Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

FRAKTUR TERTUTUP KOMPLIT 1/3 DISTAL OS FIBULA DEXTRA, VULNUS


LACERATUM ET DORSUM PEDIS DEXTRA DAN VULNUS EKSKORIATUM ET
DORSUM MANUS DEXTRA

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Dokter Internship

oleh

dr. Fiizhda Baqarizky

Pembimbing:

dr. Narti

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR

KABUPATEN KARANGANYAR

2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

Acute Appendicitis

Karanganyar, 29 November 2018

Mengetahui :

Pembimbing Internship

dr. Narti

(NIP :1961116201001 2 005)

1
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini hari Kamis, tanggal 4 Januari 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama : dr. Fiizhda Baqarizky

Judul/ topik : Fraktur tertutup komplit 1/3 distal os fibula dextra

No. ID dan Nama Pendamping : dr. Narti

No. ID dan Nama Wahana : RSUD Karanganyar

Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

8. 8.

9. 9.

10. 10.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

dr. Narti

NIP : 1961116201001 2 005


2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 27 November 2018
A. Identitas Penderita
Nama : Tn D
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Kenteng 1/ 2 Bakalan, Jumapolo
No. CM : 451848
Tanggal masuk : 27 November 2018
Tanggal pemeriksaan : 11 Oktober 2018

B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Nyeri pada kaki kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada kaki kanan dirasakan setelah pasien tertabrak oleh sepeda motor
di jalan raya. Pasien sedang berjalan kaki kemudian motor menabrak pasien dari
arah belakang. Kepala pasien tidak terbentur. Tidak ada riwayat pingsan maupun
muntah. Pasien ingat kejadian sebelumnya.
Kaki tidak dapat digerakan dan terasa ngilu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat mondok : disangkal
b. Riwayat kencing batu : disangkal

4. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat olahraga teratur : disangkal
b. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal

3
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat penyakit gula : disangkal
c. Riwayat keganasan : disangkal

6. Riwayat Asupan Gizi


Sebelum mengeluh nyeri perut pasien makan 3-4 x sehari dengan nasi,
lauk pauk, dan sayuran.

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang laki-laki usia 61 tahun sudah tidak bekerja.

8. Anamnesis Sistem
Keluhan Utama : nyeri kaki kanan
a. Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-)
b. Sistem Indera
Mata : pandangan dobel (-), penglihatan kabur (-)
Hidung : mimisan (-), pilek (-)
Telinga : pendengaran berkurang (-)
c. Mulut : sariawan (-), gigi goyang (-)
d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-)
e. Leher : benjolan (-) nyeri (-)
f. Sistem respirasi : sesak nafas (-), tidur mendengkur(-)
g. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), sesak nafas saat beraktivitas (-),
berdebar-debar(-)
h. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), susah berak (-), tinja lunak,
warna kuning kecoklatan.
i. Sistem muskuloskeletal : kesemutan ujung-ujung jari kaki (-)
j. Sistem genitourinaria : sering kencing malam hari (-), nyeri BAK (-),
gatal (-), keputihan (-)
k. Ekstremitas atas : luka (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan di
kedua tangan (-), bengkak (-), sakit sendi (-)

4
l. Ekstremitas bawah : luka (-), bekas luka (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan di kedua kaki (-), sakit sendi(-),
bengkak (-) di kedua kaki, sakit sendi (-)
m. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-)
n. Sistem Integumentum : gatal (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 November 2018
A. Keadaan Umum : tampak sakit sedang, compos mentis, E4V5 M6, gizi kesan
cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 97 x/ menit, irama reguler, isi cukup
Pernafasan : 20 x/ menit
Suhu : 36,50C per axiller
C. Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), ikterik (-)
D. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam beruban, distribusi
normal, tidak mudah dicabut
E. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil isokor dengan
diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)
F. Telinga : nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
G. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), concha hiperemis (-), septum
deviasi (-).
H. Mulut : Sianosis (-), pucat (-), T1 T1, faring hiperemis (-), papil lidah atrofi
(-), stomatitis (-), bleeding gingiva (-).
I. Leher : Trakhea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), tidak
ada pembesaran KGB.
J. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,
retraksi intercostal (-), spider nervi (-), sela iga melebar (-/-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

