Anda di halaman 1dari 34

CASE REPORT

GLAUKOMA AKUT

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Denti Puspasari Sp.M

Diajukan Oleh :
Puput Agus Sulistiawaty J510170063
Zella Novi Rahmaningrum J510170076
Nurul Hidayah J510170104

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD DR HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
Case Report
GLAUKOMA AKUT

Oleh :
Puput Agus Sulistiawaty J510170063
Zella Novi Rahmaningrum J510170076
Nurul Hidayah J510170104

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pada hari tanggal Mei 2018

Pembimbing:
dr. Denti Puspasari Sp.M ( )

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Denti Puspasari Sp.M ( )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD DR HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Usia : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dukuh Tenun
Tanggal Pemeriksaan : 24 April 2018

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD Harjono Ponorogo
 Keluhan Utama :
Mata kanan terasa sakit
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD DR.Harjono ponorogo dengan keluhan
mata kanan nyeri dirasakan terus menerus, cekot-cekot disertai sakit kepala sebelah
kanan, sejak ± 2 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan mata kanan berair,
pandangan silau, mata terasa mengganjal, penglihatan mata kanan kabur. Mata tidak
terasa gatal, tidak terdapat banyak kotoran mata. Pasien juga merasakan mual dan
mengalami muntah, demam (-), batuk (-), pilek (-).
Pasien mengatakan 2 hari yang lalu mata kanan terkena daun padi. Pasien sudah
membeli obat tetes mata di warung, tetapi lupa nama obatnya, pasien menggunakan
obat tetes tersebut tetapi tidak ada perubahan, sebelumnya pasien belum berobat ke
dokter.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat menggunakan kacamata : disangkal
Riwayat sakit mata : disangkal
Riwayat Trauma di mata : disangkal
Riwayat operasi di mata : disangkal
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat menggunakan kacamata : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg Suhu : 36ºC
Nadi 80x/menit RR : 19x/menit
Status Gizi : Cukup
Status opthalmologi

OCULUS DEXTER OCULUS SINISTRA

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 1/60 5/10
2. Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)
Spasme (-) Spasme (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
4. Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Spasme (-) Spasme (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Masa (-) Masa (-)
5. Konjungtiva palpebra : Folikel (-) Folikel (-)
Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
6. Konjungtiva bulbi : Injeksi siliar dan Injeksi siliar dan
konjungtiva (+) konjungtiva (-)
Pterigium (+) grade 2 Sekret (-)
Sekret (-) Khemosis (-)
Khemosis (-)
7. Kornea : Udem (+) Jernih
Keruh (+) Sikatrik (-)
Sikatrik (-) Infiltrat (-)
Infiltrat (-)
8. COA : Dangkal Cukup
- Kedalaman Hipopion (-) Hipopion (-)
Hifema (-) Hifema (-)
9. Iris : Sinekia (-) Sinekia (-)
Coklat Coklat
10. Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter ±7 mm ±3 mm
- Reflek (-) +N
- Isokor (-) (-)
11. Lensa Keruh Tak Rata Keruh tak rata
Pemeriksaan penunjang:
Tonometer Schiotz
- TIO OD : 50,6
- TIO OS : 19,6

