oleh
Pembimbing:
dr. Narti
KABUPATEN KARANGANYAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Acute Appendicitis
Mengetahui :
Pembimbing Internship
dr. Narti
1
Berita Acara Presentasi Portofolio
Pada hari ini hari Kamis, tanggal 4 Januari 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh:
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Narti
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 27 November 2018
A. Identitas Penderita
Nama : Tn D
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Kenteng 1/ 2 Bakalan, Jumapolo
No. CM : 451848
Tanggal masuk : 27 November 2018
Tanggal pemeriksaan : 11 Oktober 2018
B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Nyeri pada kaki kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada kaki kanan dirasakan setelah pasien tertabrak oleh sepeda motor
di jalan raya. Pasien sedang berjalan kaki kemudian motor menabrak pasien dari
arah belakang. Kepala pasien tidak terbentur. Tidak ada riwayat pingsan maupun
muntah. Pasien ingat kejadian sebelumnya.
Kaki tidak dapat digerakan dan terasa ngilu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat mondok : disangkal
b. Riwayat kencing batu : disangkal
4. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat olahraga teratur : disangkal
b. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal
3
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat penyakit gula : disangkal
c. Riwayat keganasan : disangkal
8. Anamnesis Sistem
Keluhan Utama : nyeri kaki kanan
a. Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-)
b. Sistem Indera
Mata : pandangan dobel (-), penglihatan kabur (-)
Hidung : mimisan (-), pilek (-)
Telinga : pendengaran berkurang (-)
c. Mulut : sariawan (-), gigi goyang (-)
d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-)
e. Leher : benjolan (-) nyeri (-)
f. Sistem respirasi : sesak nafas (-), tidur mendengkur(-)
g. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), sesak nafas saat beraktivitas (-),
berdebar-debar(-)
h. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), susah berak (-), tinja lunak,
warna kuning kecoklatan.
i. Sistem muskuloskeletal : kesemutan ujung-ujung jari kaki (-)
j. Sistem genitourinaria : sering kencing malam hari (-), nyeri BAK (-),
gatal (-), keputihan (-)
k. Ekstremitas atas : luka (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan di
kedua tangan (-), bengkak (-), sakit sendi (-)
4
l. Ekstremitas bawah : luka (-), bekas luka (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan di kedua kaki (-), sakit sendi(-),
bengkak (-) di kedua kaki, sakit sendi (-)
m. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-)
n. Sistem Integumentum : gatal (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
5
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 2 cm linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, 2 cm lateral
linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V 2 cm linea
midclavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis
dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale V linea sternalis
dextra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi :Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop
(-).
Pulmo
Inspeksi
Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-), retraksi supraklavikula (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan dada kanan = kiri
fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor, batas relatif paru-hepar SIC IV dextra
Kiri : sonor, mulai redup sesuai pada batas paru-jantung
Batas paru-lambung SIC VIII linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi
Kanan : suara dasar vesikuler, ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-),
wheezing (-).
Kiri : suara dasar vesikuler, ronchi basah kasar(-), ronchi basah halus (-),
wheezing (-).
K. Abdomen
6
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended (-), venektasi
(-), sikatriks (-), striae (-), vena kolateral (-), hernia umbilikalis (-),
caput medusa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal,18x/menit
Perkusi : tympani, pekak alih (-), pekak sisi normal,
Palpasi : dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
balotement (-/-), tes undulasi (-)
Lipatan paha : benjolan (-)
L. Ekstremitas :
Akral dingin
- -
- -
Akral Oedem
- -
- -
Status Lokalis
7
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium (11 Oktober 2018)
8
B. Rontgen Cruris Dextra
IV. RESUME
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada kaki kanan
setelah tertabrak oleh sepeda motor dari arah belakang. Kaki kanan tidak dapat digerakan
dan terasa linu.
Pemeriksaan fisik tanggal 27 November 2018 menunjukkan pada status lokalis
didapatkan deformitas dan krepitasi pada cruris dextra, vulnus laceratum ukuran 5x1x2
cm pada dorsum pedis dextra dan vulnus eksoriatum ukuran 3x2 cm pada dorsum manus
dextra. Hasil laboratorium tanggal 27 November 2018 pada cek darah rutin menunjukkan
adanya tanda infeksi yaitu leukositosis.
Pada pemeriksaan rotngen cruris dextra AP/L didapatkan fraktur komplit
kominutif pada 1/3 distal os fibula dextra.
V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis:
1. Nyeri kaki kanan
Pemeriksaan fisik:
9
2. VL et dorsum pedis dextra
3. VE et dorsum manus dextra
Pemeriksaan penunjang:
9. AL : 17.8 103/ul
10. Segmen : 86 %
IpTx : Medikasi
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fraktur
A. Definisi
Kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma
ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan,
namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi
kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur.
