (peer), yaitu pegawai yang dalam hubungan pekerjaannya memiliki jabatan yang
setara dengan Evaluee.
. Peer untuk pejabat eselon I adalah pejabat eselon I lainnya di lingkungan Kementerian
Keuangan;
a. Peer untuk pejabat eselon II pada kantor pusat adalah pejabat eselon II lainnya pada
kantor pusat di lingkungan unit eselon I masing-masing;
b. Peer untuk pejabat eselon III pada kantor pusat dan kantor wilayah adalah pejabat
eselon III lainnya di lingkungan unit eselon II masing-masing;
c. Peer untuk pejabat eselon IV adalah pejabat eselon lain di lingkungan eco-unit
eselon III ;
d. Peer untuk pejabat Eselon V adalah pejabat Eselon V lainnya di lingkungan eselon IV
masing-masing;
e. Peer untuk Pelaksana adalah pelaksana lainnya di lingkungan unit eselon IV masing-
masing;
f. Pimpinan unit Eselon II/III/IV pada kantor vertikal tidak memiliki Evaluator peer;
g. Untuk kantor fungsional:
. Apabila tidak dapat dibedakan level tanggung jawab serta tidak ada fungsi supervisi
secara berjenjang, maka Evaluator peer adalah pejabat fungsional dalam eselon II
atau eselon III yang sama.
i. Apabila jabatan fungsional memiliki kewenangan dan tanggung jawab supervisi
secara berjenjang, maka Evaluator peer adalah pejabat fungsional yang level
kedudukannya sama.
Bawahan, yaitu pegawai yang menerima tugas secara langsung dari Evaluee dan secara
hierarki berada 1 tingkat di bawah Evaluee.
Untuk pejabat fungsional:
. Apabila tidak dapat dibedakan level tanggung jawab serta tidak ada fungsi supervisi
secara berjenjang maka pejabat fungsional tidak memiliki bawahan.
a. Apabila jabatan fungsional memiliki kewenangan dan tanggung jawab supervisi secara
berjenjang maka bawahan adalah pejabat fungsional yang level kedudukannya lebih
rendah.
Jumlah “Evaluator”
1. Kantor Struktural / Pelaksana
a. Jumlah Evaluator bagi pejabat struktural adalah 5 orang, yaitu 1 atasan langsung, 2 peer,
dan 2 bawahan.
b. Jumlah Evaluator bagi pelaksana adalah 5 orang, yaitu 1 atasan langsung dan 4 peer.

Jumlah Evaluator untuk Pejabat Struktural / Pelaksana

Penilai Kantor Struktural

Atasan langsung 1

Peer 2

Bawahan 2

c. Apabila pegawai memiliki peer kurang dari ketentuan jumlah Evaluator,


maka Evaluator-nya disesuaikan dengan jumlah pegawai yang tersedia, dengan
ketentuan sebagai berikut :
i. Jika hanya ada satu rekan , maka Penilai yang ditugaskan adalah satu rekan .
ii. Apabila terjadi kekosongan atau tidak memiliki peer, maka Evaluee tidak
memiliki Evaluator peer.
iii. Khusus bagi pejabat eselon IV / V, ketika peer kurang dari dua, maka atasan langsung
dapat menunjuk peer lain yang berada pada unit pemilik peta strategi yang sama
sebagai Evaluator .
iv. Khusus bagi pelaksana, ketika peer kurang dari empat, maka atasan langsung dapat
menunjuk peer lain yang berada pada unit Eselon III yang sama sebagai Evaluator .
d. Apabila pegawai memiliki bawahan kurang dari ketentuan jumlah Evaluator,
maka Evaluator-nya disesuaikan dengan jumlah pegawai yang tersedia, dengan
ketentuan sebagai berikut:
.i. Jika hanya ada satu bawahan, maka Penilai yang ditugaskan adalah satu bawahan.
i.ii. Apabila terjadi kekosongan bawahan atau tidak memiliki bawahan,
maka Evaluee tidak memiliki Evaluatorbawahan.
Kantor Fungsional
. Jumlah Evaluator bagi pejabat yang memiliki fungsi supervisi secara berjenjang adalah
5 Evaluator, yaitu 1 atasan langsung, 2 peer, dan 2 bawahan (lihat tabel di bawah, kolom
2).
a. Jumlah Evaluator bagi pejabat yang tidak memiliki fungsi supervisi secara berjenjang
adalah 5 Evaluator, yaitu 1 atasan langsung dan 4 peer (lihat tabel di bawah, kolom 3).
b. Khusus bagi pejabat fungsional yang memiliki jumlah Evaluator peer dan/atau bawahan
yang tidak memenuhi ketentuan di atas, maka Evaluator-nya:
. dapat ditunjuk dari pejabat struktural atau pelaksana yang sederajat
dengan Evaluator yang digantikan serta berada pada unit pemilik peta
strategi yang sama; atau
i. sesuai dengan jumlah pejabat fungsional yang tersedia.

Jumlah Evaluator untuk Pejabat Fungsional

Penilai Pemilik fungsi supervisi secara berjenjang Bukan pemilik fungsi supervisi

Atasan langsung 1 1

Peer 2 4

Bawahan 2 -

Mekanisme Penilaian Perilaku


1. Evaluee mengusulkan karyawan lain untuk atasan langsung untuk ditetapkan
sebagai evaluasi Evaluator perilaku untuknya.
2. Atasan langsung Evaluee menetapkan Evaluator dengan ketentuan minimal
50% Evaluator yang ditetapkan berasal dari usulan Evaluee.
Contoh penetapan Evaluator bagi seorang eselon IV:

Usulan Alternatif I Penetapan Evaluator oleh Alternatif II Pene


Penilai
Nama Evaluator Ataan Langsung Direct

Atasan
- Kabid II Kabid II
langsung
Peer Kasi II A, Kasi II B Kasi II A, Kasi II C Kasi II A, Kasi II B

