Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PORTOFOLIO RUMAH SAKIT

KASUS KEJANG DEMAM KOMPLEKS


ANAK PEREMPUAN BERUSIA 1 TAHUN DENGAN KEJANG DEMAM
KOMPLEKS

Disusun oleh:
dr. Safira Ika Kasani Putri

Narasumber :
dr. Suci, Sp.A
Pendamping:
dr. Ikawati

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. R. SOETIJONO BLORA
2023
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini tanggal telah dipresentasikan portofolio oleh :


Nama : dr. Safira Ika Kasani Putri
Judul/Topik :

Nama Pendamping :
Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soetijono Blora

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

dr. Ikawati
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : QSI
Usia : 1 tahun 9 bulan 26 hari
Tanggal Lahir : 05 Agustus 2021
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 11kg
Tinggi Badan : 82 cm
Agama : Islam
Alamat : Kamolan
Tanggal Masuk : 31 Mei 2023
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama
Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh orang tua pasien dengan keluhan pasien kejang
1x, 15 menit SMRS, berlangsung 2 menit, kejang hanya pada tangan,
setelah kejang sadar. Sampai di IGD tidak kejang.
Demam baru hari ini dan belum diberikan obat turun panas. Mual (-),
muntah (-)
Karena kejang dan demam pasien dibawa ke IGD

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya : disangkal
Riwayat epilepsy : disangkal
Riwayat penyakit lainnya : disangkal.
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

 
 
D. Riwayat Penyakit Keluarga
RPK
Ayah dan Ibu pasien juga mengalami kejang demam waktu masih kecil

E. Sosial & Ekonomi


Pasien tinggal serumah dengan kedua orangtuanya dan 1 kakak pasien.
Kebutuhan sehari hari pasien dipenuhi oleh kedua orangtua pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Vital Signs
Keadaan Umum :Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran CM, E4M5V6

Tanda vital

Kesadaran : CM

KU : tampak sedang, menangis keras, keluar air mata.

HR : 108x/mnt

RR : 22x/mnt

T : 38,6°C

SpO2 : 98% free air

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis : keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis
2. Status Lokalis
a. Kepala: Normocephal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
b. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), Peningkatan JVP (-),
kaku kuduk (-)
c. Thorax :
Paru
 Inspeksi :Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, Retraksi (-),
 Palpasi : Ketinggalan gerak (-)
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

 Inspeksi : ictus cordis tampak (-)


 Palpasi : ictus cordis kuat angkat (-)
 Perkusi : batas atas jantung pada SIC IV linea parasternalis
sinistra, batas bawah jantung SIC VI linea midclavicularis
sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I/II (reguler) , bising (-), gallop(-)

d. Abdomen
Inspeksi : perut datar, kulit normal, sikatrik (-), luka (-)
Auskultasi : bising usus (+), suara tambahan (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), lien tidak teraba
Perkusi : suara timpani (+), pekak beralih (-),

e. Ekstremitas :
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)

Edema (-/-) (-/-)

Sianosis (-/-) (-/-)

Ptekie (-/-) (-/-)

f. Urogenital : BAK : Dalam batas normal


BAB : Dalam batas normal

C. STATUS NEUROLOGIS

Motorik : Koordinasi baik,

Sensorik : Belum dapat dinilai

Reflek Fisiologis : +/+

Reflek Patologis : -/-


Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinsky II : (-)

Kernig sign : (-)

D. STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Darah Lengkap
Parameter 31/05/2023 3/6/2023 Nilai normal

Leukosit (WBC) 21,1  8,1 5,5-15,5x10^3/uL

Hemoglobin (HB) 13.4  13,9 10,8-12.5 gr/dL

Hematokrit (HCT) 39,5  41,3 35.0-43.0 %

Trombosit (PLT) 387  340 229-550 10^3/uL

Granulosit % 85  35,3 25.0-60.0 %

Limfosit % 12  59,1 25-40%

Monosit % 3  5,6 1-6%


Glukosa Sewaktu 113   60-115 mg/dl

Ureum 10,70   10-50 mg/dl

Creatinin 0,35   0,3-0,7 mg/dl

SGOT 30,3   <31 U/L

SGPT 12,7   <32 U/L

Natrium (Na) 136 132-147 mmol/l

Kalium (K) 4,7 3,1-5,1 mmol/l

Chlorida (Cl) 107 96-111 mmol/l

Parameter 1/6/2023 Nilai normal

Urin Rutin, Warna Kuning Muda Kuning


Urin

Urin Rutin, Agak Keruh Jernih


Kejernihan

Glukosa Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Benda Keton 2+ Negatif

Berat Jenis 1.010 1.005-1.030

Darah Negatif Negatif


ph 7.0 5.0-9.0

Protein Negatif Negatif

Urobilinogen 0,2 Normal

Nitrit Negatif Negatif

Lekosit 1+ Negatif

Asam Ascorbat Neg Negatif

V. ASSESMENT
Kejang Demam Kompleks
Leukositosis

VI. PLANNING
Tatalaksana IGD
Inf. RL 10 tpm
Inj. Paracetamol 150 mg

Advice dr. Suci, Sp.A

Infus D51/4NS 10 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 24 jam

Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24 jam (hari ini diberikan bersamaan dg ceftriaxone,
besok diberikan pagi)
Injeksi diazepam 5 mg intra vena pelan jika kejang

Po:

Pamol 125 mg/ 4 jam kp

Diazepam 3x2 mg

Program:

Cek ur, cr, sgot, sgpt

Cek urin rutin

VII. FOLLOW UP
Tanggal Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program
31 Mei 2023 S: KDK Infus D51/4NS 10 tpm
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 24 jam
  Pasien dengan keluhan Obs Febris H 1  Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24
demam (+), bapil (+), jam (hari ini diberikan bersamaan
kejang 1x dirumah (+)  
dg ceftriaxone, besok diberikan
O: pagi)
Injeksi diazepam 5 mg intra vena
KU : sedang CM pelan jika kejang
GCS: 15 Po:
Pamol 125 mg/ 4 jam kp
HR : 108x/menit Diazepam 3x2 mg
Program:
RR:22x/menit
Cek ur, cr, sgot, sgpt
t : 38,6ºC Cek urin rutin
SpO2: 98%
Tanggal Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program
1 Juni 2023 S: Demam perbaikan Pasien mengalami  Infus D51/4NS 10 tpm
perbaikan  Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 24 jam
Kejang (-) Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24
O: UUB menutup, jam
Kaku kuduk (-), pupil Injeksi diazepam 5 mg intra vena
isokhor, refleks cahaya pelan jika kejang
+/+ Po:
Pamol 125 mg/ 4 jam kp
Cor/pulmo dbn Diazepam 3x2 mg
Abdomen dbn Program:
Cek urin rutin
KU : CM Cek darah rutin evaluasi tanggal 3
SpO2 : 98 % Juni 2023

HR : 120 x/menit
t : 36.5ºC
SpO2: 98%
Tanggal Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program
2 Juni 2023 S: Demam perbaikan Pasien mengalami  Infus D51/4NS 10 tpm
perbaikan  Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 24 jam
Kejang (-)
Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24
  jam
O:
Injeksi diazepam 5 mg intra vena
KU : CM
pelan jika kejang
SpO2 : 98 % Po:
Pamol 125 mg/ 4 jam kp
HR : 120 x/menit
Diazepam 3x2 mg
t : 36.5ºC
SpO2: 98%

Tanggal Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program


3 Juni 2023 S: Demam (-) Pasien mengalami Boleh Pulang
Kejang (-) perbaikan 
O:  
KU : CM
SpO2 : 98 %
HR : 100 x/menit
t : 36ºC
SpO2: 98%
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5
tahun.. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.2
II. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Sekitar
20-30% dari kejang demam adalah kompleks, dengan mayoritas sederhana.
Kejang demam memiliki prevalensi 2%-5% pada anak-anak di Eropa Barat dan
Amerika Serikat, dan puncak onsetnya adalah 18 bulan. Anak-anak dari semua
kelompok etnis dapat mengalami FS, tetapi ada prevalensi yang lebih tinggi pada
beberapa kelompok etnis, khususnya Guaman (14%), Jepang (6%–9%), dan India
(5%–10%).3

Dibandingkan dengan populasi umum, keluarga dari anak-anak penderita


FS mengalami peningkatan kejadian epilepsi. Menurut hasil sebuah penelitian,
9,2% pasien FS memiliki kerabat dekat yang menderita epilepsy. 4

III. ETIOLOGI
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan oleh lonjakan suhu tubuh
secara tiba-tiba dengan demam lebih dari 38C atau 100,4F, tanpa penyebab atau
penyakit lain yang memicu kejang seperti infeksi sistem saraf pusat (SSP),
kelainan elektrolit, penarikan obat, trauma, predisposisi genetik atau epilepsi yang
diketahui

Kejang demam terjadi pada suhu lebih tinggi dari 38 C dan tidak ada
etiologi lain yang memicu kejang seperti dijelaskan di atas. Demam tertinggi yang
diperlukan untuk menyebabkan kejang demam setiap anak berbeda, karena suhu
ambang kejang setiap anak bervariasi.

Tidak ada penyebab spesifik demam yang lebih mungkin menyebabkan


kejang demam, namun infeksi virus lebih sering dikaitakn dengan kejang demam
daripada bakteri. Virus tertentu, HHV-6, paling sering dikaitkan dengan kejang
demam di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Di negara-negara Asia, virus
influenza A sering dikaitkan dengan kejang demam.2

IV. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh
kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

V. PATOGENESIS
Kejang terjadi akibat pelepasan muatan listrik berlebihan di sel neuron
otak akibat dari gangguan fungsi pada neuron baik fisiologis, biokimiawi,
maupun anatomi.7
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.7
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan
bahwa dalam keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh.
Sehingga reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen lebih cepat
habis. Keadaan hipoksia ini mengganggu transport aktif sehingga Na intrasel
dan K ekstrasel meningkat dan potensial membrane cenderung turun.7
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan
oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.7

VI. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
b. Riwayat perkembangan anak, riwayat kejang sebelumnya, riwayat
imunisasi, riwayat kejang demam dalam keluarga, riwayat epilepsi
dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.
Pemeriksaan Fisik
Selain peningkatan suhu, biasanya pemeriksaan fisik anak dengan kejang
demam normal. Kondisi anak setelah kejang biasanya akan kembali sadar
tanpa gangguan neurologis.
Gejala dan tanda lain dapat ditemukan sesuai dengan penyebab demam,
misalnya ronki paru pada bronkopneumonia.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding, penting untuk melihat tanda
meningitis dan ensefalitis berikut:

Meningitis: kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif,


dengan/tanpa gejala neurologis fokal (tanda-tanda ini jarang terlihat pada
bayi baru lahir dengan meningitis)

Ensefalitis: gangguan kesadaran, perubahan tingkah laku, penemuan


neurologis fokal (hemiparesis, kejang fokal, disfungsi otonom), gangguan
motorik, ataksia, gangguan saraf kranial, disfagia, meningismus, atau
disfungsi sensorimotor unilateral.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan
yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan
umum baik.
Indikasi pungsi lumbal
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai
demam yang sebelumnya telah mendapat antibiotik
dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

c. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam,
KECUALI apabila bangkitan bersifat fokal.
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan
adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih
lanjut.

d. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.

VII. DIAGNOSIS BANDING


Meningitis Bakterial Akut

Pasien tampak lebih letargis dan gelisah, yang disertai gangguan kesadaran
setelah kejang, ruam kulit, fontanel membonjol, dan kaku kuduk. Hasil pungsi
lumbal akan tidak normal, dengan hasil kultur liquor cerebrospinalis (LCS)
tumbuh bakteri.

Meningitis Viral

Pasien mengalami kaku kuduk positif. Hasil pungsi lumbal tidak normal,
tetapi kultur bakteri LCS negatif. Pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) kemungkinan positif.

Ensefalitis Viral

Gejala prodromal meliputi gejala infeksi saluran napas atas (ISPA) akut, yang
diikuti nyeri kepala, kaku kuduk, dan kejang. Ruam kulit mungkin timbul.
Pemeriksaan pungsi lumbal dan kultur bakteri LCS tidak spesifik, karena
dapat menunjukkan hasil yang normal. Pemeriksaan virus dapat ditemukan
positif, seperti herpes simpleks.

Ensefalopati Akut

Gejala prodromal seperti gejala pada infeksi virus, di mana kejang diikuti
dengan gangguan kesadaran. Kondisi ini dapat disebabkan oleh zat beracun,
termasuk pada sindrom Reye. Pemeriksaan pungsi lumbal dapat
menunjukkan:
 Tekanan LCS meningkat

 Hitung sel dan protein meningkat

 Rasio albumin LCS/serum meningkat, yang mengindikasikan adanya


gangguan sawar otak dan menjadi tanda awal dari ensefalopati akibat
virus yang akut

 Enzim liver dan kadar amonia di dalam darah meningkat

 Gula/glukosa darah dapat menurun.


Hasil pemeriksaan penunjang di antaranya elektroensefalografi (EEG) yang
terganggu, MRI otak dapat normal atau tidak normal (nekrosis thalamus
bilateral, edema otak), serta pemeriksaan virus dapat ditemukan positif
virus influenza A.
Epilepsi

Pada epilepsi, kejang tidak disertai dengan demam. Hasil EEG pada epilepsi
dapat menunjukkan gelombang epileptiform, seperti gelombang spike and
slow. Terdapat beberapa jenis epilepsi yang dapat menjadi diagnosis banding
kejang demam, yaitu:
 Generalized epilepsy with febrile seizure plus (GEFS+), adalah sebuah
penyakit akibat gangguan genetik autosomal dominan. Ditemukan
riwayat kejang demam yang terjadi lebih dari 5 tahun dan riwayat
bangkitan kejang tanpa demam
 Sindrom Dravet atau severe myoclonic epilepsy of infancy (SMEI),
merupakan penyakit mutasi genetik. Ditandai dengan epilepsi yang
tidak kunjung membaik, tampak seperti kejang demam pada tahun
pertama. Kejang onset dini, berulang dan tipe kejang yang sering
terjadi adalah kejang fokal dan klonik.

Breath-Holding Spells

Breath-holding spells adalah bayi afebris yang mengalami apnea, sianosis,


dan gerakan menghentak-hentak pada ekstremitas setelah menangis. Kondisi
ini juga dapat terjadi setelah stimulasi vagal yang tidak disengaja. Breath-
holding spells biasanya terjadi pada anak berusia 6−18 bulan.
VIII. MANIFESTASI KLINIK
Kejang demam disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat,
misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik –
klonik, tonik, klonik,. .Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja
diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan
kulitnya kebiruan.6
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak. Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpa kelainan saraf..6

IX. TATALAKSANA
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah
adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian Diazepam rektal
kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.6

Di rumah sakit dapat diberikan


 Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. perlahan –lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg.
 Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
 Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal.
 Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif.
 Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau
kompleks dan faktor resikonya.

Pemberian obat pada saat demam


a. Antipiretik
 Paracetamol
Dosis yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
 Ibuprofen
Dosis yang digunakan adalah 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari.6
b. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten Yang dimaksud dengan
obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan
pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 0C
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.6
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral
atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5
mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama
demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut
cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta
sedasi.6

c. Pemberian Obat Rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek.6
 Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan:

• Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan


perkembangan, BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.

• Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak


mempunyai fokus organik yang bersifat fokal.

• Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan


edukasi untuk pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih
dahulu, jika tidak berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi
antikonvulsan rumat.6

 Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2
dosis.6

 Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.6

X. EDUKASI ORANGTUA
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.

4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah


tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit.
Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh
diberikan satu kali oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih, suhu tubuh lebih dari 400 C, kejang tidak berhenti dengan diazepam
rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat
kelumpuhan.6

XI. PROGNOSIS
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat
gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal
tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi
menjadi kejang lama.6

 Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor
risiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan
terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya
kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor
tersebut. kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.6

 Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:

1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas


sebelum kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih
dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan
pada kejang demam.6

 Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Angka kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam
sederhana dengan perkembangan normal dilaporkan sama dengan
populasi umum.6
BAB III

PEMBAHASAN
Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :
a. Anamnesis
- Kejang 1 x, 15 menit SMRS, berlangsung 2 menit, kejang hanya pada
tangan, setelah kejang sadar. Sampai di IGD tidak kejang.
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 38,6°C per axiler. Tidak didapatkan reflek
patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Lekositosis 21,1. 103
d. Tatalaksana pada pasien ini yaitu diberikan Inf. RL 10 tpm, dan Inj.
Paracetamol 150 mg untuk mengatasi demam

e. Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah


bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien demam. Oleh karena itu,
keluarga pasien harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres
hangat jika pasien panas. Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat
rumatan adalah untuk menurunkan resiko berulangnya kejang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rana Sawires, Jim Buttery, Michael Fahey. A Review of Febrile Seizures:


Recent Advances in Understanding of Febrile Seizure Pathophysiology
and Commonly Implicated Viral Triggers: 13 January 2022

2. Kathryn L. Xixis; Debopam Samanta; Michael Keenaghan. Febrile


Seizure. Treasure Island (FL). MC – PubMed:30 July 2022

3. Daniela Laino et all. Management of Pediatric Febrile Seizures. Pediatric


Clinic, Department of Surgical and Biomedical Sciences, Università degli
Studi di Perugia, Italy; 12 October 2018

4. Aakriti Tiwari et all, Febrile Seizures in Children: A Review. Department


of Paediatrics, Jawaharlal Nehru Medical College, IND. November 2022

5. Dustin K. Smith, et all, Febrile Seizures: Risks, Evaluation, and Prognosis.


University of South Carolina Greenville School of Medicine, Greenville,
South Carolina. April 1, 2019

6. Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam 2016

7. Palesa Mosili1, et all, The Pathogenesis of Fever-Induced Febrile Seizures


and Its Current State. Nelson R Mandela School of Medicine, Durban,
South Africa.2020.

Anda mungkin juga menyukai