B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad (2007):
1) Berdasarkan etiologi:
a) fraktur traumatik
b) fraktur patologis
c) fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di suatu tempat
2) Berdasarkan klinis:
a) Fraktur terbuka
b) Fraktur tertutup
c) Fraktur dengan komplikasi
3) Berdasarkan radiologi:
a) Lokalisasi
b) Konfigurasi
c) Ekstensi
d) Fragmen
C. Tipe Fraktur
Ada beberapa subtipe fraktur secara klinis antara lain:
1) Fragility fracture
11
Merupakan fraktur yang diakibatkan oleh karena trauma minor.
Misalnya, fraktur yang terjadi pada seseorang yang mengalami
osteoporosis, dimana kondisi tulang mengalami kerapuhan. Kecelakaan
ataupun tekanan yang kecil bisa mengakibatkan fraktur.
2) Pathological fracture
Fraktur yang diakibatkan oleh struktur tulang yang abnormal. Tipe
fraktur patologis misalnya terjadi pada individu yang memiliki penyakit
tulang yang mengakibatkan tulang mereka rentan terjadi fraktur. 13
Fraktur pada seseorang yang diakibatkan oleh patologi bisa menyebabkan
trauma spontan ataupun trauma sekunder.
3) High-energy fracture
High-energy fraktur adalah fraktur yang diakibatkan oleh adanya trauma
yang serius, misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan jatuh dari
atap sehingga tulangnya patah. Stress fracture adalah tipe lain dari high-
energy fracture, misalnya pada seorang atlet yang mengalami trauma
minor yang berulang kali. Kedua tipe fraktur ini terjadi pada orang yang
memiliki struktur tulang yang normal.
12
h. Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
i. Epificial: fraktur melalui epifisis.
j. Impaction: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur secara tipikal adalah munculnya nyeri yang
diikuti oleh adanya pembengkakan. Pada banyak kasus, diagnosa yang dibuat oleh
dokter berbeda-beda, apakah benar-benar mengalami patah tulang ataukah terjadi
cedera jaringan lunak. Fraktur relatif mudah untuk didiagnosa. Tanda-tanda yang
umum terjadi meliputi, nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang diimobilisasi, deformitas ekstremitas akibat pergeseran fragmen
pada fraktur lengan atau tungkai, fungsiolesa pada area fraktur, pemendekan
tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur,
krepitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal. Gejala yang muncul
berbeda-beda tergantung pada area dimana letak tulang yang patah.
13
Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering melingkupi satu dan lainnya sampai 2,5 – 5 cm (1-2 inchi).
Pembengkakan dan perubahan warna daerah lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang menyertai fraktur. Tanda ini bisa terjadi beberapa
jam atau beberapa hari setelah terjadinya cidera. Saat ekstrimitas dperiksa dengan
tangan, teraba adanya derik tulang (krepitasi) yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan yang lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan
pada jaringan lunak yang lebih berat.
G. Penyembuhan Fraktur
b. Fase reparative
Fase ini berlangsung selama beberapa bulan. Di tandai dengan
differensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom dari fraktur
kemudian diisi oleh kondroblas dan fibroblast yang akan menjadi tempat
dari matrik kalus. Awalnya terbentuk kalus lunak yang terdiri dari jaringan
14
fibrosa dan kartilago dengan sebagian kecil jaringan tulang. Osteoblast
kemudian mengakibatkan mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras dan
meningkatkan stabilitas fraktur. Dilihat secara radiologis gars fraktur
mulai tidak tampak.
c. Fase remodelling
Fase ini terjadi dalam waktu beberapa bulan hingga tahunan. Aktifitas
osteoblast dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immature
menjadi matur, terbentuknya tulang lamellar sehingga menambah stabilitas
pada daerah fraktur.
H. Tatalaksana
Sangat penting dalam memberikan perawatan pada fraktur untuk
memperhatikan dimana tulang yang patah dan juga tipe dari fraktur itu sendiri.
Manajemen penatalaksanaan fraktur adalah imobilisasi area tulang yang patah
untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kerusakan tambahan Garner, 2008).
Long (2006), menjelaskan, penatalaksanaan pasien fraktur meliputi:
debridemen luka, memberikan toksoid tetanus, membiakkan jaringan, pengobatan
dengan antibiotik, memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas, menutup
luka bila tidak ada gejala infeksi, reduksi fraktur, imobilisasi fraktur, kompres
dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri, serta
pemberian obat penawar nyeri.
Whiteing (2008) menjelaskan penatalaksanaan fraktur yang pertama
adalah reduksi untuk mengembalikan posisi fragmen tulang pada kesejajarannya
dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup menggunakan traksi, dan reduksi terbuka
menggunakan tindakan operatif. Langkah kedua adalah imobilisasi untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara fiksasi interna (plate,
screw, nails) dan eksternal. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, atau fiksator eksterna. Langkah ketiga adalah rehabilitasi untuk
mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang. Hal ini dilakukan melalui
upaya latihan fisioterapi.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley, G. A. 2005. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta: Widya
Medika.
2. Eliastham, Michael. 2008. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC.
3. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
4. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis
Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
5. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
6. Zimmerman. 2010. Diagnosis and Management of Shock, Fundamental Critical
Support. Society of Critical. USA: Care Medicine,
7. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
16