Case Report Glaukoma Akut-1
Case Report Glaukoma Akut-1
GLAUKOMA AKUT
Pembimbing :
dr. Denti Puspasari Sp.M
Diajukan Oleh :
Puput Agus Sulistiawaty J510170063
Zella Novi Rahmaningrum J510170076
Nurul Hidayah J510170104
Oleh :
Puput Agus Sulistiawaty J510170063
Zella Novi Rahmaningrum J510170076
Nurul Hidayah J510170104
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pada hari tanggal Mei 2018
Pembimbing:
dr. Denti Puspasari Sp.M ( )
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Denti Puspasari Sp.M ( )
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Usia : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dukuh Tenun
Tanggal Pemeriksaan : 24 April 2018
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD Harjono Ponorogo
Keluhan Utama :
Mata kanan terasa sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD DR.Harjono ponorogo dengan keluhan
mata kanan nyeri dirasakan terus menerus, cekot-cekot disertai sakit kepala sebelah
kanan, sejak ± 2 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan mata kanan berair,
pandangan silau, mata terasa mengganjal, penglihatan mata kanan kabur. Mata tidak
terasa gatal, tidak terdapat banyak kotoran mata. Pasien juga merasakan mual dan
mengalami muntah, demam (-), batuk (-), pilek (-).
Pasien mengatakan 2 hari yang lalu mata kanan terkena daun padi. Pasien sudah
membeli obat tetes mata di warung, tetapi lupa nama obatnya, pasien menggunakan
obat tetes tersebut tetapi tidak ada perubahan, sebelumnya pasien belum berobat ke
dokter.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat menggunakan kacamata : disangkal
Riwayat sakit mata : disangkal
Riwayat Trauma di mata : disangkal
Riwayat operasi di mata : disangkal
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat menggunakan kacamata : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg Suhu : 36ºC
Nadi 80x/menit RR : 19x/menit
Status Gizi : Cukup
Status opthalmologi
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 1/60 5/10
2. Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)
Spasme (-) Spasme (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
4. Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Spasme (-) Spasme (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Masa (-) Masa (-)
5. Konjungtiva palpebra : Folikel (-) Folikel (-)
Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
6. Konjungtiva bulbi : Injeksi siliar dan Injeksi siliar dan
konjungtiva (+) konjungtiva (-)
Pterigium (+) grade 2 Sekret (-)
Sekret (-) Khemosis (-)
Khemosis (-)
7. Kornea : Udem (+) Jernih
Keruh (+) Sikatrik (-)
Sikatrik (-) Infiltrat (-)
Infiltrat (-)
8. COA : Dangkal Cukup
- Kedalaman Hipopion (-) Hipopion (-)
Hifema (-) Hifema (-)
9. Iris : Sinekia (-) Sinekia (-)
Coklat Coklat
10. Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter ±7 mm ±3 mm
- Reflek (-) +N
- Isokor (-) (-)
11. Lensa Keruh Tak Rata Keruh tak rata
Pemeriksaan penunjang:
Tonometer Schiotz
- TIO OD : 50,6
- TIO OS : 19,6
D. DIAGNOSIS BANDING
OD: Glaukoma akut OS : katarak senilis imatur
Uveitis anterior
Keratitis
E. DIAGNOSIS KERJA
OD Glaukoma akut
OS Katarak senilis imatur
F. PENATALAKSANAAN
Topikal : Timolol 0,5% ED 2x1 OD
Xitrol ED 4x1 OD
Sistemik : Acetazolamide 3x250 mg
Potassium Chloride 1x1 tab
Asam Mefenamat 3x1 tab
G. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : bonam
2. Quo ad sanationam : dubia ad malam
3. Quo ad functionam : dubia ad malam
H. EDUKASI
1. Edukasi pasien dan keluarga bahwa glaukoma akut tergolong kedaruratan mata, dimana
tekanan intra okuler harus segera diturunkan.
2. Edukasi pasien dan keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan glaukoma.
3. Edukasi agar keluarga pasien dengan riwayat glaukoma untuk memeriksakan matanya
secara teratur.
