Disusun oleh:
dr. Safira Ika Kasani Putri
Narasumber :
dr. Suci, Sp.A
Pendamping:
dr. Ikawati
Nama Pendamping :
Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soetijono Blora
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping,
dr. Ikawati
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : QSI
Usia : 1 tahun 9 bulan 26 hari
Tanggal Lahir : 05 Agustus 2021
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 11kg
Tinggi Badan : 82 cm
Agama : Islam
Alamat : Kamolan
Tanggal Masuk : 31 Mei 2023
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh orang tua pasien dengan keluhan pasien kejang
1x, 15 menit SMRS, berlangsung 2 menit, kejang hanya pada tangan,
setelah kejang sadar. Sampai di IGD tidak kejang.
Demam baru hari ini dan belum diberikan obat turun panas. Mual (-),
muntah (-)
Karena kejang dan demam pasien dibawa ke IGD
D. Riwayat Penyakit Keluarga
RPK
Ayah dan Ibu pasien juga mengalami kejang demam waktu masih kecil
Tanda vital
Kesadaran : CM
HR : 108x/mnt
RR : 22x/mnt
T : 38,6°C
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis : keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis
2. Status Lokalis
a. Kepala: Normocephal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
b. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), Peningkatan JVP (-),
kaku kuduk (-)
c. Thorax :
Paru
Inspeksi :Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, Retraksi (-),
Palpasi : Ketinggalan gerak (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
d. Abdomen
Inspeksi : perut datar, kulit normal, sikatrik (-), luka (-)
Auskultasi : bising usus (+), suara tambahan (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), lien tidak teraba
Perkusi : suara timpani (+), pekak beralih (-),
e. Ekstremitas :
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)
C. STATUS NEUROLOGIS
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Lekosit 1+ Negatif
V. ASSESMENT
Kejang Demam Kompleks
Leukositosis
VI. PLANNING
Tatalaksana IGD
Inf. RL 10 tpm
Inj. Paracetamol 150 mg
Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24 jam (hari ini diberikan bersamaan dg ceftriaxone,
besok diberikan pagi)
Injeksi diazepam 5 mg intra vena pelan jika kejang
Po:
Diazepam 3x2 mg
Program:
VII. FOLLOW UP
Tanggal Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program
31 Mei 2023 S: KDK Infus D51/4NS 10 tpm
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 24 jam
Pasien dengan keluhan Obs Febris H 1 Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24
demam (+), bapil (+), jam (hari ini diberikan bersamaan
kejang 1x dirumah (+)
dg ceftriaxone, besok diberikan
O: pagi)
Injeksi diazepam 5 mg intra vena
KU : sedang CM pelan jika kejang
GCS: 15 Po:
Pamol 125 mg/ 4 jam kp
HR : 108x/menit Diazepam 3x2 mg
Program:
RR:22x/menit
Cek ur, cr, sgot, sgpt
t : 38,6ºC Cek urin rutin
SpO2: 98%
Tanggal Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program
1 Juni 2023 S: Demam perbaikan Pasien mengalami Infus D51/4NS 10 tpm
perbaikan Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 24 jam
Kejang (-) Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24
O: UUB menutup, jam
Kaku kuduk (-), pupil Injeksi diazepam 5 mg intra vena
isokhor, refleks cahaya pelan jika kejang
+/+ Po:
Pamol 125 mg/ 4 jam kp
Cor/pulmo dbn Diazepam 3x2 mg
Abdomen dbn Program:
Cek urin rutin
KU : CM Cek darah rutin evaluasi tanggal 3
SpO2 : 98 % Juni 2023
HR : 120 x/menit
t : 36.5ºC
SpO2: 98%
Tanggal Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program
2 Juni 2023 S: Demam perbaikan Pasien mengalami Infus D51/4NS 10 tpm
perbaikan Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 24 jam
Kejang (-)
Injeksi dexametason 2.5 mg/ 24
jam
O:
Injeksi diazepam 5 mg intra vena
KU : CM
pelan jika kejang
SpO2 : 98 % Po:
Pamol 125 mg/ 4 jam kp
HR : 120 x/menit
Diazepam 3x2 mg
t : 36.5ºC
SpO2: 98%
I. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5
tahun.. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.2
II. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Sekitar
20-30% dari kejang demam adalah kompleks, dengan mayoritas sederhana.
Kejang demam memiliki prevalensi 2%-5% pada anak-anak di Eropa Barat dan
Amerika Serikat, dan puncak onsetnya adalah 18 bulan. Anak-anak dari semua
kelompok etnis dapat mengalami FS, tetapi ada prevalensi yang lebih tinggi pada
beberapa kelompok etnis, khususnya Guaman (14%), Jepang (6%–9%), dan India
(5%–10%).3
III. ETIOLOGI
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan oleh lonjakan suhu tubuh
secara tiba-tiba dengan demam lebih dari 38C atau 100,4F, tanpa penyebab atau
penyakit lain yang memicu kejang seperti infeksi sistem saraf pusat (SSP),
kelainan elektrolit, penarikan obat, trauma, predisposisi genetik atau epilepsi yang
diketahui
Kejang demam terjadi pada suhu lebih tinggi dari 38 C dan tidak ada
etiologi lain yang memicu kejang seperti dijelaskan di atas. Demam tertinggi yang
diperlukan untuk menyebabkan kejang demam setiap anak berbeda, karena suhu
ambang kejang setiap anak bervariasi.
IV. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh
kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5
V. PATOGENESIS
Kejang terjadi akibat pelepasan muatan listrik berlebihan di sel neuron
otak akibat dari gangguan fungsi pada neuron baik fisiologis, biokimiawi,
maupun anatomi.7
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.7
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan
bahwa dalam keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh.
Sehingga reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen lebih cepat
habis. Keadaan hipoksia ini mengganggu transport aktif sehingga Na intrasel
dan K ekstrasel meningkat dan potensial membrane cenderung turun.7
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan
oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.7
VI. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
b. Riwayat perkembangan anak, riwayat kejang sebelumnya, riwayat
imunisasi, riwayat kejang demam dalam keluarga, riwayat epilepsi
dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.
Pemeriksaan Fisik
Selain peningkatan suhu, biasanya pemeriksaan fisik anak dengan kejang
demam normal. Kondisi anak setelah kejang biasanya akan kembali sadar
tanpa gangguan neurologis.
Gejala dan tanda lain dapat ditemukan sesuai dengan penyebab demam,
misalnya ronki paru pada bronkopneumonia.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding, penting untuk melihat tanda
meningitis dan ensefalitis berikut:
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan
yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan
umum baik.
Indikasi pungsi lumbal
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai
demam yang sebelumnya telah mendapat antibiotik
dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
c. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam,
KECUALI apabila bangkitan bersifat fokal.
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan
adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih
lanjut.
d. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.
Pasien tampak lebih letargis dan gelisah, yang disertai gangguan kesadaran
setelah kejang, ruam kulit, fontanel membonjol, dan kaku kuduk. Hasil pungsi
lumbal akan tidak normal, dengan hasil kultur liquor cerebrospinalis (LCS)
tumbuh bakteri.
Meningitis Viral
Pasien mengalami kaku kuduk positif. Hasil pungsi lumbal tidak normal,
tetapi kultur bakteri LCS negatif. Pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) kemungkinan positif.
Ensefalitis Viral
Gejala prodromal meliputi gejala infeksi saluran napas atas (ISPA) akut, yang
diikuti nyeri kepala, kaku kuduk, dan kejang. Ruam kulit mungkin timbul.
Pemeriksaan pungsi lumbal dan kultur bakteri LCS tidak spesifik, karena
dapat menunjukkan hasil yang normal. Pemeriksaan virus dapat ditemukan
positif, seperti herpes simpleks.
Ensefalopati Akut
Gejala prodromal seperti gejala pada infeksi virus, di mana kejang diikuti
dengan gangguan kesadaran. Kondisi ini dapat disebabkan oleh zat beracun,
termasuk pada sindrom Reye. Pemeriksaan pungsi lumbal dapat
menunjukkan:
Tekanan LCS meningkat
Pada epilepsi, kejang tidak disertai dengan demam. Hasil EEG pada epilepsi
dapat menunjukkan gelombang epileptiform, seperti gelombang spike and
slow. Terdapat beberapa jenis epilepsi yang dapat menjadi diagnosis banding
kejang demam, yaitu:
Generalized epilepsy with febrile seizure plus (GEFS+), adalah sebuah
penyakit akibat gangguan genetik autosomal dominan. Ditemukan
riwayat kejang demam yang terjadi lebih dari 5 tahun dan riwayat
bangkitan kejang tanpa demam
Sindrom Dravet atau severe myoclonic epilepsy of infancy (SMEI),
merupakan penyakit mutasi genetik. Ditandai dengan epilepsi yang
tidak kunjung membaik, tampak seperti kejang demam pada tahun
pertama. Kejang onset dini, berulang dan tipe kejang yang sering
terjadi adalah kejang fokal dan klonik.
Breath-Holding Spells
IX. TATALAKSANA
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah
adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian Diazepam rektal
kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.6
X. EDUKASI ORANGTUA
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
XI. PROGNOSIS
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat
gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal
tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi
menjadi kejang lama.6
Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Angka kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam
sederhana dengan perkembangan normal dilaporkan sama dengan
populasi umum.6
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :
a. Anamnesis
- Kejang 1 x, 15 menit SMRS, berlangsung 2 menit, kejang hanya pada
tangan, setelah kejang sadar. Sampai di IGD tidak kejang.
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 38,6°C per axiler. Tidak didapatkan reflek
patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Lekositosis 21,1. 103
d. Tatalaksana pada pasien ini yaitu diberikan Inf. RL 10 tpm, dan Inj.
Paracetamol 150 mg untuk mengatasi demam
6. Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam 2016