Bawahan Novian, Agni Agni, Taufik Novian, Agni

3. Dalam melakukan penilaian, Evaluator dapat meminta masukan dari pegawai lainnya.
Ketentuan Penalti
1. Evaluator yang tidak menjalankan kewajiban penilaian, dikenai penalti berupa
pengurangan nilai perilaku akhir Evaluatorsebesar 2 poin untuk setiap Evaluee yang tidak
dinilai dengan nilai maksimal pengurangan nilai perilaku akhir sebesar 10 poin.
Contoh: Pegawai A ditetapkan sebagai Evaluator kepada 5 pegawai (1 atasan, 2 peer, 2
bawahan). Namun, pegawai tersebut tidak memberikan penilaian terhadap 2 orang pegawai
bawahannya. Maka, pegawai tersebut mendapat penalti berupa pengurangan 4 poin (2
orang x 2 poin) atas nilai perilaku akhir. Jika NP akhir pegawai tersebut adalah 100, maka
NP pegawai tersebut menjadi 96 (100-4).
2. Atasan langsung yang tidak menetapkan Evaluator bagi masing-masing bawahannya
dikenai penalti berupa pengurangan nilai perilaku akhir sebesar 2 poin untuk setiap
bawahan dengan nilai maksimal pengurangan nilai perilaku akhir sebesar 10 poin.
Contoh: Pegawai B memiliki 6 orang pelaksana. Ada 1 orang pelaksana yang tidak
ditetapkan Evaluator-nya. Maka, pegawai B tersebut mendapat penalti berupa
pengurangan 2 poin (1 orang x 2 poin) atas nilai perilaku akhir. Jika NP akhir pegawai
tersebut adalah 100, maka NP pegawai tersebut menjadi 98 (100-2).
3. Evaluee yang tidak mengajukan
proposal Evaluator ke atasan langsungnya dikenakan penalti dalam bentuk pengurangan
nilai akhir 5 poin.
Contoh: Petugas C tidak menyerahkan proposal Evaluator kepada atasan
langsungnya. Dengan demikian, karyawan mendapat penalti 5 poin untuk nilai perilaku
terakhir. Jika NP terakhir dari karyawan adalah 100, karyawan NP menjadi 95.
4. Penalti-penakti dimaksud dikenakan paling banyak 10 poin dan hanya mengurangi nilai
perilaku pada komponen NKP, tidak mengurangi nilai perilaku pada komponen NPKP.
Pembobotan “Evaluator”
1. Pembobotan awal apabila seluruh jenis Evaluator lengkap mengacu pada tabel
Bobot Evaluator di bawah, yaitu butir A.1 dan B.1.
2. Apabila terdapat Evaluator yang tidak melakukan penilaian, namun masih memenuhi
semua jenis Evaluator, maka pembobotan Evaluator tetap mengacu pada tabel Bobot
Evaluator butir A.1 dan B.1.
Contoh: Kepala Seksi E seharusnya dinilai oleh 5 Evaluator (1 atasan langsung, 2 peer,
dan 2 bawahan). Evaluator yang melakukan penilaian adalah 1 atasan langsung, 1 peer,
dan 1 bawahan, sedangkan 1 peer dan 1 bawahan lainnya tidak memberikan penilaian
terhadap Evaluee tersebut.
Maka, bobot Evaluator mengacu pada tabel Bobot Evaluator A.1.
3. Apabila sebagian jenis Evaluator tidak melakukan penilaian terhadap Evaluee, maka
dilakukan pembobotan ulang terhadap jenis Evaluator yang menilai sebagaimana tabel
Bobot Evaluator butir A.2 s.d A.7 dan butir B.2 s.d B.3.
Ketentuan Bobot Evaluator

Bobot Ev
Tidak. Kondisi
Atasan Langsung

SEBUAH Pejabat Struktural atau Pejabat Fungsional yang Memiliki Fungsi Supervisi

1 Awal 60%

2 Tidak ada nilai dari atasan -

3 Tidak ada nilai dari peer 70%

4 Tidak ada nilai dari bawahan 80%

5 Tidak ada nilai dari atasan dan peer -

6 Tidak ada nilai dari atasan dan bawahan -

7 Tidak ada nilai dari peer dan bawahan 100%

B Pejabat Fungsional Tanpa Fungsi Supervisi atau Pelaksana

1 Awal 60%

2 Tidak ada nilai dari atasan -

3 Tidak ada nilai dari peer 100%


Nilai Perilaku Pegawai Tugas Belajar
Pegawai yang sedang tugas belajar hanya dinilai perilakunya oleh atasan langsung, tidak
dinilai oleh peer dan/atau bawahan. Mekanisme penilaian perilaku bagi pegawai yang sedang
tugas belajar adalah sebagai berikut:
1. Atasan langsung memberikan penilaian perilaku dengan mempertimbangkan masukan dari
dosen/pengajar/kepala perwakilan di perguruan tinggi/sekolah/kantor perwakilan RI.
2. Penilaian perilaku dilakukan dengan memberikan nilai,sesuai kriteria penilaian
sebagaimana Tabel Kriteria Penilaian Perilaku Pegawai Tugas Belajar di bawah, atas aspek
penilaian atau standar perilaku yang dinilai dalam penilaian perilaku sebagaimana Tabel
Aspek yang Dinilai dalam Penilaian Perilaku (baca bagian Kuesioner Penilaian Perilaku di
atas).
3. Nilai-nilai perilaku untuk karyawan yang sedang belajar hanya digunakan untuk
perhitungan NPKP, bukan untuk NKP.

Kriteria Penilaian Perilaku Pegawai Tugas Belajar

Tidak. Kriteria Nilai Penjelasan

1 Bagus sekali 91-100 pegawai menerapkan perilaku di setiap situasi

2 Baik 76-90 pegawai menerapkan perilaku hampir di setiap sit

3 Cukup 61-75 pegawai menerapkan perilaku di beberapa situasi

4 Sedang 51-60 pegawai gagal menerapkan perilaku di setiap situa

5 Kurang 50 ke bawah pegawai tidak menerapkan perilaku di setiap situa

Ketentuan Lainnya
Pegawai yang tidak memiliki nilai perilaku karena Evaluator tidak melakukan penilaian
ditetapkan nilai perilakunya sebagai berikut:
1. 100 persen dari PLTN; nak
2. 80 untuk komponen NPKP.
Contoh:Pelaksana D seharusnya dinilai oleh 5 orang Evaluator (1 atasan langsung, 4 peer).
Semua Evaluator tidak memberikan penilaian terhadap pelaksana D sehingga nilai perilaku
bagi pelaksana tersebut adalah 100 untuk komponen NKP dan 80 untuk komponen NPKP.

Nilai Kinerja Pegawai (NKP)


NKP merupakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan CKP dan NP setelah dilakukan
pembobotan. Nilai Kinerja Pegawai dihitung secara tahunan dan bersifat rahasia yang hanya
dapat diakses oleh:
1. Pegawai yang dinilai;
2. Atasan langsung;
3. Atasan dari atasan langsung;
4. Kantor yang ditentukan;
5. Pengelola kinerja pegawai di lingkup unitnya;
6. Pejabat yang menangani bidang kepegawaian, organisasi, dan keuangan di lingkup
unitnya.
Nilai Tugas Tambahan (NTT)
Selain melakukan kegiatan tugas pokok di SKP, pegawai negeri sipil dapat melakukan tugas-
tugas lain atau tugas tambahan yang diberikan oleh atasan langsungnya.
Tugas tambahan adalah tugas lain di luar uraian jabatan dan tidak ada dalam SKP yang telah
ditetapkan, yang dibuktikan dengan surat keterangan (format lihat anak lampiran XIII
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467 / KMK.01 / 2014). Sertifikat dibuat ketika
karyawan mendapat perintah untuk melakukan tugas tambahan.
Contoh tugas tambahan, termasuk:
1. PNS yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt);
2. PNS yang melakukan pekerjaan off-duty dalam bentuk tim kerja belum termasuk dalam
SKP.
Penilaian tugas tambahan dilakukan pada akhir tahun. Nilai tugas tambahan yang diberikan
adalah paling rendah 1 dan paling tinggi 3, dengan pedoman sebagai berikut:

Tugas Tambahan Nilai Abso

Tugas tambahan dilakukan dalam satu tahun dari 1-3 kegiatan

Tugas tambahan dilakukan dalam satu tahun dari 4-6 kegiatan

Tugas tambahan yang dilakukan dalam satu tahun sebanyak 7 kegiatan atau lebih

Nilai Kreativitas (NK)


Apabila seorang PNS pada tahun berjalan menemukan sesuatu yang baru dan berkaitan
dengan tugas pokoknya dalam bentuk menciptakan suatu gagasan/metode pekerjaan yang
bermanfaat bagi organisasi serta dibuktikan dengan surat keterangan (format sesuai anak
lampiran XIV Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014) dari:
1. Unit kerja pada eselon II;
2. Petugas Officer-in-Charge (PPK adalah Menteri Keuangan); atau
3. Presiden.
Maka pada akhir tahun yang bersangkutan dapat diberikan nilai kreativitas paling rendah 3
dan paling tinggi 12 dengan pedoman sebagai berikut:

Kreativitas

Jika hasil yang ditemukan merupakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi unit kerjanya dan
dibuktikan dengan surat keterangan yang di tandatangani oleh kepala unit kerja setingkat eselon II

Jika hasil yang ditemukan merupakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi organisasinya serta
dibuktikan dengan surat keterangan yang ditandatangani oleh PPK

Jika hasil yang ditemukan merupakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi Negara dengan
penghargaan yang diberikan oleh Presiden

Keterangan: Nilai Kreativitas tidak bersifat kumulatif dan dinilai yang paling tinggi.

Nilai Sasaran Kerja Pegawai (NSKP)


NSKP adalah nilai yang diperoleh dari penggabungan nilai capaian kinerja pegawai dengan
nilai tugas tambahan dan/atau nilai kreativitas. NSKP merupakan input untuk menghitung
nilai prestasi kerja pegawai yang dihitung secara tahunan. Pegawai yang wajib dihitung SKP-
nya adalah pegawai yang memiliki kontrak kinerja (KK).
Dalam hal pegawai baru masuk bekerja setelah tanggal 18 Oktober dan/atau bekerja kurang
dari 75 hari kalender, maka penilaian SKP diatur sebagai berikut:
1. Petugas hanya mengatur SKP (tidak perlu membuat pernyataan kesediaan dan keterikatan
di KK);
2. Deskripsi deskripsi pekerjaan dalam SKP terdapat dalam SS dan IKU yang terkait dengan
tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan / atau deskripsi tugas pekerjaan yang
secara umum didefinisikan dalam struktur organisasi dan prosedur kerja;
3. Penyusunan target SKP disesuaikan dengan target yang ingin dicapai dan paling sedikit
meliputi aspek kuantitas, kualitas dan waktu;
4. Penilaian SKP dilakukan sesuai dengan persyaratan perhitungan NSKP pada bab IV
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467 / KMK.01 / 2014.
5. Penghitungan capaian IKU sebagaimana dalam poin 2) bukan merupakan bagian
perhitungan CKP.
Dalam hal terjadi faktor-faktor diluar kemampuan manusia (seperti bencana alam atau
kondisi force majeur lainnya), maka penilaian SKP langsung diberikan penilaian oleh pejabat
penilai berdasarkan pertimbangan objektif yaitu antara nilai 76 sampai dengan 100 tanpa
menggunakan rumus SKP yang dituangkan di dalam formulir penilaian dengan
mempertimbangkan kondisi penyebabnya.
Nilai Prestasi Kerja PNS (NPKP)
NPKP merupakan nilai yang diperoleh dari penggabungan nilai sasaran kerja pegawai dengan
nilai perilaku yang dihitung secara tahunan.

Home » Aneka Pengertian » Ekonomi » Pengertian dan Tujuan Pengembangan Karir

ANEKA PENGERTIAN EKONOMI

Pengertian dan Tujuan Pengembangan Karir

Pengertian dan Tujuan Pengembangan Karir – Ini dapat dipahami sebagai pendekatan
formal dalam upaya peningkatan atau perbaikan, pertumbuhan, kepuaan kerja, pengetahuan
dan kemampuan karyawan agar dapat memastikan bahwa orang-orang yang berkualifikasi
dan pengalaman yang tepat tersedia ketika dibutuhkan, dengan demikian perencanaan dan
pengembangan karir yang jelas akan membantu karyawan dan organisasi dalam meraih
sukses.

Andrew J. Dubrin (1982) mengemukakan bahwa pengembangan karir adalah aktivitas


kepegawaian yang membantu pegawai-pegawai merencanakan karier masa depan mereka di
perusahaan agar perusahaan dan pegawai yang bersangkutan dapat mengembangkan diri
secara maksimum.

Definisi yang semakna bahwa pengembangan karir adalah suatu langkah yang ditempuh
perusahaan untuk menghadapi tuntutan tugas karyawan dan untuk menjawab tantangan masa
depan dalam mengembangkan sumber daya manusia di perusahaan yang merupakan suatu
keharusan dan mutlak diperlukan (Siagian, 2001).

Pengembangan karir juga dapat didefinisikan sebagai pendekatan formal yang diambil
organisasi untuk memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan pengalaman yang
tepat tersedia pada saat dibutuhkan, karena perencanaan dan pengembangan karir
menguntungkan individu dan organisasi (Simamora, 2006).

Tujuan Pengembangan Karir

Andrew J. Dubrin (1982) menguraikan sejumlah tujuan pengembangan karir yang dijabarkan
sebagai berikut:

1. Membantu pencapaian tujuan individu dan perusahaan dalam pengembangan


karier karyawan yang merupakan hubungan timbal balik yang bermanfaat bagi
kesejahteraan karyawan dan tercapainya tujuan perusahaan. Seorang pegawai yang
sukses dengan prestasi kerja sangat baik kemudian menduduki posisi jabatan yang
lebih tinggi, ini menunjukkan bahwa tercapai tujuan perusahaan dan tujuan individu.
2. Menunjukkan Hubungan Kesejahteraan Pegawai Perusahaan merencanakan
karir pegawai dengan meningkatkan kesejahteraannya sehingga memiliki loyalitas
yang lebih tinggi.
3. Membantu pegawai menyadari kemampuan potensinya. Pengembangan karir
membantu menyadarkan pegawai akan kemampuannya untuk menduduki suatu
jabatan tertentu sesuai dengan potensi dan keahliannya.
4. Memperkuat hubungan antara Pegawai dan Perusahaan Pengembangan karier
akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai terhadap perusahaannya.
5. Membuktikan Tanggung Jawab Sosial Pengembangan karier suatu cara
menciptakan iklim kerja yang positif dan pegawai-pegawai lebih bermental sehat.
6. Membantu memperkuat pelaksanaan program-program Perusahaan
Pengembangan karir membantu program-program perusahaan lainnya agar tercapai
tujuan perusahaan.
7. Mengurangi Turnover (pergantian karyawan karena mengundurkan diri) dan
Biaya Kepegawaian Pengembangan karier dapat menjadikan turnover rendah dan
begitu pula biaya kepegawaian menjadi lebih efektif.
8. Mengurangi Keusangan Profesi dan Manajerial Pengembangan karier dapat
menghindarkan dari keusangan dan kebosanan profesi dan manajerial.
9. Menggiatkan Analisis dari Keseluruhan Pegawai Perencanaan karir
dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja dan kepegawaian
10. Menggiatkan Pemikiran (Pandangan) Jarak Waktu yang Panjang
Pengembangan karier berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal ini karena
penempatan suatu posisi jabatan memerlukan persyaratan dan kualifikasi yang sesuai
porsinya.
Demikian penjelasan pengertian dan tujuan pengembangan karir. Kesuksesan dalam
pengembangan karir sebagaimana dibuktikan dalam banyak hasil penelitian berpengaruh
signifikan terhadap tercapainya tujuan perusahaan.

Pengertian Pengembangan Karir


Pengembangan adalah peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu
rencana karir dan peningkatan oleh departemen personalia untuk mencapai suatu rencana
kerja sesuai dengan jalur atau jenjang organisasi.1

Karir adalah keseluruhan jabatan/pekerjaan/posisi yang dapat diduduki seseorang selama


kehidupan kerjanya dalam organisasi atau dalam beberapa organisasi. Dari sudut pandang
pegawai, jabatan merupakan suatu hal yang sangat penting sebab setiap orang menginginkan
suatu jabatan yang sesuai dengan keinginannya dan menginginkan jabatan setinggi mungkin
sesuai dengan kemampuannya. Jabatan yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan gaji yang
lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar, dan pengetahuan yang lebih baik, yang
biasanya diharapkan oleh pegawai. Oleh karena itu, ketika seseorang memasuki dunia kerja,
orang tersebut mungkin akan bertanya apakah tujuan karirnya (sebagai jabatan tertinggi yang
diharapkan) akan dapat dicapai di organisasi tempat dia bekerja. Bilamana seseorang melihat
bahwa tujuan karirnya tidak dapat dicapai di organisasi tersebut, orang tersebut mungkin
tidak akan mempunyai semangat kerja yang tinggi atau tidak termotivasi untuk bekerja atau
bahkan akan meninggalkan organisasi.2
Menurut I Komang A. dkk (2012) pengembangan karir adalah peningkatan pribadi yang
dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir dan peningkatan oleh departemen
personalia untuk mencapai suatu rencana kerja sesuai dengan jalur atau jenjang organisasi.
Jadi betapa pun baiknya suatu rencana karir yang telah dibuat oleh seorang pekerja disertai
oleh suatu tujuan karir yang wajar dan realistik, rencana tersebut tidak akan menjadi
kenyataan tanpa adanya pengembangan karir yang sistematik dan programatik. Karena
perencanaan karir adalah keputusan yang diambil sekarang tentang hal-hal yang akan
dikerjakan pada masa depan, berarti bahwa seseorang yang sudah menetapkan rencana
karirnya, perlu mengambil langkah-langkah tertentu untuk mewujudkan rencana tersebut.
Berbagai langkah yang perlu ditempuh itu dapat diambil atas prakarsa pekerja sendiri, tetapi
dapat pula berupa kegiatan yang dapat disponsori oleh organisasi, atau gabungan dari
keduanya. Perlu ditekankan bahwa meskipun sumber daya manusia dapat turut berperan
dalam kegiatan pengembangan tersebut sesungguhnya yang paling bertanggung jawab adalah
pekerja yang bersangkutan sendiri karena dialah yang paling berkepentingan dan dia pula
yang kelak akan memetik dan menikmati hasilnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip
pengembangan karir yang sangat fundamental sifatnya.

Sedangkan pengertian pengembangan karir yang lain menyebutkan bahwa pengembangan


karir adalah salah satu fungsi manajemen karir. Pengembangan karir adalah proses
mengidentifikasi potensi karir pegawai dan materi serta menerapkan cara-cara yang tepat
untuk mengembangakan potensi tersebut. Secara umum proses pengembangan karir dimulai
dengan mengevaluasi kinerja karyawan. Proses ini lazim disebut sebagai penilaian kinerja
(performance appraisal). Dari hasil penelitian kinerja ini kita mendapatkan masukan yang
menggambarkan profil kemampuan karyawan baik potensinya maupun kinerja aktualnya.
Dari masukan inilah kita mengidentifikasi berbagai metode untuk mengembangkan potensi
yang bersangkutan. Pengembangan karir karyawan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
cara diklat dan cara nondiklat.3

Samsudin mengemukakan sebagai berikut: “pengembangan karier (career development)


adalah suatu kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan status seseorang dalam suatu
organisasi pada jalur karier yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan”.
Berdasarkan uraian tersebut, berikut dikemukakan bahwa peningkatan status seseorang dalam
organisasi hendaknya dilaksanakan secara adil, dalam arti bahwa dalam berkarier tersebut
adalah adanya pola karier yang jelas dan bisa dijadikan pegangan dalam memberikan
kesempatan kepada para pegawai untuk berakrier tanpa membedakan satu sama lain. Hal ini
dapat terjadi bila memang pengembangan karier itu sudah diatur sedemikian rupa dengan
kriteria-kriteria yang logis, rasional, dan jauh dari tafsir subjektivitas.

Kriteria-kriteria tersebut hendaknya dapat diinformasikan kepada pegawai secara luas dan
terbuka, sehingga mereka semua dapat mengetahui dan mengukur dirinya apakah memenuhi
kriteria tersebut atau belum. Individu dapat mempergunakan kesempatan yang ada untuk
meraih keberhasilan karier, setelah mengetahui kompetensi yang dibutuhkan pada karier
tanpa batas (boundaryless career). Namun, adanya pergeseran dari karier terbatas menuju
karier tanpa batas menghadapkan individu pada suatu masalah di luar pengalaman yang telah
dimiliki. Pengembangan karier tanpa batas, telah menuntut perlunya leksikon yang dapat
dipergunakan untuk melakukan evaluasi, perencanaan, peninjauan ulang, dan analisis karier
tanpa batas.

