Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam merupakan tanda klinis suatu penyakit pada anak. Gangguan

kesehatan ini sering dihadapi oleh tenaga kesehatan. Secara tradisional

demam artinya sebagai kenaikan suhu tubuh datas batas normal, jika demam

tidak segera diatasi dapat menimbulkan efek yang serius pada anakyaitu

dapat menyebabkna dehidrasi bahkan dapat menyebabkan kejang. Banyak

orang dewasa saat ini yang kurang mengerti tentang penanganan dalam

menangami anak dengan kasus demam atau kejang demam. (Anver, 2009)

menurut World Health Organization (WHO,2012).

Demam adalah keadaan dimana temperature rektal > 38 ℃. Menurut

American Academy Pediatrics (AAP) suhu normal pada anak berumur

kurang dari 3 tahun sampai 38 ℃, suhu normal oral sampai 37,5 ℃, suhu

rektal normal sampai 37,8 ℃. Menurut (National AssociationnOf Pediatric

Nurse ,2013) demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal

melebihi 38 ℃. Pada anak umur lebih dari 3 bulan, suhu aksila dan oral

lebih dari 38,3 ℃. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang

berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi

untuk mengatasi berbagai rangsang. Misalnya terhadap toksin toksin

bakteri, peradangan, dan rangsang pirogenik lain. Bila produksi sitokin

pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka

efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan (Rachmadi, 2016).


2

Demam merupakan istilah umum apabila suhu tubuh sangat tinggi,

ada beberapa beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah pireksia

atau febris. Demam diartikan sebagai peningkatan suhu tubuh lebih dari

38oC, pengukuran di rectal. Demam dikenal juga sebagai manifestasi

penting terjadinya infeksi (Rudolph, 2006). Demam pada anak merupakan

hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai di ruang praktek

dokter sampai ke unit gawat darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari

jumlah kunjungan (Kania, 2007)

Kejang demam adalah kejadian kejang pada bayi dan anak, biasanya

terjadi antara usia 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam

tanpa adanya bukti-bukti infeksi atau sebab yang jelas di intrakranial.

Kejang disertai demam pada anak yang sebelumnya menderita kejang tanpa

demam tidak termasuk dalam kategori ini (National Institutes of Health

Consensus Conference, 2012), Sedangkan definisi menurut International

League Against Epilepsy Commision on Epidemiology and Prognosis

adalah kejang pada anak setelah usia 1 bulan, berhubungan dengan demam

dan penyakit yang tidak disebabkan karena infeksi pada susunan saraf pusat,

tanpa ada kejang pada masa neonatal atau kejang tanpa provokasi

sebelumnya. Kejadian terbanyak pada kejang demam lebih sering terjadi

dikarenakan oleh infeksi virus dibandingkan infeksi bakteri, umumnya

terjadi pada 24 jam pertama sakit dan berhubungan dengan infeksi saluran

nafas akut, seperti faringitis dan otitis media, pneumonia, infeksi saluran

kemih, serta gangguan gastroenteritis.


3

Kejang Demam Menjaga kesehatan menjadi perhatian khusus, terlebih

pada saat pergantian musim yang umumnya disertai dengan berkembangnya

berbagai penyakit. Berbagai penyakit itu biasanya makin mewabah pada

musim peralihan, baik dari musim kemarau ke penghujan maupun

sebaliknya. Terjadinya perubahan cuaca tersebut memPenerapani perubahan

kondisi kesehatan. Kondisi anak dari sehat menjadi sakit mengakibatkan

tubuh bereaksi untuk 2 meningkatkan suhu yang biasa disebut demam

(febris) (Mohamad, 2012).

Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu mencapai >38-38,9˚C) dapat terjadi karena proses intrakranial

maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada balita berumur 6 bulan -

5 tahun sebanyak 2-4% dan paling sering terjadi pada balita usia 17-23

bulan (Ngastiyah, 2007). Kejang demam anak perlu diwaspadai karena

kejang yang lama (≥ 15 menit) dapat menyebabkan kematian 0,64-0,74%,

kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan

retardasi mental Hasil pengamatan Livingston (2008).

Gejala demam dapat dipastikan dari pemeriksaan suhu tubuh yang

lebih tinggi dari rentang normal. Dikatakan demam, apabila pada

pengukuran suhu rektal >38 ℃ (100,4oF) atau suhu oral >37,8 ℃ atau suhu

aksila >37,2 ℃ (99oF). Sedangkan pada bayi berumur kurang dari 3 bulan,

dikatakan demam apabila suhu rektal > 38℃ dan pada bayi usia lebih dari 3

bulan apabila suhu aksila dan oral lebih dari 38,3 ℃ (Susanti, 2012).
4

Jumlah 2-5% dari seluruh anak di dunia yang berumur dibawah 5

tahun pernah mengalami kejang demam, lebih dari 90% terjadi ketika anak

berusia < 5 tahun , jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai

2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di

Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi sekitar 20% diantara jumlah

penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara

lebih teliti (Selamihardja, 2010).

Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 4-5%

pada anak usia dibawah 5 tahun (Shinnar dan Glauser, 2012). Berdasarkan

hasil penelitian prospektif Sillanpaa, M.dkk (2008) di Finlandia diperoleh

insidens rate kejang demam 6,9% pada anak usia 4 tahun (Sillanpaa, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karimzadeh, P.dkk (2008)

di Mofid Children’s Hospital, Iran 3 pada 302 penderita kejang demam

diperoleh 73,2% penderita merupakan penderita kejang demam sederhana

dan 26,8% merupakan penderita kejang demam kompleks (Karimzadeh,

2008).

Di Indonesia dilaporkan angka kejadian kejang demam pada tahun

2012-2013 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Wibisono,2015).

Kejang demam sangat berhubungan dengan usia, hampir tidak pernah

ditemukan sebelum usia 6 bulan dan setelah 6 tahun (Hull,2010). Ada

beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam.

Diantaranya; umur, jenis kelamin, suhu saat kejang, riwayat kejang dan

epilepsi dalam keluarga, dan lamanya demam. (IDAI, 2012). Faktor


5

keturunan adalah salah satu faktor terbesar terjadinya kejang demam pada

anak (Wardani, 2012). Kejang demam berulang terjadi pada 50% anak yang

menderita kejang demam pada usia kurang dari 1 tahun dan dapat

berkembang menjadi epilepsi (Behrman, 2010). Risiko epilepsi dapat terjadi

setelah satu atau lebih kejang jenis apapun adalah 2% dan menjadi 4% bila

kejang berkepanjangan (Hull, 2008). Kejang demam dapat berdampak serius

seperti defisit neurologik, epilepsi, retradasi mental, atau perubahan perilaku

(Wong, 2009). Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 Penderita dengan

kejang demam di Rumah Sakit berjumlah 2.220 untuk umur 0-1 tahun,

sedangkan berjumlah 5.696 untut umur 1-4 tahun. Di Bandung tepatnya Di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung didapatkan data pada tahun

2010 dengan kejang demam yaitu 2,22%Di provinsi Jawa Tengah mencapai

2-3% dari anak yang berusia 6 bulan–5 tahun pada tahun 2012- 2013.