5
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 2 cm linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, 2 cm lateral
linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V 2 cm linea
midclavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis
dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale V linea sternalis
dextra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi :Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop
(-).
Pulmo
Inspeksi
Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-), retraksi supraklavikula (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan dada kanan = kiri
fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor, batas relatif paru-hepar SIC IV dextra
Kiri : sonor, mulai redup sesuai pada batas paru-jantung
Batas paru-lambung SIC VIII linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi
Kanan : suara dasar vesikuler, ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-),
wheezing (-).
Kiri : suara dasar vesikuler, ronchi basah kasar(-), ronchi basah halus (-),
wheezing (-).
K. Abdomen
6
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended (-), venektasi
(-), sikatriks (-), striae (-), vena kolateral (-), hernia umbilikalis (-),
caput medusa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal,18x/menit
Perkusi : tympani, pekak alih (-), pekak sisi normal,
Palpasi : dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
balotement (-/-), tes undulasi (-)
Lipatan paha : benjolan (-)
L. Ekstremitas :
Akral dingin

- -
- -

Akral Oedem
- -
- -

Status Lokalis

Vulnus ekskoriatum ukuran


3x2 cm, dasar luka subkutan

Deformitas (+) luka terbuka (-)


krepitasi (+)

Vulnus laceratum ukuran


5x1x2 cm dasar luka otot

7
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium (11 Oktober 2018)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN


HEMATOLOGI RUTIN
Hb 12.1 g/dl 12.0 - 15.6
HCT 40  33-45
AL 17.8 103/ul 4.5 – 11.0
AT 155 103/ul 150 – 450
AE 4.8 106/l 4.1 -5.1
Gol. Darah B
INDEX ERITROSIT
MCV 88 /um 80.0 – 96.0
MCH 30 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 35 Gr/dl 33.0 – 36.0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 % 0.00 – 4.00
Basofil 0 % 0.00 – 2.00
Batang 0 % 2-6
Segmen 86 % 50-70
Limfosit 20 % 20-40
Monosit 8 % 2-8
KIMIA KLINIK
SGOT 32 u/l 0-35
SGPT 40 u/l 0-45
Kreatinin 1.0 mg/dl 0.6-1.1
Ureum 44 mg/dl <50

8
B. Rontgen Cruris Dextra

IV. RESUME
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada kaki kanan
setelah tertabrak oleh sepeda motor dari arah belakang. Kaki kanan tidak dapat digerakan
dan terasa linu.
Pemeriksaan fisik tanggal 27 November 2018 menunjukkan pada status lokalis
didapatkan deformitas dan krepitasi pada cruris dextra, vulnus laceratum ukuran 5x1x2
cm pada dorsum pedis dextra dan vulnus eksoriatum ukuran 3x2 cm pada dorsum manus
dextra. Hasil laboratorium tanggal 27 November 2018 pada cek darah rutin menunjukkan
adanya tanda infeksi yaitu leukositosis.
Pada pemeriksaan rotngen cruris dextra AP/L didapatkan fraktur komplit
kominutif pada 1/3 distal os fibula dextra.