Sedangkan Leibovitz mendefiniskan career development atau pengembangan karir sebagai


berikut :”Is not a one-shot training program or career-planning workshop. Rather, it is an
ongoing organized and formalized effort that recognizes people as a vital organizational
resource”. Atas dasar uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa pengembangan karir dapat
dijadikan alat, baik bagi kepentingan organisasi maupun pegawai yang bersangkutan,
sehingga kedua belah pihak dapat dipertemukan kepentingannya. Oleh karena itu, melalui
informasi pengembangan karir organisasi dapat menawarkan kepada pegawai jabatan-jabatan
apa saja yang dapat diduduki oleh para pegawai mulai dari saat pertama kali bekerja pada
organisasi tersebut,hingga posisi teratas yang dapat dicapai jika orang tersebut mampu
memenuhi kriteria yang memenuhi syarat untuk pendudukan lowongan, sehingga tidak ada
lowongan kerja.

Dengan kata lain, setiap ada lowongan jabatan pegawai yang ada sudah dipersiapkan
sedemikian rupa untuk menempati posisi tersebut. Career development bukanlah training
program yang hanya dilaksanakan sekali dan bukan pola lokakarya career planning. Career
development mulai dilaksanakan pada 1970-an, kegiatannya diintegrasikan dengan program-
program Human Resource Development seperti penilaian kinerja dan training. The Us
General Accounting Office merupakan lembaga yang memulai career counceling dan
asistensi pencarian kerja bagi pegawainya. Pada 1991, lembaga tersebut mengorganisasikan
layanan career dalam suatu Career Resource Center. Para manajer menggunakan lembaga ini
untuk membantu pegawainya, termasuk untuk mutasi dan perencanaan pensiun.

Baca Juga; PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN

Informasi karir tersebut, akan memotivasi pegawai untuk merencanakan karir mereka
masing-masing, dalam arti kepada mereka yang potensial dan mampu mengembangkan
dirinya dapat mempersiapkan diri untuk berkarir sampai dengan posisi puncak di organisasi
tersebut. Sedangkan bagi mereka yang cukup puas dengan posisi menengah atau rendah juga
dapat memposisikan dirinya sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka masing-
masing. Berdasarkan uraian tersebut, suatu organisasi harus membuat suatu pengembangan
karir sebagai suatu kunci strategi bisnis jika ingin bertahan hidup dalam persaingan bisnis
yang semakin tajam. Dalam abad teknologi informasi seperti sekarang ini organisasi lebih
bersandar pada pegawai-pegawai yang memiliki keahlian dan inovasi yang merupakan
investasi penting (Syuhadhak, 2007:174).4

Dengan memberikan mereka sebuah kesempatan untuk aktualisasi diri mengembangkan dan
mencapai potensi mereka. Sebagian besar karyawan memahami bahwa (bila tiba harinya)
paling tidak mereka akan dapat lebih mudah dipasarkan.5

Ruang Lingkup Perencanaan Karir


Suatu perencanaan karir merupakan bagian yang sangat penting, bahkan ikut menentukan
dinamika organisasi, dalam rangka manajemen sumber daya manusia. Dengan demikian
maka ruang lingkup perencanaan karir mencakup hal-hal sebagai berikut :

 Perencanaan jenjang jabatan/ pangkat individu karyawan/ anggota organisasi


 Perencanaan tujuan-tujuan organisasi.

Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya saling berkaitan.
Karena jelas bahwa seseorang dijenjang karirkan justru untuk menunjang kepentingan dan
atau tujuan-tujuan organsiasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu setiap perencanaan karir
pasti mengarah kepada tercapainya kepentingan-kepentingan atau tujuan-tujuan organisasi.
Makin lancar perencanaan dan pelaksanaan karir anggota organisasi sesuai persyaratan yang
ada, makin dinamis organisasi yang bersangkutan.6

Pengembangan karir dibagi menjadi dua, pengembangan karir secara individual dan
pengembangan karir secara organisasional. Pengembangan karir secara individual setiap
anggota organisasi harus siap mengembangkan dirinya dalam rangka penitian karirnya lebih
lanjut. T. Hani Handoko dalam bukunya tersebut terdahulu mengatakan bahwa ada enam
kegiatan pengembangan karir yang dilakukan masing-masing individu :

1. Prestasi Kerja, kegiatan paling penting untuk memajukan karir adalah prestasi kerja
yang baik karena hal ini mendasari semua kegiatan pengembangan karir lainnya.
2. Exposure, kemajuan karir juga ditentukan oleh exposure, berarti menjadi dikenal oleh
orang-orang yang memutuskan promosi, transfer dan kesempatan-kesempatan karir
lainnya.
3. Permintaan Berhenti, hal ini merupakan cara untuk mencapai sasaran karir apabila ada
kesempatan karir di tempat lain.
4. Kesetiaan Organisasional, kesetiaan pada organisasi dimana seseorang bertugas turut
menentukan kemajuan karir yang bersangkutan.
5. Mentors dan Sponsors, seringkali yang menajdi sponsor karyawan adalah atasan
mereka.
6. Kesempatan-kesempatan untuk tumbuh, hal ini berguna baik bagi departemen
personalia dalam pengembangan sumber daya manusia internal maupun bagi
pencapaian rencana karir karyawan.7

Bentuk-Bentuk Pengembangan Karir


Bentuk-bentuk pengembangan karir tergantung pada jalur karir yang direncanakan oleh
masing-masing organisasi. Bagaimana suatu perusahaan menentukan suatu jalur karir bagi
karyawannya tergantung pada kebutuhan dan situasi perusahaan itu sendiri, namun begitu
umumnya yang sering dilakukan perusahaan adalah melalui pendidikan dan pelatihan,
promosi serta mutasi. Pengertian mengenai ketiga hal tersebut dapat dijelaskan di bawah ini:

 Pendidikan dan pelatihan adalah suatu kegiatan perusahaan yang dimaksudkan untuk
memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan
pengetahuan para pegawai sesuai keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.
 Promosi adalah suatu perubahan posisi atau jabatan dari tingkat yang lebih rendah ke
tingkat yang lebih tinggi, perubahan ini biasanya akan diikuti dengan meningkatnya
tanggung jawab, hak, serta status sosial seseorang.
 Mutasi adalah merupakan bagian dari proses kegiatan yang dapat mengembangkan
posisi atau status seseorang dalam suatu organisasi. Istilah mutasi sendiri atau yang
dalam beberapa literatur disebut sebagai pemindahan dalam pengertian sempit dapat
dirumuskan sebagai suatu perubahan dari suatu jabatan dalam suatu kelas ke suatu
jabatan dalam kelas yang lain yang tingkatannya tidak lebih tinggi atau lebih rendah
(yang tingkatannya sama) dalam rencana gaji. Sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas konsep mutasi dirumuskan sebagai suatu perubahan
posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun
vertical (promosi/demosi) di dalam suatu organisasi.

Prinsip-Prinsip Dalam Pengembangan Karir


Menurut Mondy (1993), pengembangan karir (career development) meliputi aktivitas-
aktivitas untuk mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang
direncanakan. Lebih lanjut Mondy (1993) menjelaskan beberapa prinsip dalam
pengembangan karir antara lain :

 Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan
karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang
dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan
formal.
 Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan pekerjaan
yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk menjadi supervisorakan berbeda dengan
skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle manager.
 Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang
sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh
seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan
akan menempati pekerjaan yang baru.
 Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan
mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional. 8

Tujuan Pengembangan Karir


Berkaitan dengan bahasan tentang tujuan pengembangan karir pegawai tersebut, berikut ini
dikemukakan pendapat dari para ahli di bidang manajemen. Rivai mengemukakan sebagai
berikut. “Tujuan dari seluruh program pengembangan karir adalah untuk menyesuaikan
antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di organisasi
saat ini dan di masa yang akan datang. Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan
karir yang dirancang secara baik akan dapat membantu karyawan dalam menentukan
kebutuhan karir mereka sendiri, dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan
kebutuhan organisasi. Komitmen dalam program pengembangan karir dapat menunda
keusangan dari sumber daya manusia yang memberatkan organisasi.”

Atas uraian tersebut di atas, berikut dapat dikemukakan bahwa seorang pegawai merupakan
orang yang paling berkepentingan dalam proses kegiatan pengembangan karir. Bila mereka
(pegawai) sendiri memperlihatkan tampilan-tampilan dan sikap tidak proaktif dalam
pengembangan karir, mustahil mereka akan mendapat kesempatan untuk pengembangan karir
tersebut. Kecuali ada mukjizat tertentu yang berupa nasib baik baginya. Pertama-tama
mereka harus mempunya kepedulian tinggi tentang berbagai perkembangan organisasi tempat
mereka bekerja dan mereka harus banyak mencari informasi tentang apa yang diinginkan
organisasi darinya. Seorang pegawai yang ingin mendapat pengembangan karier harus
mencari infornasi tentang :

 Pengetahuan, kemampuan dan keterampilan apa yang diperlukan organisasi darinya


 Sistem promosi apa yang berlaku untuk organisasi
 Bila syarat harus mengikuti pelatihan, apakah pelatihan itu diadakan oleh organisasi,
atau yang bersangkutan sendiri yang mencari kesempatan
 Apakah faktor keberuntungan berperan atau tidak dalamn pengembangan karier
 Mana yang lebih dominan dalam menentukan promosi, apakah prestasi kerja atau
senioritas.

Selanjutnya Handoko (2001:134) mengemukakan sebagai berikut. “Tujuan pengembangan


karir pegawai adalah
1. Untuk menjamin para karyawan yang tidak dipromosikan bahwa mereka masih
bernilai dan akan dipertimbangkan untuk promosi-promosi selanjutnya, bila mereka
qualified.
2. Untuk menjelaskan mengapa mereka tidak terpilih, dan
3. Untuk menunjukkan apa kegiatan-kegiatan pengembangan karir yang harus diambil”.

Atas dasar uraian tersebut di atas, berikut dapat dikemukakan bahwa yang paling mengetahui
tentang kelebihan maupun kelemahan seorang pegawai adalah atasan langsung mereka.9

Manfaat Pengembangan Karir


Program pengembangan karir memberikan manfaat baik bagi organisasi maupun bagi
karyawan. Adapun manfaat yang diperoleh organisasi dengan mengembangkan karir antara
lain :

 Meningkatkan kemampuan organisasi untuk memperoleh dan mempertahankan


karyawan yang berkualitas.
 Menjamin ketersediaan tenaga ahli yang dibutuhkan.
 Meningkatkan motivasi karyawan.
 Menjaga proses kaderisasi agar berjalan dengan baik.

Sedangkan manfaat yang diperoleh karyawan dari pengembangan karir adalah :

 Meningkatkan tanggung jawab


 Memaksimalkan penggunaan potensi seseorang
 Meningkatkan otonomi
 Menambah tantangan dalam bekerja.10

Sedangkan manfaat pengembangan karir secara umum adalah :

 Mengembangkan prestasi pegawai.


 Mencegah terjadinya pegawai yang minta berhenti untuk pindah kerja, dengan cara
meningkatkan loyalitas pegawai.
 Sebagai wahana untuk memotivasi pegawai agar dapat mengembangkan bakat dan
kemampuannya.
 Mengurangi subyektivitas dalam promosi.
 Memberikan kepastian hari depan.
 Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh tenaga yang cakap dan
trampil dalam melaksanakan tugas.11

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Karir


Dalam perencanaan dan pengelolaan karir yang efektif, sejumlah faktor yang mempengaruhi
perencanaan karir yang perlu dipahami oleh pegawai dalam merencanakan karirnya dan oleh
organisasi dalam membantu pegawainya untuk merencanakan serta merealisasikan karirnya
adalah tahapan-tahapan kehidupan karir, jangkar karir, dan jalur-jalur karir. Pengetahuan ini
sangat diperlukan dalam upaya menentukan apa yang dilakukan organisasi sehingga
perencanaan karir individu akan bermanfaat bagi organisasi atau mendukung tujuan-tujuan
organisasi.12
BACA JUGA; Pengertian Jasa dan Karakteristik Jasa Menurut Ahli

Di samping peran individu, manajer, dan organisasi dalam pengembangan karir, ada berbagai
faktor yang lebih spesifik yang mempengaruhi pengembangan karir. Hasto Joko Nur Utomo
dan Meilan Sugiarto memberikan contoh 9 faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan
karir individu di suatu organisasi, yaitu :

a. Hubungan pegawai dan organisasi


Secara ideal, hubungan pegawai dan organisasi berada dalam hubungan yang saling
menguntungkan, sehingga pada saat yang demikian organisasi dapat mencapai produktifitas
kerja yang lebih tinggi. Namun kadang kala ada berbagai macam kendala yang dihadapi di
lapangan.

b. Personalia pegawai
Manajemen karir pegawai terganggu dengan adanya pegawai yang mempunyai personalitas
yang menyimpang, seperti terlalu apatis, emosional, ambisius, curang, dan lain-lain. Seorang
pegawai yang apatis akan sulit dibina karirnya sebab dirinya sendiri tidak perduli dengan
karirnya sendiri.

c. Faktor eksternal
Aturan dalam manajemen karir sebuah organisasi menjadi kacau lantaran ada intervensi dari
pihak luar.

d. Politik dalam organisasi


Perencanaan karir akan menjadi sekedar basa-basi ketika ada virus politicking seperti
hubungan antar teman, nepotisme, feodalisme, dan lain sebagiannya.

e. Sistem penghargaan
Organisasi yang tidak mempunyai sistem penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif)
akan cenderung memperlakukan pegawainya secara subyektif. Pegawai yang berprestasi baik
dianggap sama dengan pegawai yang malas.

f. Jumlah karyawan
Semakin banyak jumlah pegawai maka semakin ketat persaingan untuk menduduki jabatan,
demikian pula sebaliknya. Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah organisasi sangat
mempengaruhi manajemen karir yang ada.