Berdasarkan data yang ada diruang mawar RSUD Banyudono, pada 2014 di

bulan november dan desember terdapat 7 kasus kejang demam dan ditahun

2015 selama 5 bulan terakhir terdapat 18 kasus kejang demam. Dari

kejadian itu dapat dilihat adanya peningkatan kejang demam dalam 1 tahun

terakhir (Depkes Jateng,2013).

Di daerah Tegal, Jawa Tengah tercatat 6 balita meninggal akibat

serangan demam kejang dari 62 kasus penderita demam kejang. Di negeri

yang sedang berkembang, termasuk Indonesia terdapat dua faktor yaitu gizi

dan infeksi yang mempunyai Penerapan yang besar sekali terhadap


6

pertumbuhan anak, sekitar 70-90% dari seluruh kejang demam merupakan

kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks.

Demam pada bayi dan anak balita merupakan salah satu kasus yang

tidak dapat diabaikan begitu saja. Peningkatan suhu tubuh pada balita dapat

berPenerapan terhadap fisiologis organ tubuh lainya, karena peningkatan

suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi, letargi,

penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi berkurang termasuk kejang

yang mengancam kelangsungan hidupnya (Rukiyah, 2012).

Secara definitif terdapat dua tindakan untuk menurunkan suhu tubuh

pada klien dengan febris, yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi fisik.

Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan

demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak

dengan kelainan kardiopulmonal kronis, kelainan metabolik, penyakit

neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam dan tindakan

nonfarmakologis (terapi fisik) dapat dilakukan dengan kompres hangat

(Kania, 2010).

Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau

handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada

bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan

menurunkan suhu tubuh. Tindakan kompres hangat merupakan tindakan

yang cukup efektif dalam menurunkan demam. Oleh karena itu, sebaiknya

penggunaan antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap keadaan

demam (Mohamad, 2012).


7

Pemberian kompres hangat pada aksila sebagai daerah dengan letak

pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangasangan pada area

preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang

dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area preoptik

mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan

menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak

melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan

berkeringat (Potter dan Perry, 2015)

Mekanisme penurunan suhu dengan kompres hangat yaitu tubuh akan

menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian

tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu diotak supaya tidak

meningkatkan pengaturan suhu tubuh lagi. Disamping itu lingkungan luar

yang hangat akan membuka pembuluh darah tepi dikulit melebar atau

vasodilatasi dan pori pori kulit terbuka sehingga mempermudah pengeluaran

panas (Suriadi, 2010). Hal ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh

Sodikin dan Yulistiani (2011) melakukan penelitian efektifitas penurunan

suhu tubuh menggunakan kompres hangat dan kompres plester di daerah

dahi pada anak demam di RSUD Banyumas. Hasil penelitian menyebutkan

rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian kompres hangat 0,70 ℃ dan

pemberian kompres plester rata-ratanya 0,30℃ Hal ini dapat disimpulkan

pemberian kompres hangat lebih efektif untuk penurunan suhu tubuh pada

anak demam dibanding kompres plester.


8

Pengobatan segera atau terapi sangat penting, jika tidak dilakukan

kambuhnya kejang semakin tinggi, sekitar sepertiga pasien kejang demam

akan mengalami kekambuhan sebesar 44% pada pasien yang tidak diobati

dan pada pasien yang mendapat terapi Fenobarbital maupun terapi

Diazepam per rectal kekambuhan sebesar 21% (Soetomenggolo, 2007)

Karakteristik balita demam kejang terjadi pada usia balita antara 6

bulan - 4 tahun dengan suhu 100˚F ≥ (37,78˚C) lamanya kejang berlangsung

≤ 30 menit. Terdapat lebih banyak jenis kelamin pada laki-laki dibanding

perempuan dengan perbandingan yang berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1.

Tinggi suhu badan segera setelah terjadinya kejang (dalam waktu ≤ 15

menit), suhu rata-rata 39,0˚C dengan rentangan 37,8-41,5˚C. Ambang

kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3-41,4˚C

(Lumbantobing, 2007).

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejadian kejang terjadi

pada suhu 38-38,9˚C, sedangkan balita dengan ambang kejang tinggi,

kejang baru terjadi pada suhu 40˚C atau lebih (Maulana, 2009).

Demam kejang sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal

atau gangguan kepandaian. Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari

juga sangat kecil yaitu sekitar 2-3%. Risiko terbanyak adalah berulang

demam kejang, yang dapat terjadi pada 30-50% balita. Risiko-risiko tersebut

lebih besar pada demam kejang kompleks (Sabrina, 2008). Bila kejang

sering berulang dan berlangsung lama (lebih dari 5 menit), bisa

mengakibatkan kerusakan sel-sel otak akibat terhambatnya aliran oksigen ke


9

otak. Hal ini dapat menyebabkan epilepsi berbeda-beda. Lumban Tobing

(2007) mendapatkan 6% kerusakan otak bila kejang berulang, sedangkan

Livingstone (2008) dari golongan demam kejang sederhana mendapatkan

2,9 % yang menjadi epilepsi dan golongan epilepsi yang diprovokasi oleh

demam ternyata 97% menjadi epilepsi. Dengan penanggulangan yang tepat

dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian

(Ngastiyah, 2005).

TABEL 1.1
DISTRIBUSI FREKUENSI PENDERITA KEJANG DEMAM
BERDASARKAN GOLONGAN UMUR DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT SITI AISYAH KOTA LUBUKLINGGAU
TAHUN 2017

No. Jumlah Pasien Kejang Demam Jumlah Persentase


Menurut Golongan Umur (%)

1. 28 hari - < 1 tahun 20 55,5 %


2. 4 tahun 14 38,8 %
3. 5-14 tahun 2 5,5 %
Jumlah 36 99,8 %

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan januari sampai

dengan Maret 2018 di RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau sebanyak 36

orang balita yang mengalami demam dengan karakteristik yang berbeda-

beda dan sebanyak 11 orang anak mengalami Kejang Demam.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian tentang

“Penerapan Kompres Hangat pada Pasien anak dengan Demam Kejang di

ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah Kota Lubuklinggau Tahun 2018”.
10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan

permasalahan “ bagaimanakah Penerapan Kompres Hangat pada Pasien anak

dengan Demam Kejang di ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau Tahun 2018”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Penerapan Kompres

Hangat pada Pasien anak dengan Demam Kejang di ruang Al Atfal

Rumah Sakit Siti Aisyah Kota Lubuklinggau Tahun 2018”.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien anak dengan Demam

Kejang di ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau Tahun 2018”.

b. Untuk mengetahui diagnosa pada pasien anak dengan Demam Kejang

di ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah Kota Lubuklinggau Tahun

2018”

c. Untuk Mengetahui intervensi pada pasien anak dengan Demam

Kejang di ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau Tahun 2018”

d. Untuk Mengetahui implementasi pada pasien anak dengan Demam

Kejang di ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau Tahun 2018”


11

e. Untuk mengetahui hasil evaluasi pada pasien anak dengan Demam

Kejang di ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau Tahun 2018”

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan informasi yang di peroleh serta

memberikan pengalaman dan kemampuan bagi peneliti dalam

melakukan suatu penelitian sesuai dengan metodelogi ilmiah yang

benar.