I. PEMBAHASAN
Diagnosis pasa pasien ini adalah OD glaukoma akut yang berdasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan yang mengarah pada dignosis tersebut. Anamnesis didapatkan
pasien mengeluh mata kanan nyeri dirasakan terus menerus, cekot-cekot disertai sakit
kepala sebelah kanan, sejak ± 2 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan mata
kanan berair, pandangan silau, mata terasa mengganjal, penglihatan mata kanan kabur. Mata
tidak terasa gatal, tidak terdapat banyak kotoran mata. Pasien juga merasakan mual dan
mengalami muntah, demam (-), batuk (-), pilek (-).
Pemeriksaan status oftamologis didapakan penurunan visus yaitu visus OD 1/60 dan
OS 5/10. Selain itu konjungtiva terlihat merah, kornea udem dan keruh, COA dangkal, pupil
bulat melebar ± 7mm dan reflek pupil (-). Dan dari pemeriksaan tonometer didapatkan
bahwa tekanan intakuler mata kanan sangat tinggi yaitu 50,6.
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan maka pasien
ini dapat didiagnosa sebagai glaukoma akut mata kanan. Yang mana glaukoma adalah suatu
neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus,
pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan intraokuler. Pada
glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang
dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik
yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan lain pada
mata sehingga dapat disimpulkan bahwa ini merupakan suatu glaukoma primer.
Pengobatan glaukoma pada pasien ini ditujukan untuk menurunkan tekanan bola
mata dimana peningkatan tekanan ini secara berangsur-angsur dapat mengakibatkan
rusaknya papil nervus optik. Pada pasien ini diberikan topikal Timolol yang merupakan
golongan beta blocker yang bekerja menurunkan TIO dengan cara menginhibisi produksi
humor akueous. Onset kerja dari beta blocker ini terhadap produksi humor akueous mulai
satu jam setelah pemberian sampai empat minggu setelah pengobatan. Acetazolamide
termasuk golongan karbonik anhidrase yang bekerja menurunkan produksi humor akueous
secara langsung dengan mengantagoniskan aktifitas dari epitel siliar karbonik anhidrase
sehingga menurunkan produksi humor akueous dan menurunkan TIO. Pemberian Potassium
Chloride pada pasien ini untuk mengatasi efek samping dari Acetazolamide yang bisa
menyebabkan hipokalemia. Pada pasien ini juga diberikan Xitrol diberikan untuk mengatasi
inflamasi pada bagian anterior mata, Asam Mefenamat diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri. Pasien dianjurkan untuk melakukan untuk dirawat inap agar pengawasan dapat lebih
ketat namun pasien menolak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan
fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini
didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.
Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran
desemet, kanal schlemm yang menampung cairan mata kesalurannya.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi
kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata (akueus
humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabekular
meshwork. Akueus humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang,
kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan,
tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari
bola mata.
Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan trabekular, sedangkan sudut
bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intraokuler meningkat karena adanya hambatan outflow
humor akuos akibat kelainan mikroskopis pada jalinan trabekular.
Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekanan
intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan seperti
ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadang disebut dengan “dangerous
angle”).
Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut terbuka luas,
perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik mata depan tidak tertutup
dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan dasar antara
glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.
Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka keadaan ini
dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika glaukoma sudut tertutup tidak diketahui
penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup primer.
Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, ini dikenal dengan
glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Apabila penutupan sudut bilik
mata depan tidak sempurna dan kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal dengan glaukoma sudut
tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik, dan disertai dengan sedikit gejala.
Apabila glaukoma sudut tertutup intermitten yang tidak mempunyai gejala, ini dikenal dengan
glaukoma sudut tertutup kreeping.
Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan
berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja, terutama pada
mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 - 4,5mm) yang dapat memungkinkan terjadinya
blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup.
Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih tinggi di bilik mata
belakang daripada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intraokuler di bilik
mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin bertambah juga, ini
dikenal dg iris bombe, yang membuat perifer iris kontak dengan jalinan trabekuler, dan
menyebabkan sudut bilik mata depan tertutup. Jika tekanan intraokuler meningkat secara
drastic akibat sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah: plateau iris dan letak
lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok pupil.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf
optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik.
Gambar 2.1 Patofisiologi Glaukoma
VIII. Penatalaksanaan4,6,7,16
Medikamentosa
a. Supresi Pembentukan Aquous Humor
Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
Betaksolol 0,25% dan 0,5%
Levobunolol 0,25% dan 0,5%
Metipranolol 0,3%
Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas
menahun, terutama asma dan defek hantaran jantung.
Apraklonidin
Suatu agonis adrenergik α2 yang menurunkan pembentukan Aquoeus humor
tanpa efek pada aliran keluar.
Inhibitor karbonat anhidrase2
Asetazolamid → dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali
atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini timbul poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni,
kelainan ginjal.
Diklorfenamid
Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan
dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera
dikontrol.
b. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor
Obat parasimpatomimetik
- Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4%
sebelum tidur.
- Demekarium bromide 0,125% dan 0,25%
- Ekotiopat iodide 0,03%-0,25%
Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada jalinan trabekular
melalui kontraksi otot siliaris. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
meredupnya penglihatan, terutama pada pasien katarak.
• Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus humor dan sedikit
banyak disertai penurunan pembentukan Aquoeus humor .
• Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraocular menjadi bentuk aktifnya.3
c. Penurunan Volume Korpus Vitreum
Obat-obat hiperosmotik
Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi
penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi penurunan produksi Aquoeus humor .
Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut
dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan
oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut
(glaukoma sudut tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol)
d. Miotik, Midriatik dan Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombé karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut
disebabkan oleh penutupan lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat
digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.
Terapi Bedah & Laser
Menurut Luntz jika tekanan berkisar antara 35 – 40 mmHg dengan nervus optikus
normal, maka dipantau 1-2 bulan untuk memantau keadaan papil nervus optikus, lapang
pandang, peningkatan rasio cupdisc, jika semua ini masih dalam batas normal dan
opthalmologis yakin masih ada kemungkinan terapi berhasil maka terapi medikamentosa dapat
diteruskan. Tetapi jika papil nervus optikus sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan dan
defek lapang pandang sudah sangat spesifik glaukoma, maka harus segera dioperasi. Jika sudah
terjadi sinekhia anterior perifer dan kerusakan sudut iridokornealis sudah muncul, diperlukan
trabekulektomi, seklusio papil dapat diatasi dengan iridektomi perifer (dengan laser).
Iridektomi perifer dan pembebasan pupil juga perlu dilakukan jika terjadi sinekhia posterior
yang ekstensif antara iris dan lensa, dilakukan secara dini sebagai terapi glaukoma.
Iridektomi & Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan
kornea jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi laser YAG adalah
terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan
sudut.
Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan
trabekular dapat mempermudah aliran akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma
sudut terbuka.
Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga
terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva
atau orbita, dan dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi
telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama trabekulotomi
adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan
trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons terhadap trabekulotomi.
Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang menjanjikan sebagai
alternatif bagi trabekulotomi. Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk
mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase Aquoeus
humor di bagian dalam jalinan trabekular. Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat
trabekulum sehingga terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal
Schlemm.
IX. Prognosis3,6
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila tidak
mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu yang
pendek sekali. Pengawasan dan pengamatan mata yang tidak mendapat serangan
diperlukan karena dapat memberikan keadaan yang sama seperti mata yang dalam
serangan. Glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total jika tidak diterapi. Apabila obat
tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses penyakit
terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik.
X.Katarak Senilis
2.X.1 Definisi17
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah
dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara
berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab
utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan
penglihatan.
2.X.2 Etiologi18
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga
multifaktorial, diantaranya antara lain5
a) Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
b) Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
c) Faktor imunologi
d) Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
e) Gangguan metabolisme umum.
2.6.3 Klasifikasi 17
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur,
hipermatur. Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak
yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada
awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan
poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal
sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahdow
test, maka akan terlihat bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3. Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan
besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan
dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan menyebabkan myopia lentikular
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi
yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi
melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang
mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi
mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul
yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan
gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut
menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing.
Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA
kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu
sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.
2.5.4 Tanda dan Gejala 17,19
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan tajam penglihatan
dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar
belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu
mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari.
Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan
tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui
lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi
penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang
disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan
pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami
penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya
kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya
katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa
menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi
dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun
pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita
katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar
terang dibanding pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul
atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita
glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular
dengan cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding
warna sebenarnya.
10.Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang
sering bergerak-gerak.
d) Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan kapsul
bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang
insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran ultrasonik yang
mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian dilakukan aspirasi.
Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis.
Namun kurang efektif untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
(Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena
akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma, dan rasa
adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan
tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur mata.
Keterangan :
- A (konstanta lensa intraokular, tergantung jenis / merk lensa yang digunakan)
- K (daya refraksi kornea sentral, diukur dengan keratometer, normalnya sekitar 43-44 Dioptri)
- L (panjang sumbu bola mata, diukur dengan USG A-Scan mata, normalnya lebih kurang 24
mm).
2.7 Keratopati
Keratopati bulosa adalah pembengkakan kornea yang paling sering terjadi pada usia
lanjut. Edema kornea terjadi karena berbagai alasan, tetapi sering merupakan sequela operasi
intraokular. Edema kornea hasil dari ekstraksi katarak yang disebut keratopati bulosa
pseudophakic (PBK) atau keratopati bulosa aphakic (ABK). keratopati bulosa adalah paling
umum pada orang tua. Pembengkakan mengarah pada pembentukan bulla yang berisi cairan
pada permukaan kornea. Bulla bisa pecah, menyebabkan rasa sakit, seringkali dengan sensasi
benda asing pada mata, dan dapat mengganggu penglihatan. Keratopati bullosa bisa juga
disebabkan oleh glaukoma.19
Keratopati bullosa berhubungan erat dengan kesehatan kornea. Sel endotelial adalah sel-
sel yang terletak di kornea bagian belakang dan berfungsi memompa cairan dari kornea
sehingga kornea relatif tetap kering dan bersih. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadi
pengikisan sel-sel endotel yang terjadi secara bertahap. Kecepatan hilangnya sel endotel ini
berbeda pada setiap orang. Setiap pembedahan mata (termasuk operasi katarak dengan atau
tanpa pencangkokan lensa buatan), bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sel endotel. Jika
cukup banyak sel endotel yang hilang, maka kornea bisa membengkak. Peradangan intraokuler
(uveitis) dan trauma pada mata juga bisa menyebabkan hilangnya sel endotel sehingga
meningkatkan resiko terjadinya keratopati bulosa.19
Faktor resiko keratopati bullosa:
1. Usia lanjut
2. Pembedahan
3. Uveitis
4. Glaukoma
5. Trauma
Kalsifikasi keratopati bullosa : Keratopati bulosa afakik : jika lensa alami telah diangkat
dan tidak diganti dengan lensa buatan dan keratopati bulos pseudofakik: jika lensa alami telah
diganti oleh lensa buatan. Gejala klinis Penglihatan penderita menjadi kabur, yang paling buruk
dirasakan pada pagi hari tetapi akan membaik pada siang hari. Ketika tidur kedua mata
terpejam sehingga cairan tertimbun di bawah kelopak mata dan kornea menjadi lebih basah.
Jika mata dibuka, cairan berlebihan ini akan menguap bersamaan dengan air mata. Pada
stadium lanjut akan terbentuk lepuhan berisi cairan (bula) pada permukaan kornea. Jika bula
ini pecah, akan timbul nyeri yang hebat dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi
kornea (ulserasi). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Dengan slit lamp bisa diketahui adanya lepuhan, pembengkakan dan pembuluh darah di dalam
stroma. Untuk menghitung jumlah sel endotel bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopi
spekuler.