D. DIAGNOSIS BANDING
OD: Glaukoma akut OS : katarak senilis imatur
Uveitis anterior
Keratitis
E. DIAGNOSIS KERJA
OD Glaukoma akut
OS Katarak senilis imatur
F. PENATALAKSANAAN
Topikal : Timolol 0,5% ED 2x1 OD
Xitrol ED 4x1 OD
Sistemik : Acetazolamide 3x250 mg
Potassium Chloride 1x1 tab
Asam Mefenamat 3x1 tab
G. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : bonam
2. Quo ad sanationam : dubia ad malam
3. Quo ad functionam : dubia ad malam
H. EDUKASI
1. Edukasi pasien dan keluarga bahwa glaukoma akut tergolong kedaruratan mata, dimana
tekanan intra okuler harus segera diturunkan.
2. Edukasi pasien dan keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan glaukoma.
3. Edukasi agar keluarga pasien dengan riwayat glaukoma untuk memeriksakan matanya
secara teratur.
I. PEMBAHASAN
Diagnosis pasa pasien ini adalah OD glaukoma akut yang berdasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan yang mengarah pada dignosis tersebut. Anamnesis didapatkan
pasien mengeluh mata kanan nyeri dirasakan terus menerus, cekot-cekot disertai sakit
kepala sebelah kanan, sejak ± 2 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan mata
kanan berair, pandangan silau, mata terasa mengganjal, penglihatan mata kanan kabur. Mata
tidak terasa gatal, tidak terdapat banyak kotoran mata. Pasien juga merasakan mual dan
mengalami muntah, demam (-), batuk (-), pilek (-).
Pemeriksaan status oftamologis didapakan penurunan visus yaitu visus OD 1/60 dan
OS 5/10. Selain itu konjungtiva terlihat merah, kornea udem dan keruh, COA dangkal, pupil
bulat melebar ± 7mm dan reflek pupil (-). Dan dari pemeriksaan tonometer didapatkan
bahwa tekanan intakuler mata kanan sangat tinggi yaitu 50,6.
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan maka pasien
ini dapat didiagnosa sebagai glaukoma akut mata kanan. Yang mana glaukoma adalah suatu
neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus,
pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan intraokuler. Pada
glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang
dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik
yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan lain pada
mata sehingga dapat disimpulkan bahwa ini merupakan suatu glaukoma primer.
Pengobatan glaukoma pada pasien ini ditujukan untuk menurunkan tekanan bola
mata dimana peningkatan tekanan ini secara berangsur-angsur dapat mengakibatkan
rusaknya papil nervus optik. Pada pasien ini diberikan topikal Timolol yang merupakan
golongan beta blocker yang bekerja menurunkan TIO dengan cara menginhibisi produksi
humor akueous. Onset kerja dari beta blocker ini terhadap produksi humor akueous mulai
satu jam setelah pemberian sampai empat minggu setelah pengobatan. Acetazolamide
termasuk golongan karbonik anhidrase yang bekerja menurunkan produksi humor akueous
secara langsung dengan mengantagoniskan aktifitas dari epitel siliar karbonik anhidrase
sehingga menurunkan produksi humor akueous dan menurunkan TIO. Pemberian Potassium
Chloride pada pasien ini untuk mengatasi efek samping dari Acetazolamide yang bisa
menyebabkan hipokalemia. Pada pasien ini juga diberikan Xitrol diberikan untuk mengatasi
inflamasi pada bagian anterior mata, Asam Mefenamat diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri. Pasien dianjurkan untuk melakukan untuk dirawat inap agar pengawasan dapat lebih
ketat namun pasien menolak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi


Struktur dasar mata yang berhubungan dengan humor aquos adalah korpus siliaris,
sudut kamera okuli anterior, dan sistem aliran humor aquos.6,7
A. Korpus siliaris

Gambar 2.1 Korpus Siliaris

Berfungsi sebagai pembentuk humor aquos, memiliki panjang 6 mm, membentuk


segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke
pangkal iris. Terdiri dari dua bagian yaitu : anterior: pars plicata ( 2mm), posterior: pars
plana (4 mm). Tersusun dari 2 lapisan sel epitel siliaris:
a. Non pigmented ciliary epithelium (NPE)
b. Pigmented ciliary epithelium (PE)
Humor aquos disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak berpigmen.
Sebagai hasil proses metabolik yang tergantung pada beberapa sistem enzim, terutama
pompa Na+/K+ - ATP ase, yang mensekresikan ion Na+ ke ruang posterior.
Gambar 2.2 Sistem Drainase Aqueous Humor
B. Sudut kamera okuli anterior
Memegang peranan penting dalam proses aliran humor aquos. Dibentuk oleh akar
iris, bagian paling anterior korpus siliaris, sklera spur, trabecular meshwork dan garis
schwalbe (bagian akhir dari membran descemet kornea).
C. Sistem Aliran Humor Aquos

Gambar 2.3 Sistem aliran humor aquos yang normal


Melibatkan trabecular meshwork, kanalis schlemm, saluran kolektor, vena
aqueous, dan vena episklera.
1. Trabecular meshwork
Suatu struktur yang mirip saringan yang dilewati humor aquos, 90 % humor aquos
melewati bagian ini. Terdiri dari 3 bagian:
a. Uvea meshwork
b. Corneoscleral meshwork
c. Juxtacanalicular meshwork

Gambar 2.4 Trabecular Meshwork


2. Kanalis schlemm
Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septa. Dinding
bagian dalam kanalis schlemm dibatasi oleh sel endotel yang ireguler yang memiliki
vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal dibatasi oleh sel gepeng yang halus dan
mencakup pembukaan saluran pengumpul yang meninggalkan kanalis schlemm pada
sudut miring dan berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan vena
episklera.
3. Saluran kolektor
Disebut juga pembuluh aquos intrasklera, berjumlah 25-35, meninggalkan
kanalis schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam vena sklera.

II. Definisi Glaukoma


Glaukoma berasal dari kata Yunani “Glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai atropi
papil saraf optik dan pengecilan lapang pandang. Pada glaukoma akan terdapat
melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi
berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
pada kebutaan.1
III. Epidemiologi Glaukoma
Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua
mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 kebutaan disebabkan penyakit ini. Jumlah orang
Amerika yang akan terserang glaukoma diperkirakan akan meningkat sekitar 3.3 juta pada
tahun 2020. Setiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira
5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) terjadi sekitar 10-
15% pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang asia, terutama pada orang
Burma dan Vietnam di Asia Tenggara. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali
lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih. Pada glaukoma akut
penderitanya lebih didominasi oleh wanita dikarenakan mereka memiliki bilik mata depan
yang lebih sempit dan juga resiko yang lebih besar terjadi pada usia dekade keenam atau
ketujuh.2,3
Glaukoma merupakan masalah kesehatan mata yang penting di Indonesia. Distribusi
penyakit glaukoma di Indonesia sebesar 13,4%. Prevalensi kebutaan akibat penyakit
glaukoma sebesar 0,2% (Depkes, 1997). Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua
terbesar di Indonesia setelah katarak dan seringkali mengenai orang berusia lanjut.4

IV. Klasifikasi Glaukoma8,9,10,11


1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang tersering dijumpai. Sekitar
0,4-0,7 % orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70 tahun
diperkirakan mengidap glaukoma primer sudut terbuka. Diduga glaukoma primer sudut
terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada 50% penderita, secara genetik
penderitanya adalah homozigot. Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk mendapatkan
glaukoma seperti diabetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan miopia.
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau lebih
dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat
gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Gangguan saraf optik
akan terlihat gangguan fungsinya berupa penciutan lapang pandang.
Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang terlihat
gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat adanya variasi diurnal.
Dalam keadaan ini maka dilakukan uji provokasi minum air, pilokarpin, uji variasi diurnal, dan
provokasi steroid.
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan
di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan aquoeus humor yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.3Mulai timbulnya gejala glaukoma primer
sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan.
a. Glaukoma sudut tertutup
Pada glaukoma sudut tertutup, pupil berdilatasi sedang disertai sumbatan pupil. Hal ini
biasanya terjadi pada malam hari, saat tingkat pencahayaan berkurang. Hal tersebut juga dapat
terjadi pada dilatasi pupil untuk oftalmoskopi. Glaukoma sudut tertutup akut primer ditandai
oleh munculnya kekaburan penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, mual serta
muntah. Temuan-temuan lain adalah peningkatan mencolok tekanan intraokular, kamera
anterior dangkal, kornea berkabut, pupil terfiksasi berdilatasi sedang dan injeksi siliaris.
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombé yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran
aquoeus humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan dan kekaburan penglihatan.
2. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma kongenital primer,
yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada sudut kamera anterior; (2) anomali
perkembangan segmen anterior - sindrom Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reiger. Disini
perkembangan iris dan kornea juga abnormal;(3) berbagai kelainan lain, termasuk aniridia,
sindrom Sturge-weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe dan rubela kongenital. Pada keadaan
ini, anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan okular dan ekstraokular lain.
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada 6
bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80% kasus. 3
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan pengurangan
kilau kornea. Peningkatan tekanan intraokular adalah tanda kardinal. Pencekungan diskus
optikus akibat glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting. Temuan-
temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah, edema epitel, robekan membran Descemet, dan
peningkatan kedalaman kamera anterior serta edema dan kekeruhan lensa.
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan
atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau
pada saat itu.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang lain
atau penyakit sistemik yang menyertainnya, seperti:
a) Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma fakolitik dan
fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis/sindrom eksfoliasi)
b) Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c) Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang disertai
prolaps iris)
d) Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan bilik
mata depan post-operasi katarak, blok pupil post-operasi katarak)
e) Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu yang
lama.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah
penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan perdarahan ke dalam mata.
Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler. Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula,
sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut,yang semuanya
meningkatkan glaukoma sekunder.
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena korpus siliar
yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi peningkatan tekanan
intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan trabekular dapat tersumbat
oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat
dalam proses peradangan yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup) dimana sudah
terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata
buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya
glaukoma hemoragik.
V. Patofisiologi12,13,14,15
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan
ekskresi/aliran keluar aqueous humor. Berikut beberapa faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya glaucoma:
1. Tekanan intarokuler yang tinggi: Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21 mmHg
berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata
yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur : Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari
populasi 40 tahun yang terkena glaukoma.
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga: Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita
galukoma mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
4. Obat-obatan: Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Penyakit lain :Riwayat penyakit diabetes, hipertensi

Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan
fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini
didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.
Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran
desemet, kanal schlemm yang menampung cairan mata kesalurannya.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi
kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata (akueus
humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabekular
meshwork. Akueus humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang,
kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan,
tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari
bola mata.
Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan trabekular, sedangkan sudut
bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intraokuler meningkat karena adanya hambatan outflow
humor akuos akibat kelainan mikroskopis pada jalinan trabekular.
Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekanan
intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan seperti
ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadang disebut dengan “dangerous
angle”).
Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut terbuka luas,
perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik mata depan tidak tertutup
dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan dasar antara
glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.
Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka keadaan ini
dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika glaukoma sudut tertutup tidak diketahui
penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup primer.
Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, ini dikenal dengan
glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Apabila penutupan sudut bilik
mata depan tidak sempurna dan kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal dengan glaukoma sudut
tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik, dan disertai dengan sedikit gejala.
Apabila glaukoma sudut tertutup intermitten yang tidak mempunyai gejala, ini dikenal dengan
glaukoma sudut tertutup kreeping.
Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan
berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja, terutama pada
mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 - 4,5mm) yang dapat memungkinkan terjadinya
blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup.
Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih tinggi di bilik mata
belakang daripada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intraokuler di bilik
mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin bertambah juga, ini
dikenal dg iris bombe, yang membuat perifer iris kontak dengan jalinan trabekuler, dan
menyebabkan sudut bilik mata depan tertutup. Jika tekanan intraokuler meningkat secara
drastic akibat sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah: plateau iris dan letak
lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok pupil.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf
optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik.
Gambar 2.1 Patofisiologi Glaukoma

VI. Manifestasi Klinis1,10,12


Pada pasien dengan glaukoma gejala yang dapat ditemukan salah satunya adalah
penurunan penglihatan. Penurunan penglihatan yang dialami pasien jika berlangsung terus
menerus dapat menimbulkan kebutaan. Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis
glaukoma secara umum yakni yang didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni
kerusakan papil nervus II dengan predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang
berbeda dari glaukoma lain adalah pada penderita glaukoma absolut visus nya nol dan light
perception negatif. Apabila masih terdapat persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis
sebagai glaukoma absolut.
Gejala lain yang menonjol pada glaukoma adalah rasa nyeri disekitar mata dapat
disebabkan peregangan pada dinding bola mata akibat TIO yang tinggi. Gejala-gejala lainnya
yang dapat menyertai adalah mata merah, dan halo dapat ditemukan juga.
Berikut beberapa tanda yang dapat ditemukan pada pasien glaukoma:
a. Negative Light Peception
Pada pasien dengan glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif, hal ini
disebabkan kerusakan total pada papil N.II. Papil N.II yang dapat dianggap sebagai lokus
minoris pada dinding bola mata tertekan akibat tekanan TIO yang tinggi, oleh karenanya
terjadi perubahan-perubahan pada papil N.II yang dapat dilihat melalui funduskopi yang
berupa penggaungan.4
Pada tahap awal glaukoma sudut terbuka discus opticus masih normal dengan C/D ratio
sekitar 0,2. Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan Ratio menjadi sekitar 0,5. Semakin
lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi perubahan pada penampakan vaskuler
sentral yakni nasalisasi, bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf
disekitar papil. Pada tahap akhir C/D ratio menjadi 1.00, di mana semua jaringan diskus
neural rusak.
b. Penyempitan Lapangan Pandang
Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun mendadak. Tajam
penglihatan yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer, atau yang lebih umum
disebut lapang pandang. Mekanisme yang mendasari penyempitan lapang pandang adalah
kerusakan papil Nervus.II serta keruskan lapisan syaraf retina dan vaskulernya akibat
peningkatan TIO. Pada peningkatan TIO maka terjadi peregangan pada dinding bola mata.
Retina merupakan salah satu penyusun dinding bola mata ikut teregang struktur sel syaraf
yang tidak elastis kemudian menjadi rusak. Sedangkan pembuluh kapiler yang menyuplai
serabut-serabut syaraf juga tertekan sehingga menyempit dan terjadi gangguan
vaskularisasi.
Penyempitan lapangan pandang secara bertahap berakibat kerusakan papil dan syaraf
retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan lapang pandang. Semakin lama penderita
seperti melihat melalui terowongan. Dari pemeriksaan perimetri bisa didapatkan kelainana
khas yakni scotoma sentral, perisentral dan nasal. Lama kelamaan scotoma ini berbentuk
seperti cincin. Pengurangan lapangan pandang biasanya dimulai dari sisi temporal, pada
perimetri didapatkan defek berbentuk arcuata yang khas untuk glaukoma. Semakin lama
defek ini semakin meluas dan mencapai keseluruhan lapang pandang, hanya tersisa di
bagian sentral yang sangat kecil. Visus light perception negatif menandakan kerusakan total
pada papil N.II. pada keadaan seperti ini pasien tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan
perimetri.
c. Sudut Mata
Sudut mata pada pasien glaukoma dapat dangkal maupun dalam, tergantung
kelainan yang mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelainan tersebut.
Dari riwayat mungkin didapatkan tanda-tanda serangan glaukoma akut pada pasien.
Seperti nyeri, mata merah, halo, dan penurunan visus mendadak. Dengan sudut terbuka
mungkin pasien mengeluhkan penyempitan lapang pandang secara bertahap. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan penlight maupun gonioskopi. Dengan penlight COA dalam
ditandai dengan semua bagian iris tersinari, sedangkan pada sudut tertutup iris terlihat
gelap seperti tertutup bayangan. Pemeriksaan gonioskopi dapat menilai kedalaman COA.
Penilaian dilakukan dengan memperhatikan garis-garis anatomis yang terdapat disekitar
iris. Penilaian berdasarkan klasifikasi shaffer dibagi menjadi lima tingkat, dengan tingkat
4 sebagai COA yang normal yang dalam, sedangkan tingkat nol menunjukkan sudut mata
sempit.
d. Tekanan Intra Okular
Tekanan intraokular pada glaukoma dapat tinggi atau normal. Tekanan normal dapat
terjadi akibat kerusakan corpus cilliaris, sehingga produksi aquous turun. Hal ini bisa
terjadi pada penderita dengan riwayat uveitis. TIO tinggi lebih sering ditemukan pada
penderita glaukoma. Dikatakan tekanan tinggi apabila TIO >21 mmHg.
VII. Pemeriksaan Penunjang9,12,14
a. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi
Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut dengan
tonometer digital, dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan lenturan bola mata
(ballotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan.
b. Ginioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik
mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
kornea setelah diberikan lokal anestetikum.
c. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Berbagai cara untuk memeriksa lapang pandang pada glaukoma adalah layar singgung,
kampimeter dan perimeter otomatis.Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri
tidak spesifik, karena gangguan ini dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat
dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat
progresivitasnya dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas
untuk penyakit ini.
d. Funduskopi
Papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi, seperti pada glaukoma simpleks.
Sehingga cup disk ratio membesar (N = <0,4) (gambar 3 dan 4). Sering juga ditemukan
optic-disk edema dan hiperemis.

Gambar 2.2(a) Papil optic normal, (b) Penggaungan papil optic

VIII. Penatalaksanaan4,6,7,16
Medikamentosa
a. Supresi Pembentukan Aquous Humor
 Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
 Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
 Betaksolol 0,25% dan 0,5%
 Levobunolol 0,25% dan 0,5%
 Metipranolol 0,3%
Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas
menahun, terutama asma dan defek hantaran jantung.
 Apraklonidin
Suatu agonis adrenergik α2 yang menurunkan pembentukan Aquoeus humor
tanpa efek pada aliran keluar.
 Inhibitor karbonat anhidrase2
 Asetazolamid → dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali
atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini timbul poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni,
kelainan ginjal.
 Diklorfenamid
 Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan
dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera
dikontrol.
b. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor
 Obat parasimpatomimetik
- Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4%
sebelum tidur.
- Demekarium bromide 0,125% dan 0,25%
- Ekotiopat iodide 0,03%-0,25%
Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada jalinan trabekular
melalui kontraksi otot siliaris. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
meredupnya penglihatan, terutama pada pasien katarak.
• Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus humor dan sedikit
banyak disertai penurunan pembentukan Aquoeus humor .
• Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraocular menjadi bentuk aktifnya.3
c. Penurunan Volume Korpus Vitreum
 Obat-obat hiperosmotik
Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi
penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi penurunan produksi Aquoeus humor .
Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut
dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan
oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut
(glaukoma sudut tertutup sekunder).
 Gliserin (gliserol)
d. Miotik, Midriatik dan Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombé karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut
disebabkan oleh penutupan lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat
digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.
Terapi Bedah & Laser
Menurut Luntz jika tekanan berkisar antara 35 – 40 mmHg dengan nervus optikus
normal, maka dipantau 1-2 bulan untuk memantau keadaan papil nervus optikus, lapang
pandang, peningkatan rasio cupdisc, jika semua ini masih dalam batas normal dan
opthalmologis yakin masih ada kemungkinan terapi berhasil maka terapi medikamentosa dapat
diteruskan. Tetapi jika papil nervus optikus sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan dan
defek lapang pandang sudah sangat spesifik glaukoma, maka harus segera dioperasi. Jika sudah
terjadi sinekhia anterior perifer dan kerusakan sudut iridokornealis sudah muncul, diperlukan
trabekulektomi, seklusio papil dapat diatasi dengan iridektomi perifer (dengan laser).
Iridektomi perifer dan pembebasan pupil juga perlu dilakukan jika terjadi sinekhia posterior
yang ekstensif antara iris dan lensa, dilakukan secara dini sebagai terapi glaukoma.
 Iridektomi & Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan
kornea jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi laser YAG adalah
terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan
sudut.
 Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan
trabekular dapat mempermudah aliran akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma
sudut terbuka.
 Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga
terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva
atau orbita, dan dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi
telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama trabekulotomi
adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan
trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons terhadap trabekulotomi.
Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang menjanjikan sebagai
alternatif bagi trabekulotomi. Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk
mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase Aquoeus
humor di bagian dalam jalinan trabekular. Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat
trabekulum sehingga terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal
Schlemm.
IX. Prognosis3,6
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila tidak
mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu yang
pendek sekali. Pengawasan dan pengamatan mata yang tidak mendapat serangan
diperlukan karena dapat memberikan keadaan yang sama seperti mata yang dalam
serangan. Glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total jika tidak diterapi. Apabila obat
tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses penyakit
terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik.
X.Katarak Senilis
2.X.1 Definisi17
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah
dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara
berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab
utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan
penglihatan.
2.X.2 Etiologi18
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga
multifaktorial, diantaranya antara lain5
a) Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
b) Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
c) Faktor imunologi
d) Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
e) Gangguan metabolisme umum.

2.6.3 Klasifikasi 17
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur,
hipermatur. Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak
yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada
awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan
poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal
sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahdow
test, maka akan terlihat bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3. Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan
besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan
dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan menyebabkan myopia lentikular
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi
yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi
melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang
mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi
mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul
yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan
gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut
menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing.
Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA
kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu
sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.
2.5.4 Tanda dan Gejala 17,19
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan tajam penglihatan
dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar
belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu
mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari.
Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan
tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui
lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi
penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang
disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan
pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami
penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya
kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya
katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa
menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi
dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun
pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita
katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar
terang dibanding pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul
atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita
glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular
dengan cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding
warna sebenarnya.
10.Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang
sering bergerak-gerak.

2.5.5 Pemeriksaan Fisik 17,18,19


A. Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman
penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih
sering menurun jika dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin
disebabkan adanya daya konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan menurun tergantung
pada derajat katarak. Katarak imatur dari sekitar 1/60; pada katarak matur hanya 1/300
sampai 1/~.
B. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan
pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami
penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya
kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya
katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata
bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.

2.5.6 Manajemen Katarak 17,19


Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi
katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun
kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka
operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.
a) Teknik-teknik pembedahan katarak
Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan bedah.
Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Intra
Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra Kapsular
(ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada operasi katarak, yaitu ICCE,
ECCE dan phacoemulsifikasi.

b) Operasi katarak intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular


Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus
superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat dilakukan
pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus. Keuntungannya
adalah tidak akan terjadi katarak sekunder.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi yang
mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-180º
dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam penglihatan yang
lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka
operasi. Edema kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini.
c) Operasi katarak ekstrakapsular
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior,
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah karena
kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera posterior serta
insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema makula sistoid) lebih kecil jika
dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak
sekunder.

d) Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan kapsul
bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang
insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran ultrasonik yang
mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian dilakukan aspirasi.
Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis.
Namun kurang efektif untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
 (Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena
akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma, dan rasa
adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan
tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
 Cepat menyembuh.
 Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur mata.

e) Intraokular Lens (IOL)


Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan
kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa buatan (berupa
lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun kacamata). IOL dapat terbuat dari bahan
plastik, silikon maupun akrilik. Untuk metode fakoemulsifikasi digunakan bahan yang elastis
sehingga dapat dilipat ketika akan dimasukan melalui lubang insisi yang kecil. Untuk
menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan diberikan kepada pasien, dapat digunakan
rumus SRK yaitu P = A – 0.9 K – 2.5 L

Keterangan :
- A (konstanta lensa intraokular, tergantung jenis / merk lensa yang digunakan)
- K (daya refraksi kornea sentral, diukur dengan keratometer, normalnya sekitar 43-44 Dioptri)
- L (panjang sumbu bola mata, diukur dengan USG A-Scan mata, normalnya lebih kurang 24
mm).

2.7 Keratopati
Keratopati bulosa adalah pembengkakan kornea yang paling sering terjadi pada usia
lanjut. Edema kornea terjadi karena berbagai alasan, tetapi sering merupakan sequela operasi
intraokular. Edema kornea hasil dari ekstraksi katarak yang disebut keratopati bulosa
pseudophakic (PBK) atau keratopati bulosa aphakic (ABK). keratopati bulosa adalah paling
umum pada orang tua. Pembengkakan mengarah pada pembentukan bulla yang berisi cairan
pada permukaan kornea. Bulla bisa pecah, menyebabkan rasa sakit, seringkali dengan sensasi
benda asing pada mata, dan dapat mengganggu penglihatan. Keratopati bullosa bisa juga
disebabkan oleh glaukoma.19
Keratopati bullosa berhubungan erat dengan kesehatan kornea. Sel endotelial adalah sel-
sel yang terletak di kornea bagian belakang dan berfungsi memompa cairan dari kornea
sehingga kornea relatif tetap kering dan bersih. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadi
pengikisan sel-sel endotel yang terjadi secara bertahap. Kecepatan hilangnya sel endotel ini
berbeda pada setiap orang. Setiap pembedahan mata (termasuk operasi katarak dengan atau
tanpa pencangkokan lensa buatan), bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sel endotel. Jika
cukup banyak sel endotel yang hilang, maka kornea bisa membengkak. Peradangan intraokuler
(uveitis) dan trauma pada mata juga bisa menyebabkan hilangnya sel endotel sehingga
meningkatkan resiko terjadinya keratopati bulosa.19
Faktor resiko keratopati bullosa:
1. Usia lanjut
2. Pembedahan
3. Uveitis
4. Glaukoma
5. Trauma
Kalsifikasi keratopati bullosa : Keratopati bulosa afakik : jika lensa alami telah diangkat
dan tidak diganti dengan lensa buatan dan keratopati bulos pseudofakik: jika lensa alami telah
diganti oleh lensa buatan. Gejala klinis Penglihatan penderita menjadi kabur, yang paling buruk
dirasakan pada pagi hari tetapi akan membaik pada siang hari. Ketika tidur kedua mata
terpejam sehingga cairan tertimbun di bawah kelopak mata dan kornea menjadi lebih basah.
Jika mata dibuka, cairan berlebihan ini akan menguap bersamaan dengan air mata. Pada
stadium lanjut akan terbentuk lepuhan berisi cairan (bula) pada permukaan kornea. Jika bula
ini pecah, akan timbul nyeri yang hebat dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi
kornea (ulserasi). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Dengan slit lamp bisa diketahui adanya lepuhan, pembengkakan dan pembuluh darah di dalam
stroma. Untuk menghitung jumlah sel endotel bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopi
spekuler.
Pengobatan keratopati bullosa :19
1. Untuk menurunkan tekanan intraokular: obat topikal antiglaucomatous
2. Agen hipertonik topikal seperti natrium klorida (5%) salep.
3. Lensa kontak Hidrofilik
4. Steroid topikal
5. Bedah: enukleasi, injeksi retrobulbar alkohol, flap konjungtiva, kauterisasi dari
lapisan Bowman, stroma micropuncture anterior, excimer keratectomy laser
phototherapeutic (PTK), keratotomi annular, menembus keratoplasty, dan
Descemet stripping keratoplasty endotel otomatis (DSAEK)
6. Flap konjungtiva : Suatu prosedur bedah untuk mengurangi nyeri pada mata.
7. Hipertonik agents.
Tujuan pengobatan adalah mengurangi pembengkakan kornea. Karena itu diteteskan
larutan garam (natrium klorida 5%) untuk membantu menarik cairan dari kornea. Jika tekanan
di dalam mata meningkat, diberikan obat glaukoma untuk mengurangi tekanan yang juga
berfungsi meminimalkan pembengkakan kornea. Jika bula pecah, diberikan obat anti
peradangan, larutan natrium klorida 5%, salep/tetes mata antibiotik, zat pelebar pupil dan lensa
kontak yang diperban; guna membantu penyembuhan permukaan mata dan mengurangi nyeri.
Jika penyakitnya berat dan tidak dapat diatasi dengan tindakan di atas, mungkin perlu
dipertimbangkan untuk menjalani pencangkokan kornea.19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S dan Yulianti SR. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam: Ilyas
S, editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. hal. 216-
221.
2. American Academy Of Ophthalmology: Fundamental and Principles of
Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003-2004.p. 56-58.
3. Denniston AK. Glaucoma in OXFORD Hand Book of Ophthalmology 3rd ,UK,
OXFORD University; 2014. p. 345-405.
4. Santosa, W.B. Dari Beta Blockerke Analog Prostaglandin: Lini Pertama dalam Terapi
Glaukoma. Editorial J Indon Med Assoc, 2012. 62,2: p 41-42..
5. Vaugan GD, Asbury T, Eva RP. Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: Widya Medika;
2010.p. 212-230.
6. American Academy of Ophtalmology. Glaucome Section 10. American Academic of
Ophtalmology. San Francisco, 2008.
7. Dunitz, M. Anatomy, Physiology, and Patophysiology : Handbook of Glaucoma.
Second Edition. Taylor and Francis: London; 2003.p.3-10.
8. Jin W. C, Ying Z, Yan Z, Rui L. W. The Prevalence of Primary Angle Closure
Glaucoma in Adult Asians: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE.
2014: 9; 7. p. 1-9.
9. Khaw PT, Elkington AR, Shaw PT. Glaucoma. ABC Of Eye. Fourth Edition. London;
2004. p58
10. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam: Ilyas S, editor. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal. 167-72
11. Darkeh AK. Acute angle closure glaucoma. Last updated 2 Mei 2006. Diunduh dari
www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 13 Mei 2015.
12. Denniston AK. Glaucoma in OXFORD Hand Book of Ophthalmology 3rd ,UK,
OXFORD University;2014. p 345-405.
13. Gordon, S. 2004. Mechanism of Secondary Glaucoma from Uveitis. Diunduh dari
www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 17 Mei 2015.
14. Kanksi JJ. Glaucoma. In: Kanski JJ, editor. Clinical ophtalmology a systemic
approach. 4th edition. Oxford: Butterworth Heinemann; 2000. p. 206-9.
15. Lang GK. Glaucoma in Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas, 2nd, Germany,
University Eye Hospital; 2007. p 239-284.
16. Elliott Y. A, Eric E, Ahad S, Lik T. L, James L. Y. A Review of Drug Induced Acute
Angle Closure Glaucoma for Non Ophthalmologists. Qatar Medical Journal. 2015; 5.
p. 1-8.
17. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Dalam: Ilyas S, editor. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal. 212-17.
18. Khurana AK. Ophthalmology. 3rd Edition. New Delhi: New Age International; 2005.
19. Aquavella J, Hindman H. Keratopathy, Pseudophakic bullous. 2010. Available:
http://www.emedicine.com/oph/TOPIC49.HTM.

Anda mungkin juga menyukai