2. Manfaat Bagi Kota Lubuklinggau.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi institusi

pendidikan serta dapat menambah bahan perpustakaan sehingga dapat

menambah informasi pengetahuan yang membaca.

3. Manfaat Bagi Rumah Sakit Siti Aisyah.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau panduan

untuk meningkatkan kinerja para tenaga medis dalam menangani klien

dengan masalah kejang demam.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Kejang Demam

1. Pengertian

Kejang merupakan suatu serangan mendadak yang dapat nampak

sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal,

kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa

kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan

kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan

somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan,

trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti

gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan

kondisi yang menstimulasi terjadinya kejang.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh ( suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranial. Pada tahun 1980 sebuah konferensi konsensus (The

Consensus Development Panel on Febrile Convulsions) yang diadakan

oleh National Institutes of Health mendefinisikan kejang demam sebagai

kejadian kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi

antara umur tiga bulan dan lima tahun yang dikaitkan dengan kenaikan

suhu tubuh tanpa adanya bukti infeksi SSP. Bila anak berumur kurang

dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam
13

perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang

kebetulan terjadi bersama demam. Bila demam disebabkan proses

intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam. Kejang disertai demam

pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang

demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian

kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang

demam didahului diare hebat, perlu dipikirkan kemungkinan bahwa kejang

bukan disebabkan demam melainkan karena gangguan metabolic misalnya

hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia.

2. Anatomi Otak & Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Otak

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang
14

terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput

otak yang kuat.

Bagian-bagian otak :

a. Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak

di bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler

hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada

anterior dan inferior talamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem

syaraf autonom juga bekerja dengan hipofisis untuk mempertahankan

keeimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui

peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi

hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat lapar dan

mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku

agresif dan seksual dan pusat respon emosional.

b. Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan

aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang

diterima semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

c. Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang

berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini

bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek

serebri.

d. Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah

hormonhormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis


15

merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada

orang dewasa.

e. Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik

tersebut akan menghambat nafsu makan.

f. Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen

yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan

keempat hipotesis itu tidak ada hubunganya satu dengan yang lain.

2. Fisiologi

a. Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan

untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

b. Pirogen Endogen

Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh

pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan

prostaglandin kedalam hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu

efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin

menghambat sintesis prostaglandin.

c. Pengaturan Suhu

Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan,

dan oleh semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal.

Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan

penguapan air disaluran nafas dan kulit. Keseimbangan pembentukan

pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-

reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim
16

dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi

optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan

(Price Sylvia A : 1995)

3. Epidemiologi

Kejang demam terjadi 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan

sampai 5 tahun (kebanyakan umur 6 dan 18 bulan). Sekitar 70-75%

kejang demam sederhana dan 20-25% kejang demam kompleks. Dan

sekitar sepertiga dari pasien ini mengalami sedikitnya satu kali

kekambuhan. Hal serupa juga ditemukan pada negara berkembang,

walaupun di negara Asia frekuensinya lebih besar 90 % dari kejang

demam adalah kejang umum, kurang dari 5 menit dan terjadi awal pada

penyakit yang menyebabkan demam. Penyakit pernafasan akut

merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan kejang demam.

Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%) menjadi epilepsi atau

kejang non febril pada umur dewasa. Kemungkinan untuk menjadi

epilepsi lebih besar jika kejang demam mempunyai manifestasi yang

kompleks antara lain durasi lebih dari 15 menit, lebih dari satu kali

kejang dalam sehari. Faktor lain yang memperburuk yaitu onset awal

dari kejang (sebelum umur 1 tahun), riwayat keluarga epilepsi. Dan

walaupun dengan adanya faktor tersebut, risiko mengalami epilepsi

setelah kejang demam itu masih sangat rendah yaitu sekitar 15-20%.
17

4. Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk

tumor otak , truma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis,

gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolic,

uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan

idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya ) .

a. Intrakranial

Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik

Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra

ventricular

Infeksi : Bakteri virus dan parasit

Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri

b. Ekstra cranial

Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia,

gangguan elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat

Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino,

ketergantungan dan kekurangan asam amino

4. Idiopatik Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5 (Lumbang

Tebing, 1997)
18

5. Klasifikasi Kejang

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan

tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu :

kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

a. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat

badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan

bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu

berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik

umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai

deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan

bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai

deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang

disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau

kernicterus

b. Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral

dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah.

Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik,

terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan

biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat

disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar

dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.


19

c. Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan

fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan

terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang

ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan

hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak

spesifik.(Lumbang Tebing, 1997)

6. Patofiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak

diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku

untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses

itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan

fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi

sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan

dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan

normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+

dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar

sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang
20

disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan

enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya

a. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,

kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

c. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit

atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu diatas 38 ℃ akan

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan

oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan

orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu

dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan

dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan

listrik.

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan

bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi


21

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada

kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,

kejang terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang

kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang

demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga

dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa

penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada

umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi

pada kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya

disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi

untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob,

hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu

tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema

otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada

daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang

berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga


22

terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga

terjadi epilepsi.(FKUI, 2007)


23

7. PATHWAY
Infeksi bakteri rangsang mekanik dan biokimia.
Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

Reaksi inflamasi perubahan konsentrasi ion


di ruang ekstraseluler
Proses demam
Ketidakseimbangan kelainan neurologis
Hipertermia potensial membran
Perinatal/prenatal
ATP ASE
Resiko kejang berulang
difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera
Dan diit

Kurang informasi kurang dari lebih dari 15 menit


pengobatan 15 menit
Dan perawatan perubahan suplay
Tidak menimbulkan Darah ke otak
Kurang pengetahuan/ gejala sisa
Inefektif
Penatalaksanaan kejang resiko kerusakan sel
Cemas Neuron otak
Cemas

Perfusi jaringan cerebral tidak efektif


(Sumber : Nanda & NicNoc, 2015 : 168)
24

8. Manifestasi Klinis

Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam

dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks.

Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan :

a. Temperatur tubuh yang meningkat secara cepat diatas 38C.

b. Kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang

dari 15 menit.

c. Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak

menunjukkan kejang tanpa panas

d. Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5

tahun.

e. Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis

atau penyakit yang mempengaruhi otak.

Pada kejang demam kompleks biasanya:

1. Kejang bersifat lokal,

2. Lama kejang lebih dari 15 menit.

3. Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5

tahun.

4. Adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen.

5. Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali.

6. Dan ada riwayat epilepsi di keluarga termasuk ayah, ibu dan

saudara kandung.
25

Sekitar 30-50% anak mengalami kekambuhan kejang dengan episode

kejang dengan demam. Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor

risiko yang kecil untuk menjadi epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor

yang meningkatkan risiko untuk menjadi epilepsi antara lain kejang yang

atipikal, riwayat keluarga epilepsi awal kejang demam kurang dari umur 9

bulan, perkembangan milestone yang terhambat dan adanya kelainan

neurologis. Insiden untuk menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika terdapat

beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak tanpa faktor risiko.

9. Faktor Risiko Demam Kejang

a. Faktor suhu

Anak dengan demam lebih dari 39˚C mempunyai risiko untuk

mengalami kejang 4,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak

yang mengalami demam kurang dari 39˚C. Demam pada anak paling

sering disebabkan oleh infeksi. Demam yang disebabkan infeksi virus

menjadi penyebab tersering terjadinya kejang demam, sekitar 80%

angka kejadiannya. Setiap terjadi kenaikan suhu tubuh 1˚C dapat

meningkatkan metabolisme karbohidrat 10-15%. Dengan peningkatan

suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukose dan

oksigen. Pada demam tinggi akan mengakibatkan hipoksi jaringan ke

otak. Demam berperan dalam terjadinya perubahan potensial

membran dan akan menurunkan nilai ambang kejang. Bangkitan

kejang terjadi pada suhu tubuh 37˚C – 38,9˚C sebanyak 11%


26

penderita, pada suhu 38,9˚- 39,9˚C sebanyak 69% penderita dan

demam diatas 40˚C sebanyak 20%

b. Faktor Usia

Dari penelitian yang pernah dilakukan sekitar 2,5 – 5% anak

pernah mengalami kejang demam sebelum umur 5 tahun.1 Kejang

demam banyak mengenai anak usia 3 bulan – 5 tahun dan

terbanyak umur 14- 18 bulan.2,3 Kejang demam terjadi lebih dari

90% pada anak usia di bawah 5 tahun. Hampir 5% anak berumur

di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang

selama hidupnya. 5 10 Usia tersebut berkaitan dengan fase

perkembangan otak yaitu masa development window, masa dimana

dimulainya perkembangan otak dimulai fase organisasi yaitu pada

waktu anak berumur kurang dari 2 tahun. Anak dibawah usia 2

tahun mempunyai nilai ambang kejang (threshold) rendah,

sehingga mudah terjadi kejang demam. Threshold adalah stimulasi

paling rendah yang dapat menyebabkan depolarisasi perkembangan

otak.

c. Faktor Jenis Kelamin

Laki-laki lebih berisiko terjadi kejang demam, dua kali lipat

lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal

tersebut disebabkan karena pada wanita di didapatkan maturasi

serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.13 Diperkuat

dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.Kariadi pada bulan


27

Oktober tahun 2010 dengan 36 kasus, menunjukkan bahwa 19

pasien laki-laki menderita kejang demam dan 17 sisanya adalah

perempuan.22,23 Hasil penelitian lain juga menyebutkan dari 148

penderita kejang demam, terdiri dari laki-laki 94 (63,5%) dan

perempuan sebanyak 54 (36,5%) penderita

d. Faktor riwayat keluarga

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Amerika

oleh Hauser dkk menunjukkan bahwa penderita demam disertai

dengan riwayat keluarga pernah menderita kejang demam

mempunyai risiko untuk terjadi kejang demam sebesar 2,7%.

Sedangkan, apabila salah satu orang tua pernah menderita kejang

demam berisiko terjadi bangkitan kejang demam sebesar 10% dan

apabila kedua orang tuanya mempunyai riwayat pernah menderita

kejang demam risiko meningkat menjadi 20%. Pewarisan risiko

kejang demam ibu dibandingkan ayah sebesar 27% : 7%. Sebanyak

25- 11 40% penderita kejang demam mempunyai keluarga dengan

riwayat pernah kejang demam.

e. Faktor prenatal dan perinatal

Riwayat kehamilan ataupun persalinan sebagai salah satu

faktor risiko kejang demam berkaitan dengan pematangan otak

ataupun jejas pada otak akibat prematuritas dan proses persalinan.

Insiden kejang demam pada anak yang dilahirkan dari ibu dengan

riwayat konsumsi rokok dalam sehari lebih dari 10 batang


28

mempunyai risiko menderita kejang demam. Insiden kejang demam

pada ibu dengan riwayat perokok sewaktu hamil terjadi sebesar

4,4%. Ibu dengan konsumsi rokok per hari lebih dari 10 batang

mempunyai risiko 1,25 kali mempunyai anak menderita kejang

demam

f. Faktor usia ibu hamil

Usia ibu saat hamil berperan dalam menentukan status

kesehatan bayi yang dilahirkan. Pada usia ibu kurang dari 20 tahun

atau lebih dari 35 tahun lebih berisiko menyebabkan adanya

komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan dan

persalinan dapat menyebabkan prematuritas, bayi berat lahir rendah

dan partus lama. Keadaan tersebut dapat menyebabkan bayi lahir

asfiksia. Pada asfiksia terjadi hipoksi dan iskemi. Hipoksi dapat

menyebabkan rusaknya faktor inhibisi sehingga mudah timbul

kejang.

g. Faktor Umur Kehamilan

Anak yang dilahirkan dari ibu dengan kehamilan postterm

dan ibu yang mempunyai riwayat kejang demam mempunyai risiko

terjadi kejang demam sebesar 28%. Bayi lahir preterm berisiko 3

kali untuk terjadi kejang demam dibandingkan bayi yang lahir

aterm.
29

h. Faktor BBLR

Bayi dengan berat lahir rendah yaitu bayi lahir kurang dari

2500 gram. Risiko terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi

berat lahir kurang dari 2500 gram sebesar 3,4% dan bayi berat lahir

diatas 2500 berisiko 2,3%. Bayi dengan BBLR dapat mengalami

hipokalsemia dan hipoglikemia. Keadaan tersebut diatas dapat

menyebabkan kerusakan otak sehingga pada perkembangan

selanjutnya terganggu dan dapat menyebabkan kejang

i. Faktor Asfiksia

Asfiksia merupakan penyebab terbanyak bangkitan kejang

demam pada proses persalinan dan prenatal. Asfiksia dapat

menimbulkan adanya lesi di daerah hipokampus yang selanjutnya

dapat menyebabkan kejang. Bangkitan kejang demam dapat terjadi

tergantung pada lamanya asfiksia, derajat beratnya asfiksia dan usia

janin.

j. Faktur Partus Lama

Persalinan yang sukar dan lama dapat meningkatkan risiko

terjainya cedera mekanik dan hipoksia janin, dengan manifestasi

klinis kejang. Bayi dilahirkan dengan masalah persalinan dapat

menyebabkan hipoksi otak pada saat dilahirkan. Hipoksia

menyebabkan kerusakan enzim glutamic acid decarboxyase (GAD)

pada GABAergic. Enzim tersebut berperan dalam pembentukan

GABA, sehingga enzim tersebut menyebabkan pembentukan


30

GABA tergnggu. Gangguan pembentukan GABA menyebabkan

gangguan inhibisi menururn, sehingga menurunkan nilai ambang

kejang. Chan KK( 2007) melakukan penelitian di sebuah Rumah

Sakit di Hongkong dengan pengambilan data dari tahun 2002-2004

di 13 dapatkan 181 pasien kejang demam. Terdapat 4 (2,2%) bayi

lahir dengan riwayat partus lama mengalami kejang demam. Dari

kesimpulan diatas bayi yang dilahirkan dari ibu dengan problem

kehamilan dan persalinan mempunyai risiko terjadinya kejang

demam pada masa anak

10. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari

penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer

lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau

feses. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan/

menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau

menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak

jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan

pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada :

a. Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan

b. Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan

c. Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan


31

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasi.

EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas

misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.

Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak dianjurkan

pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya

menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI boleh dilakukan

pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan kejang

fokal untuk mencari lesi organic di otak. CT scan biasanya tidak perlu

dalam evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana yang

pertama kali. CT scan dilakukan pada pasien dengan kejang demam

kompleks.

11. Penatalaksanaan

a. Pengobatan fase akut

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus

mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak.

Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut :

1. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi

menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya

tersedak.

2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti

sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat

menyumbat jalan nafas.


32

3. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

4. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak

memerlukan penanganan khusus.

5. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di

bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan

anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih

berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan

bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa

menyatakan batasan menit.

6. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa

menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada

kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak

lemas.

7. Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di

lakukan selain point-point di atas adalah sebagai berikut :

a. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat

b. Pemberian oksigen melalui face mask

c. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal (melalui)

atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse

d. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

12. Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat

sangat pada orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi


33

kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak mengakibatkan

kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun

epiksi.

Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa

adanya demam kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam.

Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi

bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami

oleh anak dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun

begitu antara 95 – 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak

menimbulkan epilepsy.

Komplikasi yang paloing umum dari kejang demam adalah

adanya kejang demam berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami

kejang berulang jika ,ereka demam kembali. Sekitar 33% anka akan

mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko

terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika pada kejang yang

pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi.

B. Konsep Anak

1. Definisi Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan

bahwa, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk

anak yang masih didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan


34

akan pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak

tersebut berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun

(Damayanti,2008).

Kebutuhan Dasar Anak Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang

anak secara umum digolongkan menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh)

yang meliputi, pangan atau gizi, perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal

yang layak, sanitasi, sandang, kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan

emosi atau kasih saying (Asih), pada tahun-tahun pertama kehidupan,

hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu atau pengganti ibu

dengan anak merupakansyarat yang mutlakuntuk menjamin tumbuh

kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Kebutuhan

akan stimulasi mental (Asah), stimulasi 10 mental merupakan cikal bakal

dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak.

Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan mental

psikososial diantaranya kecerdasan, keterampilan, kemandirian,

kreaktivitas, agama, kepribadian dan sebagainya

2. Tingkat Perkembangan Anak menurut Damaiyanti (2008)

a. Usia bayi (0-1 tahun)

Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan

pikirannya dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi

lebih banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat

lapar, haus, basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa

mengekspresikan perasaannya dengan menangis. Walaupun demikian,


35

sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku orang dewasa

yang berkomunikasi dengannya secara non verbal, misalnya

memberikan sentuhan, dekapan, dan menggendong dan berbicara lemah

lembut. Ada beberapa respon non verbal yang biasa ditunjukkan bayi

misalnya menggerakkan badan, tangan dan kaki. Hal ini terutama

terjadi pada bayi kurang dari enam bulan sebagai cara menarik

perhatian orang. Oleh karena itu, perhatian saat berkomunikasi

dengannya. Jangan langsung menggendong atau 11 memangkunya

karena bayi akan merasa takut. Lakukan komunikasi terlebih dahulu

dengan ibunya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina hubungan yang

baik dengan ibunya.

b. Usia pra sekolah (2-5 tahun)

Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah 3

tahun adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga mempunyai perasaan

takut oada ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa

yang akan akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu,

anak akan merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh

karena itu jelaskan bagaimana akan merasakannya. Beri kesempatan

padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat

tersebut tidak berbahaya untuknya. Dari hal bahasa, anak belum mampu

berbicara fasih. Hal ini disebabkan karena anak belum mampu berkata-

kata 900-1200 kata. Oleh karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata

yang sederhana, singkat dan gunakan istilah yang dikenalnya.


36

Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional seperti boneka.

Berbicara dengan orangtua bila anak malu-malu. Beri kesempatan pada

yang lebih besar untuk berbicara tanpa keberadaan orangtua. 12 Satu hal

yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan dalam

berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah

dicapainya.

c. Usia sekolah (6-12 tahun)

Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang

dirasakan yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila

berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan anak diusia ini harus

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak dan berikan contoh

yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Anak usia sekolah

sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa.

Perbendaharaan katanya sudah banyak, sekitar 3000 kata dikuasi dan

anak sudah mampu berpikir secara konkret

d. Usia remaja (13-18)

Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari akhir

masa anak-anak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola piker dan

tingkah laku anak merupakan peralihan dari anak-anak menuju orang

dewasa. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan

masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress, jelaskan

bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia

percaya. 13 Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri


37

merupakan hal yang prinsip dalam berkomunikasi. Luangkan waktu

bersama dan tunjukkan ekspresi wajah bahagia.

3. Tugas Perkembangan Anak

Perkembangan Anak Tugas perkembangan menurut teori

Havighurst (1961) adalah tugas yang harus dilakukan dan dikuasai

individu pada tiap tahap perkembangannya.

Tugas perkembangan bayi 0-2 adalah berjalan, berbicara,makan

makanan padat, kestabilan jasmani.

Tugas perkembangan anak usia 3-5 tahun adalah mendapat

kesempatan bermain, berkesperimen dan berekplorasi, meniru, mengenal

jenis kelamin, membentuk pengertian sederhana mengenai kenyataan

social dan alam, belajar mengadakan hubungan emosional, belajar

membedakan salah dan benar serta mengembangkan kata hati juga proses

sosialisasi.

Tugas perkembangan usia 6-12 tahun adalah belajar menguasai

keterampilan fisik dan motorik, membentuk sikap yang sehat mengenai

diri sendiri, belajar bergaul dengan teman sebaya, memainkan peranan

sesuai dengan jenis kelamin, mengembangkan konsep yang diperlukan

dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan keterampilan yang

fundamental, mengembangkan pembentukan kata hati, moral dan sekala

nilai, mengembangkan sikap yang sehat terhadap kelompok sosial dan

lembaga.
38

Tugas perkembangan anak usia 13-18 tahun adalah menerima

keadaan 14 fisiknya dan menerima peranannya sebagai perempuan dan

laki-laki, menyadari hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya dan

kedua jenis kelamin, menemukan diri sendiri berkat refleksi dan kritik

terhadap diri sendiri, serta mengembangkan nilai-nilai hidup.

C. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan landasan dalam

proses keperawatan. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian

tentang masalah masalah yang sedang dialami pasien, sehingga dapat

memberikan arah dan tujuan yang baik dalam memberikan asuhan

keperawatan.

Keberhasilan proses keperawatan ini sangat tergantung pada tahap

ini. Tahap tahap ini terbagi dalam beberapa bagian diantaranya :

Data dan Pola Kebutuhan

a. Identitas Klien

Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

digunakan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. registrasi,

tangal masuk rumah sakit, dan diagnose medis.

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) :

demam, iritabel, menggigil, kejang).


39

2. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien

saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas.

3. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau

penyakit lain yang pernah diderita oleh klien) : pernah kejang

dengan atau tanpa demam.

4. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau

penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain

baik bersifat genetik atau tidak) : orang tua, saudara kandung

pernah kejang.

5. Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang

6. Riwayat imunisasi

c. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,

panjang badan, usia)

2. Pemeriksaan persistem

a. Sistem persepsi sensori :

1. Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal

2. Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab /

kering

b. Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing

c. Sistem pernafasan: dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,

dengan Gejala : iktal : gigi mengatup,


40

sianosis, pernafasan menurun atau cepat

peningkatan sekresi mucus

d. Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak

teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin, sianosis

perifer

e. Sistem gastrointestinal :

1. Mulut : membran mukosa lembab / kering

Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah

yang berhubungan efektifitas kejang.

Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama

kejang

2. Perut : turgor kulit abdomen , kembung / meteorismus,

distensi

3. Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume,

bau, konsistensi, darah, melena.

f. Sistem integumen : kulit kering / lembab

g. Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria

d. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : sanitasi,

2. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah

e. Pola eleminasi

1. Bab : frekuensi, warna (merah / hitam ), konsistensi, bau, darah

2. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir, oliguria, anuria


41

Gejala : inkontinensia episodic

Tanda :

a. Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus

spingfer

b. postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan

inkontinensia ( baik urin atau Fekal )

f. Keamanan

Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur

Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan

kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

7. Nyeri atau kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal

Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus

otot, tingkah laku distraksi atau gelisah

8. Tumbuh Kembang Anak

Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus,

perkembangan motorik kasar, perkembangan bahasa, dan

perkembangan perilaku/adaptasi sosial.

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengembangkan

kemampuan motoric halus dan motoric kasarnya untuk melakukan

aktifitas sehari harinya.

1. Perkembangan Motorik Halus


42

Perkembangan motorik halus pada tiap tahap

perkembangan anak adalah sebagai berikut.

a. Usia 1-4 bulan

1. Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat

melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek,

mengikuti objek dari sisi, mencoba memegang dan

memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda

tapi terlepas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang

benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di

tangan walaupun hanya sebentar.

2. Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap

perkembangan anak adalah sebagai berikut :

b. Usia 1-4 tahun

Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai

dengan kemampuan mengangkat kepala. Bayi sudah dapat

mengangkat kepalanya saat tengkurap, belajar mencoba

duduk sebentar dengan cara ditopang, kemudian mampu

untuk duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di

pangkuan orang lain ketika disokong pada posisi berdiri,

dapat mengontrol kepalanya dengan sempurna, mampu

mengangkat kepala sambil berbaring telentang, dan berguling


43

dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang

fleksi, dan berusaha merangkak.

2) Perkembangan Bahasa

Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap

tahap usia anak.

a.) Usia 1-4 bulan Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai

dengan adanya kemampuan bersuara dan tersenyum,

mengucapkan huruf hidup, berseloteh, mengucapkan kata “

ooh/aah”, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta

bereaksi dengan mengoceh.

3.) Perkembangan Perilaku /Adaptasi Sosial

Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia

adalah sebagai berikut :

2) Usia 1-4 bulan Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini

dapat diawali dengan kemampuan mengamati tangannya;

tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak

tersenyum ; mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman,

pendengaran, dan kontak; tersenyum pada wajah manusia ;

waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga ;

membentuk siklus tidur bangun; menangis bila terjadi sesuatu

yang aneh ; membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak

dikenal ; senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya ; serta

terdiam bila ada orang yang tak dikenal (asing). (Wong,2000).


44

c. Aktifitas dan Istirahat

Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam

beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau

orang terdekat atau pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter

atau kontraksi otot ataupun sekelompok otot

d. Diagnosa Keperawatan

1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.

2. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan aktifitas motorik yang

meningkat (kejang)

3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan nafsu makan menurun.

3. Intervensi Keperawatan

a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit infeksi.

Tujuan : menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal

Kriteria Hasil : suhu 36-37 ℃, nadi dan RR dalam rentang normal,

tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa

nyaman.

Intervensi :

1. Monitor TTV, turgor kulit dan membrane mukosa

Rasional : mencegah terjadinya hiperpireksia

2. Monitor intake dan output cairan

Rasional : berkaitan dengan kenaikan suhu tubuh


45

3. Beri kompres hangat dibagian axilla atau bagian kepala.

Rasional : memindahkan panas pada tubuh ke kompres yang

lebih hangat.

4. Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat

Rasional : keringat tidak lengket pada kulit tetapi dapat

diserap oleh kain.

5. Berikan cairan parental.

Rasional : menjaga keseimbangan cairan tubuh.

6. Kolaborasi pemberian obat antiperetik.

Rasional : Diazepam 0,3 – 0,5 mg/Kg BB/hr menurunkan

panas tubuh yang tinggi, fenobarbital 4-5 mg/Kg BB/ hari

diberikan setelah kejang terakhir dan dihentikan selama 1-2

bulan.

e. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan aktifitas motorik yang

meningkat (kejang)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapakn risiko tinggi cidera teratasi.

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi kejang berulang.

2. Tidak terjadi trauma fisik selama kejang.

Intervensi :

1. Jelaskan pada keluarga akibat akibat yang terjadi saat kejang

berulang (lidah tergigit).


46

Rasional : penjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk

meningkatkan pengetahuan dalam mengatsi kejang (lidah

tergigit).

2. Sediakan spatel lidah yang telah dibungkus gas verban

Rasional : spatel lidah digunakan untuk menahan lidah jika

tergigit.

3. Beri posisi miring kiri/ kanan.

Rasional : mencegah aspirasi pada lambung

4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti

konvulsan.

Rasional : obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan

motoric dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan

motoril yng berlebihan.

f. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan nafsu makan menurun.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :

1. Berat badan naik

2. Kebutuhan akan kekurangan nutrisi dapat terpenuhi

Intervensi :

1. Observasi gejala cardinal setiap 3 jam

Rasional : deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan

intervensi segera.
47

2. Berikan penjelasan keluarga klien tentang penyebab gangguan

pemenuhan nutrisi, pentingnya nutrisi bagi tubuh dan cara

mengatasinya.

Rasional : dengan diberikan penjelasan keluarga diharapkan

mengerti, dapat mendukung program perawatan yang diberikan.

3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diit.

Rasional : dengan diberi makanan per sonde doharapakn

kebutuhan nutrisi terpenuhi

4. Lakukan penimbangan berat badan setiap 3 hari sekali.

Rasional : deteksi perubahan berat badan penurunan atau

kenaikan berat badan sehingga evaluasi pemberian diet.

4. Implementasi Keperawatan

Penatalaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap ini merupakan tahap tahap ke empat

dalam proses asuhan keperawatan. Oleh karena itu penatalaksanaan

dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan sesuai skala urgnt dan non

urgent. Dalam penatalkasaan tindakan ada tiga yang harus dilalui yaitu :

persiapan, perencanaan, dan pendokumentasian (Nur salam, 2001).

5. Evaluasi

Adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang

sistematis pada status kesehatan klien. Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu

evaluasi formatif atau evaluasi jangka pendek dimana evaluasi ini

dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai


48

tujuan akhir. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi akhir atau

jangka panjang, dimana evaluasi dilakukan pada akhir tindakan

keperawatan. System penulisan pada tahap evaluasi ini umumnya

menggunakan system SOAP (Nursalam, 2010).

Adapun tujuan evaluasi yang diharapkan dalam pemberian asuhan

keperawatan pada klien dengan kejang demam adalah :

a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit infeksi teratasi

b. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan aktifitas motoric yang

meningkat

c. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan nafsu makan menurun.

D. Konsep Kompres Hangat

1. Defnisi Kompres Hangat

Definisi Kompres adalah bantalan dari linen atau meteri lainnya

yang dilipat-lipat, dikenakan dengan tekanan, kadang-kadang

mengandung obat dan dapat basah ataupun kering, panas ataupun dingin

(Kamus Dorland, 2007).

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah

tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat

pada bagian tubuh yang memerlukan. Pemberian kompres dilakukan

pada radang persendian, kekejangan otot, perut kembung, dan

kedinginan.
49

2. Tujuan Pemberian Kompres Hangat

Adapun tujuan dari pemberian kompres yaitu menurunkan suhu

tubuh, mengurangi rasa sakit atau nyeri, mengurangi perdarahan dan

membatasi peradangan.

Beberapa indikasi pemberian kompres adalah :

a. klien dengan suhu tinggi,

b. klien dengan perdarahan hebat,

c. dan pada klien kesakitan.

d. Memperlancar sirkulasi darah,

e. Memberi rasa hangat,nyaman dan tenang pada klien,

f. Memperlancar pengeluaran eksudat, Merangsang peristaltik usus

3. Mekanisme Kompres Terhadap Tubuh

Kompres hangat dan dingin mempengaruhi tubuh dengan cara

yang berbeda. Kompres dingin mempengaruhi tubuh dengan cara

vasokontriksi pembuluh darah, mengurangi oedem, mematirasakan

sensasi nyeri, memperlambat proses inflamasi, mengurangi rasa gatal.

Sedangkan kompres hangat mempengaruhi tubuh dengan vasodilatasi

pembuluh darah, memberi nutrisi dan oksigen pada sel, meningkatkan

suplai darah, dan mempercepat penyembuhan. (Barbara R Hegner, 2013).

Kompres hangat merupakan pemberian kompres kompres hangat

dimana tubuh akan memberikan sinyal ke hipothalamus melalui sumsum

tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas dihipotalamus

dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai


50

berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah

diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak,

dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi

vasodilatasi (Wolf, 1984). Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan energi panas melalui kulit meningkat.

4. Prosedur Pemberian Kompres Hangat

Pemberian kompres pada daerah leher, ketiak dan lipat paha

mempunyai pengaruh yang baik dalam menurunkan suhu tubuh karena

ditempat-tempat itulah terdapat pembuluh darah besar yang akan

membantu mengalirkan darah. Sedangkan kompres pada daerah abdomen

baik karena reseptor yang memberi sinyal ke hipotalamus lebih banyak

(Guyton, 2002)

a. Alat dan Bahan

Adapun peralatan yang diperlukan antara lain : Larutan kompres

berupa air hangat 40° dalam wadah (kom), Handuk / kain / washlap

untuk kompres, Handuk pengering, Sarung tangan, Termometer.

b. Prosedur Tindakan

1. Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan

2. Cuci tangan

3. Ukur suhu tubuh

4. Basahi kain pengompres dengan air, peras kain sehingga tidak

terlalu basah
51

5. Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres (dahi, ketiak,

perut, leher, bagian belakang)

6. Tutup kain kompres dengan handuk kering

7. Apabila kain telah kering atau suhu kain relatif menjadi dingin,

masukkan kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan

letakkan kembali di daerah kompres, lakukan berulang-ulang

hingga efek yang diinginkan dicapai

8. Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 20

menit

9. Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh

yang basah dan rapikan alat

10. Cuci tangan

c. Evaluasi

1. Respon klien

2. Alat kompres terpasang dengan benar

3. Suhu tubuh klien membaik

d. Dokumentasi

1. Waktu pelaksanaan

2. Catat hasil dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan dan di

evaluasi

3. Nama perawat yang melaksanakan


52

E. KERANGKA TEORI

Kejang Demam Komplikasi :


a. Kerusakan
Neurotransmiter
b. Epilepasi
Penatalaksanaan
c. Kelainan Anatomis
Keperawatan :
di Otak
a. Pastikan (airway,
d. Kelainan Neurologis
breating, circulation)
b. Baringkan pasien di
tempat yang datar
c. Pasang sudip lidah Penatalaksanaan Medis :
yang telah dibungkus Diberikan diazeparm melalui
kassa
intravena (iv), intra muscular
d. Longgarkan pakaian (im), atau rectal
anak untuk
memberikan jalan
nafas yang adekuat

Faktor Pengetahuan :
a. Pendidikan
Pengetahuan Ibu b. Pekerjaan
c. Umur
d. Budaya
e. Lingkungan
Pendidikan
f. informasi
kesehatan
(wulandari & Erawati, 2016 ; Mubarok, 2007)

Gambar 2.3 Kerangka Teori


53

F. KERANGKA KONSEP

Tempat pengukuran
suhu tubuh : Hasil suhu tuhuh
a. Axilla
b. direktal

Gambar 2.4 Kerangka Konsep


54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis/ Desain Studi Kasus

Jenis penelitian ini adalah desktiptif dengan menggunakan metode

pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan dengan

meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit

tunggal. Unit tunggal dapat berarti satu orang atau sekelompok penduduk

yang terkena suatu masalah (Notoatmojo,2014)

Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompres hangat

terhadap kejang demam pada anak.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang pasien yang mengalami

masalah dengan demam kejang di ruang Al Atfal Rumah Sakit Siti Aisyah

Kota Lubuklinggau.

Adapun kriteria inkulusi subjek dalam studi kasus ini adalah sebagai

berikut :

1. Keluarga/ ibu klien yang bersedia menjadi responden penelitian.

2. Keluarga/ ibu klien kooperatif dalam pemberian kompres hangat.

3. Keluarga/ ibu klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4. Anak usia 0 bulan s/d 5tahun.

C. Fokus Studi Kasus


55

Fokus studi dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh kompres hangat

terhadap kejang demam adalah anak usia 0 bulan sampai dengan ≤ 5 tahun.

