Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSHIP

SNAKE BITE

Disusun Oleh :

Nama : dr. Asep Tornado

Wahana : RSUD Dr.Rehatta Jepara

Periode : 3 Juni 2016 2 Juni 2017

Dokter Pendamping :

dr.Kurmin Hadi Darsono

dr. Arief Purwanto

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. REHATTA


KABUPATEN JEPARA
2017

1
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 5 Maret 2017di Wahana RSUD dr. Rehatta Kelet telah dipresentasikan
porto folio oleh :
Nama : dr. Asep Tornado
Kasus : Snake Bite
Topik : Ilmu Bedah
Nama Pendamping : dr. Arief Purwanto, dr. Kurmin Hadi D.
Nama Wahana : RSUD Dr.Rehatta Jepara
No Nama Peserta Tanda tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

9 9.

10 10.

11 11.

12 12.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,
Dokter Internsip Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Asep Tornado dr. Arief Purwanto dr. Kurmin Hadi Darsono

2
Nama Peserta : dr. Asep Tornado
Nama Wahana : RSUD dr. Rehatta Kelet Jepara
Topik : Ilmu Penyakit Dalam
Tanggal (kasus) : 2 Mareti 2017
Nama Pasien : Ny S (Perempuan) No. RM : 3320021.RM.15.045064
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
dr. Arief P, dr. Kurmin Hadi D.
Tempat Presentasi : RSUD dr Rehatta Kelet Jepara
Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


v
Diagnostik Manajemen Masalah b Istimewa
v
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
V
Deskripsi :
Seorang perempuan 40 tahun datang dengan keluhan kaki kanan bengkak setelah digigit ular 3 hari
sebelum masuk rumah sakit

Tujuan :
- Mengobati kegawatan penyakit
- Mencegah komplikasi lebih lanjut
Bahan bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi Email Pos

Data Pasien: Nama: Ny S Nomor Registrasi:


3320021.RM.15.045064
Nama RS: RSUD dr Rehatta Telp : 08122821327 Terdaftar sejak :2 Maret 2017
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
3 hari yang lalu pasien digigit ular di bagian punggung kaki kanan saat sedang
berjalan di bawah pohon. Nyeri (+), bengkak (+), Pasien sulit berjalan..
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal

3
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
3. Riwayat Keluarga
Riwayat sakit kencing manis di kerluarga disangkal
Riwayat sakit darah tinggi di keluarga disangkal
4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan
Pasien bekerja sebagai Penjahit. Pendidikan terakhir pasien adalah SMP. Biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS PBI. Kesan ekonomi kurang.
Daftar Pustaka:
1. World Health Organization., 2010 : Guideline for The Management of Snake-Bites.
Available from : http://apps.searo.who.int/PDS_DOCS/B4508.pdf?ua=1
2. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKer Nas). Penatalaksanaan Keracunan
Akibat Gigitan Ular Berbisa. Available from :
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunularberbisa.pdf
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui gejala klinis gigitan ular
2. Mengetahui diagnosis gigitan ular
3. Mengetahui penatalaksanaan gigitan ular
4. Mengetahui komplikasi gigitan ular

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif
3 hari yang lalu pasien digigit ular di bagian punggung kaki kanan saat sedang berjalan
di bawah pohon. Pasien tidak mengetahui jenis maupun ciri ular tersebut. Pasien merasa
nyeri dari bagian yang tergigit hingga lutut, bengkak di bagian yang tergigit. Pasien masih
bisa berjalan.
2 hari yang lalu pasien mulai merasa bengkak dan nyeri bertambah , untuk jalan mulai
sulit. Lalu pasien pergi ke orang pintar di dekat rumahnya dan diberi semacam parem yang
dioleskan di sekujur kaki kanannya.
6 jam yang lalu pasien merasakan nyeri dan bengkak yang bertambah hingga ke daerah
paha. Pasien sulit berjalan, demam (-), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-), pusing (-
), nyeri tekan di kaki (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan.

4
2. Obyektif
Keadaan umum: baik
Kesadaran: composmentis
Tanda vital:
Tekanan darah: 131/93 mmHg
Nadi: 99 x/menit reguler
Respirasi: 20x/menit
Suhu : 36,50C
SpO2 : 100%
Kepala :Mesosefal
Mata : Conjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik, mata tidak
cekung, perdarahan subkonjungtiva (-).
Telinga : Nyeri tekan tragus -/-, discharge -/-
Hidung : Nafas cuping tidak ada, epistaksis tidak ada, discharge -/-
Mulut : Mukosa tidak kering, tidak sianosis, lidah tidak kotor.
Tenggorok : T1-1, tonsil dan faring tidak hiperemis
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada kaku kuduk
Dada
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tak ada bagian yang tertinggal
waktu bernafas, tidak ada retraksi.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler
Suara tambahan: wheezing -/-, ronkhi -/-, hantaran -/-.

Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
Paru depan Paru belakang

Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

5
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV, 2 cm medial linea
medioklavikularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak ada thrill, tidak melebar.
Perkusi : Batas kiri : Sela iga IV, 2 cm medial linea medioklavikularis
sinistra.
Batas kanan : Sela iga II linea parasternal dextra
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, irama reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tampak tegang dan kaku
Palpasi : supel, pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas (regio cruris lower limb dextra):
edema (+) dari regio dorsum pedis hingga distal femur,
nyeri tekan (+) di m. Gastrocnemius
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2 <2
Edema -/- +/-
Spasme otot -/- -/-

3. Assessment
Snake Bite regio pedis dextra
4. Plan:
Infus RL D5% 20 tpm
Injeksi Ketorolac 1 amp
Injeksi Ranitidine 1 ampul
Cek Lab : DL, CT, BT, Ureum, Creatinin, SGOT, SGPT, elektrolit
Konsul Bedah :
Infus D5% + ABU 1 ampul 20 tpm (skin test)
Injeksi Ampisilin+sulbactam 1 gr/8jam (skin test)
Injeksi Dexamethason 1 amp/8 jam
Injeksi dexketoprofen 1 amp/8 jam
Awasi tanda-tanda kompartemen syndrome
6
TINJAUAN PUSTAKA

Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling
kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah
gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih
sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan
masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap
gigitan ular berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia.
Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki
sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular. Bisa
adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus
juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi,
yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu
modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang
mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. Efek toksik bisa ular pada
saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan
efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta
banyaknya serangan yang terjadi.

Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya
bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi
(Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan
ular serasah (Sibynophis geminatus). Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya
masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek
dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king
kobra (Ophiophagus hannah). Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat
dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada
dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ
untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung
dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah

7
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris). Gambar 1.
Organ pendeteksi panas (pit organ) pada Crotalinae terletak di antara lubang hidung dan
mata.

Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang
ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak
mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja.
Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk
mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular
tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat
dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa
terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil,
dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring. Ular tidak berbisa tanpa bekas taring.

8
Lebih dari 90% dari bisa ular (dry weight) adalah protein. Setiap racun mengandung
lebih dari seratus protein yang berbeda: enzim (merupakan 80-90% dari viperid dan 25-70%
dari racun elapid), non-enzymatic polypeptide toxins,dan non-toxic protein seperti faktor
pertumbuhan saraf.

Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa
hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa
neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu
bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit
menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang
diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi
kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan
tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal,
pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi
lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

Gejala Umum (sistemik) dan tanda-tanda : Mual, muntah, malaise, sakit perut,
kelemahan, mengantuk, kelemahan. Kardiovaskular (Viperidae) : gangguan visual, pusing,
pingsan, kolaps, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema paru, edema konjungtiva
(chemosis).

9
10
Perdarahan dan gangguan pembekuan (Viperidae) : Perdarahan traumatis dari luka
baru (termasuk pendarahan berkepanjangan dari fang marks dan dari luka lama yang sembuh
sebagian perdarahan spontan sistemik - dari gusi , epistaksis, perdarahan ke dalam air mata,
perdarahan intrakranial (meningisme dari perdarahan subarachnoid, tanda lateralisasi dan /
atau koma dari perdarahan otak), hemoptisis , hematemesis, perdarahan rektum atau melena,
hematuria, perdarahan vagina, ante-partum haemorrhage pada wanita hamil, perdarahan ke
mukosa (misalnya konjungtiva , kulit (petechiae, purpura dan ekimosis) dan retina.

Cerebral arteri trombosis (western Russells viper Daboia russelii) : stroke trombotik,
dikonfirmasi oleh angiography atau pencitraan, dilaporkan jarang setelah envenoming oleh D.
russelii di Sri Lanka (Gawarammana et al., 2009).

Neurologis (Elapidae, viper Russell) : Mengantuk, parestesia, kelainan rasa dan bau,
"berat" kelopak mata, Ptosis, oftalmoplegia eksternal, kelumpuhan wajahotot dan otot-otot

11
lain dipersarafi oleh saraf kranial, suara sengau atau aphonia, regurgitasi melalui hidung,
kesulitan menelan sekresi, pernafasan dan flaccid paralysis umum.

Kerusakan otot Skeletal (ular laut, beberapa spesies Krait - Bungarus niger dan B.
candidus, Russell Barat ini viper Daboia russelii) : nyeri umum, kekakuan dan nyeri otot,
trismus, myoglobinuria, hiperkalemia, serangan jantung, gagal ginjal akut.

Ginjal (Viperidae, ular laut) : nyeri (punggung bawah) (Tin-Nu-Swe et al. 1993),
hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria, oliguria / anuria, gejala dan tanda-tanda uremia
(asidosis, cegukan, mual, nyeri dada pleuritik dll, lihat di bawah).

Endokrin (kelenjar di bawah otak akut / insufisiensi adrenal dari infark dari anterior
pituitary) (viper Russell di Myanmar dan India Selatan) (Tun-Pe et al., 1987).
fase akut: Shock, hipoglikemia
fase kronis (bulan sampai tahun setelah gigitan): Kelemahan, hilangnya rambut sekunder
seksual, kehilangan libido, amenorea, atrofi testis, hipotiroidisme dll.

Pemeriksaan fisik

Harus dimulai dengan penilaian hati-hati dari situs dari gigitan dan tanda-tanda dari
envenoming lokal. Pemeriksaan bagian digigit: Tingkat pembengkakan, yang biasanya juga
tingkat kelembutan untuk palpasi (mulai proksimal). kelenjar getah bening ekstremitas harus
diraba dan di atasnya ekimosis dan garis lymphangitic. Ekstremitas yang digigit mungkin
tegang, edema, dingin, immobile dan dengan pulsasi arteri tak teraba. Tanda ini mungkin
menunjukkan trombosis intravaskular, yang sangat langka setelah gigitan ular, atau sindrom
kompartemen, yang jarang. Jika memungkinkan, tekanan intracompartmental harus diukur
dan aliran darah dan patensi arteri dan vena dinilai (misalnya dengan doppler USG). tanda-
tanda awal dari nekrosis mungkin termasuk melepuh, batas-batasnya gelap atau kepucatan,
hilangnya sensasi dan bau pembusukan (daging yang membusuk).

Pemeriksaan umum: Ukur tekanan darah (duduk dan berbaring untuk mendeteksi
penurunan postural menunjukkan hipovolemia) dan denyut jantung. Periksa kulit dan selaput
lendir untuk bukti petechiae, purpura, perdarahan diskoid, ekimosis dan, di konjungtiva,
untuk perdarahan dan chemosis. Periksa hidung untuk epistaksis. Nyeri perut mungkin
menunjukkan gastrointestinal atau perdarahan retroperitoneal. Nyeri punggung
menunjukkan iskemia ginjal akut (gigitan Russell viper). Perdarahan intrakranial disarankan

12
tanda-tanda lateralisasi, mulut asimetris, kejang atau gangguan kesadaran (dengan tidak
adanya pernapasan atau kegagalan sirkulasi).

Untuk menyingkirkan awal neurotoksik, meminta pasien untuk mencari dan


mengamati apakah kelopak mata atas menarik kembali sepenuhnya. Memeriksa ukuran dan
reaksi dari mulut pasien untuk membuka mulutnya lebar dan menonjol kan lidahnya;
pembatasan awal pembukaan mulut dapat menunjukkan trismus (ular laut berbisa) atau lebih
sering kelumpuhan otot pterygoideus

Periksa otot-otot lain dipersarafi oleh saraf kranial (otot-otot wajah, lidah, refleks
muntah dll). Otot-otot penggerak leher mungkin lumpuh, memberikan " tanda leher rusak ".
Pasien dapat menelan atau sekret terakumulasi di faring, merupakan tanda awal dari
kelumpuhan bulbar. Meminta pasien untuk mengambil napas dalam dan
menghembuskannya. "Paradoks respirasi" (perut mengembang lebih dari dada inspirasi)
menunjukkan bahwa diafragma masih berkontraksi tetapi otot interkostal dan otot aksesori
inspirasi lumpuh.

Jangan berasumsi bahwa pasien digigit ular tidak sadar atau bahkan ireversibel "mati
otak" hanya karena mata mereka ditutup, mereka responsif terhadap rangsangan yang
menyakitkan, yang areflexic, atau pupil telah melebar tetap. Mereka mungkin hanya lumpuh!

Dalam korban oleh bisa ular laut, beberapa spesies kraits (B. Niger dan B. candidus),
beberapa elapids Australasia dan Russell ular berbisa di Sri Lanka dan India Selatan, otot,
terutama dari leher, batang dan bagian proksimal tungkai, dapat menjadi lemah dan nyeri
pada gerakan aktif atau pasif dan kemudian dapat menjadi lumpuh. Di gigitan ular laut, ada
pseudotrismus yang dapat diatasi dengan tekanan berkelanjutan pada rahang bawah.
Myoglobinuria mungkin jelas tiga jam setelah gigitan.

Pemeriksaan ibu hamil

Akan ada kekhawatiran tentang gawat janin (ditandai oleh bradikardia janin), perdarahan
vagina dan ancaman aborsi (Hanprasertpong dan Hanprasertpong, 2008). Harus dilakukan
pemantauan kontraksi uterus dan denyut jantung janin. Wanita menyusui yang telah digigit
oleh ular harus didorong untuk terus menyusui

Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular :

13
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum
korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain
yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang
membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
4 Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi
(membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga
dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat
meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan
pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan
(sayatan, menggosok kuat, pembersihan, pijat, penerapan herbal atau bahan kimia) sebagai
ini dapat memicu infeksi, meningkatkan penyerapan racun dan meningkatkan perdarahan
local.
Mengendorkan ikatan yang ketat, perban : Idealnya, ini tidak dilakukan sampai pasien
berada di bawah perawatan medis di rumah sakit, fasilitas resusitasi tersedia dan pengobatan
antivenom telah mulai (Watt et al., 1988).
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.

3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan
gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat
peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan,
pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari
karena tidak terbukti manfaatnya.

4. Terapi yang dianjurkan meliputi:

a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril. Imobilisasi bagian tubuh
menggunakan perban.

b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar +
10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai
dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan
perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar

14
aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu
aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.

c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan


nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock,
shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat
terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan
ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.

d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus

e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.

f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.

g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini
hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.

15
16
Pengamatan respon terhadap anti bisa ular: Jika dosis yang cukup dari antivenom yang
tepat telah diberikan, dapat diamati :

(A) Umum: Pasien merasa lebih baik. Mual, sakit kepala dan umum sakit dan nyeri dapat
menghilang dengan sangat cepat. Ini mungkin sebagian disebabkan efek plasebo.

(B) perdarahan sistemik spontan (misalnya dari gusi): Hal ini biasanya berhenti dalam waktu
15-30 menit.

(C) koagulabilitas Darah (yang diukur dengan 20WBCT): ini biasanya dipulihkan di 3-9 jam.
Perdarahan dari luka baru dan sebagian sembuh biasanya berhenti lebih cepat dari ini.

(D) Pada pasien syok: Tekanan darah dapat meningkatkan dalam pertama 30-60 menit dan
aritmia seperti bradikardia sinus.

(E) Bisa neurotoksik dari jenis pasca-sinaptik (gigitan cobra) mungkin mulai meningkatkan
sedini 30 menit setelah antivenom, tapi biasanya memakan waktu beberapa jam. Bisa dengan
racun presinaptik (Kraits dan ular laut) tidak akan merespon dengan cara ini.

(F) Hemolisis Aktif dan rhabdomyolysis dapat berhenti dalam beberapa jam dan urine
kembali warna normal.

17

Anda mungkin juga menyukai