Pengobatan keratopati bullosa :19
1. Untuk menurunkan tekanan intraokular: obat topikal antiglaucomatous
2. Agen hipertonik topikal seperti natrium klorida (5%) salep.
3. Lensa kontak Hidrofilik
4. Steroid topikal
5. Bedah: enukleasi, injeksi retrobulbar alkohol, flap konjungtiva, kauterisasi dari
lapisan Bowman, stroma micropuncture anterior, excimer keratectomy laser
phototherapeutic (PTK), keratotomi annular, menembus keratoplasty, dan
Descemet stripping keratoplasty endotel otomatis (DSAEK)
6. Flap konjungtiva : Suatu prosedur bedah untuk mengurangi nyeri pada mata.
7. Hipertonik agents.
Tujuan pengobatan adalah mengurangi pembengkakan kornea. Karena itu diteteskan
larutan garam (natrium klorida 5%) untuk membantu menarik cairan dari kornea. Jika tekanan
di dalam mata meningkat, diberikan obat glaukoma untuk mengurangi tekanan yang juga
berfungsi meminimalkan pembengkakan kornea. Jika bula pecah, diberikan obat anti
peradangan, larutan natrium klorida 5%, salep/tetes mata antibiotik, zat pelebar pupil dan lensa
kontak yang diperban; guna membantu penyembuhan permukaan mata dan mengurangi nyeri.
Jika penyakitnya berat dan tidak dapat diatasi dengan tindakan di atas, mungkin perlu
dipertimbangkan untuk menjalani pencangkokan kornea.19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S dan Yulianti SR. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam: Ilyas
S, editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. hal. 216-
221.
2. American Academy Of Ophthalmology: Fundamental and Principles of
Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003-2004.p. 56-58.
3. Denniston AK. Glaucoma in OXFORD Hand Book of Ophthalmology 3rd ,UK,
OXFORD University; 2014. p. 345-405.
4. Santosa, W.B. Dari Beta Blockerke Analog Prostaglandin: Lini Pertama dalam Terapi
Glaukoma. Editorial J Indon Med Assoc, 2012. 62,2: p 41-42..
5. Vaugan GD, Asbury T, Eva RP. Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: Widya Medika;
2010.p. 212-230.
6. American Academy of Ophtalmology. Glaucome Section 10. American Academic of
Ophtalmology. San Francisco, 2008.
7. Dunitz, M. Anatomy, Physiology, and Patophysiology : Handbook of Glaucoma.
Second Edition. Taylor and Francis: London; 2003.p.3-10.
8. Jin W. C, Ying Z, Yan Z, Rui L. W. The Prevalence of Primary Angle Closure
Glaucoma in Adult Asians: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE.
2014: 9; 7. p. 1-9.
9. Khaw PT, Elkington AR, Shaw PT. Glaucoma. ABC Of Eye. Fourth Edition. London;
2004. p58
10. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam: Ilyas S, editor. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal. 167-72
11. Darkeh AK. Acute angle closure glaucoma. Last updated 2 Mei 2006. Diunduh dari
www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 13 Mei 2015.
12. Denniston AK. Glaucoma in OXFORD Hand Book of Ophthalmology 3rd ,UK,
OXFORD University;2014. p 345-405.
13. Gordon, S. 2004. Mechanism of Secondary Glaucoma from Uveitis. Diunduh dari
www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 17 Mei 2015.
14. Kanksi JJ. Glaucoma. In: Kanski JJ, editor. Clinical ophtalmology a systemic
approach. 4th edition. Oxford: Butterworth Heinemann; 2000. p. 206-9.
15. Lang GK. Glaucoma in Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas, 2nd, Germany,
University Eye Hospital; 2007. p 239-284.
16. Elliott Y. A, Eric E, Ahad S, Lik T. L, James L. Y. A Review of Drug Induced Acute
Angle Closure Glaucoma for Non Ophthalmologists. Qatar Medical Journal. 2015; 5.
p. 1-8.
17. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Dalam: Ilyas S, editor. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal. 212-17.
18. Khurana AK. Ophthalmology. 3rd Edition. New Delhi: New Age International; 2005.
19. Aquavella J, Hindman H. Keratopathy, Pseudophakic bullous. 2010. Available:
http://www.emedicine.com/oph/TOPIC49.HTM.