V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis:
1. Nyeri kaki kanan
Pemeriksaan fisik:

1. deformitas dan krepitasi pada cruris dextra

9
2. VL et dorsum pedis dextra
3. VE et dorsum manus dextra
Pemeriksaan penunjang:
9. AL : 17.8 103/ul
10. Segmen : 86 %

VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1 : Fraktur tertutup komplit pada 1/3 distal os fibula dextra
Ass : Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanan setelah tertabrak motor
dari arah belakang. Pada pemeriksaan fisik tampak deformitas dan
ditemukan krepitasi pada cruris dextra. Pada pemeriksaan rontgen
didapatkan fraktur komplit kominutif pada 1/3 distal os fibula dextra.
IpTx : - spalk
- medikasi luka
- IVFD RL 20 tpm
- injeksi ketorolac 1A/8 jam
- injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam
- injeksi ranitidin1A/12 jam
- konsul spesialis bedah orthopaedi untuk ORIF
Ip Ex : edukasi pasien dan keluarga mengenai tindakan operasi dan
komplikasi penyakit

Problem 2: Vulnus laceratum et dorsum pedis dextra


Ass : kaki kanan terasa nyeri, terdapat vulnus laceratum ukuran 5x1x2 cm

IpTx : hecting primer


Ip Ex : Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan luka
jahitan.

Problem 3: Vulnus ekskoriatum et dorsum manus dextra


Ass : kaki kanan terasa nyeri, terdapat vulnus ekskoriatum ukuran 3x2 cm

IpTx : Medikasi

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraktur

A. Definisi
Kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma
ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan,
namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi
kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur.

B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad (2007):
1) Berdasarkan etiologi:
a) fraktur traumatik
b) fraktur patologis
c) fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di suatu tempat

2) Berdasarkan klinis:
a) Fraktur terbuka
b) Fraktur tertutup
c) Fraktur dengan komplikasi

3) Berdasarkan radiologi:
a) Lokalisasi
b) Konfigurasi
c) Ekstensi
d) Fragmen

C. Tipe Fraktur
Ada beberapa subtipe fraktur secara klinis antara lain:
1) Fragility fracture

11
Merupakan fraktur yang diakibatkan oleh karena trauma minor.
Misalnya, fraktur yang terjadi pada seseorang yang mengalami
osteoporosis, dimana kondisi tulang mengalami kerapuhan. Kecelakaan
ataupun tekanan yang kecil bisa mengakibatkan fraktur.

2) Pathological fracture
Fraktur yang diakibatkan oleh struktur tulang yang abnormal. Tipe
fraktur patologis misalnya terjadi pada individu yang memiliki penyakit
tulang yang mengakibatkan tulang mereka rentan terjadi fraktur. 13
Fraktur pada seseorang yang diakibatkan oleh patologi bisa menyebabkan
trauma spontan ataupun trauma sekunder.

3) High-energy fracture
High-energy fraktur adalah fraktur yang diakibatkan oleh adanya trauma
yang serius, misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan jatuh dari
atap sehingga tulangnya patah. Stress fracture adalah tipe lain dari high-
energy fracture, misalnya pada seorang atlet yang mengalami trauma
minor yang berulang kali. Kedua tipe fraktur ini terjadi pada orang yang
memiliki struktur tulang yang normal.

Smeltzer & Bare (2006) membagi jenis fraktur sebagai berikut:


a. Greenstick: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
b. Oblique: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
c. Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.
d. Comminutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen/bagian.
e. Depressed: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam, sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah.
f. Compression: fraktur dimana tulang mengalami kompresi, biasanya sering
terjadi pada tulang belakang.
g. Patologik: fraktur pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget,
metastasis tulang, dan tumor).

12
h. Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
i. Epificial: fraktur melalui epifisis.
j. Impaction: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya

D. Derajat Fraktur Tertutup


Derajat fraktur tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
o Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
o Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
o Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan adanya pembengkakan.
o Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman terjadinya sindroma kompartemen.
E. Etiologi
Long (2006) menjelaskan, penyebab fraktur adalah peristiwa trauma,
kecelakaan, dan hal-hal patologis. Smeltzer & Bare (2006) menyebutkan bahwa
fraktur terjadi akibat trauma langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
dan kontraksi otot yang ekstrim.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur secara tipikal adalah munculnya nyeri yang
diikuti oleh adanya pembengkakan. Pada banyak kasus, diagnosa yang dibuat oleh
dokter berbeda-beda, apakah benar-benar mengalami patah tulang ataukah terjadi
cedera jaringan lunak. Fraktur relatif mudah untuk didiagnosa. Tanda-tanda yang
umum terjadi meliputi, nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang diimobilisasi, deformitas ekstremitas akibat pergeseran fragmen
pada fraktur lengan atau tungkai, fungsiolesa pada area fraktur, pemendekan
tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur,
krepitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal. Gejala yang muncul
berbeda-beda tergantung pada area dimana letak tulang yang patah.
13
Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering melingkupi satu dan lainnya sampai 2,5 – 5 cm (1-2 inchi).
Pembengkakan dan perubahan warna daerah lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang menyertai fraktur. Tanda ini bisa terjadi beberapa
jam atau beberapa hari setelah terjadinya cidera. Saat ekstrimitas dperiksa dengan
tangan, teraba adanya derik tulang (krepitasi) yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan yang lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan
pada jaringan lunak yang lebih berat.

G. Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan tulang menurut Cormack (2000) ada 3 fase:


a. Fase Inflamasi
Terjadi pada minggu ke 1 dan ke 2, diawali oleh reaksi inflamasi.
Terjadi aliran darah yang menimbulkan hematom pada fraktur yang segera
diikuti invasi dari sel-sel peradangan yaitu : netrofil, magrofag dan sel
fagosit.

b. Fase reparative
Fase ini berlangsung selama beberapa bulan. Di tandai dengan
differensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom dari fraktur
kemudian diisi oleh kondroblas dan fibroblast yang akan menjadi tempat
dari matrik kalus. Awalnya terbentuk kalus lunak yang terdiri dari jaringan
14
fibrosa dan kartilago dengan sebagian kecil jaringan tulang. Osteoblast
kemudian mengakibatkan mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras dan
meningkatkan stabilitas fraktur. Dilihat secara radiologis gars fraktur
mulai tidak tampak.

c. Fase remodelling
Fase ini terjadi dalam waktu beberapa bulan hingga tahunan. Aktifitas
osteoblast dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immature
menjadi matur, terbentuknya tulang lamellar sehingga menambah stabilitas
pada daerah fraktur.

H. Tatalaksana
Sangat penting dalam memberikan perawatan pada fraktur untuk
memperhatikan dimana tulang yang patah dan juga tipe dari fraktur itu sendiri.
Manajemen penatalaksanaan fraktur adalah imobilisasi area tulang yang patah
untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kerusakan tambahan Garner, 2008).
Long (2006), menjelaskan, penatalaksanaan pasien fraktur meliputi:
debridemen luka, memberikan toksoid tetanus, membiakkan jaringan, pengobatan
dengan antibiotik, memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas, menutup
luka bila tidak ada gejala infeksi, reduksi fraktur, imobilisasi fraktur, kompres
dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri, serta
pemberian obat penawar nyeri.
Whiteing (2008) menjelaskan penatalaksanaan fraktur yang pertama
adalah reduksi untuk mengembalikan posisi fragmen tulang pada kesejajarannya
dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup menggunakan traksi, dan reduksi terbuka
menggunakan tindakan operatif. Langkah kedua adalah imobilisasi untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara fiksasi interna (plate,
screw, nails) dan eksternal. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, atau fiksator eksterna. Langkah ketiga adalah rehabilitasi untuk
mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang. Hal ini dilakukan melalui
upaya latihan fisioterapi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Appley, G. A. 2005. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta: Widya
Medika.
2. Eliastham, Michael. 2008. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC.
3. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
4. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis
Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
5. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
6. Zimmerman. 2010. Diagnosis and Management of Shock, Fundamental Critical
Support. Society of Critical. USA: Care Medicine,
7. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai