Disusun Oleh:
Nama : Nadia Ellya Pramesti
NPM : 2015710014
2
DAFTAR ISI
Hlm.
COVER ............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum .................................................................................. 2
1.2.2 Tujuan khusus ................................................................................. 2
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi masyarakat .............................................................................. 2
1.3.2 Bagi penulis .................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi .............................................................................................................. 3
2.2 Etiologi .............................................................................................................. 3
2.3 Manifestasi klinis .............................................................................................. 3
2.4 Diagnosis ........................................................................................................... 4
2.5 Patofisiologi ...................................................................................................... 4
2.6 Program nasional .............................................................................................. 5
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Studi literatur ..................................................................................................... 6
BAB 4. DISTRIBUSI PENYAKIT
4.1 Insiden ............................................................................................................... 8
4.2 Prevalens ........................................................................................................... 8
4.3 Faktor risiko ...................................................................................................... 9
4.4 Pencegahan ........................................................................................................ 9
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 10
5.2 Saran .................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
Streptococcus pyogenes atau GAS-Grup A Streptococcus adalah salah satu β-hemolitik
Streptococcus penyebab terbanyak kasus infeksiStreptococcus. Jenis lain (grup C, D, dan
G) lebih jarang menyebabkan infeksi serius. Beberapa faktor virulensi berkontribusi pada
patogenesisnya, seperti protein M, hemolysin dan enzim ekstraseluler.Sebagian besar jenis
infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus A bersifat ringan, kecuali komplikasi supuratif
dan non supuratif. Hampir seluruh infeksi kuman ini masih rentan pada antibiotika.
Salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri tersebut adalah demam
scarlet. Salah satu jenis demam ini sudah jarang ditemukan di Indonesia. Namun, apabila
telat dalam hal pengobatan, akan fatal akibatnya. Yaitu dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi seperti Abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia, dan jarang menjadi
mastoiditis, osteomielitis atau septikemia. Komplikasi lanjut adalah demam rematik dan
glomerulonefritis akut.
Dari hal-hal tersebut, maka perlu adanya pembahasan melalui penulisan makalah ini
mengenai demam scarlet.
1.2 Tujuan
Melalui penulisan makalah ini, diharapkan memahami mengenai penyakit menular,
khususnya demam scarlet yang biasa terjadi pada anak-anak.
1.2.1 Tujuan umum
Memberikan informasi secara terperinci mengenai demam scarlet sekaligus
memenuhi syarat nilai mata kuliah epidemiologi penyakit menular.
1.2.2 Tujuan khusus
Mengetahui pengertian demam scarlet atau skarlatina.
Mengetahui penyebab dan gejala yang ditimbulkan.
Mengetahui cara pencegahan penyakit demam scarlatina.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi masyarakat
Dari penulisan makalah ini, diharapkan agar masyarakat mengetahui salah satu
penyakit menular, yaitu scarlet fever. Sehingga, masyarakat dapat memahami
gejalanya dan dapat mengatasi secara mandiri penyakit tersebut.
1.3.2 Bagi penulis
Diharapkan agar penulis lebih memahami mata kuliah epidemiologi penyakit
menular yang salah satunya adalah mengupas mengenai scarlet fever. Selain itu,
juga dapat memperluas pengetahuan mengenai penyakit menular.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Scarlet fever atau demam scarlet atau biasa disebut Scarlatina merupakan penyakit bakteri
yang sering muncul bersama-sama dengan radang tenggorokan atau infeksi kulit, seperti
impetigo, yang disebabkan oleh strain tertentu dari bakteri streptokokus.. Penyakit yang
banyak menyerang anak usia 5-15 tahun ini mudah untuk disembuhkan, namun terkadang
bisa memicu komplikasi serius pada hati dan ginjal, serta bisa memicu kematian.
Pada abad ke-19, penyakit yang ditemukan oleh Theador Billroth dan Louis Pasteur
ini pernah menjadi pemicu terbesar kematian di Amerika Serikat. Faktor kurang gizi
pada masa itu, baik selama dalam kandungan maupun dalam masa pertumbuhan
menyebabkan demam scarlet bisa berkembang sedemikian parah.
Namun, sejak penggunaan antibiotik mulai dikenal luas oleh masyarakat, demam
scarlet jarang berlanjut sampai parah. Selain faktor antibiotik, peningkatan status gizi
pada manusia modern dan pembentukan sistem kekebalan terhadap bakteri penyebabnya,
turut membuat demam scarlet semakin jarang ditemukan sejak abad ke-20. Itulah
mengapa demam scarlet mulai jarang ditemukan.
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus Grup A atau yang disebut
juga dengan Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri patogen yang banyak
menginfeksi manusia. Menurut Tuula (2009), bakteri ini berada di kulit (lapisan
superfisial epidemis) dan membran mukosa, seperti epitel mukosa orofaring, epitel nasal,
traktus genital, dan daerah perianal. Berdasarkan buku The Health Care of Homeless
Person, 2006, Pitaro mengatakan bahwa carrier Streptococcus β hemolyticus Grup A
dapat ditemukan di saluran pernafasan, namun kadang tidak menimbulkan penyakit akan
tetapi dapat berisiko untuk menyebarkan penyakit.
Bedanya, pada demam scarlet yang memicu demam bukan bakterinya, melainkan
racun eksotoksin yang dikeluarkan bakteri tersebut.
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala,
malaise dan menggigil. Dalam 12 – 24 jam timbul ruam yang khas.
6
Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabu-
abuan.
Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran strawberry
tongue (tanda patognomonik).
Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan.
Timbul pertama kali di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan
dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan
lipatan poplitea.
Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat
(circumoral pallor).
Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper
yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari ketiga.
Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki. Deskuamasi
kemudian akan mengelupas dalam minggu pertama sampai minggu ke enam.
2.4 Diagnosis
Mengingat demam scarlet yang biasa berkembang pada pengidap radang tenggorokan,
maka dokter akan mengecek keadaan tenggorokan, lidah, dan amandel pasien untuk
gejala penyakit ini sebagai salah satu bentuk pemeriksaan awal. Setelah itu, dokter akan
mengecek tekstur dari ruam kulit yang muncul (bila ada), dan apakah terdapat
pembesaran atau pembengkakan pada kelenjar getah bening.
Dokter dapat mengambil sampel dari amandel dan belakang tenggorokan pasien untuk
mengetahui dan memastikan apakah gejala tersebut disebabkan oleh bakteri yang
memicu demam scarlet.
2.5 Patofisiologi
Streptococcus β hemolyticus Grup A menyebar saat seseorang yang terinfeksi bakteri
atau carrier tersebut batuk atau bersin ( droplet infection) dan masuk ke membran
mukosa orang lain. Lokasi yang ramai dan padat seperti sekolah, tempat penampungan
anak, dan perumahan kumuh akan meningkatkan kemungkinan penularan antar individu.
(Pitaro, 2006).
Grup A bakteri strep dapat hidup di hidung dan tenggorokan seseorang. Bakteri
menyebar melalui kontak dengan tetesan dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi.
Jika menyentuh mulut, hidung, atau mata setelah menyentuh sesuatu yang memiliki
tetesan ini di atasnya, mungkin akan menjadi sakit.
7
Selain itu penularan dapat terjadi melalui penggunaan alat makan/minum bersama-
sama dengan orang yang sakit.
2.6 Program Nasional
Di Indonesia, angka kejadian demam scarlet masih sangatlah jarang. Bahkan,
masyarakat Indonesia masih asing dengan salah satu jenis penyakit menular ini.
Sehingga, untuk program nasional yang ada, masihlah sama dengan program-program
yang bergerak untuk memberantas penyakit dengan ruam-ruam sebagai gejalanya,
contohnya adalah campak. Kemudahan dalam menemukan dan membeli antibiotik,
adalah salah satu usaha pemerintah dalam mengatasinya.
Selain itu, berdasarkan program nasional RKP tahun 2010 di bidang kesehatan,
terdapat program yang mencakup provinsi sampai kabupaten/kota, yaitu program
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program lingkungan sehat, program
pencegahan dan pemberantasan penyakit, program obat dan perbekalan kesehatan, dll.
Dengan adanya program-program tersebut, diharapkan dapat mengurangi kejadian
permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat. Sehingga, tercapainya derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
8
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
9
tahun. Pavanchand et al mendapatkan 5% dari 300 anak sehat carrier bakteri Streptococcus
β hemolyticus Group A dan terbanyak di kelompok umur 8-10 tahun.10 Penelitian Martin
et al pada 5658 anak usia 5-15 tahun di Pittsburgh Pennsylvania mendapatkan jumlah
terbanyak carrier bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A adalah pada kelompok
umur <10 tahun. Hal ini disebabkan karena anak usia tersebut pada tahap awal sekolah
mulai banyak teman untuk bermain bersama dan masih kurangnya pengetahuan mereka
akan kebersihan.
Berdasarkan jenis kelamin dari 104 murid SD yang terdiri dari 54 orang laki-laki dan
50 orang perempuan yang diperiksa usapan tenggoroknya, didapatkan 2 orang yang
carrier bakteri Streptococcus β hemolyticus Group Ayaitu hanya pada anak laki-laki. Tidak
dijumpai carrier bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A pada anak perempuan.
Pavanchand et al juga mendapatkan jumlah terbanyak carrier bakteri Streptococcus β
hemolyticus Group A pada anak laki-laki (59,3%).
Menurut penelitian Dheepa et al, dari 207 anak umur 8 - 11 tahun ditemukan carrier
pada 3 anak laki-laki, sedangkan pada perempuan didapatkan 10 anak.6 Hal ini
kemungkinan disebabkan anak laki-laki lebih sering bermain di luar rumah dan terpapar
dengan berbagai macam bakteri patogen. Anak laki-laki biasanya juga kurang
memperhatikan kebersihan diri.
Umumnya hasil kultur bakteri yang tumbuh dari usapan tenggorok murid SD tersebut
adalah bakteri flora normal yang biasa terdapat di tenggorokan anak, seperti
Streptococcusα hemolyticus, Neisseria sp dan Staphylococcus sp. Flora tersebut dapat
ditemukan di tenggorokan orang yang sehat, namun tidak membahayakan dan tidak
menyebabkan penyakit.
Terdapat pertumbuhan koloni bakteri Klebsiella sp pada 15 orang anak dan
Pseudomonas sp pada 1 orang anak.Adanya kedua bakteri itu sebenarnya tidak lazim di
tenggorokan murid, karena mereka tidak termasuk kelompok flora normal residen di
tenggorokan anak. Hal ini menandakan pada murid-murid yang ditemukan Klebsiella sp
dan Pseudomonas sp dapat dikatakan sebagai carrier atau hanya merupakan flora normal
transien saja.
10
BAB 4
DISTRIBUSI PENYAKIT
4.1 Insiden
Berdasarkan data bulan Maret tahun 2015, di negara Inggris pada tahun tersebut
terjadi peningkatan sejak minggu ke-1 sampai minggu ke-11 dengan kasus sebanyak 100
sampai hampir 900 pengaduan kasus per 100.000 orang.
Namun, di minggu ke-37 yang sudah tidak ada kasus pengaduan mengenai demam
scarlet, akhirnya terjadi peningkatan yang tidak signifikan, yaitu menjadi sekitar 100
kasus pengaduan dan terus menerus mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak
merata sampai di minggu terakhir, yaitu minggu ke-49.
4.2 Prevalens
Streptokokus grup A menyebabkan 15-30% kasus radang tenggorokan akut pada
pasien pediatrik (pasien anak). Tetapi, bakteri tersebut hanya menyebabkan 5-10% kasus
pada dewasa.
Carrier bakteri Streptococcus β hemolyticus Grup A umumnya ditemukan pada anak-
anak. Menurut Dheepa, 2012, pada penelitiannya dengan 255 anak umur 8-11 tahun
ditemukan presentase carrier bakteri ini pada laki-laki 5%, sedangkan pada perempuan
didapatkan 3.09%. Pada penelitian Devi, 2011, dilakukan pembagian pada beberapa
kelompok umur, diantaranya umur 5 - 7 tahun ditemukan carrier pada 198 laki-laki dan 73
perempuan dari 271 anak. Kelompok umur 7 – 9 tahun, jumlah carrier 161 laki-laki 99
11
perempuan dari 260 anak. Kemudian pada kelompok umur 9 – 11 tahun, ditemukan
carrier 134 pada laki-laki dan 118 pada perempuan dari 252 anak.
Angka yang diterbitkan oleh Public Health Inggris menunjukkan bahwa dari
September 2013 hingga Maret 2014 ada 2.830 kasus demam scarlet. Untuk periode yang
sama tahun 2014/15 total 5.746 kasus yang tercatat.
4.3 Faktor risiko
Anak-anak usia 5-15 tahun, cenderung lebih mudah terpapar bakteri penyebab demam
scarlet. Penyakit tersebut mudah menyebar, salah satu faktornya adalah karena adanya
kontak yang dekat, seperti di lingkungan keluarga yang terkena demam scarlet, maupun
dengan teman-teman sekelasnya.
Selain itu, tidak melakukan langkah pencegahan adalah salah satu faktor risiko
terjangkitnya penyakit tersebut. Sehingga, perlu adanya intervensi dan kesadaran bagi
setiap orang tua/individu terhadap orang-orang disekitarnya, terutama kepada anak-anak
yang rentan terjangkit penyakit demam scarlet.
4.4 Pencegahan
Mencuci tangan menggunakan sabun dan air hangat. Sebaiknya orang tua
mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
Tidak berbagi peralatan makan atau makanan. Peran orang tua juga berpengaruh
untuk memberikan stigma agar tidak berbagi gelas minum atau peralatan makan
dengan teman-teman atau teman sekelas.
Menutupi mulut dan hidung saat batuk dan bersin untuk mencegah potensi
penyebaran kuman.
12
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Demam scarlatina atau scarlatina adalah salah satu penyakit akibat infeksi bakteri
yang disebabkan oleh grup A Streptococcus atau "kelompok A strep." Penyakit ini
mempengaruhi beberapa orang yang memiliki infeksi radang tenggorokan atau kulit yang
disebabkan oleh kelompok A streptokokus. Ini biasanya merupakan penyakit ringan,
tetapi orang-orang perlu pengobatan untuk mencegah masalah kesehatan yang jarang
namun serius.
Gejala awal biasanya termasuk sakit tenggorokan, sakit kepala dan suhu tinggi
(38.3C/101F atau di atas), pipi memerah dan lidah bengkak. Gejala demam scarlet
biasanya mengembangkan dua sampai lima hari setelah infeksi, meskipun masa inkubasi
(masa antara paparan infeksi dan gejala muncul) dapat sesingkat satu hari atau selama
tujuh hari. Ketika disentuh, ruam terasa seperti amplas dan mungkin gatal.
Demam Scarlet biasanya akan hilang setelah sekitar satu minggu. Tetapi, pengobatan
yang cepat, dapat mengurangi risiko komplikasi berkelanjutan yang disebabkan oleh
demam scarlet ini. Sehingga, dokter perlu memeriksa lebih lanjut.
5.2 Saran
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menyarankan para pembaca agar:
Selalu menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan sekitar.
Memahami dan menerapkan pencegahan yang telah disarankan.
Melakukan pengobatan sejak dini sebelum berlanjut lebih parah.
Tidak meremehkan demam.
Jika sudah terpapar, segera menghubungi dokter supaya mendapatkan penanganan
berlanjt.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ismoedijanto, 2011. DEMAM dan RUAM di DAERAH TROPIK ( VIRAL EXANTHEMAS IN THE
TROPIC ). , pp.162–164.
Rahayu, T. & Tumbelaka, A.R., 2002. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut Pada Anak. ,
4(6), pp.104–113.
Ratnasari, D.T. et al., Manifestasi Kulit dan Mukosa pada Penyakit Kawasaki ( Skin and
Mucosal Manifestation of Kawasaki Disease ). , pp.8–10.
Tong, S.F., Abdul Aziz, N. & Chin, G.L., 2006. Prevalence of Non-Dengue Thrombocytopaenia
among Adult Patients Presenting with Acute Febrile Illness in Primary Outpatient
Clinics. Medicine & Health, 1(November 2003), pp.25–30. Available at:
http://www.researchgate.net/publication/257084112_Prevalence_of_Non-
Dengue_Thrombocytopaenia_among_Adult_Patients_Presenting_with_Acute_Febrile_
Illness_in_Primary_Outpatient_Clinics/file/72e7e52454e50866e4.pdf.
14