g. Ukuran organisasi
Ukuran organsiasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah jabatan yang ada dalam
organisasi tersebut, semakin besar organisasi, semakin kompleks urusan manajemen karir
pegawai. Namun, kesempatan untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih banyak.

h. Budaya organisasi
Sebagaimana masyarakat pada umumnya, organisasi juga mempunyai kultur. Ada organisasi
yang berkultur professional, obyektif, rasional dan demokratis. Dan kultur ini sedikit banyak
akan mempengaruhi pengembangan karir yang ada dalam organisasi tersebut.

i. Tipe manajemen
Ada berbagai tipe manajemen di sebuah organisasi. Ada manajemen yang lebih cenderung
kaku, otoriter, tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang cenderung
fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis. Jika manajemen kaku dan tertutup, maka
keterlibatan pegawai dalam pembinaan karirnya sendiri cenderung minimal. Sebaliknya, jika
manajemen cenderung terbuka, partisipatif, dan demokratis, maka keterlibatan pegawai
dalam pembinaan karir mereka juga cenderung berkembang.13

Tahapan Pengembangan Karir


Pengembangan diri seseorang dalam konteks karyawan di sebuah organisasi atau institusi
adalah identik dengan pengembangan karir. Karena karir adalah semua pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang (karyawan) selama masa kerjanya atau tugasnya yang memberikan
kelangsungan, keteraturan, dan nilai bagi kehidupan seseorang atau karyawan tersebut.
Secara umum perjalanan karir seorang (karyawan atau pekerja) dikelompokkan menjadi 4
tahapan, yakni : penjajakan, pemantapan, pemeliharaan, kemunduran.

Perkembangan atau perjalanan karir tersebut biasanya linier dengan bertambahnya usia
seseorang.

 Pada usia antara 15-24 tahun, dimana pada umumnya seseorang biasanya masih
dalam bangku pendidikan (siswa atau mahasiswa), mereka sudah mulai memikirkan
pekerjaan yang cocok bagi dirinya. Dengan perkataan lain mereka sudah mulai
melakukan penjajakan terhadap pekerjaan atau karirnya. Sebagian dari kelompok
umur ini, bahkan sudah mulai terjun ke dunia kerja atau bekerja. Sebagian diantara
mereka, walaupun sudah mulai bekerja, namun masih juga mencari kesempatan untuk
melamar pekerjaan yang lain. Mereka masih dalam tahap penjajakan karir.
 Pada usia antara 25-44 tahun, pada umumnya seseorang sudah mulai memantapkan
diri pada pekerjaan yang telah dipilih. Mereka sudah tidak tertarik lagi untuk pindah
pekerjaan, bila tidak terdesak oleh situasi, misalnya karena terkena pemutusan
hubungan kerja (PHK). Di samping karena umurnya memang sudah tidak
memungkinkan untuk pindah pekerjaan, juga mempertimbangkan kestabilan ekonomi
keluarganya.
 Pada usia 45-60, seseorang (karyawan atau pekerja) sudah mulai pemeliharaan
pekerjaan atau karir yang sudah dipilih dan ditekuninya. Pada tahap ini mereka harus
mulai menekuni dan meningkatkan kualitas pekerjaan atau tugas dan tanggung jawab
yang dipercayakan oleh institusi atau organisasi tempat bekerja. Pada tahap ini, pada
umumnya seseorang sudah tidak memikirkan untuk pindah pekerjaan lagi, dan
konsentrasi pada pekerjaan atau karirnya, demi juga untuk keluarga dan anak-
anaknya.
 Pada usia di atas 60 tahun (di Indonesia : di atas 55 tahun), seseorang sudah mulai
melewati puncak karirnya, dan mulai tahap penurunan. Pada usia ini biasanya orang
sudah menunggu masa pensiun, dan bahkan sudah berhenti untuk mengembangkan
karirnya.14

Pengertian Promosi
Promosi adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam suatu organisasi ataupun
instansi baik dalam pemerintahan maupun non pemerintah (swasta). Menurut Husein (2003)
seseorang yang menerima promosi harus memiliki kualifikasi yang baik dibanding kandidat-
kandidat yang lainnya. Terkadang jender pria wanita serta senioritas tua muda mempengaruhi
keputusan tersebut. Hal inilah yang banyak diusahakan oleh kalangan pekerja agar bias
menjadi lebih baik dari jabatan yang sebelumnya ia jabat. Dan juga demi peningkatan dalam
status social. Promosi merupakan kesempatan untuk berkembang dan maju yang dapat
mendorong karyawan untuk lebih baik atau lebih bersemangat dalam melakukan suatu
pekerjaan dalam lingkungan organisasi atau perusahaan.
Dengan adanya target promosi, pasti karyawan akan merasa dihargai, diperhatikan,
dibutuhkan dan diakui kemampuan kerjanya oleh manajemen perusahaan sehingga mereka
akan menghasilkan keluaran (output) yang tinggi serta akan mempertinggi loyalitas
(kesetiaan) pada perusahaan. Oleh karena itu, pimpinan harus menyadari pentingnya promosi
dalam peningkatan produktivitas yang harus dipertimbangkan secara objektif. Jika pimpinan
telah menyadari dan mempertimbangkan, maka perusahaan akan terhindar dari masalah-
masalah yang menghambat peningkatan keluaran dan dapat merugikan perusahaan seperti:
ketidakpuasan karyawan, adanya keluhan, tidak adanya semangat kerja, menurunnya disiplin
kerja, tingkat absensi yang tinggi atau bahkan masalah-masalah pemogokan kerja. Untuk
dapat memutuskan imbalan yang sepenuhnya diberikan kepada seorang karyawan atas hasil
kerjanya, maka perusahaan harus memiliki sesuatu sistem balas jasa yang tepat. Mekanisme
untuk dapat menentukan balas jasa yang pantas bagi suatu prestasi kerja adalah dengan
penilaian prestasi kerja.

Melalui penilaian prestasi kerja akan diketahui seberapa baik Ia telah melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya, sehingga perusahaan dapat menetapkan balas jasa yang
sepantasnya atas prestasi kerja tersebut. Penilaian prestasi kerja juga dapat digunakan
perusahaan untuk mengetahui kekurangan dan potensi seorang karyawan. Dari hasil tersebut,
perusahaan dapat mengembangkan suatu perencanaan sumber daya manusia secara
menyeluruh dalam menghadapi masa depan perusahaan. Perencanaan sumber daya manusia
secara menyeluruh tersebut berupa jalur-jalur karir atau promosi-promosi jabatan para
karyawannya. Lain halnya dengan demosi, demosi adalah penurunan jabatan dalam suatu
instansi yang biasa dikarenakan oleh berbagai hal, contohnya adalah keteledoran dalam
bekerja. Demosi adalah suatu hal yang sangat dihindari oleh setiap pekerja karena dapat
menurunkan status, jabatan, dan gaji.
2. Dasar-dasar promosi
Pedoman yang dijadikan dasar untuk mempromosikan karywan atau pegawai menurut
Handoko (1999) adalah:

a. Pengalaman (lamanya pengalaman kerja karyawan).


b. Kecakapan (keahlian atau kecakapan).

c. Kombinasi kecakapan dan pengalaman (lamanya pengalaman dan kecakapan).