D. Definisi Operasional Fokus Studi

1. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
o
tubuh ( suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranial.

2. Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh

yang memerlukan tindakan ini

3. Anak adalah seseorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum

mengalami pubertas yang dalam periode perkembangan masa dari bayi hingga

usia lima tahun atau enam tahun yang disebut dengan periode prasekolah.

E. Pengumpulan data dan Instrumen Studi Kasus

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan

observasi sebelum dan sesudah pelaksanaan pemberian kompres dengan

menggunakan air hangat.

2. Langkah Pengumpulan Data

Pada penelitian ini cara pengumpulan data yang digunakan adalah

dengan observasi sebelum dan sesudah pelaksanaan pemberian kompres

hangat.

Langkah langkah pengumpulan data yaitu sebagai berikut :

a. Mengurus perizinan dengan rumah sakit Siti Aiyah Kota Lubuklinggau

untuk melakukan penelitian.


56

b. Menjelaskan maksud, tujuan, dan waktu penelitian pada kepala ruangan

atau perawat, penanggung jawab di tempat penelitian dan melibatkan

subjek ke dalam penelitian.

c. Meminta subjek atau penanggung jawab subjek untuk menandatangani

lembar informed consent sebagai bukti persetujuan tindakan.

d. Mengidentifikasi atau mendiskusikan dengan subjek atau orang tua

tentang pemberian kompres hangat.

e. Disepakati jenis pemberian kompres hangat yaitu dengan menggunakan

air hangat ruam ruam kuku.

f. Melakukan pemeriksaan vital sign sebelum melakukan tindakan

pemberian kompres hangat.

g. Melakukan pemberian terapi kompres hangat setiap hari

h. Subjek diminta untuk menempelkan kompres air hangat yang

diberikan.

i. Setelah 15 menit pemberian kompres iar hangat dilakukan pemeriksaan

tanda tanda vita.

j. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adakah pengaruh penurunan

suhu tubuh pasien setelah dilakukan pemberian kompres air hangat.

3. Instrumen Studi Kasus

Pada Penelitian ini peneliti menggunakan pedoman observasi

(Checklist) yang terdiri dari SOP pemberian kompres hangat terhadap

kejang demam pada anak yang telah di rancang sebelumnya dengan

memperhitungkan aspek aspek terkait.


57

F. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Penelitian dilakukan di RS. Siti Aisyah kota Lubuklinggau ruang Al

Atfal pada bulan Mei 2018.

G. Analisa Data dan Penyajian Data

1. Analisa Data

Pengolahan data menggunakan analisis deksriptif adalah digunakan

untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan data yang terkumpul

untuk membuat suatu kesimpulan (Notoatmojo, 2012)

Pengolahan data ini dilakukan untuk mengetahui adanya pemberian

kompres hangat ini pengolahan data ini dilakukan untuk mengetahui

adanya penurunan suhu tubuh setelah dilakukan intervensi keperawatan

dengan pemberian kompres hangat. Adapun cara menilai suhu tubuh

dengan cara mengukur secara langsung suhu menggunakan thermometer

yang hasil ukurnya dalam detajat celcius.

2. Penyajian Data

Setelah dilakukan pengolahan data dan didapatkan hasil penelitian,

maka data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk teks dan table.

H. Etika Studi Kasus

Menurut Notoadmojo, 2012, ada empat prinsip dipegang teguh yakni :

1. Menghormati Harkat dan martabat manusia (respect for human

dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian disamping itu Peneliti


58

juga memberikan kebebasan kepada subyek untuk berpartisipasi atau tidak

berpartisipasi dalam penelitian.

2. Menghormati Privasi dan Kerahasian Subyek Penelitian (Respect for

Privacy and Confidentially)

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan

kerahasian identitas subyek.

3. Keadilan dan Inklusivitas/ Keterbukaan (Respect for Justice an

Inclusiveness)

Prinsipnya keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian untuk itu lingkungan peneliti

perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan yakni dengan

menejalaskan prosedur penelitian.

4. Memperhatikan manfaat dan kerugian yang timbul(Balancing Harms

and Benefits)

Sebuah studi kasus hendaknya memperolah manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subyek penelitian

khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang

akan merugikan bagi subyek. Oleh sebab itu pelaksanaan penelitian harus

dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stress,

maupun kematian subyek penelitian.


59

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian beserta pembahasannya yang

meliputi penjabaran data umum dan khusus serta analisis perubahan mengenai

penurunan suhu tubuh baik sesudah dilakukan kompres hangat maupun sebelum

dilakukan pemberian kompres hangat pada pasien anak dengan kejang demam di

ruang rawat inap Al Athfal RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau tahun 2017.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah

Kota Lubuklinggau. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Aisyah adalah

rumah sakit milik pemerintah kota Lubuklinggau, yang pertama kali didirikan

berdasarkan akte notaris Badiah Azhary, SH No. 35 pada tanggal 30 Maret

1990 dalam bentuk Yayasan Rumah Sakit Siti Aisyah berdasarkan surat izin

sementara Kanwil Depkes Propinsi Sumatera Selatan Nomor.

YM.01.02.3.2.8420 tanggal 10 Oktober 1994.

Pada tahun 2012 Rumah Sakit Umum Daerah Kota Lubuklinggau resmi

menjadi Rumah Sakit Kelas C berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor : HK. 03.05/I/907/12 tentang Penetapan Kelas

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Lubuklinggau Propinsi Sumatera Selatan

tanggal 7 Juni 2012.


60

Sejalan dengan perkembangannya maka pada tanggal 31 Mei 2010

maka dilantiklah pejabat struktural pada lingkungan Rumah Sakit Umum

Daerah Siti Aisyah Kota Lubuklinggau berdasarkan SK Walikota

Lubuklinggau Nomor : 821.2/98/KPTS/BKD.III/2010 tanggal 29 Mei 2010,

mengacu pada Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau Nomor 3 Tahun 2008

tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota

Lubuklinggau (Lembaran Daerah Kota Lubuklinggau Tahun 2008 Nomor 13)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau

Nomor 9 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota

Lubuklinggau Nomor 3 Tahun 2008 tentang Sussunan Organisasi dan Tata

Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Lubuklinggau (Lembaran Daerah Kota

Lubuklinggau Tahun 2011 Nomor 9). Kemudian direvisi ulang menjadi

Peraturan Walikota Lubuklinggau Nomor 14 Tahun 2013 tentang Penjabaran

Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau.

Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota Lubuklinggau berlokasi

di jalan Lapter Silampari Kelurahan Air Kuti Kecamatan Lubuklinggau

Timur 1 dengan Luas Kompleks sebesar 19.139.5 m².

Layanan Kesehatan yang tersedia di RSUD Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau sebagai berikut :

a. Layanan Rawat Jalan

b. Layanan Rawat Inap

Layanan Gawat Dadurat


61

Anda mungkin juga menyukai