3. Persyaratan promosi
Persyaratan promosi untuk setiap perusahaan tidak selalu sama tergantung kepada
perusahaan/lembaga masing-masing. Menurut Handoko (1999) syarat-syarat promosi pada
umunya sebagai berikut.

1. Kejujuran
2. Disiplin
3. Prestasi kerja
4. Kerjasama
5. Kecakapan
6. Loyalitas
7. Kepemimpinan
8. Komunikatif
9. Pendidikan
4. Jenis-jenis Promosi Pegawai
Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan tanggal 1 April dan 1 Oktober
setiap tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian. Masa
kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai Negeri Sipil dihitung sejak pengangkatan
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
jenis-jenis promosi pegawai adalah sebagai berikut :
a. Promosi Penyesuaian Gelar
Kenaikan pangkat penyesuaian ijazah dapat diberikan kepada Pegawai setelah yang
bersangkutan mengikuti ujian penyesuaian pangkat yang diselenggarakan oleh dinas dan
dinyatakan lulus serta memenuhi persyaratan lainnya yang ditentukan.

Syarat Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijasah :

– Memiliki STTB/Ijazah dari lembaga pendidikan yang telah diakreditasi oleh Depdiknas
atau instansi yang berwenang;

- Lulus tes penyesuaian gelar, yaitu: TPA untuk promosi ke kelompok III / a dan TPIU untuk
promosi ke kelompok II / a;
- Karyawan yang bersangkutan memiliki paling sedikit 1 (satu) tahun di peringkat
terakhirnya;
b . Pilihan Peringkat Pilihan
Persyaratan Promosi Peringkat yang Disukai:
- Menjadi satu tingkat di bawah pangkat peringkat dari peringkat terendah yang ditugaskan
untuk pendudukan;
– Menunjukkkan prestasi kerja luar biasa baiknya;

– Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;

- Paling sedikit 1 (satu) tahun di peringkat terakhir;


- Setidaknya 1 (satu) tahun di departemen struktural yang ditempati (dihitung secara
kumulatif di tingkat departemen struktural yang sama);
- Setiap elemen DP-3 paling tidak bernilai 2 (dua) tahun terakhir.
1) Kenaikan Pangkat Reguler

Syarat Kenaikan Pangkat Reguler :

– Tidak menduduki jabatan struktural/fungsional tertentu; Diangkat dalam jabatan struktural


dengan pangkat masih dibawah jenjang pangkat yang ditentukan tetapi telah 4 tahun dalam
pangkat terakhir yang dimiliki; Menduduki jabatan struktural dan pangkatnya telah mencapai
jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu; atau sedang tugas belajar dan
sebelumnya menduduki jabatan struktural/fungsional tertentu;
- Paling sedikit 4 (empat) tahun di peringkat terakhir;
- Setiap elemen DP-3 paling tidak bernilai 2 (dua) tahun terakhir; dan
- Tidak melampaui atasan langsungnya.
2) Promosi Posthumane
- Peningkatan peringkat anumerta diberikan pada tingkat yang lebih tinggi. PNS yang
bersangkutan meninggal;
– CPNS yang meninggal, diangkat menjadi PNS terhitung mulai awal bulan yang
bersangkutan meninggal dan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam point a;

- Keputusan promosi anumerta diberikan sebelum Pegawai Negeri yang meninggal


dimakamkan.
3) Peningkatan Peringkat Layanan
- Tingkat pengabdian yang lebih tinggi diberikan. PNS yang bersangkutan dianggap cacat
karena layanan dan tidak dapat berfungsi lagi di semua departemen negara bagian;
– CPNS yang cacat karena dinas dan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua
jabatan negeri, diangkat menjadi PNS dan berlaku ketentuan.

B. DEMOSI
1. Pengertian Demosi
Menurut Suratman (1998) demosi adalah penurunan jabatan dalam suatu instansi yang biasa
dikarenakan oleh berbagai hal, contohnya adalah keteledoran dalam bekerja. Turun jabatan
biasanya diberikan pada karyawan yang memiliki kinerja yang kurang baik atau buruk serta
bisa juga diberikan ada karyawan yang bermasalah sebagai sanksi hukuman Demosi
merupakan suatu hal yang sangat dihindari oleh setiap pekerja karena dapat menurunkan
status, jabatan, dan gaji. Namun, demosi atau turun jabatan ini biasa dilakukan oleh beberapa
instansi ataupun perusahaan demi peningkatan kualitas kerja, dan juga sebagai motivasi bagi
karyawannya agar mau berusaha untuk memperoleh yang diinginkan. Mendapatkan promosi
dan menghindari demosi.

Jadi, memang benar jika perusahaan-perusahaan ingin maju, maka harus menciptakan
kompetisi bagi para karyawannya agar mereka tekun dalam bekerja dan tidak selalu
berpangku tangan pada karyawan lainnya. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan
motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana
mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya
karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki
moriil yang rendah.
C. MUTASI
1. Pengertian Mutasi
Mutasi atau transfer menurut Wahyudi (1995 )adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam
suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi perkerjaan sebelum
mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab yang baru umumnya
adalah sama seperti sedia kala. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari
kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan
serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami
pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Transfer terkadang dapat
dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi di waktu
mendatang. Hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan.
Disamping perhatian internal, upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat adalah
bagian terpenting dalam seluruh pergerakan yang terjadi dalam lingkup kerja pemerintahan.
2. Tujuan mutasi
Tujuan mutasi menurut Mudjiono (2000) adalah sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan poduktivitas kayawan.


2. Untuk menciptakan keseimbangan anatar tenaga kerja dengan komposisi pekejaan
atau jabatan.
3. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.
4. Untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh tehadap pekerjaannya.
5. Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karir
yang lebih tinggi.
6. Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui pesaingan terbuka.
7. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.
Sebab dan alasan mutasi

Alasan untuk penerapan mutasi diklasifikasikan sebagai berikut.


Sebab dan alasan mutasi
3. Penyebab dan alasan untuk Mutasi
Sebab-sebab pelaksanaan mutasi menurut Siswandi (1999) digolongkan sebagai berikut :

a. Tuntut dirimu sendiri


Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atasa keinginan sendiri dari
karywan yang bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan pimpinan organisasi. Mutasi
pemintaan sendiri pada umumnya hanya pemindahan jabatan yang peringkatnya sama baik,
anatrbagian maupun pindah ke tempat lain.

b. Hapus tugas produktif (ATP)


Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak pimpinanan perusahaan untuk
meningkatkan produksi dengan menempatkan karywan yang bersangkutan ke jabatan atau
pekerjannya yang sesuai dengan kecakapannya.

Anda mungkin juga menyukai